Friday, November 16, 2018

Mengenal Pengarang Maulid Al-Barzanji

#Copas...

Mengenal Pengarang Maulid Al-Barzanji.

Sayyid Ja‘far bin Hasan bin ‘Abdul Karim bin Muhammad bin Rasul Al-Barzanji, pengarang Maulid Barzanji, adalah seorang ulama besar keturunan Nabi SAW dari keluarga Sadah Al-Barzanji yang termasyhur, berasal dari Barzanj di Irak. Beliau lahir di Madinah Al-Munawwarah pada tahun 1126 H (1714 M).

Datuk-datuk Sayyid Ja‘far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Sayyid Muhammad bin ‘Alwi bin ‘Abbas Al-Maliki dalam Hawl al-Ihtifal bi Dzikra al-Mawlid an-Nabawi asy-Syarif pada halaman 99 menulis sebagai berikut: “Al-Allamah Al-Muhaddits Al-Musnid As- Sayyid Ja`far bin Hasan bin `Abdul Karim Al-Barzanji adalah mufti Syafi`iyyah di Madinah Al-Munawwarah. Terdapat perselisihan tentang tahun wafatnya. Sebagian menyebutkan, beliau meninggal pada tahun 1177 H (1763 M). Imam Az-Zubaid dalam al-Mu`jam al-Mukhtash menulis, beliau wafat tahun 1184 H (1770 M). Imam Az-Zubaid pernah berjumpa beliau dan menghadiri majelis pengajiannya di Masjid Nabawi yang mulia. Beliau adalah pengarang kitab Maulid yang termasyhur dan terkenal dengan nama Mawlid al-Barzanji.

Sebagian ulama menyatakan nama karangannya tersebut sebagai ‘Iqd al-Jawhar fi Mawlid an-Nabiyyil Azhar. Kitab Maulid karangan beliau ini termasuk salah satu kitab Maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik di Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam acara-acara (pertemuan-pertemuan) keagamaan yang sesuai. Kandungannya merupakan khulashah (ringkasan) sirah nabawiyyah yang meliputi kisah kelahiran beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah, akhlaq, peperangan, hingga wafatnya.” Kitab Mawlid al-Barzanji ini telah disyarahkan oleh Al-Allamah Al-Faqih Asy-Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Maliki Al-Asy‘ari Asy-Syadzili Al-Azhari yang terkenal dengan panggilan Ba‘ilisy dengan pensyarahan yang memadai, bagus, dan bermanfaat, yang dinamakan al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji dan telah berulang kali dicetak di Mesir. Beliau seorang ulama besar keluaran Al-Azhar Asy-Syarif, bermadzhab Maliki, mengikuti paham Asy‘ari, dan menganut Thariqah Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217 H (1802 M) dan wafat tahun 1299 H (1882 M). Selain itu, ulama terkemuka kita yang juga terkenal sebagai penulis yang produktif, Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi, pun menulis syarahnya yang dinamakannya Madarijush Shu‘ud ila Iktisa-il Burud. Kemudian, Sayyid Ja‘far bin Isma‘il bin Zainal ‘Abidin bin Muhammad Al- Hadi bin Zain, suami anak satu-satunya Sayyid Ja‘far Al-Barzanji, juga menulis syarah kitab Mawlid al-Barzanji tersebut yang dinamakannya al-Kawkabul-Anwar ‘ala ‘Iqd al-Jawhar fi Mawlidin-Nabiyyil-Azhar.


Sebagaimana mertuanya, Sayyid Ja‘far ini juga seorang ulama besar lulusan Al-Azhar Asy-Syarif dan juga seorang mufti Syafi‘iyyah. Karangankarangan beliau banyak, di antaranya Syawahid al-Ghufran ‘ala Jaliy al-Ahzan fi Fadha-il Ramadhan, Mashabihul Ghurar ‘ala Jaliyyil Qadr, dan Taj al-Ibtihaj ‘ala Dhau’ al-Wahhaj fi al-Isra’ wa al-Mi‘raj. Beliau pun menulis manaqib yang menceritakan perjalanan hidup Sayyid Ja‘far Al-Barzanji dalam kitabnya ar-Raudh al-‘Athar fi Manaqib as-Sayyid Ja‘far. Kembali kepada Sayyidi Ja‘far Al-Barzanji. Selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlaq, dan taqwanya, tetapi juga karena karamah dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk mendatangkan hujan pada musim-musim kemarau. Diceritakan, suatu ketika di musim kemarau, saat beliau sedang menyampaikan khutbah Juma’tnya, seseorang meminta beliau beristisqa’ memohon hujan. Maka dalam khutbahnya itu beliau pun berdoa memohon hujan. Doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya hingga seminggu, persis sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW dahulu. Sayyidi Ja‘far Al-Barzanji wafat di Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi‘. Sungguh besar jasa beliau. Karangannya membawa umat ingat kepada Nabi SAW, membawa umat mengasihi beliau, membawa umat merindukannya. Sayyid Ja’far Al-Barzanji adalah seorang ulama’ besar keturunan Nabi Muhammad saw dari keluarga Sa’adah Al Barzanji yang termasyur, berasal dari Barzanj di Irak. Datuk-datuk Sayyid Ja’far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan pemurah. Nama nasabnya adalah Sayid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a. Semasa kecilnya beliau telah belajar Al-Quran dari Syaikh Ismail Al-Yamani, dan belajar tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf As-So’idi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri.Antara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah : Sayid Abdul Karim Haidar Al-Barzanji, Syeikh Yusuf Al-Kurdi, Sayid Athiyatullah Al-Hindi. Sayid Ja’far Al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya: Shoraf, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Usulul Fiqh, Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadits, Usul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, A’rudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah. Syaikh Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki yang bermukim di Madinah, merupakan salah seorang keturunan (buyut) dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid Al-Alwi Al-Husain Al-Musawi Al-Saharzuri Al-Barzanji (1040-1103 H / 1630-1691 M), Mufti Agung dari madzhab Syafi’i di Madinah. Sang mufti (pemberi fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di Irak, lalu mengembara ke berbagai negeri sebelum bermukim di Kota Sang Nabi. Di sana beliau telah belajar dari ulama’-ulama’ terkenal, diantaranya Syaikh Athaallah ibn Ahmad Al-Azhari, Syaikh Abdul Wahab At-Thanthowi Al-Ahmadi, Syaikh Ahmad Al-Asybuli. Beliau juga telah diijazahkan oleh sebahagian ulama’, antaranya : Syaikh Muhammad At-Thoyib Al-Fasi, Sayid Muhammad At-Thobari, Syaikh Muhammad ibn Hasan Al A’jimi, Sayid Musthofa Al-Bakri, Syaikh Abdullah As-Syubrawi Al-Misri. Syaikh Ja’far Al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut.

Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdo’a untuk hujan pada musim-musim kemarau. Setiap kali karangannya dibaca, shalawat dan salam dilatunkan buat junjungan kita Nabi Muhammad SAW, selain itu juga tidak lupa mendoakan Sayyid Ja‘far, yang telah berjasa menyebarkan keharuman pribadi dan sirah kehidupan makhluk termulia di alam raya. Semoga Allah meridhainya dan membuatnya ridha....

Sunday, November 11, 2018

YASIN AL-MARROKISYI, SIAPAKAH BELIAU?

YASIN AL-MARROKISYI, SIAPAKAH BELIAU?

Oleh; Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
***

Syaikh Yasin Al-Marrokisyi (ياسين المراكشي) barangkali memang bukan nama yang familiar di telinga kita. Tetapi jika kita tahu bahwa beliau adalah salah satu guru istimewa An-Nawawi, maka itu akan menjadi alasan penting untuk membuat kita mengkaji sebagian kisah terkait beliau yang bisa menjadi ibrah penting untuk kita.

Telah diketahui bahwa An-Nawawi memiliki banyak guru dalam berbagai bidang ilmu seperti ilmu fikih, hadis, ushul fikih, nahwu, lughoh, dan lain-lain. Hanya saja, guru An-Nawawi yang secara khusus memberikan bimbingan terhadap An-Nawawi dalam hal ilmu pembersihan jiwa dan amal adalah syaikh Yasin Al-Marrokisyi ini.

Beliau adalah seorang ulama pengajar Al-Qur’an yang digelari “Al-Muqri’“ karena memiliki keahlian mengajarkan “qiroat sab’ah”. Profesinya adalah tukang bekam dan berdagang. Tokonya terletak di pinggir Jabiyah. Kulitnya digambarkan para sejarawan berwarna hitam. Beliau dikenal sebagai orang salih yang memiliki sejumlah mukasyafah dan karomah. Beliau berhaji lebih dari 20 kali dan usianya mencapai 80 tahun. Wafatnya tahun 687 H.

Yasin Al-Marrokisiyi inilah yang ketika pertama kali berfirasat bahwa An-Nawawi akan menjadi “orang besar” , yakni orang yang paling berilmu di zamannya. Sekitar tahun 640-an Al-Marrokisyi bertemu pertama kali dengan An-Nawawi yang waktu itu masih bocah di Nawa. Dalam pertemuan pertama kali itu, Al-Marrokisyi sudah membaca tanda-tanda istimewa pada An-Nawawi. Kisahnya firasat Al-Marrokisyi ini diceritakan Ibnu Al-‘Atthor, langsung dari lisan Yasin Al-Marrokisyi yang menceritakan dialognya dengan guru hafalan Al-Qur’an An-Nawawi. Ibu Al-‘Atthor menulis,

هذا الصبيُّ يُرْجى أن يكون أعلم أهل زمانه فقال لي: أمنجِّمٌ أنت؟ فقلتُ: لا، وإنما أنطقني الله بذلك

“ (Yasin Al-Marrokisyi berkata kepada guru tahfizh An-Nawawi;)” Bocah ini bisa diharapkan menjadi orang paling berilmu di zamannya”. Dia (guru tahfizh An-Nawawi itu) merespon, “Apakah engkau tukang ramal?’ Aku menjawab, ‘Tidak. Tetapi Allah yang membuatku mengucapkan hal itu” (Tuhfatu Ath-Tholibin hlm 44-45)

Karena firasat itu, Yasin Al-Marrokisyi benar-benar berpesan kepada ayah dan guru An-Nawawi agar memberi perhatian serius dalam pendidikannya. Ayahnya diberi saran agar An-Nawawi diajari menghafal Al-Qur’an dan menyibukkan diri dengan ilmu. Karena wasiat Yasin Al-Marrokisyi ini pulalah, ayah An-Nawawi memutuskan untuk “memondokkan” An-Nawawi di “ponpes” Ar-Rowahiyyah sampai An-Nawawi menjadi ulama besar sebagaimana kita saksikan hingga hari ini.

An-Nawawi sebagai murid beradab dan tahu hak-hak gurunya tidak melupakan jasa besar Al-Marrokisyi ini. An-Nawawi memutuskan untuk rutin mendatangi majelisnya, belajar adab kepadanya, mengharap berkahnya dan meminta nasihat dalam berbagai urusannya. Singkat kata Yasin Al-Marrokisyi adalah guru “spiritual” khusus An-Nawawi yang mengajari beliau dalam ilmu-ilmu pembersihan jiwa.

