Wednesday, December 23, 2020

MENGGAULI ISTRI DAN TIDUR SEBELUM SUBUH

MENGGAULI ISTRI DAN TIDUR SEBELUM SUBUH

Oleh : Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
***

Kebiasaan Rasulullah ﷺ menggauli istrinya (dalam konteks ini adalah Aisyah) adalah setelah salat malam menjelang subuh. Setelah itu beliau tidur di 1/6 malam terakhir alias di waktu saḥar, kemudian saat azan Subuh bangun, lalu berwudu lalu mandi, kemudian baru pergi ke masjid.

عَنِ الأَسْوَدِ، قَالَ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاللَّيْلِ؟ قَالَتْ: «كَانَ يَنَامُ أَوَّلَهُ وَيَقُومُ آخِرَهُ، فَيُصَلِّي، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى فِرَاشِهِ، فَإِذَا أَذَّنَ المُؤَذِّنُ وَثَبَ، فَإِنْ كَانَ بِهِ حَاجَةٌ، اغْتَسَلَ وَإِلَّا تَوَضَّأَ وَخَرَجَ» صحيح البخاري (2/ 53)
Artinya,
“Dari Al Aswad berkata Aku bertanya kepada 'Aisyah radliyallahu 'anha tentang cara Nabi ﷺ   melaksanakan salat malam. Ia menjawab: "Beliau tidur di awal malam dan bangun untuk salat di akhir malam dan salat, lalu beliau kembali ke tempat tidurnya. Bila mu'adzin sudah mengumandangkan adzan, maka beliau bangun. Bila saat itu beliau punya hajat (menggauli istrinya, maka beliau akan menggauli dan), beliau mandi. Bila tidak, maka beliau hanya berwudu' lalu keluar untuk salat."

Kata Al-Gazzāli, dengan mengutip ucapan sebagian salaf, “Tidur setelah salat malam sebelum subuh ini adalah sebab memperoleh kasyaf dan terbukanya hijab alam gaib.” Al-Gazzāli menulis,

هذه الضجعة قبل الصبح سنة منهم أبو هريرة رضي الله عنه وكان نوم هذا الوقت سبباً للمكاشفة والمشاهدة من وراء حجب الغيب وذلك لأرباب القلوب (إحياء علوم الدين (1/ 359)
Artinya,
“Tidur sebelum subuh adalah sunnah. Di antara yang melakukannya adalah Abu Hurairah. Tidur di waktu ini adalah sebab mukāsyafah dan musyāhadah dari balik hijab gaib.Yang demikian berlaku bagi orang-orang yang memiliki hati (berkualitas)”

Minimal ada tiga hak yang ditunaikan hamba saleh dengan kebiasaan ini,
Pertama, hak Allah
Kedua, hak istri
Ketiga, hak mata dan tubuh untuk beristirahat

Bagi saya, ilmu ini sungguh penting dalam hal manajemen waktu seorang hamba yang sungguh-sungguh ingin menyembah Rabbnya dengan baik.

***
8 Jumādā Al-Ūlā 1442 H

اللهم يسر لنا في التأسي بنبيك محمد ﷺ

Friday, December 18, 2020

Nabi, orang muslim, orang kafir, perang

Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah:

اقرأ بسم ربك الذي خلق

Ini adalah permulaan kenabian. Ayat itu menunjukkan adanya perintah untuk memperhatikan pribadi terlebih dahulu. Saat itu belum ada perintah untuk menyampaikan (Tabligh).

Ini disebut dengan nubuwwah.

Kemudian turun ayat:

يا أيها المدثر قم فأنذر

Ayat ini mengandung arti risalah, yang didahului dengan adanya perintah untuk memperingatkan. Dimulai untuk pribadi Rosululloh.

Ini disebut dengan risalah.

Kemudian disusul dengan perintah untuk memperingatkan (Indzar) kepada keluarga dan kerabat terdekat.

وأنذر عشيرتك الأقربين

Kemudian kepada Bani Hasyim dan Bani Muttalib. Kepada kaumnya. Kepada orang Arab sekitar Rosululloh. Kepada semua orang bangsa Arab. Kemudian memberikan peringatan kepada semua alam.

