Wednesday, February 13, 2019

Beberapa Poin Dawuh Mbah Moen dalam Resepsi Pernikahan Neng Miming (Sarang) dan Gus Aris (Lirboyo).

Beberapa Poin Dawuh Mbah Moen dalam Resepsi Pernikahan Neng Miming (Sarang) dan Gus Aris (Lirboyo).

1. Sarang dan Lirboyo dari dulu hingga sekarang tidak putus. Dimana Mbah Mad dulu memondokkan putranya di Lirboyo. Kemudian disusul Mbah Moen dipondokkan Mbah Mad di sana. Sekarang Sarang dan Lirboyo besanan. Terhitung sudah ada 4 yang menjalin besanan. Sebagaimana dawuh:

الأرواح جنود مجندة. فما تعارف ائتلف وما تناكر اختلف.

2. Dalam Islam tidak ada perintah untuk "tashrihun bi ihsan". Tradisi tersebut hanya ada di kalangan sayyid. Karena antara nikah dan talaknya seorang sayyid itu sama-sama membawa berkah. Islam di Indonesia ini wa qila sudah ada sejak tahun 200 H. Tetapi Islam berkembang pesat setelah para wali songo berdakwah di sini. Dimana semua walisongo merupakan sayyid kecuali sunan Kalijogo, sunan Muria dan Raden Fattah. Tapi jangan lupa Raden Fattah adalah menantu dari Raden Rahmad Sunan Ampel. Sehingga keturunan Raden Fattah bisa dikatakan Durriyah Rasulullah SAW. Sampai sekarang mayoritas pondok yang besar di Indonesia ini masih ada jalur keturunan dengan Nabi Muhammad SAW.

3. Keturunan Rasulullah SAW ada 4 kategori: Alurrosul, Ahlul Bait, Dzurriyah dan Itroh.

a. Alurrosul mencakup semua keturunan Bani Hasyim dan Bani Muttholib.

b. Ahlul Bait mencakup Sayyidah Fathimah, Sayyidina Hasan dan Husain Radliyallahu 'anhum.

c. Dzurriyah: Keturunan Sayyidina Hasan dan Husain dari jalur laki-laki.

d. Itroh mencakup semua keturunan Nabi SAW yang alim. Seperti Sayyidina Ali, Sayyidina Husain, Sayyidina Ali Zainal Abidin, Sayyidina Ja'far Asshodiq Radliyallahu 'anhum dst.

4. Mbah Manaf kalau ngaji tidak ada maknanya, kamusnya, juga tidak ada marji' dlomirnya. Karena beliau memegang prinsip:

من تعلم ولم يعرف مرجع الضمير فليس له الضمير.

5. Di dunia ini tidak ada kata otomatis, karena semua adalah ciptaan Allah ta'ala. Allah ta'ala menciptakan semuanya ini berhubungan dengan perkara yang mungkin terjadi dan tidaknya. Dalam akidah Islam api tidak serta merta membakar sebagaimana api tidak bisa membakar jasadnya nabi Ibrohim AS. Hal ini berbeda dengan pemahaman mayoritas orang modern.

6. Walaupun kita sekarang hidup di jaman modern tetapi jangan sampai meninggalkan salafussholih, yaitu dengan mengaji kitab salaf. Karena kitab-kitab yang ada merupakan warisan ulama' sedangkan ulama adalah warosatul anbiya'. Begitu juga prosesi pembuatan Kiswah Ka'bah itu selama 1 tahun walaupun bisa dibuat dengan mesin selama 1 hari. Karena untuk menghindari produksi Kiswah dari mesin yang dibuat oleh orang kafir.

7. Santri jangan sampai meninggalkan NU. NU itu didirikan oleh Mbah Hasyim. Setelah zamannya Mbah Hasyim tidak ada pondok salaf yang besar kecuali para pendirinya merupakan santri dari mbah Hasyim. Seperti Sarang, Buntet, Lirboyo dst. Tetapi juga jangan hanya grudak gruduk di NU meninggalkan ngaji. Karena itu bisa menjadi musibah.

Demikian yang bisa saya simpulkan. Untuk selanjutnya monggo dikoreksi

Tuesday, February 5, 2019

RIWAYAT SHOLAWAT ASYGHIL

RIWAYAT SHOLAWAT ASYGHIL

Bacaan sholawat, atau doa dan pujian yang kita panjatkan kepada Allah untuk Nabi kita, Rasulullah SAW. ada banyak macamnya. Dari yang diajarkan Nabi sendiri hingga yang digubah oleh para ulama. Salah satunya adalah “Shalawat Asyghil“. Sholawat ini dahulu amat akrab di telinga kaum muslimin karena sering terdengar dari masjid-masjid dan mushola-mushola menjelang Maghrib. Selain itu, langgam pengucapan sholawat ini juga sangat enak didengar di telinga kita.

Sholawat ini menemukan momentum di kala kaum muslimin sedang dalam suasana genting. Isi dan sejarah Sholawat Asyghil (sibuk) akan kita cermati di bawah ini.

Konon Sholawat tersebut dipanjatkan oleh Imam Ja’far ash-Shadiq (wafat 138 H), salah seorang tonggak keilmuan dan spiritualitas Islam di awal masa keemasan umat Islam. Beliau hidup di akhir masa Dinasti Umawiyyah dan awal era Abbasiyyah yang penuh intrik dan konflik politik.

Bagi beliau, kekacauan politik tak boleh sampai mengganggu proses pelestarian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Saat itu, ilmu pengobatan, geografi, astronomi, kimia, sastra, mulai berkembang dan diminati. Maka di setiap Qunut, beliau berdo'a sebagaimana do'a yang ada dalam redaksi Sholawat tersebut .

Sholawat ‘Asyghil’ ini juga dikenal dengan sebutan Sholawat ‘Habib Ahmad bin Umar al-Hinduan Baalawy’ (wafat 1122 H). Dikarenakan sholawat ini tercantum di dalam kitab kumpulan sholawat beliau, ‘al-Kawakib al-Mudhi’ah Fi Dzikr al-Shalah Ala Khair al-Bariyyah’. Namun beliau hanya mencantumkan, bukan mengarang redaksinya.

Dan silsilah hingga kepada Beliau sebagai berikut:

Sulthān al-'Ulamā' al-Habīb Sālim ibn 'Abdullāh ibn 'Umar al-Syāthirī al-Tarīmī,
Dari al-'Allāmah al-Sayyid Musthafā ibn Ahmad al-Muhdhār,
Dari al-Imām al-Akbar al-'Ārif al-Asyhar al-Sayyid 'Aidrūs ibn 'Umar ibn 'Aidrūs al-Habsyī,
Dari al-'Allāmah al-Musnid al-Syaikh 'Abdullāh ibn Ahmad Bāsūdān al-Hadhramī,
Dari al-Sayyid al-Imām Hāmid ibn 'Umar Hāmid Bā'alawī al-Tarīmī,
Dari al-Imām Ahmad ibn 'Umar al-Hindwān

Sholawat ini pertama kalinya dipopulerkan di Indonesia melalui pemancar radio milik Yayasan Pesantren As-Syafi’iyyah yang diasuh ulama besar Betawi, almarhum KH Abdullah Syafi’i (wafat 1406 H). Sholawat ini dibawakan dengan nadzam (nada) yang sangat menyentuh hati, indah didengar dan terasa sejuk di hati pembaca dan pendengarnya.