Karena An-Nawawi tidak hanya belajar ilmu Islam yang bersifat pemikiran, tetapi juga belajar ilmu Islam yang sifatnya amal, yakni membersihkan hati, menyucikan jiwa, mendidik akhlak, memperindah adab, dan menguatkan ibadah maka wajar jika An-Nawawi muncul sebagi seorang ulama yang bukan hanya pakar dalam ilmu-ilmu syar’i, tetapi juga menjadi pribadi yang sangat menarik dalam hal zuhud, wara’, ketakwaan dan kesalihan. Beliau orang yang sangat kuat beribadah, sangat berhati-hati, sangat kuat menahan nafsunya, benci perdebatan kosong, tekun beribadah, dan meninggalkan segala hal yang sia-sia.

Belajar dari kisah An-Nawawi dengan Yasin Al-Marrokisyi ini, ada satu pelajaran penting bagi kita semua. Tidak cukup orang hanya menyibukkan diri dengan ilmu yang bersifat pembahasan hujjah, perdebatan dengan segala ikhtilafnya. Hal itu karena ilmu yang seperti itu ada potensi membuat hati menjadi keras, membuat sombong, dan ujub .

Agar lebih dekat dengan cara hidup para Nabi, para Rasul dan orang-orang salih, seorang hamba memerlukan guru yang fokusnya membantunya dalam merawat hati, memperindah akhlak, dan menguatkannya dalam ibadah dan dzikir. Sangat beruntung jika seorang murid mendapatkan guru yang bukan hanya mengajari ilmu-ilmu syar’i yang bersifat pemikiran tetapi juga bisa menjadi pembimbing dalam hal kesalihan, pembersihan jiwa, pendidikan akhlak, ibadah dan dzikir, baik dalam hal ilmu maupun amal.

Jika tidak mampu mendapati guru, maka hendaklah seseorang memiliki, setidaknya, seorang sahabat yang paling berharga. Bukan sahabat yang hanya datang di saat ia mendapatkan kesenangan dunia dan menjauh saat ia mendapatkan kesempitan hidup. Satu  sahabat terbaik dalam dien ini lebih baik daripada 1000 "sahabat palsu".

Oh ya, menjadi anugerah Allah yang tak terkira jika sahabat dengan kualifikasi seperti itu adalah pasangan hidup kita sendiri.

اللهم ارزقني خليلا فقيها زاهدا ورعا تقيا عَبادا كريما محببا إليك
أحبه ويحبني فيك
وبه تجعلني من السبعة الذين تظلهم يوم لا ظل إلا ظله

Versi Situs: http://irtaqi.net/2018/11/11/yasin-al-marrokisyi-siapakah-beliau/

***

4 Rabi’ul Awwal 1440 H

Thursday, November 8, 2018

Nirakati anak

pada suatu kesempatan Sowan ke Kyai Ulil Albab Arwani Kudus

"Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya jadi anak yang Sholeh, pinter, berbakti & hal2 baik lainnya"

beliau membuka obrolan Jum'at pagi itu
kami kebanyakan wali santri yang sowan pada waktu itu cuman bisa mengangguk dan tersenyum

lalu beliau melanjutkan dengan memberikan ijazah untuk diamalkan :

1. diusahakan setiap hari minimal satu kali setelah salat, anak2 dihadiahi Fatihah dengan tata cara "Ila Ruhi wal Jasadi .....(nama-anak).... Al-Fatihah.. 7x
syukur alhamdulilah bisa setiap habis salat

2. disaat waktu sambangan atau jadwal nengok anak di pondok, sediakan air putih yang dibacakan
Bismillahirrahmanirrahim 786 x
Al-Fatihah 70 x
lalu diminumkan ke anaknya

Insyaallah
semoga Allah SWT mengijabahi Do'a kita

itulah oleh2 sowannya
semoga bermanfaat

Monday, November 5, 2018

TNI asalnya dari TNU, gini ceritanya...

TNI asalnya dari TNU, gini ceritanya...

Barisan Pemuda Kebangsaan sebenernya sudah dimulai sejak 1920-an paska runtuhnya Turki Utsmani dan ekspansi Negara2 Eropa untuk “menguasai dunia” dan juga pastinya karena banyak kaum cendikia lahir di Indonesia seperti Ki Hajar, KH Mas Mansyur, KH Wahab Hasbullah, Tan Malaka dll

Mungkin sekarang anak-anak milenial kilafah lagi demen jelek2in Banser bahkan sampe menyoal baju doreng, ya maklum kudu diluruskan. Tapi kalo yang tua pada ikutan ya itu namanya buta sejarah ataupun udah antipati. Gpp gue bakal cerita soal ini dengan Insyaallah runtut.

Istilah dan fakta tentara-tentaraan ini lahirnya pada saat penjajahan Jepang dimana pada September 1942 di Jakarta diadakan konferensi para pemimpin Islam yang intinya bikin Jepang kecewa karena ternyata Islam tidak bisa dipolitisasi untuk kasih dukungan Jepang di Perang Asia.

Jepang bermaksud mengumpulkan laskar Islam yang saat itu sangat anti Belanda, digabung menjadi Laskar yang tujuannya back up Jepang di Perang Asia yang musuhnya juga Belanda sama sekutu. Oktober 1942 Tokyo sampe menugaskan Kolonel Horie Choso keliling Jawa buat riset.

Saat itu ada organisasi Islam bernama MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yang dikomandoi Ulama Nusantara untuk melawan Politik Belanda, gabungan 13 Organisasi termasuk didalamnya NU, Muhammadiyah dan SI. HadratusSyekh Hasyim Asy’ari adalah Ketua Badan Legislatifnya.

