Monday, October 28, 2024

𝐃𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛 𝐒𝐢𝐚𝐩𝐚𝐤𝐚𝐡 𝐏𝐚𝐫𝐚 𝐒𝐚𝐥𝐚𝐟 𝐁𝐞𝐫𝐦𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛?

𝐃𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛 𝐒𝐢𝐚𝐩𝐚𝐤𝐚𝐡 𝐏𝐚𝐫𝐚 𝐒𝐚𝐥𝐚𝐟 𝐁𝐞𝐫𝐦𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛?

Aly bin Abdillah Al-Madiniy (w.234 H) dalam kitab Al-Ilal menyampaikan :

لَمْ يَكُنْ فِي أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسلم من لَهُ صُحْبَة يَذْهَبُونَ مَذْهَبَهُ وَيُفْتُونَ بِفَتْوَاهُ وَيَسْلُكُونَ طَرِيقَتَهُ إِلَّا ثَلَاثَةٌ عَبْدُ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ وَزَيْدِ
بْنِ ثَابِتٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ.

Tidaklah diantara para sahabat Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسلمyang memiliki murid-murid yang :
[1] 𝐛𝐞𝐫𝐦𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐦𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛𝐧𝐲𝐚,
[2] dan b𝐞𝐫𝐟𝐚𝐭𝐰𝐚 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐟𝐚𝐭𝐰𝐚-𝐟𝐚𝐭𝐰𝐚𝐧𝐲𝐚,
[3] dan 𝐦𝐞𝐧𝐞𝐦𝐩𝐮𝐡 𝐦𝐞𝐭𝐨𝐝𝐞𝐧𝐲𝐚 (dalam berijtihad),
melainkan tiga sahabat, yakni:
[1] 𝐀𝐛𝐝𝐮𝐥𝐥𝐚𝐡 𝐛𝐢𝐧 𝐌𝐚𝐬’𝐮𝐝 (di Kufah)
[2] 𝐙𝐚𝐢𝐝 𝐛𝐢𝐧 𝐓𝐬𝐚𝐛𝐢𝐭 (di Madinah)
[3] 𝐀𝐛𝐝𝐢𝐥𝐥𝐚𝐡 𝐛𝐢𝐧 𝐀𝐛𝐛𝐚𝐬 (di Mekkah).

Kemudian beliau menyebutkan satu persatu para salaf dari kalangan tabi'in yang mengambil madzhab mereka dan berfatwa dengan fatwa mereka :

𝐌𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛 𝐙𝐚𝐢𝐝 𝐛𝐢𝐧 𝐓𝐬𝐚𝐛𝐢𝐭 :
[1] Said bin Musayyib
[2] Urwah bin Az-Zubair
[3] Qabishah bin Dzu'aib
[4] Kharijah bin Zaid
[5] Sulaiman bin Yasar
[6] Aban bin Utsman
[7] Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah
[8] Al-Qasim bin Muhammad
[9] Salim bin Abdillah
[10] Abu Bakr bin Abdirrahman Al-Makhzumiy
[11] Thalhah bin Abdillah bin Auf
[12] Nafi' bin Jubair
Kemudian datang generasi berikutnya :
[1] Ibnu Syihab Az-Zuhriy
[2] Yahya bin Said Al-Anshoriy
[3] Abdullah bin Dzakwan
[4] Bukair bin Abdillah
[5] Abi Bakr bin Muhammad bin Hazm
Kemudian datang generasi berikutnya
[1] Malik bin Anas
[2] Katsir bin Farqad
[3] Al-Mughirah bin Abdirrahman
[4] Abdul-Aziz Al-Majisyun

𝐌𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛 𝐀𝐛𝐝𝐮𝐥𝐥𝐚𝐡 𝐛𝐢𝐧 𝐌𝐚𝐬'𝐮𝐝
[1] Alqomah
[2] Al-Aswad bin Yazid
[3] Masruq bin Al-Ajda'
[4] Ubaidah As-Salmaniy
[5] Al-Harits bin Qais
[6] Amr bin Qais Asy-Syurahbil
Kemudian datang generasi setelahnya :
[1] Ibrahim An-Nakho'i
[2] Amr bin Syarahil Asy-Sya'biy
Kemudian datang generasi setelahnya :
[1] Al-A'masy
[2] Abu Ishaq As-Sabii'iy
Kemudian datang setelahnya: Sufyan Ats-Tsauriy

𝐌𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛 𝐀𝐛𝐝𝐮𝐥𝐥𝐚𝐡 𝐛𝐢𝐧 𝐀𝐛𝐛𝐚𝐬 :
[1] Atho' bin Abi Rabah
[2] Ikrimah
[3] Thawus bin Kaisan
[4] Mujahid
[5] Abu Sya'tsa' Jabir bin Zaid
[6] Said bin Jubair
Kemudian datang generasi setelahnya :
[1] Amru bin Dinar
Kemudian datang generasi setelahnya :
[1] Ibnu Juraij
[2] Sufyan bin Uyainah.