Dakwah dengan cara sembunyi-sembunyi dilakukan selama tiga tahun. Setelah turun ayat  94 surat Al-Hijr, Rosululloh berdakwah dengan terang-terangan.

فاصدع بما تؤمر وأعرض عن الجاهلين

Setelah berdakwah secara terang-terangan, maka terjadi adanya penolakan dari kaumnya.

Kemudian beliau diizinkan untuk berhijrah dan diizinkan pula untuk berperang.

Metode dakwah yang dilakukan selama sekitar tiga belas tahun di Makkah, yaitu mengajak tanpa adanya peperangan maupun jizyah (pajak atau upeti). Rosululloh diperintahkan untuk bersabar, memaafkan dan menahan diri.

Beliau diperintahkan untuk memerangi bila diperangi. Memerangi kaum yang memulai memerangi. Dan membiarkan dan meninggalkan kaum yang tidak memerangi.

أذن للذين يقاتلون بأنهم ظلموا

Kemudian beliau diperintahkan untuk memerangi semua orang musyrik sehingga tegak agama ini di bumi, seperti kejadian fathu Makkah, perang Hunain dan perang Tabuk.

Setelah adanya perintah jihad, orang-orang kafir terbagi menjadi tiga:

1. Orang-orang yang menginginkan perjanjian untuk damai dan gencatan senjata.
2. Orang-orang yang menginginkan untuk berperang.
3. Orang-orang yang berada di bawah perlindungan Islam.

Nabi Muhammad diperintahkan untuk melaksanakan janji damai dan gencatan senjata selama mereka masih memegang perjanjian.

Bila khawatir terjadinya pengkhianatan sepihak dari mereka, maka perjanjian itu pun dikembalikan kepada mereka. Akan tetapi Nabi tidak akan memerangi mereka yang merusak perjanjian gencatan senjata sebelum memberitahukan batalnya perjanjian kepada mereka.

Nabi Muhammad juga diperintahkan untuk memerangi orang-orang yang melanggar perjanjian gencatan senjata.

Setelah turunnya surat At-taubah atau Baro'ah, Nabi diperintahkan untuk:

1. Memerangi ahli kitab dengan dua pilihan, sampai mereka masuk Islam atau membayar jizyah.
2. Berjihad dan keras terhadap orang-orang kafir dan munafik. Berjihad terhadap orang-orang kafir dengan pedang dan anak panah. Berjihad terhadap orang-orang munafik dengan argumentasi yang kuat.
3. Berlepas diri dari perjanjian gencatan senjata dengan orang-orang kafir.

Dalam perjanjian gencatan itu orang-orang terbagi menjadi 3:

1. Mereka yang merusak perjanjian, maka Nabi diperintahkan untuk memerangi mereka.
2. Mereka yang mempunyai perjanjian jangka waktu tertentu, mereka tidak merusak perjanjian itu dan tidak berusaha merusak. Nabi diperintahkan untuk menunaikan perjanjian sampai habisnya jangka waktu perjanjian.
3. Mereka yang tidak memiliki perjanjian gencatan senjata dengan Nabi, akan tetapi mereka tidak memerangi Nabi. Nabi diperintahkan untuk memberikan jangka waktu empat bulan, dimulai pada tanggal 10 Dzulhijjah sampai tanggal 10 Robi'ul Awwal.

فسيحوا في الأرض أربعة أشهر

Setelah lewat masa empat bulan, maka Rosululloh diperintahkan untuk memerangi mereka.

فإذا انسلخت الأشهر الحرم فاقتلوا المشركين

Beliau memerangi orang-orang yang melanggar perjanjian, memberikan jangka waktu empat bulan bagi orang-orang yang tidak terikat perjanjian atau mempunyai perjanjian tak terbatas, dan memenuhi perjanjian sampai habisnya batas waktu perjanjian.

Pada akhirnya, orang-orang itu masuk islam. Dan Rosululloh menetapkan jizyah untuk orang-orang kafir yang berada dalam perlindungan negara Islam.