MIAI sangat efektif membuat Belanda kacau karena MIAI memiliki banyak laskar Santri didalamnya termasuk ANO (Anshoru Nahdlatul Oelama) yang dilahirkan oleh KH Wahab Hasbullah sejak 1924 dan pada 1934 menjadi Ansor.

Jepang ingin kuasai MIAI supaya bisa dipake perang lawan sekutu

Perjalanan Kolonel Horie Choso ini menghasilkan dan menyimpulkan bahwa jika Jepang mau mendapatkan tambahan laskar, maka dekatilah Kyai-Kyai Pengasuh Pondok Pesantren di Jawa.

Walhasil Jepang membentuk: Seinendan, Keibodan dan Heiho yang nantinya dibuat untuk bela bangsa.

Jepang sangat paham kalo Ruh di Pesantren adalah Ruh Kebangsaan, menjaga tanah air tempat kelahiran adalah panji martabat tertinggi dari para Santri.

Ide Jepang bentuk laskar kebangsaan ini jelas disambut pesantren dengan positif karena demi Nusantara.

Hingga pada saatnya, 3 Oktober 1943 Jepang meresmikan PETA (Tentara Pembela Tanah Air) di Bogor dengan keanggotaan terbanyak dari Santri dan Ulama.

HadratusSyekh Hasyim Asy’ari adalah Penasehat PETA, yang juga merupakan Rais Akbar Nahdlatul Oelama.

Kiprah PETA untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak perlu gue jelaskan, bisa gugling dan cari perpustakaan. Lengkap datanya..

Gue lanjut topik sampe berdirinya TNI aja yak?

Apakah Jepang tidak “fishy” dan tidak diketahui Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari?

Tentu tidak, beliau paham banget kalo Jepang cuma ingin memperalat PETA untuk kepentingan Tokyo bukan Indonesia. Kemudian pada 4 Desember 1944, KH Wahid Hasyim membentuk Laskar Hizbullah

Iya, Putra HadratusSyekh dan sekaligus Ayah dari Gus Dur adalah inisiator yang membentuk Laskar Hizbullah yang sangat masyur dalam pertempuran 10 November 1945.

Jepang kalah set dengan KH Wahid Hasyim, pusat pelatihan Heiho di Cibarusah dipakai untuk latihan Laskar Hizbullah.

Siapakah Laskar Hizbullah?
Laskar Hizbullah adalah Ulama, Santri dan Pemuda Syubbanul Wathon atau ANO yang kemudian jadi GP Ansor nantinya.

Laskar Hizbullah adalah Banser!

Mari kita simak fakta sejarah berikut ini ya, biar pada paham dan siapin meme bully Banser yang baru.

Bulan Januari 1945, Masyumi yang saat itu diketuai HadratusSyekh Hasyim mengumumkan anggota dewan Pengurus Pusat Pimpinan Laskar Hizbullah dengan Ketua KH Zainul Arifin seorang Kader Ansor dari Barus Sumatera Utara dan diberikan amanat menjadi Panglima Laskar Hizbullah.

Pusat Latihan Hizbullah berada di Cibarusah dengan lahan 20 hektar disekitar perkebunan karet, dikelola oleh Konsul NU Jakarta dan instrukturnya bernama Kapten Yanagawa dari Beppan (Badan Intelejen Jepang).

Santri dari Madura dan Jawa merupakan peserta pelatihan paling awal.

Karena sangat banyak Santri yang mendaftar, bahkan proses rekrutnya sangat rapih dan pendaftar sangat banyak ditampung di banyak Masjid se-Jawa.

Di Malang juga ada Laskar yang tidak lahir dari Masyumi, didirikan oleh KH Masjkur Singosari, Santri HadratusSyekh juga.
"Sabilillah".

Laskar Hizbullah yang ditempa di Cibarusah dan Laskar Sabilillah di Malang pada saatnya kelak bergabung bertempur di Surabaya pada 25 - 27 Oktober 1945 dan Perang besar 10 November 1945 yang sangat terkenal dengan “Rawe Rawe Rantas, Malang Malang Putung”

Lulusan pendidikan Laskar Hizbullah inilah cikal bakal Tentara Indonesia kedepannya.

Salah satu “Harimau Hizbullah” yang sangat disegani dan ditakuti musuh adalah KH Abdullah Abbas Buntet Cirebon.
Yang melahirkan Batalyon Elit Infanteri 315/Resimen 1 Siliwangi

Ketika paska kemerdekaan, Belanda membonceng Sekutu ke Indonesia (dalih melucuti Jepang) dengan pasukan yang siap perang dan bermaksud menjajah Indonesia kembali.
Hingga lahir Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 dimana awal dari pertempuran 10 November 1945.

Paska 10 November 1945, setelah kalah di Surabaya tuh Belanda belum kapok dan kembali ke Indonesia dengan Agresi Militer II.

Pada awal 1946, Surabaya jatuh ke tangan Sekutu kembali dan pasukan Hizbullah yang banyak jadi korban di pertempuran 10 November ditarik ke Gempol.

Perjuangan Laskar Hizbullah dan Sabilillah inilah tonggak kebangkitan Indonesia setelah Proklamasi.

Seluruh komponen kelaskaran seperti PETA, eks KNIL, Laskar Daerah, Jurnalis, Barisan Pemuda dll membuahkan simpati dunia dan “bayi” Tentara Keamanan Rakyat tumbuh besar.

Bulan Juli 1946 Hizbullah melaksanakan Kongres Umat Islam di Jogja yang menghasilkan konsolidasi peleburan Laskar Hizbullah kedalam Divisi Sunan Ampel.