Hikmahnya, seolah umat Islam tengah difilter dan diuji keimanannya. Rasa iman yang masih ada mendorong untuk melakukan “perlawanan” dalam setiap kedzaliman.

Salah satu senjata yang diandalkan oleh kaum muslimin adalah doa. Jangan remehkan doa kaum muslimin yang terdzalimi ditambah lagi dengan sholawat Nabi, menuntut Sang Pencipta untuk segera mengabulkannya.

Kuperhatikan, tak lama beredarnya anjuran untuk sholawat Asyghil, tokoh-tokoh yang selama ini getol ingin menyerang Islam (Islamophobia), selalu sibuk dengan aib-aibnya yang terbuka. Makar (konspirasi) untuk merusak dan memecah kekuatan kaum muslimin, langsung dibalas dengan tunai oleh Allah, dalam sebuah kegagalan konspirasi mereka.

Metode belah bambu, dengan meninggikan satu kelompok muslim dan menginjak kelompok muslim yang lain, selalu berakibat dengan terbongkarnya aib sang tokoh yang ditinggikan. Bahkan tak sedikit, followernya mulai cerdas dan meninggalkan pemimpin yang mulai asyik dengan godaan dunia. Bagi tokoh-tokoh yang “diinjak” selalu mendapat pembelaan umat dan semakin harum dengan keikhlasannya dalam dakwah Islam. Umat semakin tahu mana yang dakwah kepada Islam dan sebaliknya.

Ini lafadz Sholawat Agung tersebut

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأَشْغِلِ الظَّالِمِيْنَ بِالظَّالِمِيْنَ وَأَخْرِجْنَا مِنْ بَيْنِهِمْ سَالِمِيْنَ وَعَلَي الِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

"Ya Allah, limpahkanlah Rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad,
dan sibukkanlah orang-orang zhalim (agar mendapat kejahatan) dari orang zhalim lainnya,keluarkanlah kami dari kejahatan mereka dalam keselamatan dan berikanlah sholawat kepada seluruh keluarga Nabi serta para sahabat beliau."

Marilah kita bantu kaum muslim yang tengah terdzalimi. Kita amalkan sholawat ini, dan ketika membaca doa yang di tengahnya, maka bayangkanlah wajah-wajah pelaku kedzaliman tersebut. Insya Allah, perhatikan tak lama maka kita bisa saksikan ornag-orang tersebut saling bertikai dengan masalah-masalahnya sendiri saling menuding terlibat korupsi. Saling menuding menjadi pembohong dan ada saja masalah-masalah di antara mereka.

Ada juga yang menyebutnya dengan nama Sholawat Zhalimin, Sholawat Salimin, Sholawat Sibuk, Shalawat Mlipir, dan lain-lain.

Pada satu kesempatan Prof. K.H. Ali Yafie pernah ditanya, apa yang beliau ketahui tentang Sholawat ini. Menurut beliau, sholawat itulah yang digelorakan oleh Ulama-ulama Shūfī dunia Arab khususnya Iraq tatkala Iraq diluluh lantahkan oleh pasukan Mongol Hulagu Khan.

Sejarah mencatat, pada tahun 1258M, lebih dari 200 ribu tentara Mongol menyerbu Iraq serta menumbangkan kekuasaan Bani Abbasiyyah, bahkan khalifahnya yaitu Al-Mus’tasim dipenggal kepalanya.

Mengerikan sekali. Bukan hanya istana yang dihancurkan, tapi seluruh bangunan di Baghdad diratakan dengan tanah, seluruh warga kota dibunuh, kecuali segelintir yang berhasil meloloskan diri, semua buku-buku perpustakaan terbesar di dunia, dimusnahkan dan dibuang ke Sungai Tigris, sampai-sampai air sungai berwarna hitam oleh tintanya.

Praktis pada masa itu Asia Tengah dikuasai Mongol  dan tentara Islam hancur. Di saat seperti itulah bangkit para pahlawan Tasawuf. Mereka mengorganisir kelompok-kelompok gerilyawan dan bersama Pasukan Mameluk dari Mesir, hingga berhasil membendung ekspansi Pasukan Mongol, bahkan untuk pertama kalinya mengalahkan mereka dalam pertempuran dahsyat yang dikenal sebagai Pertempuran Ain Jalut di Palestina pada 3 September 1260.

Sungguh Allah Maha Adil, Hulagu Khan yang menghancurkan kekhalifahan Islam dan kemudian mendirikan Dinasti Ilkhan, sang cucu Ahmad Teguder, yang menjadi raja ke-3 dinasti tersebut, justru memeluk Islam, sayang sekali ia hanya berkuasa selama dua tahun (1282-1284) karena dibunuh oleh saudaranya.

Alhamdulillah, Raja ke-7 yaitu Ghazan (1295-1304), memeluk Islam menjadi Mahmud Ghazan. Mulai periode kekuasaannyalah, posisi umat Islam kembali memperoleh keleluasaan, dan peradaban Islam dibangun kembali meski harus mulai dari nol lagi.

Dalam masa-masa kritis seperti itu, tatkala kekuatan militer secara formal tidak berfungsi, para pahlawan sufi tidak berpangku tangan, tapi terjun langsung ke masyarakat mengorganisir serta menggelorakan semangat juang sambil mengumandangkan shalawat ini.

Spirit dari redaksi Sholawat dan latar belakang kisahnya "klop" dengan kondisi Indonesia dewasa ini, orang-orang zhalim biarlah mereka bertarung dengan sesamanya, jangan sampai umat dan para Ulama menjadi korban mereka, seperti kata pepatah "Gajah Bertarung Sama Gajah Pelanduk Mati di Tengah-Tengah".

Sumber:
*KH Yusuf S*

Monday, February 4, 2019

MENGENAL ISTILAH ADA', QADHA' DAN I'ADAH DALAM USHUL FIQH

“Kamu harus meng-qadlā’ shalat subuhmu sekarang juga!, sebab kamu tadi nggak sholat subuh”

“Kayaknya shalat kamu tadi nggak sah dech!, Sana ulangi  lagi (i’ādah) shalatmu”

“Semua santri wajib sholat tepat pada waktunya (adā’), kalau tidak, maka akan disanksi ”

Ketiga ungkapan di atas sangat familiar terdengar. Salah satu ibadah yang sering dikaitkan dengan ketiga istilah tersebut adalah ibadah sholat. Meng-qadlā’ shalat, mengulang  (i’ādah) shalat, dan mengerjakannya tepat waktunya (adā’), merupakan sederet kosa kata yang hampir tiap hari terdengar. Tapi apakah kita pernah berfikir apa makna ketiga istilah tersebut?, Apakah ketiga kata tersebut hanya berkaitan dengan sholat? Bagaimana dengan ibadah-ibadah lainnya?. Berikut ini penjelasan lengkap mengenai ketiga istilah tersebut.