Setelah turunnya surat At-taubah, orang-orang kafir terbagi menjadi tiga kelompok:

1. Kelompok yang memusuhi dan memerangi Nabi.
2. Kelompok yang mempunyai perjanjian gencatan senjata dan damai dengan Nabi.
3. Kelompok yang berada di bawah perlindungan Islam.

Pada akhirnya, kelompok yang mempunyai perjanjian damai masuk ke dalamnya Islam. Berarti hanya terdapat sisa dua kelompok. Kelompok yang memusuhi dan memerangi Nabi akhirnya takut kepada Nabi.

Penduduk bumi setelah itu terbagi menjadi tiga kelompok:

1. Muslim dan beriman.
2. Kelompok yang menyerah dan tunduk kepada Nabi. Mereka aman di bawah perlindungan Islam.
3. Kelompok yang memusuhi Nabi, yang diliputi rasa takut.

Sedangkan dengan orang-orang munafik, Nabi menerima mereka secara lahir saja. Karena mereka menampakkan keimanan. Sedangkan batin mereka diserahkan kepada ALLOH.

نحكم بالظواهر ونفوض إلى الله السرائر

Nabi juga diperintahkan untuk berdakwah kepada orang-orang munafik dengan argumentasi dan ilmu. Dan juga keras terhadap kelompok ini. Nabi juga dilarang untuk mensholati jenazah dan mengiringi penguburan jenazah orang munafik. Dan diberi tahu bahwa walaupun Rosululloh memintakan ampunan untuk orang munafik, maka mereka tetap tidak diampuni.

Beginilah muamalah Rosululloh kepada orang-orang munafik. Karena menjelang meninggal, orang-orang munafik kadangkala bertaubat dengan sepenuh hati, sehingga taubat mereka pun diterima.

***
Saya bukan Gus.... Cah cilik Iyo

Friday, December 11, 2020

PERBEDAAN ANTARA RĀSYID, MUHTADI, ḌĀLL DAN GĀWĪ

PERBEDAAN ANTARA RĀSYID, MUHTADI, ḌĀLL DAN GĀWĪ

Oleh : Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
***

Orang yang benar-benar buta petunjuk secara total, tidak tahu pedoman, tidak mengerti tuntunan dan tidak paham bimbingan, maka ia dinamakan ḍāll (الضَّالُّ). Bentuk jamaknya ḍāllūn (الضَّالُّوْنَ) atau ḍāllīn (الضَّالِّيْنَ). Lafal ini biasanya diterjemahkan “orang yang tersesat”. Jadi, jika dalam Al-Qur’an atau hadis digunakan lafal ini, maka itu memaksudkan kondisi orang yang buta pengetahuan sama sekali sehingga tidak mengerti arah dan berjalan ke arah yang salah. Orang-orang Arab jahiliyyah disebut ḍāllīn karena mereka tidak kenal Allah, tidak mengetahui jalan menyucikan diri dan tidak tahu bagaimana cara menuju Allah. Dalam Surah Al-Fātiḥah, ayat terakhir juga menyebut orang-orang yang memiliki sifat ḍāllīn. Para mufassir menjelaskan contoh utama kaum yang demikian adalah Nasrani, karena mereka ingin mencintai Allah, tapi salah jalan karena tidak mengikuti Nabi Muhammad.

Adapun jika orang tahu petunjuk, tetapi sengaja tidak mengikutinya, entah karena kesombongan, kedengkian, kegengsian, semangat asabiyah dan semua kecenderungan hawa nafsu lainnya, maka sebutan makhluk seperti ini bukan ḍāll, tetapi gāwī (الغاوي). Bentuk jamaknya gāwūn (الغاوون) atau gāwīn (الغاوين). Lafal ini biasanya juga diterjemahkan “orang yang tersesat”. Iblis disebut gāwī karena dia tahu kebenaran, tapi tidak mau mengikutinya. Dia tahu petunjuk tapi tidak melaksanakannya. Dia tahu perintah tapi sengaja melanggarnya. Fir’aun juga termasuk golongan ini, sebab hati Fir’aun sebenarnya meyakini kebenaran Nabi Musa, tapi hawa nafsunya yang tidak mau kehilangan kemegahan duniawi membuatnya menolak mengikuti nabi Musa. Orang Yahudi juga masuk dalam golongan ini. Mereka tahu kebenaran Nabi Muhammad, tapi enggan mengikutinya karena dengki. Mayoritas orientalis Barat yang mengkaji Islam juga banyak yang terkena sifat ini.