Laskar Hizbullah Sunan Ampel dan kelaskaran lain inilah yang pada 5 Mei 1947 bersatu bergabung ke Tentara Republik Indonesia.

Dan TRI pada 3 Juni 1947 diubah menjadi TNI.

TNI memiliki kepemimpinan kolektif dari mantan pimpinan TRI dan badan kelaskaran lain, jangan heran banyak batalyon memberontak termasuk DI/TII, Permesta, Eks Knil APRA dll.

Satu hal, Hizbullah Sabilillah tidak pernah berontak.

Jadi, jika sekarang kalian menyoal seragam Banser ingatlah bahwa TNI lahir jauh setelah Banser berjuang bersama Hizbullah, Sabilillah, PETA dll sebelum Indonesia ini Merdeka.

Ayo kembali fokus jualan bendera HTI aja kalian dari pada sibuk ngurusi baju loreng. Bye....

Sumbernya dari mana ?

Dari buku Resolusi Jihad Paling Syar’i author  Gugun El Guyani, Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Fasisme Jepang auth Sagimun MD. Di UIN banyak, minta aja buku terkait dan jurnal2 yang diterbitkan terkait Resolusi Jihad 22 Oktober 1945

[Copas dari Kang Lautan Ilmu]

Saturday, November 3, 2018

JANGAN SURIAHKAN INDONESIA

== JANGAN SURIAHKAN INDONESIA ==

Apa yang pertama kali terlintas di benak saat mendengar kata “Suriah”?

Kalau aku, tergambar di benakku mendengar kata Suriah, identik dengan perang dan ISIS. ISIS adalah singkatan dari Islamic State of Iraq and Syria. Negara Islam Irak dan Suriah. Jadi di Negara Suriah ada Negara Islam.

Namun setelah menghadiri diskusi kebangsaan kemarin malam, semuanya menjadi terang benderang bagiku. Diskusi itu bagaikan “pamungkas” dari rangkaian seminar dan diskusi kebangsaan tentang radikalisme yang selama ini aku ikuti.

Diskusi ini diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Syam Indonesia (ALSYAMI). Diadakan di Magzi Ballroom, Hotel Grand Kemang dari jam 19.30 – 21.30. Narasumber yang dihadirkan cukup kompeten, yaitu orang-orang yang tahu betul mengenai keadaan Suriah.

Mereka adalah Syeikh Dr. Adnan al-Afyoni (Mufti Damaskus dan Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Suriah), Drs. Djoko Harjanto (Duta Besar RI untuk Suriah), Dr. Ziyad Zahruddin (Duta Besar Suriah untuk Indonesia), Ahsin Mahrus (Perhimpunan Pelajar Indonesia di Damaskus), dan Dr. Ainur Rofiq (mantan HTI). Sebagai moderator adalah Rahma Sarita Al Jufri, presenter berita televisi.

Bersyukur dapat hadir di acara itu tepat waktu, padahal diselingi dengan insiden ban kempes. Sampai disana ternyata disuguhi makan malam. Wah, menyesal juga tadi sudah makan sebelum berangkat.

Hidangan utamanya tentu saja hidangan khas Timur Tengah. Aku tak tahu namanya. Tapi ada mi yang dimasak seperti Mi Aceh, daging yang dimasak seperti gulai tapi warnanya kelabu dan rasanya pedas, lalu ada ayam yang dimasak dengan balutan tepung. Tak lupa dilengkapi dengan nasi putih, kerupuk kampung dan kerupuk udang, serta sambal.

Berhubung sudah cukup kenyang, aku ambil sedikit-sedikit saja makanan yang menurutku “aneh” karena bukan makanan Indonesia. Ingin tahu rasanya. Di sisi sebelah kanan meja utama terdapat hidangan khas Indonesia seperti bakso, soto, rujak buah dan gado-gado. Makanan sehari-hari, jadi aku tak tertarik.

Seperti biasa, aku selalu melongo kalau lihat orang makannya dicampur-campur yang menurutku tidak lazim. Selain itu ambilnya banyak-banyak seakan-akan besok tidak makan. Toh akhirnya tidak habis, dan aku melihat petugas membuang 3 potong ayam dari sebuah piring…..

Makanya, ukurlah dirimu sebelum makan. Walaupun makanan gratis, tapi bukan berarti bisa diambil sebanyak kita mau, lalu tidak dihabiskan dan akhirnya terbuang. Tetap saja kita yang berdosa karena sudah buang-buang makanan.

Sambil makan, aku mengamati orang-orang di sekitarku. “Radar” ku langsung bergerak cepat mengidentifikasi orang-orang ini. Walau tidak kenal dengan siapapun, tapi aku bisa merasakan siapa mereka. Sebagian besar tentu saja orang-orang yang pernah belajar di Suriah. Aku sempat merasa khawatir dengan penampilan orang-orang yang memakai rompi, pakai jas, dan pakai peci kupluk warna putih. Walau tak adil rasanya jika menilai seseorang dari penampilannya. Habis mau bagaimana…? Penampilannya seperti yang biasa demo-demo berjilid-jilid itu….

Belum lagi sapaan “Assalamualaikum” dengan lafal yang kental sekali, serta penggunaan kata “Antum”, “Ana”, serta percakapan dalam bahasa Arab yang berseliweran di sekitarku… Membuatku tiba-tiba dapat kunci surga….

Namun kehadirang orang-orang berpenampilan “Islam Nusantara” cukup membuatku merasa tenang. Selain itu ada pula orang-orang dari organ relawan Jokowi.

