== JANGAN SURIAHKAN INDONESIA ==
Apa yang pertama kali terlintas di benak saat mendengar kata “Suriah”?
Kalau aku, tergambar di benakku mendengar kata Suriah, identik dengan perang dan ISIS. ISIS adalah singkatan dari Islamic State of Iraq and Syria. Negara Islam Irak dan Suriah. Jadi di Negara Suriah ada Negara Islam.
Namun setelah menghadiri diskusi kebangsaan kemarin malam, semuanya menjadi terang benderang bagiku. Diskusi itu bagaikan “pamungkas” dari rangkaian seminar dan diskusi kebangsaan tentang radikalisme yang selama ini aku ikuti.
Diskusi ini diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Syam Indonesia (ALSYAMI). Diadakan di Magzi Ballroom, Hotel Grand Kemang dari jam 19.30 – 21.30. Narasumber yang dihadirkan cukup kompeten, yaitu orang-orang yang tahu betul mengenai keadaan Suriah.
Mereka adalah Syeikh Dr. Adnan al-Afyoni (Mufti Damaskus dan Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Suriah), Drs. Djoko Harjanto (Duta Besar RI untuk Suriah), Dr. Ziyad Zahruddin (Duta Besar Suriah untuk Indonesia), Ahsin Mahrus (Perhimpunan Pelajar Indonesia di Damaskus), dan Dr. Ainur Rofiq (mantan HTI). Sebagai moderator adalah Rahma Sarita Al Jufri, presenter berita televisi.
Bersyukur dapat hadir di acara itu tepat waktu, padahal diselingi dengan insiden ban kempes. Sampai disana ternyata disuguhi makan malam. Wah, menyesal juga tadi sudah makan sebelum berangkat.
Hidangan utamanya tentu saja hidangan khas Timur Tengah. Aku tak tahu namanya. Tapi ada mi yang dimasak seperti Mi Aceh, daging yang dimasak seperti gulai tapi warnanya kelabu dan rasanya pedas, lalu ada ayam yang dimasak dengan balutan tepung. Tak lupa dilengkapi dengan nasi putih, kerupuk kampung dan kerupuk udang, serta sambal.
Berhubung sudah cukup kenyang, aku ambil sedikit-sedikit saja makanan yang menurutku “aneh” karena bukan makanan Indonesia. Ingin tahu rasanya. Di sisi sebelah kanan meja utama terdapat hidangan khas Indonesia seperti bakso, soto, rujak buah dan gado-gado. Makanan sehari-hari, jadi aku tak tertarik.
Seperti biasa, aku selalu melongo kalau lihat orang makannya dicampur-campur yang menurutku tidak lazim. Selain itu ambilnya banyak-banyak seakan-akan besok tidak makan. Toh akhirnya tidak habis, dan aku melihat petugas membuang 3 potong ayam dari sebuah piring…..
Makanya, ukurlah dirimu sebelum makan. Walaupun makanan gratis, tapi bukan berarti bisa diambil sebanyak kita mau, lalu tidak dihabiskan dan akhirnya terbuang. Tetap saja kita yang berdosa karena sudah buang-buang makanan.
Sambil makan, aku mengamati orang-orang di sekitarku. “Radar” ku langsung bergerak cepat mengidentifikasi orang-orang ini. Walau tidak kenal dengan siapapun, tapi aku bisa merasakan siapa mereka. Sebagian besar tentu saja orang-orang yang pernah belajar di Suriah. Aku sempat merasa khawatir dengan penampilan orang-orang yang memakai rompi, pakai jas, dan pakai peci kupluk warna putih. Walau tak adil rasanya jika menilai seseorang dari penampilannya. Habis mau bagaimana…? Penampilannya seperti yang biasa demo-demo berjilid-jilid itu….
Belum lagi sapaan “Assalamualaikum” dengan lafal yang kental sekali, serta penggunaan kata “Antum”, “Ana”, serta percakapan dalam bahasa Arab yang berseliweran di sekitarku… Membuatku tiba-tiba dapat kunci surga….
Namun kehadirang orang-orang berpenampilan “Islam Nusantara” cukup membuatku merasa tenang. Selain itu ada pula orang-orang dari organ relawan Jokowi.