A D Ā’ (الاداء)

adā’ didefinisikan dengan,

فِعْلُ الوَاجِبِ فيِ الوَقْتِ الْمُقَدَّرِ لَهُ شَرْعًا

Melakukan kewajiban pada waktu yang telah ditentukan oleh syariat”.

Dalam kitab lain dikatakan bahwa adā’ adalah,

وَالْأَدَاءُ فِعْلُ بَعْضِ مَا دَخَلَ وَقْتُهُ قَبْلَ خُرُوْجِهِ وَاجِبًا كَانَ أَوْ مَنْدُوْبًا

"Melakukan sebagian ibadah pada waktunya sebelum waktunya habis, baik ibadah wajib maupun sunnah”.

Sebagian ulama yang lain mengatakan, yang dimaksud dengan adā’ ialah,

وَالْأَدَاءُ فِعْلُ كُلِّ مَا دَخَلَ وَقْتُهُ قَبْلَ خُرُوْجِهَ وَاجِبًا كَانَ أَوْ مَنْدُوْبًا

“Melakukan seluruh rangkaian ibadah pada waktunya (yang telah ditentukan), dan waktunya belum habis.  Baik itu ibadah wajib ataupun sunnah”.

Dari beberapan definisi di atas, dapat dipahami bahwa istilah adā’ digunakan untuk ibadah-ibadah yang telah ditentukan waktunya oleh agama. Dengan demikian, istilah adā’ tidak digunakan untuk ibadah yang waktunya tidak ditentukan oleh syariat, seperti bersedekah, amar makruf nahi mungkar, dan semacamnya.

Selanjutnya, Ulama berbeda pendapat mengenai  batas minimal sebuah ibadah bisa disebut dilaksanakan pada waktunya (adā’). Perbedan tersebut dapat dilihat pada dua pengertian adā’ di atas. Pertama, predikat adā’ sudah dapat disandang apabila si pelaku telah melakukan sebagian ibadahnya pada waktu yang telah ditentukan dan meneruskan sebagian yang lain di luar waktunya. Misal, seseorang melakukan shalat dhuhur di saat hampir masuk waktu asar sehingga hanya sebagian rakaat saja dari shalat dhuhur tersebut yang dilakukan pada waktunya, sementara rakaat yang tersisa dilakukan di waktu asar. Shalat tersebut termasuk shalat adā’ karena sebagian dari shalat terlaksana pada waktunya. Menurut kelompok ini, batas minimal shalat yang dilakukan pada waktunya sehingga layak disebut adā’ adalah satu rakaat. Sehingga misalnya, kalau ada orang yang melakukan shalat dhuhur, lalu ketika sujud pada rakaat pertama sudah masuk waktu asar, maka shalat duhur tersebut tidak disebut shalat adā’.  

Kedua, predikat adā’ baru bisa diperoleh apabila melakukan seluruh rangkaian ibadah pada waktunya. Shalat, misalnya, baru bisa disebut adā’ apabila seluruh rakaatnya dilaksanakan pada waktunya.

QADLĀ’ (القضاء)

Secara umum terdapat dua pengertian mengenai qadlāPertama,  

فِعْلُ كُلِّ مَا خَرَجَ وَقْتُ أَدَائِهِ

“Melakukan seluruh seluruh rangkaian ibadah di luar waktunya.”

Menurut pengertian di atas, predikat qadlā baru dapat disandang jika seluruh rangkaian ibadah dilaksanakan di luar waktunya. Shalat dluhur, misalnya, baru disebut qadlā’ apabila seluruh rakaatnya dilaksaakan di waktu asar. Jika masih ada sebagian (minimal satu rakaat) yang dikerjakan di waktu dluhur, maka ia masih disebut adā’.

Kedua,

فِعْلُ بَعْضِ مَا خَرَجَ وَقْتُ أَدَائِهِ

Melakukan sebagian rangkaian ibadah di luar waktunya.

Definisi ini berbeda dengan definisi sebelumnya. Menurut definisi ini, apabila ada sebagian saja dari suatu rangkaian ibadah dilakukan di luar waktunya, sudah dapat dikatakan qadā’. Apabila sebagian rakaat shalat dhuhur, misalnya, dilakukan di waktu asar, maka shalat tersebut berstatus qadlā’.

I’ĀDAH (الاعادة)

Para Ushuly mendefinisikan I’ādah dengan,

فِعْلُ الشَّيْئِ ثَانِيًا فِي وَقْتِ الأَدَاءِ

“Melakukan sesuatu (ibadah) yang kedua kalinya pada waktunya.”

I’ādah berbeda dengan qadlā’ sebab ibadah yang dilakukan dalam keadaan I’ādah dilaksanakan pada waktu yang ditentukan. Di sisi lain, I’adah juga bukan adā’, sebab ibadah yang dilakukan dengan cara I’ādah merupakan pengulangan dari ibadah yang dilakukan dengan cara adā’

Untuk apa mengulangi ibadah yang sudah dilakukan? Setidaknya ada dua faktor. Pertama, karena adanya cacat (li khalalin) pada ibadah yang dilakukan pertama kali. Seperti, ada syarat atau rukun yang tidak dilakukan. Contohnya: sholat dengan mengenakan pakaian yang najis atau melakukan  sholat fardhu tanpa membaca fatihah. Kedua, yaitu karena adanya ‘udzur. Kata udzur di sini mencakup dua hal, yakni: adanya cacat pada shalat sebelumnya dan ingin mendapat fadhilah yang lebih besar pada shalat yang kedua. Seperti, pada shalat pertama tidak berjamaah, lalu karena ingin mendapatkan fadhilah yang lebih besar maka shalat lagi untuk kedua kalinya. Maka untuk shalat yang kedua ini disebut I’ādah

Benarkah Pungutan Pajak itu Haram?

Khoiron, NU Online | Senin, 04 Februari 2019 19:00

Ada sebuah pertanyaan menarik dari Charles Tilly, salah seorang yang dikenal sebagai teoritikus demokrasi terkemuka. Pertanyaan tersebut kurang lebihnya begini: “Meskipun kita merasa seperti layaknya dirampok oleh pemerintah dengan berbagai alasan yang kita sendiri tidak tahu maksudnya, namun mengapa kita dan para leluhur kita masih tetap harus membayar pajak?” (Charles Tilly, Foreword, dalam Isaac W. Martin, Ajay K. Mehrotra dan Monica Prasad, The New Fiscal Sociology: Taxation in Comparative and Historical Perspective, Cambridge: Cambridge University Press, 2009: x). 