Yang cukup menarik perhatianku adalah orang yang membawa tas ransel besar di punggungnya. Pakai celana panjang model banyak kantong dan sepatu keds tebal. Asumsiku, dia seperti “survivor” dari daerah konflik.

Kemudian datang orang-orang asing dengan tipikal bangsa Timur Tengah. Dikawal oleh beberapa orang Indonesia, mereka memasuki sebuah ruangan tertutup. Tak lama kemudin disusul oleh seorang perempuan berkerudung. Badannya tinggi, hidungnya mancung dan wajahnya cantik, khas keturunan Arab. Belakangan baru kuketahui mereka adalah para nara sumber dan moderator.

Tak lama kemudian panitia meminta para tamu memasuki ruangan karena acara akan segera dimulai. Kusudahi pula makanku. Kuletakkan piring yang sudah bersih. Terakhir, aku menyantap dessert berupa pudding roti dan aneka kue tart mungil. Semoga, setelah kenyang, aku tak mengantuk….

Acara kemudian dibuka dengan pembacaan Surat Al Fatihah. Dilanjutkan dengan menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya oleh para hadirin. Berikutnya pembukaan secara singkat oleh Ketua ALSYAMI yang menyampaikan sabda Rosululloh bahwa,

“Siapapun yang sholatnya sama, menghadap kiblat yang sama, maka dia adalah muslim dan berada dalam lindungan Allah. Agar setiap muslim menjaga persatuan, saling mencintai pada sesama muslim pada khususnya dan pada sesama manusia pada umumnya. Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena belum tentu yang mengolok-olok itu lebih baik.”

Berikutnya pemaparan dari Drs. Djoko Haryanto, Duta Besar RI untuk Suriah. Beliau menceritakan kedatangannya ke Indonesia saat ini membawa 60 pengusaha dari Suriah yang rencananya akan melakukan hubungan perdagangan dengan Indonesia. Beliau juga menyampaikan bahwa pada Asian Games kemarin, Suriah mengirimkan 100 orang atletnya.

Konflik yang terjadi di Suriah, sebenarnya cukup membingunkan bagi masyarakat Indonesia, karena letaknya yang jauh, namun bisa berdampak ke Indonesia. Apa yang terjadi di Suriah merupakan gelombang Arab Spring yang diawali di Tunisia, Mesir, Libya, dan Yaman saat ini. Tak seperti pergantian pucuk kekuasaan di Indonesia yang berlangsung damai, pergantian kekuasaan di Arab disertai pertumpahan darah, perang saudara dan berakhir tragis. Seperti pada pemimpin Libya, Moamar Khadafi yang tewas dibunuh rakyatnya sendiri.

Suatu konspirasi sebenarnya memprediksi kekuasaan Bashar Al Assad akan tumbang dalam waktu 3 bulan, namun prediksi itu meleset, dan menenggelamkan Suriah dalam perang panjang selama 7 tahun.

Konflik yang bermula di bulan Maret 2011 itu diawali oleh Syrian Free Army, kelompok oposisi yang merupakan tentara desersi yang menolak rezim Assad.

Amerika, Israel, Eropa dan Yordania, ramai-ramai memusuhi Suriah hingga akhirnya Bashar Al Assad meminta bantuan pada Rusia dan Iran pada tahun 2015. Kejadian ini diumumkan di PBB. Sehingga perang tidak hanya terjadi di lapangan, namun juga di meja diplomasi. Hal-hal yang berkaitan dengan Suriah, di-veto oleh Amerika dan sekutunya. Suriah diganjar embargo ekonomi. Hal ini menyebabkan Cina juga masuk ke dalam perekonomian Suriah.

Begitu buruknya keadaan di Suriah, sampai-sampai wilayah yang dikuasai oleh pemerintah tinggal 20%. Namun pada tahun 2017 Aleppo berhasil direbut kembali. ISIS berhasil dipinggirkan sampai ke wilayah Raqqa.

Konflik yang terjadi di Suriah, murni merupakan konspirasi politik dan tak ada kaitannya dengan agama. Muslim Sunni dan Syiah disana tidak berperang. Bahkan tak ada bedanya dalam keseharian. Baru terlihat dari tata cara ibadahnya.  “Penggorengan” isu Syiah muncul karena Suriah dibantu oleh Iran yang Syiah.

Djoko Harjanto, sebagai dubes, berupaya memasuki kota-kota yang terisolasi di Suriah dalam upayanya menyelamatkan dan melindungi TKI dan para pelajar Indonesia. Sikap Indonesia yang tidak memihak, menyebabkan beliau banyak mendapatkan bantuan berupa pengamanan yang maksimal kemanapun ia berkehendak untuk bepergian dalam rangka mencari WNI disana.

Sebagai penutup, beliau menyampaikan bahwa kepentingan Negara itu nomor satu. Belajar dari pengalamannya saat menjadi staf kedutaan di Malaysia yang pernah juga terjadi insiden pembakaran bendera, namun tidak berlanjut dan berkembang semakin jauh. Dengan saling meminta maaf urusan selesai.

Belajar Islam, mestinya tak perlu jauh-jauh ke Arab. Tapi cukup di Indonesia. Karena di Indonesia sudah ada semua. Berhati-hatilah selalu ada upaya memecah belah. Persatuan dan kesatuan harus selalu digaungkan.

Pemaparan berikutnya disampaikan oleh Ziyad Zahrudin, Duta Besar Suriah untuk Indonesia. Tak banyak yang disampaikan oleh beliau karena kondisi secara umum sudah disampaikan oleh dubes RI. Untuk mengatasi masalah di Suriah itu semua hal sudah dilakukan. Apa yang tadinya mengancam dan berhasil menghancurkan Suriah, kini mengancam Indonesia, oleh karenanya jangan sampai Indonesia menjadi hancur.