Yang cukup menarik perhatianku adalah orang yang membawa tas ransel besar di punggungnya. Pakai celana panjang model banyak kantong dan sepatu keds tebal. Asumsiku, dia seperti “survivor” dari daerah konflik.
Kemudian datang orang-orang asing dengan tipikal bangsa Timur Tengah. Dikawal oleh beberapa orang Indonesia, mereka memasuki sebuah ruangan tertutup. Tak lama kemudin disusul oleh seorang perempuan berkerudung. Badannya tinggi, hidungnya mancung dan wajahnya cantik, khas keturunan Arab. Belakangan baru kuketahui mereka adalah para nara sumber dan moderator.
Tak lama kemudian panitia meminta para tamu memasuki ruangan karena acara akan segera dimulai. Kusudahi pula makanku. Kuletakkan piring yang sudah bersih. Terakhir, aku menyantap dessert berupa pudding roti dan aneka kue tart mungil. Semoga, setelah kenyang, aku tak mengantuk….
Acara kemudian dibuka dengan pembacaan Surat Al Fatihah. Dilanjutkan dengan menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya oleh para hadirin. Berikutnya pembukaan secara singkat oleh Ketua ALSYAMI yang menyampaikan sabda Rosululloh bahwa,
“Siapapun yang sholatnya sama, menghadap kiblat yang sama, maka dia adalah muslim dan berada dalam lindungan Allah. Agar setiap muslim menjaga persatuan, saling mencintai pada sesama muslim pada khususnya dan pada sesama manusia pada umumnya. Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena belum tentu yang mengolok-olok itu lebih baik.”
Berikutnya pemaparan dari Drs. Djoko Haryanto, Duta Besar RI untuk Suriah. Beliau menceritakan kedatangannya ke Indonesia saat ini membawa 60 pengusaha dari Suriah yang rencananya akan melakukan hubungan perdagangan dengan Indonesia. Beliau juga menyampaikan bahwa pada Asian Games kemarin, Suriah mengirimkan 100 orang atletnya.
Konflik yang terjadi di Suriah, sebenarnya cukup membingunkan bagi masyarakat Indonesia, karena letaknya yang jauh, namun bisa berdampak ke Indonesia. Apa yang terjadi di Suriah merupakan gelombang Arab Spring yang diawali di Tunisia, Mesir, Libya, dan Yaman saat ini. Tak seperti pergantian pucuk kekuasaan di Indonesia yang berlangsung damai, pergantian kekuasaan di Arab disertai pertumpahan darah, perang saudara dan berakhir tragis. Seperti pada pemimpin Libya, Moamar Khadafi yang tewas dibunuh rakyatnya sendiri.
Suatu konspirasi sebenarnya memprediksi kekuasaan Bashar Al Assad akan tumbang dalam waktu 3 bulan, namun prediksi itu meleset, dan menenggelamkan Suriah dalam perang panjang selama 7 tahun.
Konflik yang bermula di bulan Maret 2011 itu diawali oleh Syrian Free Army, kelompok oposisi yang merupakan tentara desersi yang menolak rezim Assad.
Amerika, Israel, Eropa dan Yordania, ramai-ramai memusuhi Suriah hingga akhirnya Bashar Al Assad meminta bantuan pada Rusia dan Iran pada tahun 2015. Kejadian ini diumumkan di PBB. Sehingga perang tidak hanya terjadi di lapangan, namun juga di meja diplomasi. Hal-hal yang berkaitan dengan Suriah, di-veto oleh Amerika dan sekutunya. Suriah diganjar embargo ekonomi. Hal ini menyebabkan Cina juga masuk ke dalam perekonomian Suriah.
Begitu buruknya keadaan di Suriah, sampai-sampai wilayah yang dikuasai oleh pemerintah tinggal 20%. Namun pada tahun 2017 Aleppo berhasil direbut kembali. ISIS berhasil dipinggirkan sampai ke wilayah Raqqa.
Konflik yang terjadi di Suriah, murni merupakan konspirasi politik dan tak ada kaitannya dengan agama. Muslim Sunni dan Syiah disana tidak berperang. Bahkan tak ada bedanya dalam keseharian. Baru terlihat dari tata cara ibadahnya. “Penggorengan” isu Syiah muncul karena Suriah dibantu oleh Iran yang Syiah.