Jadi, bisa disimpulkan dāll adalah ciri orang yang tidak tahu kebenaran secara total, sementara gāwī adalah orang yang sebenarnya mengakui kebenran sesuatu tapi enggan mengikutinya.

Adapun muhtadī (المهتدي), maka pengertiannya adalah orang yang mendapatkan petunjuk. Bentuk jamaknya muhtadūn (المهتدون) atau muhtadīn (المهتدين). Penekanannya semata-mata dari aspek perolehan ilmu yang menjadi tuntunan, petunjuk dan pedoman untuk melangkah. Jadi, jika dalam Al-Qur’an disebut orang-orang yang mendapatkan petunjuk, kondisi-kondisi yang membuat Allah berkenan memberi petunjuk, dan hal-hal yang membuat Allah tidak berkenan memberi petunjuk, maka maksudnya adalah kondisi seseorang mendapatkan ilmu yang bisa mengarahkannya ke jalan yang benar.

Begitu petunjuk tersebut diikuti dan dilaksanakan, maka orang tersebut disebut dengan istilah rāsyid (الراشد). Bentuk jamaknya rāsyidūn (الراشدون) atau rāsyidīn (الراشدين) Dengan kata lain, rāsyid adalah muhtadī (orang yang mendapatkan petunjuk) yang mengamalkan petunjuk tersebut.

Oleh karena itu, sekarang kita bisa mamhami lebih baik mengapa para Sahabat disebut Allah sebagai kaum rāsyidun dalam ayat ini,

﴿ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ فِيْكُمْ رَسُوْلَ اللّٰهِ ۗ لَوْ يُطِيْعُكُمْ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنَ الْاَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ حَبَّبَ اِلَيْكُمُ الْاِيْمَانَ وَزَيَّنَهٗ فِيْ قُلُوْبِكُمْ وَكَرَّهَ اِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الرّٰشِدُوْنَۙ ٧ ﴾ ( الحجرٰت/49:7)
Artinya

“Ketahuilah olehmu bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah. Kalau dia menuruti (kemauan) kamu dalam banyak hal pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang rāsyidūn” (Al-Hujurat/49:7)

Para Sahabat yang memiliki sifat menonjol cinta terhadap iman, benci kekufuran dan benci kemaksiatan disebut Allah sebagai kaum rāsyidūn karena mereka mendapatkan petunjuk, lalu melaksanakan petunjuk tersebut.

Dari sini bisa difahami juga istilah khulafā’ rāsyidīn. Khalifah Abu Bakar, Umar, Uṡmān dan ‘Alī disebut para khalifah rāsyidīn karena mereka mendapatkan petunjuk dan melaksanakan petunjuk tersebut, sehingga layak ijtihadnya diikuti pada perkara-perkara yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an maupun hadis.

Sampai sini bisa disimpulkan juga bahwa dāll adalah lawan muhtadī, sementara gāwī adalah lawan rāsyid. Ibnu Rajab berkata,

فالراشد عرف الحقَّ واتَّبعه، والغاوي: عرفه ولم يتَّبعه، والضالُّ: لم يعرفه بالكليَّة، فكلُّ راشدٍ، فهو مهتد، وكل مهتدٍ هدايةً تامَّةً، فهو راشد؛ لأنَّ الهدايةَ إنَّما تتمُّ بمعرفة الحقِّ والعمل به أيضاً. جامع العلوم والحكم ت ماهر الفحل (2/ 781)
Artinya,

“Rāsyid adalah orang yang mengetahui kebenaran dan mengikutinya. Gāwī adalah orang yang mengetahui kebenaran tapi tidak mengikutinya. Ḍāll adalah orang yang tidak mengetahui kebenaran secara total. Jadi, setiap rāsyid adalah muhtadī dan setiap muhtadī yang mendapatkan hidayah sempurna maka dia rāsyid karena hidayah itu hanya sempurna dengan cara mengetahui kebenaran kemudian mengamalkannya juga” (Jāmi‘ Al-‘Ulūm wa Al-Ḥikam, juz 2 hlm 781)