Di Suriah bukan perang suku, bukan perang agama, tapi murni politik. Suriah belajar dari Indonesia cara merawat kebhinekaan. Indonesia memiliki kesan yang baik dimata dunia.

Pembicara selanjutnya merupakan pembicara kunci. Beliau adalah Syeikh Dr. Adnan Al Afyouni. Beliau menjabat sebagai Mufti Damaskus dan Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Suriah. Mufti itu seperti tokoh ulama. Kedatangannya adalah dalam rangka untuk meningkatkan hubungan dengan Kementrian Agama, Alumni Syam dan lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia.

Tahun ini pemerintah Suriah bekerja sama dengan Alumni Syam memberi beasiswa untuk 30 orang. Satu-satunya beasiswa luar negeri dari Suriah untuk Indonesia. Tanggal 30 November nanti akan berangkat ke Suriah.

Di Suriah terdapat mahasiswa dari 60 negara, namun yang mengesankan adalah mahasiswa dari Indonesia. Di awal-awal terjadinya konflik, semua mahasiswa kembali ke negaranya masing-masing, kecuali mahasiswa dari Indonesia. Mereka menghadap Mufti dan bertanya apa yang harus mereka lakukan. Dijawab oleh Mufti bahwa jika ingin pulang dipersilakan. Namun jika ingin tinggal pun silakan. Hingga saat ini mereka masih berada di Suriah.

Para mahasiswa Indonesia dikenal memiliki akhlak yang baik.

Diceritakan pula olehnya bahwa bangsa Suriah adalah bangsa yang heterogen. Tidak bisa dibedakan berdasarkan agama. Hidup bersama sebagai bangsa yang satu.

Agama seharusnya menyatukan manusia bukan memecah belah manusia. Agama mengajarkan norma-norma yang baik, bersatu dalam sebuah Negara. Krisis Suriah adalah krisis politik, cerminan konflik global. Dimana melibatkan banyak pihak, banyak Negara untuk kepentingan suatu golongan.

Suriah tadinya adalah Negara teraman di dunia. Tidak ada perang suku. Biaya hidup murah dan tidak ada orang miskin di Suriah.

Lalu mengapa orang-orang ini melawan pemerintah? Karena misikin, atau agama, atau politik?

Apa yang terjadi di Suriah adalah imbas dari Arab Spring yang melanda Tunisia, Mesir, Libya dan Yaman yang juga jadi porak poranda karena konflik.

Mereka yang menyerang Suriah, untuk menghancurkan Suriah, namun tak berhasil. Diantaranya ada Qatar yang ingin agar jalur pipa gasnya melewati Suriah. Ada Amerika yang ingin mengamankan Israel dari serangan Suriah.

Amerika menemukan adanya cadangan gas dan minyak di Suriah pada tahun 2008, maka mereka ingin menguasai Suriah seperti apa yang telah mereka lakukan pada Irak.

Mereka menggunakan agama dan melakukan propaganda di masjid-masjid.

Di Suriah pendidikan dan kesehatan gratis. Kebutuhan pokok dijamin oleh pemerintah. Maka tidak ada yang bisa dimainkan selain melalui agama. Mereka menebar ketakutan, akan membunuh orang Kristen, Syiah. Namun hal ini tidak berhasil karena mayoritas rakyat Suriah tidak rela jika gama digunakan sebagai alat merebut kekuasaan.

Bangsa Suriah pun ingin hidup lebih baik. Presiden Assad telah membuka diri untuk memaafkan pihak-pihak yang memusuhinya, demi masa depan Suriah. Yang tidak mau rekonsiliasi dipersilakan pergi, disediakan tempat di bagian selatan.

Rekonsiliasi ini dilakukan atas dasar cinta Islam, cinta Allah, dan cinta Rosululloh. Seluruh rakyat Suriah hari ini berbondong-bondong melakukan rekonsiliasi. Tapi Negara-negara luar masih tetap mengirim pasukan. Mereka tak ingin Suriah damai.

“Kami ingin mempertahankan Suriah. Kami telah melewati masa-masa sulit. Yang bikin sulit adalah orang-orang diluar Suriah,” ujar Syeikh Adnan. Sebagai Ketua Dewan Rekonsiliasi ia telah berkeliling menjumpai para oposan. Mengajak berdamai untuk Suriah yang lebih baik.

“Kami tak ingin menyia-nyiakan 1 nyawapun. Mendahulukan kepentingan Negara, tidak lagi saling menyalahkan. Sepakat membangun Suriah kembali bersama. Yang kemarin menentang, sudah kembali bersatu dalam 1 barisan.”

“Kami berkumpul dengan berbagai komponen yang tadinya saling bertempur. Tidak ada artinya dan tidak ada harganya jika kita tidak punya Negara dan Suriah hancur. Jika Suriah masih ada, itu untuk anak cucu. Jika sudah hancur, apa yang mau diwariskan.”

“Wahai bangsa Indonesia. Tempatkan kepentingan Negara diatas segalanya. Diatas perasaan kita, emosi kita. Masyarakat Suriah punya tanggung jawab kepada Allah. Tidak ada satu rumahpun yang tidak berduka karena krisis ini. Api jika sudah membakar akan sulit dipadamkan. Bagi orang yang berakal, mukmin sejati, cinta Allah, cinta Rosululloh, tidak akan menciptakan konflik bagi negaranya. Mukmin sejati bisa mengorbankan dirinya untuk kepentingan negaranya.”