Djoko Harjanto, sebagai dubes, berupaya memasuki kota-kota yang terisolasi di Suriah dalam upayanya menyelamatkan dan melindungi TKI dan para pelajar Indonesia. Sikap Indonesia yang tidak memihak, menyebabkan beliau banyak mendapatkan bantuan berupa pengamanan yang maksimal kemanapun ia berkehendak untuk bepergian dalam rangka mencari WNI disana.
Sebagai penutup, beliau menyampaikan bahwa kepentingan Negara itu nomor satu. Belajar dari pengalamannya saat menjadi staf kedutaan di Malaysia yang pernah juga terjadi insiden pembakaran bendera, namun tidak berlanjut dan berkembang semakin jauh. Dengan saling meminta maaf urusan selesai.
Belajar Islam, mestinya tak perlu jauh-jauh ke Arab. Tapi cukup di Indonesia. Karena di Indonesia sudah ada semua. Berhati-hatilah selalu ada upaya memecah belah. Persatuan dan kesatuan harus selalu digaungkan.
Pemaparan berikutnya disampaikan oleh Ziyad Zahrudin, Duta Besar Suriah untuk Indonesia. Tak banyak yang disampaikan oleh beliau karena kondisi secara umum sudah disampaikan oleh dubes RI. Untuk mengatasi masalah di Suriah itu semua hal sudah dilakukan. Apa yang tadinya mengancam dan berhasil menghancurkan Suriah, kini mengancam Indonesia, oleh karenanya jangan sampai Indonesia menjadi hancur.
Di Suriah bukan perang suku, bukan perang agama, tapi murni politik. Suriah belajar dari Indonesia cara merawat kebhinekaan. Indonesia memiliki kesan yang baik dimata dunia.
Pembicara selanjutnya merupakan pembicara kunci. Beliau adalah Syeikh Dr. Adnan Al Afyouni. Beliau menjabat sebagai Mufti Damaskus dan Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Suriah. Mufti itu seperti tokoh ulama. Kedatangannya adalah dalam rangka untuk meningkatkan hubungan dengan Kementrian Agama, Alumni Syam dan lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia.
Tahun ini pemerintah Suriah bekerja sama dengan Alumni Syam memberi beasiswa untuk 30 orang. Satu-satunya beasiswa luar negeri dari Suriah untuk Indonesia. Tanggal 30 November nanti akan berangkat ke Suriah.
Di Suriah terdapat mahasiswa dari 60 negara, namun yang mengesankan adalah mahasiswa dari Indonesia. Di awal-awal terjadinya konflik, semua mahasiswa kembali ke negaranya masing-masing, kecuali mahasiswa dari Indonesia. Mereka menghadap Mufti dan bertanya apa yang harus mereka lakukan. Dijawab oleh Mufti bahwa jika ingin pulang dipersilakan. Namun jika ingin tinggal pun silakan. Hingga saat ini mereka masih berada di Suriah.
Para mahasiswa Indonesia dikenal memiliki akhlak yang baik.
Diceritakan pula olehnya bahwa bangsa Suriah adalah bangsa yang heterogen. Tidak bisa dibedakan berdasarkan agama. Hidup bersama sebagai bangsa yang satu.
Agama seharusnya menyatukan manusia bukan memecah belah manusia. Agama mengajarkan norma-norma yang baik, bersatu dalam sebuah Negara. Krisis Suriah adalah krisis politik, cerminan konflik global. Dimana melibatkan banyak pihak, banyak Negara untuk kepentingan suatu golongan.
Suriah tadinya adalah Negara teraman di dunia. Tidak ada perang suku. Biaya hidup murah dan tidak ada orang miskin di Suriah.
Lalu mengapa orang-orang ini melawan pemerintah? Karena misikin, atau agama, atau politik?
Apa yang terjadi di Suriah adalah imbas dari Arab Spring yang melanda Tunisia, Mesir, Libya dan Yaman yang juga jadi porak poranda karena konflik.
Mereka yang menyerang Suriah, untuk menghancurkan Suriah, namun tak berhasil. Diantaranya ada Qatar yang ingin agar jalur pipa gasnya melewati Suriah. Ada Amerika yang ingin mengamankan Israel dari serangan Suriah.