Versi Situs: irtaqi.net/2020/12/10/perbedaan-antara-rasyid-muhtadi-ḍall-dan-gawi/

***
24 Rabi’ul Akhir 1442 H

Monday, November 23, 2020

MANAQIB HADROTUS SYECK ABDULLAH FAQIH LANGITAN"

MANAQIB HADROTUS SYECK ABDULLAH FAQIH LANGITAN"
Copas via WAG
Disampaikan oleh : KH MASBUHIN FAQIH.
Pada saat acara haul KH. ABDULLAH FAQIH yang ke-5 di pondok pesantren Langitan.

Ditulis oleh : Al faqir ila ridhollah wa ridloh masyayikhihi Taufiqurroziqin Tammama.

Alhamdulilĺah kita semua diberi kesempatan bisa datang dalam acara Haul ini semoga dengan menghadiri haul ini kita bisa mendapatkan barokah dan menambah kekuatan rohaniyah antara kita dan guru-guru kita sebab mengalirnya barokah sedikit banyaknya barokah yang kita dapat itu tergantung kuat lemahnya hubungan antara kita dan guru-guru kita walaupun guru-guru kita sudah tiada.
.
Saya di sini diutus menceritakan kepribadian syaikhina wa murobbi ruhina syech abdullah faqih.
.
Saya ini santri bukan kiai selalu berusaha tetap menjaga bagaimana hubungan antara santri dan kiai walaupun kiai sudah tiada.
.
Beliau dalam mentarbiyah santri itu luar biasa khususnya kepada saya pribadi telaten sabar istiqomah.
Pada suatu saat pada tuhun 1976 saya pamit kepada hadrotus syech, sebab pada saat itu ayah mendatarkan saya guru agama lalu saya pamit beliau bertanya "nandi kon mole?" (Kenapa kamu pulang?"
Kemudian Saya mator "duko tiyang sepah kulo kok dafataraken kulo guru agama" (gak tau yai, ini abah saya kok mendatarkan saya ujian guru agama)
.
Beliau dawuh kepada saya "aku gak ridloh nek kapan kon melok ujian guru agama, warahen wong tuamu aku nglarang, seng tekun olehmu ngaji nek wes hasel, nasrul ilmu seng ihlas nek kapan kon gak mangan keto'en drijiku" (aku gak ridloh kalau kamu ikut ujian guru agama, beri tahu orang tuamu aku melarang, yang temun ngaji kalau kamu sudah hasil, nashrul ilmi yang ihlas, kalau besok kamu tak bisa makan potong saja jariku).
.
Itulah dawuh kepada saya, begitu perhatianya dan kasafnya beliau.

"اذا اختلف ابو الروح و ابو الجسد لا بد ان نقدم اباالروح"
"Jika ada perselisihan antara guru dan orang tua maka kita wajib mendahulukan guru"

Oleh karnaya sam'an wa tho'atan saya kepada hadrotus syech, kashaf beliau, jika pada saat itu saya menuruti keinginan ayah saya maka tidak akan ada pondok pesantren "MAMBU'US SHOLIHIN".
.
Lah memang kenyataanya ya seperti itu saya pulang dari pondok sudah punya anak 4 tidak punya pekerjaan  apa-apa ya saya ikut dawuh hadrotus syech yaitu nashrul ilmi, alhadulillah apa yang telah di dawuhkan beliau kepada saya terjadi.
.
Cara mentarbiyah beliau kelada kami luar biasa sabarnya.
.
Pada suatu saat saya dimintai tolong oleh adek saya "Asyfihani" yang mondok di pasuruan, supaya menghantarkan sowan kepada beliau, saya tanya "perlune opo kon sowan ng hadrotus syech?" (Apa perlumu kok mau sowan kapeda hadrotussyech?)
Dia menjawab "iki cak, aku kate jalok jubah.e mbah yai abdul hadi seng nok hadrotussyech" (ini kak, saya mau minta jubahnya mbah yai abdul hadi yang dibawah oleh hadrotussyech).
.
Saat itu saya hantarkan, begitu baru saja duduk dan adek saya belum mator keperluanya beliau sudah dawuh "aku nduwe jubahe bapak 2 tak kekno koen 1, tapi lironono sarunge mbah hamid (pasuruan)" (saya punya jubah ayah 2 saya berikan kepada kamu, tapi kamu ganti dengan sarungnya mbah hamid (pasuruan)).
.
Demikian juga termasuk bagian dari kashafnya beliau, apa yang menjadi keinginan hati adek saya langsung ditebak saya beliau.
.
Beliau dalam mentarbiyah kami bukan hanya saat beliau hidup, bahkan ketika beliau wafatpun beliau juga mentarbiyah kami.
.
Pada suatu saat kami membuat rouha kitab "Shohih bukhori" dan setiap tanggal 1 rojab dan akhir bulan rojab hatam, karena saya terlalu capek usai perjalanan saya tidak ikut.