Syeikh Adnan kemudian mengambil teladan dari kisah Rosululloh yang banyak mengalah pada saat Perjanjian Hudaibiyah agar tidak terjadi pertumpahan darah. Jika ingin bersama Rosululloh maka berperilakulah seperti Rosululloh. Semoga komponen di Indonesia bisa bekerja sama untuk kepentingan Negara.

Sebagai penutup, Syeikh Adnan menyampaikan :

Keimanan adalah hal yang utama. Ketika keimanan hilang maka tak ada keamanan. Barang siapa hidup tanpa agama, maka ia hidup dalam kerusakan. Iman menciptakan keamanan. Bayangkan Negara tanpa iman, tanpa akhlak, maka tak ada keamanan. Dengan syarat, keimanan yang benar. Bukan iman yang palsu.

Kelompok Khawarij mengaku beriman tapi iman yang salah. Mereka mengatasnamakan iman tapi membunuh dan melarang haji ke Baitullah.

Rosululloh bersabda, “Akan datang pada kalian suatu kaum yang sholatnya sama, baca Qurannya sama tapi tidak sampai ke sanubari.”

Keimanan tercermin pada kepribadian Rosululloh yang rahmatan lil alamain. Keimanan menurut Rosululloh, sesama muslim harus saling menjaga darah. Saling menjaga saudara muslim yang lain. Sebaik-baik orang iman adalah orang yang member manfaat bagi orang lain.

Jadi jika keimanan itu palsu, akan terjebak pada kepalsuan-kepalsuan berikutnya.

Pemaparan berikutnya disampaikan oleh Ahsin Mahrus sebagai perwakilan mahasiswa Indonesia di Suriah. Ia menceritakan bagaimana pada saat Aleppo dalam keadaan genting namun Dubes Djoko Harjanto berani memasuki wilayah tersebut untuk mengevakuasi WNI.

Ia menceritakan bahwa masyarakat Suriah adalah masyarakat yang baik hati. Senang pada pelajar yang bicara dalam bahasa Arab terpatah-patah, kemudian memberi sedekah. Biaya pendidikan diSuriah sebesar 60 – 100 dolar setahun, namun diberi uang saku sehingga bisa punya uang melebihi yang dibayarkan untuk biaya pendidikan tersebut. Sekolah, makan, minum, buku, semua gratis. Tapi itu sebelum perang.

Setelah perang, semua orang jadi saling mencurigai. Apakah golongan pro rezim atau anti rezim. Selama kurun waktu 2012-2018 tidak ada pelajar asing yang masuk karena banyaknya orang asing yang ikut konflik. Selain itu fasilitas pendidikan pun telah hancur. Yang dirugikan tentu saja pelajarnya. Para pendidiknya mengungsi ke luar negeri. Barang-barang jadi mahal, ekonomi hancur.
Kenapa tidak belajar dari Suriah?
Tidak bisa mempermasalahkan perbedaan suku, diangkatlah masalah agama. Hal yang kecil jadi besar. Baru sadar setelah hancur. Ternyata kita ini di adu domba. Gunakan akal sehat untuk mencerna agama.

Berikutnya pemaparan dari Dr. Ainur Rofiq. Beliau dulunya pernah tergabung dalam HTI. Cukup aktif sampai-sampai ikut mendekati para kyai di Jawa Timur untuk menyampaikan gagasan mengenai khilafah. Namun akhirnya keluar dari HTI karena merasa tertipu. Gagasan mengenai berdirinya Negara khilafah tak kunjung terwujud. Beliau juga merupakan saksi ahli dalam persidangan HTI.

Secara singkat beliau menyampaikan bahwa, “Siapa yang bisa membuktikan bahwa bendera yang dipegang HTI itu adalah bendera yang sama dengan bendera Rosululloh? Jangan terpengaruh bahwa itu adalah bendera yang disepakati oleh umat Islam.”
**
Catatan penulis :
Tulisan ini dibuat sebagai bentuk laporan pandangan mata setelah mengikuti acara diskusi secara langsung. Sama sekali tidak ada niatan untuk menjadi propaganda atau kepanjangan tangan dari pihak manapun.

Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi dengan konflik Timur Tengah pada umumnya, dan Suriah khususnya. Sama seperti jika tetangga kita bertengkar dalam rumah tangganya. Tak elok rasanya jika kita ikut campur urusan rumah tangga orang.

Kecuali jika pertikaian itu bisa berdampak pada diri kita dan sudah pada taraf membahayakan, kemudian kita dimintai pertolongan, barulah kita mengkaji akar masalahnya dan memberi pertolongan sebisanya.

Yang bisa kita lakukan sebagai orang yang mencintai negeri kita adalah menolak masuknya paham-paham asing yang tidak sesuai dengan budaya kita.

Bangsa dan Negara ini bisa bertahan sampai  saat ini justru karena kita sudah terbiasa rukun dengan orang-orang yang  budaya dan agamanya berbeda dengan kita. Kita sudah terbiasa bertoleransi. Toleransi dan menghargai perbedaan ini sudah diajarkan sejak kita kecil.

Apa yang terjadi di Suriah setelah perang, dimana masyarakatnya jadi saling mencurigai, sudah terjadi pada diri kita sekarang ini.

Lu Jokower apa Prabowo?
Lu Ahoker apa Anieser?
Lu Jawa? Jawanya mana?
Lu Islam? Sunni atau Syiah? Wahabi atau Salafi? NU atau Muhammadiyah?

Astaghfirullohalazim….

Mari mulai sekarang kita biasakan tidak mempermasalahkan perbedaan suku dan aliran. Kalaupun orang Jawa, ya sudahlah Jawa saja. Kalupun Islam, ya sudahlah Islam saja.

Kita adalah satu. IndONEsia….

#JanganSuriahkanIndonesia