Pertanyaan Charles Tilly ini adalah layaknya pertanyaan masyarakat pada umumnya yang awam dengan dunia akademis dan perpajakan sehingga tidak mengetahui untuk apa sebenarnya pajak itu dibayarkan dan apa yang melatarbelakangi dipungutnya pajak? Baru-baru ini bahkan penulis sempat ditegur oleh seorang pembaca kolom ekonomi syari’ah, jika pajak memang merupakan sebuah hak lain yang melekat pada harta untuk yang selain zakat yang harus dibayarkan kepada pemerintah, bagaimana bila ada seorang pemilik kendaraan motor yang kendaraannya mati karena telat bayar pajak lalu ia lewat jalan yang dibangun oleh pemerintah dengan pajak? Pertanyaan ini serasa geli-geli nikmat bila dirasakan. Bagaimana tidak? Pajak sudah diterapkan bertahun-tahun dalam sejarah bangsa-bangsa di dunia, dan kenapa sekarang masih pula dipertanyakan. 

Joseph A. Schumpeter – ekonom skolastik dari Austria – yang ternyata isi bukunya banyak mengadopsi pemikiran al-Ghazâli, suatu ketika pernah menyatakan: “Spirit sebuah bangsa, tingkat budaya, struktur sosial, dan sejarah perkembangan kebijakannya, seluruhnya adalah terekam pada sejarah perpajakan yang dimilikinya. Mereka yang paham dengan hal ini akan mampu menemukan kilatan peradaban bangsa tersebut yang lebih terang dibanding sumber mana pun.” (Richard Swedberg, Joseph A. Schumpeter: The Echonomics of Sociology of Capitalism, Princeton: Princeton University Press, 1991: 99). 

Jika seorang Schumpeter (Abad ke-12) yang bangunan teori ekonominya saja banyak mengadopsi dari Islam justru menemukan sisi baik dari peradaban perpajakan yang pastinya teorinya juga ia dapatkan dari Islam, lantas mengapa justru kita selaku umat Islam tidak bangga dengan peradaban itu? Padahal, teori perpajakan Adam Smith (Abad ke-18) yang dituangkan dalam The Maxim of Taxation serta menjadi pedoman sistem perpajakan dunia modern sekarang justru banyak kemiripan dengan Kitab Al-Kharâj  karya Abû Yûsuf al-Kûfi. Inilah uniknya kita. Orang lain sudah jauh berlomba mengembangkan khazanah kita, justru kita selaku pewaris sah khazanah itu malah menolaknya. Bahkan sempat ada tulisan yang merekam hasil ceramah seorang ustadz dan mengharamkan pajak serta disampaikan di hadapan petugas perpajakan. 

Sebuah dalil hadits yang dipergunakan oleh pihak yang mengharamkan pajak, adalah sebagai berikut:

عَنْ أَبِيْ الْخَيْرِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ عَرَضَ مَسْلَمَةُ بْنُ مَخْلَّدٍ وَكَانَ أَمِيرًا عَلَى مِصْرَ رُوَ ُيْفِع بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ أَنْ يُوَلِّيَهُ الْعُشُوْرَ فَقَالَ إِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّ صَاحِبَ الْمَكْسِ فِيْ النَّارِ

“Dari Abu Khair radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: ‘Maslamah bin Makhlad (gubernur di negeri Mesir saat itu) menawarkankan tugas penarikan al-usyur kepada Ruwafi bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, maka ia berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda sesungguhnya para penarik al-maksi (diazab) di neraka”(HR Ahmad 4/143, Abu Dawud 2930). 

Sebenarnya hadits ini asalnya terdapat di dalam kumpulan kitab Dla’if al-Jâ’miah al-Shaghîr dan Dla’if al-Targhib. Namun, karena ada sanad lain yang dinilai shahih oleh Albani, yaitu sanad dari Hadits Ibn Lahi’ah dari Qutaibah, maka Albani kemudian memindahkannya dalam kumpulan hadits yang dinilainya shahih, yaitu Kitab Shahih al-Jâmi’ dan Kitab Shahîh al-Targhib. (Albani, Silsilatu al-Shahîhah 7, Riyadh: Al-Thab’ah li al-Tauzi’, tt.: 1198-1199).

Hadits lain yang dipakai sebagai hujah oleh para pengharam pajak, adalah sebagai berikut:

مهلا ياخالد فوالذي نفسي بيده لقد تابت توبة لو تابها صاحب مكس لغفر له ثم أمر بها فصلى عليها ودفنت

Artinya: “Pelan-pelan wahai Khalid! Demi Dzat yang jiwaku ada dalam kekuasaan-Nya, sungguh ia telah bertobat yang apabila seseorang pemungut “maksin” bertobat dengan cara itu, maka pasti ia akan diampuni. Lalu Nabi SAW memerintahkan agar jenazah perempuan itu dishalatkan dan dikuburkan.” (Hadits Riwayat Imam Muslim No. 1695, Ahmad No. 16605, Abû Dawud No. 4442, Baihaqi No, 221). 

Dari kedua hadits tersebut, pihak yang mengharamkan pajak memaknai kalimat صاحب مكس sebagai “petugas penarik pajak.” Jadi, kata kuncinya, adalah apakah benar bahwa maksun sama dengan pajak? Mari kita uji dalam literatur lain!

Menurut Majelis Fatwa Tunisia, memberi pengertian “al-maksu” sebagai: 

المكس هو جباية وضريبة كانت موضوعة على السلع في الجاهلية وكانت من التسلط الظالم وأخذ أموال الناس بغير حق

Artinya: “Al-maksu adalah pungutan atau tarikan yang ditetapkan atas suatu harta dagangan pada masa jahiliyah. Itu termasuk kategori perbuatan penguasaan yang dhalim dan termasuk pula sebagai perbuatan mengambil harta orang lain tanpa hak.” 