Ketika malam hari saya langsung ditemui oleh beliau.

Pada saat itu beliau ngaji, dan saya datang terlambat dan sudah selesai lalu beliau marah dan dawuh kepada saya "teko ndi ae hin, awakmu kok kari ngaji karo aku?" (Dari mana saja hin, kamu kok terlambat ngaji bersamaku?"
.
Susahnya luar biasa, saya pikir-pikir apa ya yang saya lakukan sehingga beliau marah kepadaku seperti ini.
.
Kemudian saya berkeyakinan bahwa mungkin karna saya tidak mengikuti rouha bukhori yang saya dirikan.
.
Sudah saya kapok secapek apaupun saya tidak akan meninggalkan rouha itu.
Saat itu saya begitu susah,
.
Dan pada saat itu juga saya di temui lagi, mungkin sebagai pelipur hati, saya di ajak makan-makan bersama keluarga alhamdulillah.
.
Demikian tarbiyah beliau walaupun sudah meninggalkan kita.
.
Beliau sangat luar biasa dalam berpegang teguh pada syariat, tidak bisa ditawar.
.
Pada suatu saat ketika saya menjabat sebagai kepala sekolah di langitan mengadakan acara akhirussnah, kalau tidak salah insya'allah yang menjadi ketua panitia yaitu KH. MAGHFUR BISYRI insya'allah. di acara tersebut setiap tingkatan menampilkan suatu karya seni.
Di acara tersebut tidak terkontrol karna salah satu kelas ada yang menampilkan "Genggongan/Genggong" (semacam alat musik)
.
Langsung pada saat itu beliau marah dan melemparkan bakyak kearah cendela kaca yang ada di madrasah, semua santri dan guru-guru lari tinggal saya berdiri didepan madrasah dan saya hanya bisa menangis, dan pasrah kepada beliau, lalu beliau dawuh "hin nang omah hin" (hin ikut saya kerumah)
.
Lalu beliau dawuh "kiro-kiro bapak kok sek urep ngono awakmu wani nggawe kegiatan ngono?" ( kira-kira kalau abah (mbah yai abdul hadi) masih hidup kamu berani buat acara seperti itu?) Saya tidak menjawab apa-apa, hanya hanya bisa menangis.
.
Lalu beliau dawuh "wes guru-guru kumpulno konkonen mrene kabeh" ( sudah, guru-guru kumpulkan semua, suruh dan kesini)
Jam 12 malam guru-guru sudah bersembunyi kemana, sampai saya kerepotan mencarinya sampai waktu satu jam sudah terkumpul dan sowan beliau lalu beliau dawuh sperti apa yang telah didawuhkan kepada saya, semua guru-guru menangis lalu beliau dawuh "wes saiki moroo kabeh ng pesarean jalu'o sepuro bapak" (sudah, sekarang kamu datang kepemakaman masyayih dan mintalah maaf kepedah abah).
.
Begitulah tarbiyah dari beliau dan masalah hukum tidak bisa ditawar lagi, barang haram ya haram, tidak ada rukhsoh lagi
Ini yang harus kita contoh.
.
Kita ngaji disini bukan sekedar mengabil ilmunya saja, tapi haliyahnya, maqomnya, harus kita tiru.
Sebagaimana sudah nyata beliau insya'allah adalah minaz zahidin (sebagian dari ulama yang zuhud).
Sejak saya mondok sampai sekarang rumahnya ya seperti itu.
لا يلتفت الى الدنيا بالمرة، و قلبه يتوجه الى الله سبحنه و تعلى.
"Tidak menoleh kepada dunia walau hanya sekali, dan hatinya slalu menghadap allah"
.
Di dalam memperjuangakan agama allah
لا يسمع لومة لائم
"Tidak pernah mendengar cacian orang"