Derita kelaparan yang dialami oleh Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari dan muridnya Ibnu Hajar Al-Haitami ketika sedang menuntut ilmu di Masjid Al-Azhar

Derita kelaparan yang dialami oleh Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari dan muridnya Ibnu Hajar Al-Haitami ketika sedang menuntut ilmu di Masjid Al-Azhar.
__

Disebutkan oleh Imam Abdul Wahab As-Sya'rani dalam at-Thabaqat al-Kubra, bahwasanya guru beliau (Syaikhul Islam) berkata:

وكنت أجوع في الجامع الأزهر كثيرا، فأخرج بالليل إلى قشر البطيخ الذي كان بجانب الميضاة وغيرها، فأغسله وأكله إلى أن قيض الله لي شخصا كان يشتغل في الطواحين فصار يتفقدني ويشتري لي ما احتاج إليه من الكتب والكسوة

"Kami sering mengalami kelaparan di Masjid Al-Azhar. Jika rasa lapar sudah tidak tertahankan lagi, kami keluar dimalam hari untuk mencari kulit semangka yang ada ditepi tempat wudhu masjid dan tempat lainnya. Hingga kulit itu kami bersihkan, dan kami makan."

Derita itu juga dialami murid-nya, Ibnu Hajar Al-Haitami. Disebutkan oleh Syekh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi dalam Al-Fawaid Al-Madaniyyah, Hal. 31 :

قَاسَيْتُ فِي الْجَامِعِ الْأَزْهَرِ مِنَ الْجُوْعِ مَا لَا تَحْتَمِلُهُ الْقُوَى الْبَشَرِيَّةُ لَوْلَا مَعُوْنَةُ اللَّهِ تَعَالَى وَتَوْفِيقُهُ، بِحَيْثُ إِنِّي جَلَسْتُ فِيْهِ نَحْوَ أَرْبَعَ سِنِينَ مَا ذُقْتُ اللَّحْمَ إِلَّا فِي لَيْلَةٍ دُعِيْنَا لِأَكْلٍ، فَإِذَا هُوَ لَحْمٌ يُوْقَدُ عَلَيْهِ، فَانْتَظَرْنَاهُ إِلَى أَنِ أَبْهَارَ اللَّيْلُ، ثُمَّ جِيْءَ بِهِ فَإِذَا هُوَ يَابِسٌ كَمَا هُوَ نَيْءٌ، فَلَمْ أَسْتَسِغْ مِنْهُ لُقْمَةٌ.

Beliau (Ibnu Hajar) berkata :

"Aku pernah mengalami derita lapar di Masjid Jami' Al-Azhar, rasa lapar yang mungkin tidak akan mampu dirasakan oleh manusia jika tidak ada pertolongan dari Allah dan taufiq-Nya.

Aku belajar di Masjid Al-Azhar, selama 4 tahun. Di masa itu, aku tidak pernah mencicipi rasa daging kecuali disatu malam undangan.

Dimalam undangan itu, hidangan daging sudah dimasak, tapi kami menunggunya sampai larut malam. Ketika daging itu datang kepada kami, ternyata tekstur dagingnya sudah kering, seperti belum dimasak. Hingga akhirnya satu suapan pun tidak ada yang masuk kedalam perut.”

Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari adalah guru yang banyak memberikan corak berfikir Ibnu Hajar didalam fiqh. Terbukti, banyak ditemukan pendapat Syaikhul Islam yang selalu diikuti oleh Ibnu Hajar.

Dalam “Al-Fatawa Al-Hadistiyyah” Ibnu Hajar menceritakan tentang sang gurunya:

ما اجتمعت به قط إلا قال : أسأل الله أن يفقهك في الدين

“Aku tidak pernah ikut berkumpul mengaji dengan Syaikhul Islam, kecuali beliau senantiasa berkata: aku berdoa kepada Allah, semoga engkau diberikan pemahaman ilmu agama.”