Masih menurut Majelis Fatwa Tunisia tersebut, diberikan penjelasan sebagai berikut:

والذي جرى العرف في بلادنا أنهم يطلقون المكس على ما يأخذه مكتري السوق ممن ينتصبون لبيع منتوجتهم لكن لما كان هذا المال الذي يدفعه العارض لاينتفع به شخص معين وإنما هو مال يصرف في المصالح العامة إسهاما من العارضين في ميزينية البلدنية أو الدولة ولما كانت البلدية أو الدولة ميزانها مضبوطا صرفا وقبضا ومراقبا من مؤسسات قائمة على حسن التصرف فإنه بذلك يكون المال المأخوذ جاريا مجرى الضرائب التي تدفع من الأفراد إلى الدولة لتقوم بمصالحهم وهي بذلك جائزة لاحرمة فيها

Artinya: “Urf yang berlaku di negara kita (Tunisia) yang sering disebut sebagai al-maksi adalah harta yang dipungut oleh petugas pasar dari orang-orang yang menjual barang produksi mereka. Apabila harta pungutan tersebut diserahkan secara insidentil dan tidak dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu melainkan ditasarufkan untuk kemaslahatan umum seperti membiayai kegiatan-kegiatan insidentil terukur oleh wilayah atau negara, dan apabila wilayah atau negara menetapkan aturannya yang mencakup besaran, tujuan hendak dipergunakan, penerimaannya serta diawasi oleh badan-badan khusus sehingga penyalurannya dapat berlangsung baik, maka harta sebagaimana yang sudah dijelaskan dimuka termasuk bagian dari iuran yang dibayarkan oleh individu kepada negara agar tercapai kemaslahatan. Hukum dari iuran / pungutan seperti ini adalah boleh serta tidak haram.”

Dengan menyimak apa yang disampaikan oleh Majelis Fatwa Tunisia di atas, maka disimpulkan bahwa ada perbedaan antara al-maksu yang dipungut dan berlaku pada zaman jahiliyah dengan al-maksu (dlaraib) yang dipungut oleh negara. Letak bedanya ada pada status legal formalnya al-maksu menurut negara atau tidak. Jika ada legal formal menurut negara dengan ditetapkan besarannya, serta diawasi penyalurannya, maka al-maksu seperti ini tidak disebut sebagai pungutan liar. Istilah kontemporer menyebutnya sebagai Pajak. Berbeda dengan al-maksu yang diambil oleh perorangan pada zaman jahiliyah (sebagaimana disampaikan dalam hadits di atas), maka al-maksu semacam disebut dengan al-maksu yang haram karena tergolong pungutan liar (pemalakan). 

Imam al-Nawâwi sebagaimana dikutip dalam kitab Futûhâtu al-Rabbâniyah ala al-Adzkâri al-Nawâwiyah menjelaskan pengertian al-maksu sebagai berikut: 

المكس الضريبة التي يأخذها الماكس

Artinya: “Al-Maksu adalah pungutan yang diambil oleh pemungut liar.” (Lihat Muhammad ibn Ali al-Bakri al-Syâfi’i, Futûhâtu al-Rabbâniyah ala al-Adzkâri al-Nawâwiyah, juz 7, Beirut: Dâr al-Kutub Al-Ilmiyah, tt.: 84).

Sampai di sini jelas sudah bahwa yang dinamakan al-maksu menurut terma dasarnya adalah bermakna pungutan liar. Adapun pajak tidak bisa dikategorikan sebagai al-maksu, sebab ada aturan yang ditetapkan oleh negara atas pihak wajib pajak. Wallâhu a’lam bish shawâb.

Ustadz Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jatim dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jatim

Sunday, February 3, 2019

RIWAYAT PENDEK PENGHANCURAN NU

RIWAYAT PENDEK PENGHANCURAN NU

Oleh: Iman Zanatul Haeri

JUJUR saya senang melihat orang-orang kelojotan atas pernyataan Prof Dr KH Said Aqil Siroj. Warga NU yang “agak” normatif mungkin mengerutkan dahi merasa bahwa pernyataan “menguasai masjid-masjid, KUA- KUA dan lainnya” tidak elok untuk didengar ormas lain.

Namun seandainya sedikit saja kita menengok ke belakang dan melihat serangan bertubi-tubi terhadap NU, kita akan sadar bahwa pemimpin NU memang sudah waktunya memberi peringatan keras.

Tahun 2009 dilaporkan penelitian Wahid & Maarif Institute bahwa; ribuan mesjid NU dan Muhammadiyah telah berhasil dikuasai oleh kelompok “asing”. Mengambil alih mesjid, mengganti imam dan yang paling mengerikan mengatur tema ceramah. Menyalahkan bacaan dzikir yang sudah ada dan membid’ahkan semuanya. Mereka sudah masuk dalam rohis sekolah, mushola-mushola kampus, keagamaan lembaga pemerintah bahkan mensosialisasikan tahlilan sebagai bid’ah ke kampung-kampung. Masif dan terencana. Penyusupan ini sudah dilakukan sejak tahun 1980, dengan menghabiskan biaya mencapai USD 90 Milyar. Tahun 2006, masuk proposal resmi untuk melakukan ‘bantuan’ kepada pemerintah sebesar USD 500 Dollar untuk tujuan yang sama(Team, 2009). Beruntung proposal tersebut ditolak.

Kekhawatiran itu bukan hanya milik NU, bahkan muhammadiyah PERNAH secara tegas mengeluarkan surat keputusan agar melarang INFILTRASI PKS dalam tubuh organisasi (lihat, SKPP Muhammadiyah No.149/KEP/I.0/B/2006) . Terlambat, muhammadiyah tidak memiliki akar budaya khas yang sulit dirubah seperti NU yang kokoh. Adakalanya tradisi mengalahkan Dollar. Meskipun serangan bertubi-tubi pada NU melahirkan “NU Garis Lurus” yang seperti singa di sosial media. Tentu cukup NU garis lucu untuk membuat mereka imut kembali. Jelang Buya Safii Maarif turun jabatan, Muhamaddiyah terPkskan. Namun kerugian atas infiltrasi ideologi semacam ini telah menimbulkan retakan-retakan.

Saya tak heran kalau kemudian Din Syamsudin langsung memberi statemen atas pernyataan ketua PBNU, Kyai Said Aqil Siroj pada acara muslimat NU lalu (27/1/2019). Pekerjaan responsif terhadap NU adalah nostalgia bagi beliau. Tahun 2001 menjelang penggulingan Gusdur, Din S memiliki peran besar dalam menyuarakan isu “AJINOMOTO” mengandung babi untuk mendeligitimasi gusdur sebagai “orang islam” (Kobayashi, 2002). Kejam bukan?

Beberapa tahun belakangan ketika NU belum memiliki media online yang mapan, sudah ada web bernama YukKenalNU. Dengan rencana yang matang dan terstruktur web tersebut khusus untuk memfitnah NU. Warna template berwarna hijau dan pada huruf NU dibuat berwarna pelangi. Dengan maksud mengasosiasikan NU sebagai pendukung LGBT. Laman tersebut memuat Semua tradisi NU: kemudian dievaluasi, dikategorikan bid’ah hingga dituduh syiah.

Sudah cukup? Belum!

Setelah kasus pembakaran bendera HTI di Jawa Barat, dilaporkan setelah pembakaran bendera HTI, video tentang pembakaran tersebut masuk melalui 80 akun yutube berbeda dalam jangka kurang dari 1 jam! Hebatnya, video ini disertai berbagai narasi berbeda dengan tujuan yang sama, mendeligitimasi Banser, pemimpinnya, hingga pucuk pimpinan PBNU dan kemudian menghancurkan citra NU sebagai Ormas Islam terbesar di planet bumi.