Sebab disaat pemilihan bupati di daerah gresik ,lamongan, tuban, dan bojonegoro beliau selalu ikut campur.
Karna beliau slalu menginginkan yang jadi bupati di daerah tersebut adalah orang NU.
.
Pada suatu saat saya manghantarkan pak khuluq sowan minta restu kepada beliau untuk mencalonkan bupati yang pertama kali, sampai beliau memberi kami uang sebesar 50 juta di hadpan kami, subhanallah luar biasa perhatiannya, beliau dawuh "iki luk duwek teko aku, iki nek kapan dadi mok lironi yo alhamdulillah, nek gak yo tak ihlasno awkmu" ( ini luk uang dari saya, kalau kamu jadi kamu ganti ya alhamdulillah, kalau tidak ya saya ihlaskan kepadamu).
Jadi pada umumnya orang yang mendukung calon bupati dia akan mendapatkan uang, tapi beliau malah mengeluarkan uang, walaupun di su'udhoni orang macam-macam, tapi beliau tetap
لا يلتفت الى قول الغير ويستمر في الجهات لاجل وجه الله سبحنه وتعالى.
"Tidak menghiraukan ucapan orang lain, dan meneruskan perjuangan untuk mencari ridloh allah semata"
.
Ini yang benar-benar harus ditiru oleh santri-santri.
.
Dan kita mengambil kesimpulan bahwasanya beliau mempunyai pandangan yang sangat luas sekali, memperjuangkan agama bukan dalam satu bidang saja, tapi beliau berjuang diberbagai bidang yang berbeda-beda.
Beliau aktif istiqomah mentarbiyah para santri dan beliau juga ikut andil dalam memperbesar Nahdlotul Ulama, PKB, PKNU ratusan juta sudah dikeluarkan untuk memperjuangakan kepentingan PKNU.

Saya juga sering terlibat dalam PKB dan PKNU.
Yang terahir beliau dawuh " iki hin terahir, kapan ora biso teros PKNU, iki terahir aku berjuang melalui partai" (ini terahir hin, ini kalau tidak bisa terus, ini adalah yang tarahir perjuanganku melalui partai).
Begitulah hadrotussyech.
.
Pada waktu bulan sya'ban kami mator kepada beliau "romo yai tanah enkang wonten balung panggang meniko, sakderenge dipon bangun pondok, nyuwun dumateng panjengan supados jenengan incak" (romo yai tanah yang ada di balongpanggang itu sebelum dibangun pondok, harap kepada jenengan supaya jenengan injak terlebih dahulu).
Jawaban beliau "iyo, tapi peletakan batu pertama, bah  watu sitok tok gak opo-opo" (iya, tapi saat peletakan batu pertama, walau hanya satu batu saja).
.
Di beri jangka waktu 10 hari, pada hari itu, beliau akan datang ke balungpanggang.
.
Alhamdulillah, beliau bisa datang, dan yang meletakan batu pertama juga beliau.
Kemudian anak-anak saya dikumpulkan, lalu diberi tausia dan yang pokok adalah "tak jalok awakmu-awkmu kabeh seng rukun karo dulur" (saya minta kamu semua, yang rukun antar saudara-saudaramu).

Ternyata terahir beliau bulan syawal beliau sakit kemudian meninggalkan kita semua.

Begutilah perhatian beliau pada para santri.

Sekarang apa balasan kita kepada guru kita?

Jika kita benar-benar ingin berkumpul dengan beliau, apa saja yang beliau lakukan harus kita tiru dan meneruskan perjuangan beliau.
.
Insya'allah kita bisa kumpul dengan beliau.
Amin.