Amerika menemukan adanya cadangan gas dan minyak di Suriah pada tahun 2008, maka mereka ingin menguasai Suriah seperti apa yang telah mereka lakukan pada Irak.
Mereka menggunakan agama dan melakukan propaganda di masjid-masjid.
Di Suriah pendidikan dan kesehatan gratis. Kebutuhan pokok dijamin oleh pemerintah. Maka tidak ada yang bisa dimainkan selain melalui agama. Mereka menebar ketakutan, akan membunuh orang Kristen, Syiah. Namun hal ini tidak berhasil karena mayoritas rakyat Suriah tidak rela jika gama digunakan sebagai alat merebut kekuasaan.
Bangsa Suriah pun ingin hidup lebih baik. Presiden Assad telah membuka diri untuk memaafkan pihak-pihak yang memusuhinya, demi masa depan Suriah. Yang tidak mau rekonsiliasi dipersilakan pergi, disediakan tempat di bagian selatan.
Rekonsiliasi ini dilakukan atas dasar cinta Islam, cinta Allah, dan cinta Rosululloh. Seluruh rakyat Suriah hari ini berbondong-bondong melakukan rekonsiliasi. Tapi Negara-negara luar masih tetap mengirim pasukan. Mereka tak ingin Suriah damai.
“Kami ingin mempertahankan Suriah. Kami telah melewati masa-masa sulit. Yang bikin sulit adalah orang-orang diluar Suriah,” ujar Syeikh Adnan. Sebagai Ketua Dewan Rekonsiliasi ia telah berkeliling menjumpai para oposan. Mengajak berdamai untuk Suriah yang lebih baik.
“Kami tak ingin menyia-nyiakan 1 nyawapun. Mendahulukan kepentingan Negara, tidak lagi saling menyalahkan. Sepakat membangun Suriah kembali bersama. Yang kemarin menentang, sudah kembali bersatu dalam 1 barisan.”
“Kami berkumpul dengan berbagai komponen yang tadinya saling bertempur. Tidak ada artinya dan tidak ada harganya jika kita tidak punya Negara dan Suriah hancur. Jika Suriah masih ada, itu untuk anak cucu. Jika sudah hancur, apa yang mau diwariskan.”
“Wahai bangsa Indonesia. Tempatkan kepentingan Negara diatas segalanya. Diatas perasaan kita, emosi kita. Masyarakat Suriah punya tanggung jawab kepada Allah. Tidak ada satu rumahpun yang tidak berduka karena krisis ini. Api jika sudah membakar akan sulit dipadamkan. Bagi orang yang berakal, mukmin sejati, cinta Allah, cinta Rosululloh, tidak akan menciptakan konflik bagi negaranya. Mukmin sejati bisa mengorbankan dirinya untuk kepentingan negaranya.”
Syeikh Adnan kemudian mengambil teladan dari kisah Rosululloh yang banyak mengalah pada saat Perjanjian Hudaibiyah agar tidak terjadi pertumpahan darah. Jika ingin bersama Rosululloh maka berperilakulah seperti Rosululloh. Semoga komponen di Indonesia bisa bekerja sama untuk kepentingan Negara.
Sebagai penutup, Syeikh Adnan menyampaikan :
Keimanan adalah hal yang utama. Ketika keimanan hilang maka tak ada keamanan. Barang siapa hidup tanpa agama, maka ia hidup dalam kerusakan. Iman menciptakan keamanan. Bayangkan Negara tanpa iman, tanpa akhlak, maka tak ada keamanan. Dengan syarat, keimanan yang benar. Bukan iman yang palsu.
Kelompok Khawarij mengaku beriman tapi iman yang salah. Mereka mengatasnamakan iman tapi membunuh dan melarang haji ke Baitullah.
Rosululloh bersabda, “Akan datang pada kalian suatu kaum yang sholatnya sama, baca Qurannya sama tapi tidak sampai ke sanubari.”
Keimanan tercermin pada kepribadian Rosululloh yang rahmatan lil alamain. Keimanan menurut Rosululloh, sesama muslim harus saling menjaga darah. Saling menjaga saudara muslim yang lain. Sebaik-baik orang iman adalah orang yang member manfaat bagi orang lain.
Jadi jika keimanan itu palsu, akan terjebak pada kepalsuan-kepalsuan berikutnya.