Cukup? Belum!

Silahkan anda ketik nama “Said Aqil Siroj” di youtube, yang muncul adalah Said aqil Syiah, Said Aqil liberal, Said Aqil Jenggot dan lainnya. Lalu anda putar secara bebas. Anda akan melihat video propaganda yang sudah dipotong, diberi nama, diberi efek dan kesan jelek. Mau contoh?

Ketika KYAI SAID (KETUM PBNU) melontarkan pernyataan tentang “jenggot” hampir dipastikan video yang muncul teratas di youtube itu dipotong sedemikian rupa, lalu di”cut” dan diteruskan dengan video ceramah ustad-ustad jenggot yang baru saja memulai karir dengan “menggunakan” hadits.

Anda bayangkan, penonton video ditampilkan dua rekaman berbeda seakan-akan KYAI SAID (KETUM PBNU) sedang dihakimi oleh ustad newbie tersebut. Lalu kemudian ustad anyar tersebut memaki-maki dan menjatuhkan “salah!” “Dosa!” “Bid’ah” kepada beliau. Lalu video 5 menit itu selesai, seakan-akan KYAI SAID (KETUM PBNU) berhasil dihakimi. Berani bertemu? TIDAK!

Setelah itu tampilah ustad itu “seakan-akan berhasil mengkritik KYAI SAID (KETUM PBNU)” yang belum pernah ia temui. Maka wajar kalau dalam setiap ceramah KYAI SAID (KETUM PBNU) selalu mengatakan ia terbuka untuk kritik, kantor PBNU terbuka. Karena sangat jarang ada yang berani mendebatnya. Kecuali kalangan NU sendiri yang terbiasa tabayyun.

Ini baru satu video, sedangkan dalam 1 isu saja tentang pernyataan KYAI SAID (KETUM PBNU), bisa menampilkan hingga 20-40 video. Pertanyaannya, jenis makhluk apakah orang-orang yang melakukan editing video seperti ini? Apa mereka mengangap fitnah terencana ini sebagai jihad? maukah mereka diuji secara terbuka dan ilmiah?

Anda bayangkan, seorang Felix siau yang tidak pernah diuji secara ilmiah dan akademis pengetahuannya tentang Timur Tengah mengklaim sebagai orang yang paling tahu tentang Turki Utsmani cukup dengan membuat NOVEL tentang ‘Muhammad Al-Fatih’(dan liburan ke Turki beberapa kali)--mempermalukan puluhan lulusan Jurusan Timur Tengah dalam negeri yang bertahun-tahun berdarah-darah membuat skripsi-thesis-disertasi. Jangan bandingkan dengan Disertasi Kyai Said yang dipuji Gusdur karena memakai 1000 referensi teruji.

Kita boleh jujur, bahwa kadangkala yang melakukan semua ini adalah orang Islam sendiri. Orang yang mengaku paling Islami namun mereka adalah Orang yang tidak betah hidup di negeri Pancasila. Mereka anti pada banyak hal. Sehingga akan mudah berseteru dengan kelompok sendiri. Itulah yang membuat Timur Tengah retak-retak tanpa jiwa kebangsaan yang kokoh.

Gayung bersambut, pemerintahan Jokowi memiliki kekhawatiran bersama bahwa pihak-pihak yang menggerogoti NU dari dalam adalah sel-sel yang akan menjadi penghancur konsep negara-bangsa. Hal ini sangat mengancam ideologi Negara. Tak ada pilihan. 10 tahun pemerintahan SBY tak pernah sedikitpun mampu membubarkan HTI secara nyata dan terbuka. Padahal kampanye HTI dalam menolak ideologi Negara begitu gencar dan terbuka (deklarasi khilafah di GBK!). Hanya di pemerintahan Jokowi, mampu segera membubarkan Organsasi transnasional tersebut. Dalam hal ini pemerintah telah menunjukan komitmen yang jelas atas kelompok-kelompok anti-kebangsaan. NU melihat hal tersebut sebagai komitmen yang nyata.

Sebenarnya NU adalah wajah Islam Indonesia sendiri, dan mencoba mempertahankan apa yang sudah diajarkan para ulama, yang ajaran tersebut bisa ditarik tanpa putus hingga pada Nabi Muhammad Saw. Sementara para veteran konflik Timur Tengah mencoba menghancurkan keharmonisan ulama Islam di Indonesia dengan wajah islami. Memang dibutuhkan kekuataan intelektual yang teruji untuk mengenali infiltrasi mereka yang rajin mengimpor konflik dan mengobral kebencian. Momentum Pilpres adalah saat yang paling tepat untuk menentukan keberpihakan antara pihak yang membela kebangsaan dan para kontraktor konflik.

Namun, mesin hoak telah disebar merusak tatanan keluarga dan membinasakan kebudayaan negri loh jinawi. Mereka bersepakat berkumpul dikubu Prabowo. PKS, eks-HTI, FPI, dan para alumni non-universitas. Tak lupa Amin Rais, tokoh sentral ketua MPR yang menjatuhkan Gusdur melalui isu bulogate dan bruneigate, tanpa PEMBUKTIAN dan tanpa peradilan. Kubu sebelah sudah mempersiapkan kekalahan mereka dengan menebar isu KPU curang guna mempersiapkan kondisi kacau setelah Pilpres, memelihara kelompok anti-kebangsaan, memasukan Rocky Gerung kedalam masjid, semuanya halal demi ambisi politik.

HARAPAN

NUonline telah menyalip semua web Islam (garis keras/fundamentalis) dengan rating tertinggi. Para intelektual hijau sudah merapatkan barisan. Akademis NU diberbagai Negara menghimpun keahlian mereka melawan Hoax dengan keilmuan. Berkumpulnya kaum muslimat menghijaukan GBK adalah sinyalemen bahwa NU mulai siap muncul kepermukaan. Cukup Muslimat NU saja untuk membuat ramai suatu kawasan tanpa berebut klaim juta-jutaan.

Kemudian, Harlah NU 31/1/2019 dibuka dengan dengan harapan masa depan. Industri 5.0 dibahas tanpa melupakan UKM lemah ditengah himpitan global (lihat pidato Kyai Said pada Harlah 31/1/2019). Keberpihakan NU cukup jelas pada rakyat jelata. Melihat beban yang di emban NU, jelas NU adalah ormas dengan wawasan Internasional dan menghadapi persoalan-persoalan global. NU Bukan ormas recehan yang memperebutkan jatah sektoral dan mencakar saudara sendiri demi ambisi.