Sebagian ulama, seperti Sayyid Muhyiddin Abdul Qadir Al-Aydrus menyebutkan dalam “An-Nur As-Safir An Akhbar Al-Qarn Al-‘Asyir” tentang Syaikhul Islam :

ويقرب عندي أنه المجدد على رأس القرن التاسع؛ لشهرة الانتفاع به وبتصانيفه، واحتياج غالب الناس إليها فيما يتعلق بالفقه وتحرير المذهب

“Menurut perkiraan saya, beliau adalah mujaddid di abad ke-9, karena kemanfaatan dan karya-karyanya yang begitu masyhur. Juga tentang mayoritas ulama yang membutuhkan beliau tentang fiqh dan tahrir madzhab Syafi’i.”

Dukturah Su’ar Maher dalam “Masajidu Misra Wa Awliya’uha As-Shalihun” menceritakan tentang Kasyaf-nya Syaikhul Islam :

كنت معتكفا مرة في العشر الأخير من شهر رمضان فوق سطح الجامع الأزهر، فجاءنى رجل تاجر من الشام وقال لي : إن بصري قد كف، ودلني الناس عليك تدعو الله أن يرد على بصري، وكان لى علاوة في إجابة دعائي، فسألت الله أن يرد عليه بصره، فأجابني ولكن بعد عشرة أيام، فقلت له : الحاجة قضيت على شرط أن تسافر من هذا البلد إن أردت أن يرد الله عليك بصرك، وذلك خوفا أن يرد عليه بصره في مصر فيهتكني بين الناس، فسافر فرد عليه بصره في غزة وأرسل لى كتابا بخطه، فأرسلت أقول له: متى رجعت إلى مصر كف بصرك، فلم يزل بالقدس إلى أن مات بصيراً.

“Aku (Syaikhul Islam) pernah melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan di atap Masjid Al-Azhar, kemudian datanglah seorang pedagang dari Syam, dia berkata : “Pandanganku hilang, dan orang-orang banyak mengarahkan-ku kepadamu, agar engkau mendo’akan-ku.” Aku berdo’a kepada Allah, namun do’a itu akan dikabulkan setelah 10 hari.

Aku berkata kepadanya: “Do’amu akan dikabulkan, tapi syaratnya, engkau harus keluar dari Mesir.” Aku merasa khawatir jika Allah menyembuhkan kebutaannya di Mesir, Allah akan memperlihatkan kejelekan ini (kasyaf) ini di hadapan manusia.

Akhirnya laki-laki pedagang itu pulang, dan penglihatannya kembali ketika sampai Gaza. Dia mengirimkan surat tentang kesembuhannya. Kemudian surat itu kuberikan tanggapan: “Jika engkau kembali lagi ke Mesir, pandanganmu akan buta kembali.” Akhirnya laki-laki itu tetap berada di Quds, Palestina, dan tidak kembali lagi sampai wafat.”

Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari termasuk ulama yang diberikan umur panjang. Sampai 100 tahun. Atas keberkahan itulah mayoritas ulama di zaman itu berguru kepada beliau. Hingga diberikan julukan, “Guru dari kakek dan cucu-nya”.

Diantara guru-guru Syaikhul Islam adalah :

1. Ibnu Hajar Al-Asqalani (w. 852 H)
2. Jalaluddin Al-Mahally (w. 864 H)
3. Kamaluddin bin Al-Humam (w. 861 H)
4. Shalih bin Umar Al-Bulqini (w. 848 H)
5. Syarafuddin Yahya Al-Munawi (w. 871 H)

Diantara murid-muridnya :

1. Syihabuddin Ahmad Ar-Ramli (w. 957)
2. Jalaluddin As-Suyuthi (w. 911 H)
3. Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H)
4. Al-Khatib As-Syirbini (w. 977 H)
5. Kamaluddin bin Abi Syarif (w. 906 H)
6. Abdul Wahab As-Sya’rani (w. 973 H)
7. Nashiruddin At-Thablawi (w. 966 H)
8. Ahmad Al-Burullusi “Al-Amirah” (w. 957 H)

Syekh Sa’id ‘Idhah Al-Jabiri Al-Yamani pernah menyampaikan seklumit biografi tentang Syaikhul Islam:

دُقِقْتُ بين حجرين وجلالين وكمالين

"Aku (Syaikhul Islam Zakariya) diapit oleh 2 Hajar, 2 Jalal, dan 2 Kamal:

~ Ibnu Hajar al-Asqalani sebagai guruku, dan Ibnu Hajar al-Haitami sebagai muridku.
~ Jalaluddin al-Mahalli sebagai guruku, dan Jalaluddin as-Suyuthi sebagai muridku.
~ Kamaluddin bin al-Himam sebagai guruku, dan Kamaluddin bin Abi Syarif sebagai muridku.”

