Ketika Gus Fuad Plered punya keinginan sowan Abuya Dimyati Banten, selalu saja terbaca oleh beliau, buktinya? saat Gus Fuad menghadap Budhe Dalalah (istri Abuya Dimyati), pasti Abuya Dimyati berpesan sesuatu hal pada istrinya. Beberapa hal yang dipesankan pada istrinya misalnya;
" Besok Fuad kesini, besok sore, besok ketemu saya sehabis subuh saja ",begitu beliau berpesan.
Padahal pada saat yang sama, Gus Fuad baru punya krenteg/ingin sowan ke Banten, atau Budhe Dalalah sendiri yang ngendika/bilang; "Kemarin Abah sudah bilang, Fuad besok datang kesini, ketemu Abahnya paling akhir ya ".
Padahal kalau Gus Fuad sowan Abuya, tidak ada model seperti sekarang yang sms dulu, atau telpon dulu. Mau sowan ya sowan aja, tapi beliau selalu tahu kalau Gus Fuad datang.
Budhe Dalalah adalah istri ke 2 dari Abuya Dimyati Banten. Beliau adalah adik kandung dari KH Abdul Muchith Nawawi Jejeran, masih ada ikatan saudara dengan Gus Fuad ( satu trah yaitu Bani Kholil ). Salah satu tali kedekatan Gus Fuad dengan beliau Abuya Dimyati adalah bahwa Gus Fuad cucu dari Hj Nyai Sangidu, yang semasa hidupnya begitu berkesan dihati Abuya Dimyati karena ketika beliau menikah dengan Hj Nyai Dalalah, yang mengatur dan berani mendudukkan di pelaminan salah satunya adalah inisiatif dari Hj Nyai Sangidu ( waktu itu kewalian Abuya Dimyati sudah tampak ), sehingga tidak ada yang berani mengatur demikian karena segan. Mbok Nyai, begitu beliau memanggil Hj Nyai Sangidu. Hj Nyai Sangidu salah satu putri dari KH Kholil.
Suatu kali Abuya Dimyati bilang kepada ibunda Gus Fuad ketika mengandung;
" Besok kamu akan punya anak laki-laki, tapi bukan yang dikandung ini, besok anakmu yang ke 2, beri dia nama Fuad ", begitu beliau berkata. Dan benar, lahirlah anak ke 2 dari ibu Muyassaratul Maqosit seorang bayi laki-laki dan diberi nama Muhammad Fuad Riyadi, terlahir tgl 8 Oktober 1970, di Desa Wonokromo Plered Bantul.
Sampai di pondok Abuya Dimyati Banten sore hari, disuruh bertemu Abuya pagi hari setelah solat subuh, itu artinya; Gus Fuad disuruh ikut ngajinya Abuya sampai pagi. begitu fikir Gus Fuad. Sambil menunggu, kadang-kadang Gus Fuad mengunjungi para santri Abuya yang beberapa sudah dikenalnya, diantaranya ada yang dari Jogja dan Bantul juga. Pengalaman-pengalaman spiritual berguru Abuya Dimyati kadang-kadang diceritakan oleh Gus Fuad pada santri-santri Abuya, yang kadang-kadang mereka malah tidak tahu. Kehadiran Gus Fuad ditengah-tengah mereka menjadi tambahan kamus baru untuk mengenal kewalian Abuya Dimyati.
Malam itu sungguh tak terlupakan oleh Gus Fuad Plered. Ketika mengikuti majelis Ngaji Abuya Dimyati Banten. Hari-hari Abuya dipenuhi oleh majelis ngaji. Jam menunjukkan pukul 21.00, kemudian jarum bergeser menjadi 22.00, kemudian jam 23.00, kemudian 23.30.00 WIB , disaat-saat para santri yang mengikuti majelis itu tersihir oleh kantuk, tersihir oleh larutnya malam, tersihir oleh heningnya suara. Hanya beberapa putra beliau Abuya yang tetap terjaga, dan Gus Fuad tak hendak melewatkan waktu-waktu seperti itu. Disaat Abuya Dimyati Ngaji membaca kitab, beberapa kali beliau berdiri memberikan salam dan hormat seraya berkata;
" Selamat datang Syeh Abdul Khodir Jaelani...,"sambil tangan beliau mengisyaratkan mempersilahkan.
" Selamat datang Sunan Gunung Jati...," berkata lirih sambil Abuya berdiri.
" Selamat datang Sunan Kudus....", begitu sambut Abuya Dimyati atas kehadiran Para Wali, Para Kekasih Allah yang hadir dalam Majelis Ngaji beliau.