Statemen sudah dibunyikan. NU mulai berhitung. Ketika ambisi Politik menghancurkan hubungan keluarga, ambisi politiknya yang dihancurkan, bukan keluarganya. Komitmen NU dalam mempertahankan nilai-nilai kebangsaan jelas merupakan keberpihakan terhadap keluarga besar Bangsa Indonesia. Semoga kita TIDAK berada pada pihak yang ingin menghancurkannya. Sebagaimana mereka mencobanya jutaan kali.

Ket. foto: Gus Dur dan Gus Miek

Doa ketika Mempertemukan Mempelai Pria dan Wanita

Khoiron, NU Online | Kamis, 14 Desember 2017 20:30

Dalam tradisi Nusantara sebagaimana diajarkan oleh para ulama kita, pada saat akad nikah, ada tradisi mempertemukan mempelai pria dengan mempelai wanita. Biasanya prosesi ini dilakukan setelah akad nikah selesai. Tradisi mempertemukan ini merupakan pertanda bahwa sejak saat itu, mempelai wanita telah halal bagi mempelai pria, begitu pun sebaliknya.

Bukan hanya dipertemukan, namun kedua pasangan tersebut juga didoakan agar menjadi pasangan yang baik dan penuh berkah.

Dikutip dari karya Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi al-Dimasyqi, Al-Adzkâr al-Muntakhabah min Kalâmi Sayyid al-Abrâr (Surabaya: Kharisma, 1998), hal. 284, berikut ini adalah doa yang sepatutnya diucapkan bagi pasangan pengantin yang baru saja dipertemukan. Doa tersebut ialah:

بَارَكَ اللهُ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنَّا فِي صَاحِبِهِ أَللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ

Bârakallâhu likulli wâhidin minnâ fî shâhibihi. Allahumma innî as`aluka khairahâ wa khaira mâ jabaltahâ ‘alaihi wa a’ûdzu bika min syarrihâ wa min syarri ma jabaltahâ ‘alaihi

“(Semoga) Allah memberkahi masing-masing dari kita dengan pasangannya. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kebaikannya dan kebaikan pasangannya, dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan pasangannya.”

Demikian, semoga bermanfaat. Amin. Wallahu a’lam bi shawab.

(Muhammad Ibnu Sahroji)

Friday, February 1, 2019

GUS BAHA' (AHLI TAFSIR ASLI DIDIKAN ULAMA' NUSANTARA)

GUS BAHA' (AHLI TAFSIR ASLI DIDIKAN ULAMA' NUSANTARA)

Salah satu santri mbah maimoen zubair Sarang yang ahli tafsir. Salah satu dewan ahli tafsir Nasional yang berlatar belakang Non formal. Salah satu ahli tafsir yang mondoknya cuman di nusantara. Dengan membaca profil beliau ini mari kita bangga jadi santri ?

Pernah pada sebuah kesempatan, Prof. Quraisy Syihab berkata : "Sulit ditemukan orang yang sangat memahami dan hafal detail-detail Al-Qur'an hingga detail-detail fiqh yang tersirat dalam ayat-ayat Al-Qur'an seperti Pak Baha'.

"KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang lebih akrab dipanggil Gus Baha' adalah putra seorang ulama' ahli Qur'an KH. Nursalim Al-Hafizh dari Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah, sebuah desa di pesisir utara pulau jawa.

KH. Nursalim adalah murid dari KH. Arwani Al-Hafizh Kudus dan KH. Abdullah Salam Al-Hafizh Pati. Dari silsilah keluarga ayah beliau inilah terhitung dari buyut beliau hingga generasi ke-empat kini merupakan ulama'-ulama' ahli Qur'an yang handal.

Silsilah keluarga dari garis ibu beliau merupakan silsilah keluarga besar ulama' Lasem, Bani Mbah Abdurrahman Basyaiban atau Mbah Sambu yang pesareannya ada di area Masjid Jami' Lasem, sekitar setengah jam perjalanan dari pusat Kota Rembang.

PENDIDIKAN

Gus Baha' kecil memulai menempuh gemblengan keilmuan dan hafalan Al-Qur'an di bawah asuhan ayahnya sendiri. Hingga pada usia yang masih sangat belia, beliau telah mengkhatamkan Al-Qur'an beserta Qiro'ahnya dengan lisensi yang ketat dari ayah beliau. Memang, karakteristik bacaan dari murid-murid Mbah Arwani menerapkan keketatan dalam tajwid dan makhorijul huruf.

Menginjak usia remaja, Kiai Nursalim menitipkan Gus Baha' untuk mondok dan berkhidmat kepada Syaikhina KH. Maimoen Zubair di Pondok Pesantren Al Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang, sekitar 10 km arah timur Narukan. Di Al Anwar inilah beliau terlihat sangat menonjol dalam fan-fan ilmu Syari'at seperti Fiqih, Hadits dan Tafsir.

Hal ini terbukti dari beberapa amanat prestisius keilmiahan yang diemban oleh beliau selama mondok di Al Anwar, seperti Rois Fathul Mu'in dan Ketua Ma'arif di jajaran kepengurusan PP. Al Anwar.

Saat mondok di Al Anwar ini pula beliau mengkhatamkan hafalan Shohih Muslim lengkap dengan matan, rowi dan sanadnya. Selain Shohih Muslim beliau juga mengkhatamkan hafalan kitab Fathul Mu'in dan kitab-kitab gramatika arab seperti 'Imrithi dan Alfiah Ibnu Malik.

Menurut sebuah riwayat, dari sekian banyak hafalan beliau tersebut menjadikan beliau sebagai santri pertama Al Anwar yang memegang rekor hafalan terbanyak di era beliau. Bahkan tiap-tiap musyawarah yang akan beliau ikuti akan serta merta ditolak oleh kawan-kawannya, sebab beliau dianggap tidak berada pada level santri pada umumnya karena kedalaman ilmu, keluasan wawasan dan banyaknya hafalan beliau.

Selain menonjol dengan keilmuannya, beliau juga sosok santri yang dekat dengan kiainya. Dalam berbagai kesempatan, beliau sering mendampingi guru beliau Syaikhina Maimoen Zubair untuk berbagai keperluan. Mulai dari sekedar berbincang santai, hingga urusan mencari ta'bir dan menerima tamu-tamu ulama'-ulama' besar yang berkunjung ke Al Anwar. Hingga beliau dijuluki sebagai santri kesayangan Syaikhina Maimoen Zubair.

Pernah pada suatu ketika beliau dipanggil untuk mencarikan ta'bir tentang suatu persoalan oleh Syaikhina. Karena saking cepatnya ta'bir itu ditemukan tanpa membuka dahulu referensi kitab yang dimaksud, hingga Syaikhina pun terharu dan ngendikan "Iyo ha'... Koe pancen cerdas tenan" (Iya ha'... Kamu memang benar-benar cerdas).