Syaikhul Islam lahir pada tahun 824 H, dan wafat pada tahun 926 H. Beliau dimakamkan disebelah makam Imam Syafi’i, di sebelah kanan pintu gerbang. Ketika ziarah ke Imam Syafi’i, jangan lupa untuk ziarah juga ke Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari.

Karena beliau adalah maha guru dari ulama mutaakhirin yang memperjuangkan dan mempertahankan eksistensi madzhab Syafi’i. Beliau dan murid-muridnya, seperti: Ibnu Hajar, Syihab Ar-Ramli, Al-Khatib As-Syirbini, Syams Ar-Ramli disebut sebagai “النُّظَّار في الترجيح" yang mana semua pendapat mereka dianggap mu’tamad dalam madzhab Syafi’i.

رحمه الله تعالى ونفعنا بعلومه وبعلوم سائر مشايخه وتلامذته ومن انتسب إليهم أجمعين، آمين.

Allahu a,lam

Friday, October 4, 2024

Metode Sanad dan Materialisme dunia Barat

Metode Sanad dan Materialisme dunia Barat

Metode isnad/ sanad (baik hadis maupun ilmu lain) adalah fenomena yang bisa dikatakan hanya terjadi dalam khazanah Islam. Tidak ada peradaban lain yang memiliki khazanah metode isnad selain peradaban Islam. Masalahnya, yang sekarang menjadi trend center keilmuan bukanlah dunia Islam, melainkan dunia Barat yang berfokus pada panca indra dan logika. Materialisme. Maka jangan heran jika metode isnad ini hanya disebut sebagai dongeng belaka dan diklaim sebagai metode tidak ilmiah. Karena Barat memang tidak punya sejarah “mengambil ilmu dari sumber terpercaya”. Hampir tidak pernah terdengar ada yang merunut sanad seorang professor hingga ke Issac Newton atau bahkan ke Einsten yang masih relative baru.

Barat memang sedang menjadi trend center dunia. Maka jangan heran jika melihat mereka yang “ter-Baratkan” mereka akan menganggap ilmu sanad itu terbelakang dan tidak ilmiah. Mirip seperti orang Jawa yang heran melihat orang Papua kenyang makan sagu, atau orang Indonesia yang bilang bahwa suku pedalaman itu “buta huruf” padahal mereka sangat pandai membaca bahasa alam. Mentalnya sama. Karena mereka yang jadi trend center, punya power, media, uang, dan pengaruh, maka merekalah yang menentukan “apa itu ilmiah”. Dalam analogi ini, maka jangan heran jika sebagian dari kita justru seperti orang Papua yang keheranan “kenapa masyarakat Papua masih makan sagu dan bukan beras?”.

Disinilah studi agama yang berkaitan dengan objek dan bisa dinilai dengan indra dan logika menjadi berkembang pesat. Contohnya adalah studi filologi (baik yang berasal dari manuskrip atau studi artefak). Sedangkan studi berbasis sanad, bisa dikatakan belum menjadi trend-center. Tentunya kajian filologi adalah ilmu yang keren, tapi jika kebenaran sebuah kejadian hanya disandarkan dari sebuah teks manuskrip atau artefak, hal ini akan berbahaya bagi Islam itu sendiri. Kenapa? Karena misalpun studi filologi dapat mengkaji dan membuktikan bahwa suatu manuskrip hadis berasal dari zaman sahabat (misalnya), lalu bagaimana menentukan bahwa isi hadis tersebut adalah hadis yang asli dan bukan hadis buatan pemalsu hadis yang canggih? Bagaimanapun, manuskrip itu benda mati. Disinilah ilmu sanad sangat berperan sebagai pemberi stempel keaslian dan kebeneran teks tersebut. Masalahnya, ilmu sanad yang bergantung pada pribadi seseorang, dinilai sudah tidak objektif, karena sudah terpengaru subjektifitas ulama tersebut. Academia dengan paradigma materialistik lebih percaya kepada manuskrip (yang merupakan barang mati) daripada kepada manusia yang bahkan terkenal pandai dan tidak pernah berdusta sekalipun. Disitulah muncul tokoh seperti Guru Gembul, yang gagal melihat keilmiahan Studi Aqidah (dan mungkin seluruh studi dalam Islam). Dan model gugat menggugat keilmiahan hadis hingga al-Quran dengan mempertanyakan kebsahan metode sanad ini sudah lumrah. Muslim yang menyerah pada standar keilmiahan Barat, maka ya akan mengatakan bahwa Al-Quran dan Hadis itu tidak ilmiah dan hanya sekedar “faith” tanpa bukti.