Pemaparan berikutnya disampaikan oleh Ahsin Mahrus sebagai perwakilan mahasiswa Indonesia di Suriah. Ia menceritakan bagaimana pada saat Aleppo dalam keadaan genting namun Dubes Djoko Harjanto berani memasuki wilayah tersebut untuk mengevakuasi WNI.
Ia menceritakan bahwa masyarakat Suriah adalah masyarakat yang baik hati. Senang pada pelajar yang bicara dalam bahasa Arab terpatah-patah, kemudian memberi sedekah. Biaya pendidikan diSuriah sebesar 60 – 100 dolar setahun, namun diberi uang saku sehingga bisa punya uang melebihi yang dibayarkan untuk biaya pendidikan tersebut. Sekolah, makan, minum, buku, semua gratis. Tapi itu sebelum perang.
Setelah perang, semua orang jadi saling mencurigai. Apakah golongan pro rezim atau anti rezim. Selama kurun waktu 2012-2018 tidak ada pelajar asing yang masuk karena banyaknya orang asing yang ikut konflik. Selain itu fasilitas pendidikan pun telah hancur. Yang dirugikan tentu saja pelajarnya. Para pendidiknya mengungsi ke luar negeri. Barang-barang jadi mahal, ekonomi hancur.
Kenapa tidak belajar dari Suriah?
Tidak bisa mempermasalahkan perbedaan suku, diangkatlah masalah agama. Hal yang kecil jadi besar. Baru sadar setelah hancur. Ternyata kita ini di adu domba. Gunakan akal sehat untuk mencerna agama.
Berikutnya pemaparan dari Dr. Ainur Rofiq. Beliau dulunya pernah tergabung dalam HTI. Cukup aktif sampai-sampai ikut mendekati para kyai di Jawa Timur untuk menyampaikan gagasan mengenai khilafah. Namun akhirnya keluar dari HTI karena merasa tertipu. Gagasan mengenai berdirinya Negara khilafah tak kunjung terwujud. Beliau juga merupakan saksi ahli dalam persidangan HTI.
Secara singkat beliau menyampaikan bahwa, “Siapa yang bisa membuktikan bahwa bendera yang dipegang HTI itu adalah bendera yang sama dengan bendera Rosululloh? Jangan terpengaruh bahwa itu adalah bendera yang disepakati oleh umat Islam.”
**
Catatan penulis :
Tulisan ini dibuat sebagai bentuk laporan pandangan mata setelah mengikuti acara diskusi secara langsung. Sama sekali tidak ada niatan untuk menjadi propaganda atau kepanjangan tangan dari pihak manapun.
Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi dengan konflik Timur Tengah pada umumnya, dan Suriah khususnya. Sama seperti jika tetangga kita bertengkar dalam rumah tangganya. Tak elok rasanya jika kita ikut campur urusan rumah tangga orang.
Kecuali jika pertikaian itu bisa berdampak pada diri kita dan sudah pada taraf membahayakan, kemudian kita dimintai pertolongan, barulah kita mengkaji akar masalahnya dan memberi pertolongan sebisanya.
Yang bisa kita lakukan sebagai orang yang mencintai negeri kita adalah menolak masuknya paham-paham asing yang tidak sesuai dengan budaya kita.
Bangsa dan Negara ini bisa bertahan sampai saat ini justru karena kita sudah terbiasa rukun dengan orang-orang yang budaya dan agamanya berbeda dengan kita. Kita sudah terbiasa bertoleransi. Toleransi dan menghargai perbedaan ini sudah diajarkan sejak kita kecil.
Apa yang terjadi di Suriah setelah perang, dimana masyarakatnya jadi saling mencurigai, sudah terjadi pada diri kita sekarang ini.
Lu Jokower apa Prabowo?
Lu Ahoker apa Anieser?
Lu Jawa? Jawanya mana?
Lu Islam? Sunni atau Syiah? Wahabi atau Salafi? NU atau Muhammadiyah?
Astaghfirullohalazim….
Mari mulai sekarang kita biasakan tidak mempermasalahkan perbedaan suku dan aliran. Kalaupun orang Jawa, ya sudahlah Jawa saja. Kalupun Islam, ya sudahlah Islam saja.
Kita adalah satu. IndONEsia….
#JanganSuriahkanIndonesia