Selain itu Gus Baha' juga kerap dijadikan contoh teladan oleh Syaikhina saat memberikan mawa'izh di berbagai kesempatan tentang profil santri ideal. "Santri tenan iku yo koyo baha' iku...." (Santri yang sebenarnya itu ya seperti baha' itu....) begitu kurang lebih ngendikan Syaikhina yang riwayatnya sampai ke penulis.

Dalam riwayat pendidikan beliau, semenjak kecil hingga beliau mengasuh pesantren warisan ayahnya sekarang, beliau hanya mengenyam pendidikan dari 2 pesantren, yakni pesantren ayahnya sendiri di desa Narukan dan PP. Al Anwar Karangmangu.

Pernah suatu ketika ayahnya menawarkan kepada beliau untuk mondok di Rushoifah atau Yaman. Namun beliau lebih memilih untuk tetap di Indonesia, berkhidmat kepada almamaternya Madrasah Ghozaliyah Syafi'iyyah PP. Al Anwar dan pesantrennya sendiri LP3IA.

KEPRIBADIAN

Setelah menyelesaikan pengembaraan ilmiahnya di Sarang,beliau menikah dengan seorang Neng pilihan pamannya dari keluarga Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur. Ada cerita menarik sehubungan dengan pernikahan beliau. Diriwayatkan, setelah acara lamaran selesai, beliau menemui calon mertuanya dan mengutarakan sesuatu yang menjadi kenangan beliau hingga kini. Beliau mengutarakan bahwa kehidupan beliau bukanlah model kehidupan yang glamor, bahkan sangat sederhana..

Beliau berusaha meyakinkan calon mertuanya untuk berfikir ulang atas rencana pernikahan tersebut. Tentu maksud beliau agar mertuanya tidak kecewadi kemudian hari. Mertuanya hanya tersenyum dan menyatakan "klop" alias sami mawon kalih kulo.

Kesederhanaan beliau ini dibuktikan saat beliau berangkat ke Sidogiri untuk melangsungkan upacara akad nikah yang telah ditentukan waktunya. Beliau berangkat sendiri ke Pasuruan dengan menumpang bus regular alias bus biasa kelas ekonomi. Berangkat dari Pandangan menuju Surabaya, selanjutnya disambung bus kedua menuju Pasuruan. Kesederhanaan beliau bukanlah sebuah kebetulan, namun merupakan hasil didikan ayahnya semenjak kecil.

Beliau hidup sederhana bukan karena keluarga beliau miskin. Dari silslah keluarga beliau dari pihak ibu, atau lebih tepatnya lingkungan keluarga di mana beliau diasuh semenjak kecil,tiada satu keluargapun yang miskin.

Bahkan kakek beliau dari jalur ibu merupakan juragan tanah di desanya. Saat dikonfirmasi oleh penulis perihal kesederhanaan beliau, beliau menyatakan bahwa hal tersebut merupakan karakter keluarga Qur'an yang dipegang erat sejak zaman leluhurnya. Bahkan salah satu wasiat dari ayahnya adalah agar beliau menghindari keinginan untuk menjadi 'manusia mulia' dari pandangan keumuman makhluk atau lingkungannya. Hal inilah yang hingga kini mewarnai kepribadian dan kehidupan beliau sehari-hari.

Setelah menikah beliau mencoba hidup mandiri dengan keluarga barunya. Beliau menetap di Yogyakarta sejak 2003. Selama di Yogya, beliau menyewa rumah untuk ditempati keluarga kecil beliau, berpindah dari satu lokasi kelokasi lain. Semenjak beliau hijrah ke Yogyakarta, banyak santri-santri beliau di Karangmangu yang merasa kehilangan induknya.

Hingga pada akhirnya mereka menyusul beliau ke Yogya danurunanatau patungan untuk menyewa rumah di dekat rumah beliau. Tiada tujuan lain selain untuk tetap bisa mengaji kepada beliau.

Ada sekitar 5 atau 7 santri mutakhorijin Al Anwar maupun MGS yang ikut beliau ke Yogya saat itu. Saat di Yogya inilah kemudian banyak masyarakat sekitar beliau yang akhirnya minta ikut ngaji kepada beliau. Pada tahun 2005 ayah beliau KH. Nursalim jatuh sakit. Beliau pulang sementara waktu untuk ikut merawat ayah beliau bersama keempat saudaranya.

Namun siapa sangka, beberapa bulan kemudian Kiai Nursalim wafat. Gus Baha' tidakdapat lagi meneruskan perjuangannya di Yogya sebab beliau diamanahi oleh ayah beliau untuk melanjutkan tongkat estafet kepengasuhan di LP3IA Narukan. Banyak yang merasa kehilangan atas kepulangan beliau ke Narukan. Akhirnya para santri beliaupun.sowan dan meminta beliau kerso kembali ke Yogya.

Hingga pada gilirannya beliau bersedia namun hanya satu bulan sekali, dan itu berjalan hingga kini. Selain mengasuh pengajian, beliau juga mengabdikan dirinya di Lembaga Tafsir Al-Qur'an Universitas Islam Indonesa (UII) Yogyakarta.

REPUTASI KEILMUAN

Selain Yogyakarta beliau juga diminta untuk mengasuh PengajianTafsir Al-Qur'an di Bojonegoro, Jawa Timur.
Di Yogya minggu terakhir, sedangkan di Bojonegoro minggu kedua setiap bulannya. Hal ini beliau jalani secara rutin sejak 2006 hingga kini. Di UII beliau adalah Ketua Tim Lajnah Mushaf UII.

Timnya terdiri dari para Profesor, Doktor dan ahli-ahli Al-Qur'an dari seantero Indonesia seperti Prof. Dr. Quraisy Syihab, Prof. Zaini Dahlan, Prof. Shohib dan para anggota Dewan Tafsir Nasional yang lain.

Suatu kali beliau ditawari gelar Doctor Honoris Causa dari UII, namun beliau tidak berkenan. Dalam jagat Tafsir Al-Qur'an di Indonesia beliau termasuk pendatang baru dan satu-satunya dari jajaran Dewan Tafsir Nasional yang berlatar belakang pendidikan non formal dan non gelar. Meski demikian, kealiman dan penguasaan keilmuan beliau sangat diakui oleh para ahli tafsir nasional.

Hingga pada suatu kesempatan pernah diungkapkan oleh Prof. Quraisy bahwa kedudukan beliau di Dewan Tafsir Nasional selain sebagai Mufassir, juga sebagai Mufassir Faqih karena penguasaan beliau pada ayat-ayat ahkam yang terkandung dalam Al-Qur'an. Setiap kali lajnah 'menggarap' tafsir dan Mushaf Al-Qur'an.

Posisi beliau selalu di 2 keahlian, yakni sebagai Mufassir seperti anggota lajnah yang lain, juga sebagai Faqihul Qur'an yang mempunyai tugas khusus mengurai kandungan fiqh dalam ayat-ayat ahkam Al-Qur'an.