Tak hanya satu atau dua kali Abuya berdiri menyambut, memberi salam dan berdiri di tengah-tengah beliau membacakan kitab. Para santri banyak yang tertidur tak ada yang melihat kecuali putra-putra beliau. Ketika salah satu putra beliau melirik tahu Gus Fuad terjaga, Abuaya berkata;
" Fuad weruh ( Fuad melihat ), ora papa (gak papa)...", begitu Abuya berkata seolah-olah memberikan penjelasan pada putranya yang melihat Gus Fuad terjaga, dan menyaksikan kejadian-kejadian pada Majelis Ngaji tersebut.
Selesai Sholat Jamaah Subuh Gus Fuad ikut antrian untuk bersalaman dengan Mbah Dim. Sesuai pesan dari Mbah Dim lewat Budhe Dalalah, Gus Fuad bersalaman paling akhir. Setelah bersalaman biasanya orang-orang yang bersalaman bergeser atau meninggalkan tempat memberi kesempatan yang lain untuk bersalaman. Satu dua orang ada yang masih ingin berada di ruang itu untuk berlama-lama melihat moment tersebut. Namun siapa yang berani atau bisa menolak jika Abuya menyuruh pergi seseorang untuk meninggalkan tempat tersebut. maka orang tersebut harus segera keluar.
Pada giliran terakhir Gus Fuad bersalaman dengan Abuya Dimyati, tak bisa terlukiskan saat-saat berdekatan dengan beliau. Hati ini selalu bertasbih, mulut ini tak henti bersholawat, mata ini silau melihat cahaya dan aura kesholehan beliau , hidung ini tak pelak mabuk menghirup keharuman wanginya udara di sekitar beliau. Kalimat yang terucap dari beliau ;
" Fuad... nyawang aku ( Fuad lihatlah aku )".
Gus Fuad pun tak beranjak dari tempat duduknya. Melihat Abuya berjalan diantara rak Kitabnya yang penuh, kemudian beliau berjalan sambil membaca kitab, kemudian duduk, kemudian berdiri, kemudian berjalan mengambil kitab yang lain.
Gus Fuad demikian terpesona dengan cahaya kewalian yang terpancar dari seluruh bahasa tubuh Mbah Dim. Dari cara beliau melangkah, cara beliau mengambil Kitab, saat beliau membuka lembaran demi lembaran kitab, semua bergerak berlandaskan ilmu. Di ruangan itu, Gus Fuad terbius mabuk dengan aroma wangi yang tercium dari ruangan tempat Mbah Dim berdiri, tempat gudangnya ilmu, gudangnya segala doa terkabul, gudangnya malaikat berkumpul. Pada saat itu seolah-olah Mbah Dim berkata pada Gus Fuad; " Lihatlah Gurumu ini berlama-lama Ad ". Sampai satu jam, dua jam sampai akhirnya jam yang dilirik Gus Fuad menunjukkan pukul 08.00. Kemudian Abuya Dimyati berkata;
" Fuad wis cukup le nyawang ( Fuad, sudah cukup melihat saya)".
Kemudian Gus Fuad baru keluar ruangan yang terbuat dari bambu tersebut.
Pondok Abuya Dimyati dibangun sedemikian rupa bersahaja dan sederhana indah namun penuh barokah. Waktu itu Gus Fuad berfikiran, inilah salah satu metode para ulama mentransfer ilmu bagi Santrinya. Salah satu pengamalan ilmu; memandang ulama sekejab mata dengan penuh kasih sayang, pahalanya lebih utama daripada beribadah satu tahun; dengan siangnya berpuasa, malamnya sholat terus menerus. begitulah kira-kira sabda Al Habib SAW. Sejak saat itu pula banyak ilmu dan Intisari ilmu yang Gus Fuad peroleh. Ilmu yang diperoleh Gus Fuad saat mengaji waktu masih kecil bermunculan teringat kembali.
Tak hanya sekali dua Gus Fuad diberi kesempatan oleh Abuya untuk melihat beliau berlama-lama. Suatu hari Abuya Dimyati berkata;" Fuad...diurusi santrinya ".
Dan benar,beberapa hari kemudian ada 9 santri ikut kami jadi santri mukim, meskipun hanya kami kontrakkkan, untuk tempat tinggal mereka.
Semoga cerita ini bisa menginspirasi kita untuk istiqomah dalam mengaji, menambah cinta kita pada Guru-guru kita, orang-orang Sholeh dan para Kekasih Allah. Amin ( edisi Jum at; menceritakan Guru,mencintai Guru, menceritakan Wali dan mencintai para Wali sama dengan mencintai Rosulullah = mencintai Allah )
sumber: https://www.facebook.com/groups/182580158602573/permalink/209505515910037/
No comments:
Post a Comment