Semoga kita bisa meniru langka-langkanya dan menjadi suri tauladan bagi anak-anak kita nanti dan apa yang kita kerjakan selalu membahagiakan hati beliau.
.
Semoga dengan sedikit cerita ini dapat mengobati rasa rindu kita dan menambah rasa cinta kita kepada beliau.
.
Dan semoga beliau tetap dalam naungan rahmatnya.
.
Amin ya robbal alamin.

Saksikan dan Ikutilah Haul Virtual KH. Abdullah Faqih ke-9
Di Youtube Langitan TV

📅 : Senin, 23 November 2020
⌚ : Pukul 19:30 WIB
🔴 : Live Youtube Langitan TV

➖➖➖➖
#menaralangitan #haulvirtual #haulkhabdullahfaqih #haulmbahyai #pondoklangitan #langitan

JANGAN SEMBARANGAN MENCERITAKAN MIMPI

JANGAN SEMBARANGAN MENCERITAKAN MIMPI

Oleh : Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
***

Jika Anda punya mimpi, berhati-hatilah menceritakan. Sebab, mimpi itu jika sudah ditakwil maka akan ditetapkan menjadi takdir. Selama belum ditakwil, maka ia bagaikan menggelantung di kaki burung yang terbang melayang-layang. Begitu ada yang menafsirkannya, maka burung itu akan hinggap. Maknanya; nasib telah tersegel, takdir berlaku, dan apa yang diisyaratkan Allah lewat mimpi pasti akan terjadi tanpa bisa dicegah lagi. Abu Dawud meriwayatkan,

: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الرُّؤْيَا عَلَى رِجْلِ طَائِرٍ، مَا لَمْ تُعَبَّرْ فَإِذَا عُبِّرَتْ وَقَعَتْ » سنن أبي داود (4/ 305)

Artinya,
Rasulullah ﷺ bersabda: “Mimpi-mimpi itu berada di kaki burung (terbang melayang) selama tidak ditafsirkan/ditakwilkan. Jika sudah ditafsirkan/ditakwilkan maka akan terjadi.” (H.R. Abu Dawud)

Jadi, menakwil mimpi memang harus hati-hati. Ucapan takwil mimpi itu bisa “ganas” jika kebetulan memang jitu tafsirnya. Jika sudah diucapkan maka tidak bisa ditarik lagi. Seperti ucapan nikah, talak, rujuk dan membebaskan budak yang tidak bisa dibatalkan jika sudah diucapkan.

Pernah ada kejadian, seorang wanita di zaman Nabi ﷺ ditinggal suaminya safar untuk berdagang dalam keadaan hamil. Lalu wanita ini bermimpi melihat tiang rumahnya roboh dan juga bermimpi melahirkan anak yang buta sebelah. Saat dia datang kepada Nabi ﷺ untuk menanyakan takwilnya, Nabi ﷺ mengucapkan kata-kata baik dan mendoakan agar suaminya pulang dengan selamat dan melahirkan anak saleh. Apa yang diucapkan Nabi ﷺ terjadi sesuai kenyataan. Suami wanita itu pulang dengan selamat dan dia juga melahirkan anak dengan selamat.

Ternyata kejadian ini berulang tiga kali.

Suami wanita itu pergi safar sebanyak tiga kali dengan meninggalkan istrinya dalam keadaan hamil. Wanita itu mimpi pada kejadian kedua sama persis dengan mimpi yang pertama kali. Kejadian kedua direspon Nabi ﷺ dengan ucapan kebaikan yang sama.

Pada kali yang ketiga, wanita itu datang lagi kepada Nabi ﷺ untuk menceritakan mimpinya. Ternyata Nabi ﷺ saat itu tidak ada. Wanita itupun ditemui oleh Aisyah. Ketika mimpinya diceritakan kepada Aisyah, maka Aisyah menakwilkan: Suami kamu akan mati dan anakmu menjadi anak yang tidak saleh.

Ternyata itulah yang terjadi!

Wanita itu tentu saja menangis. Ketika Rasulullah ﷺ bertanya kepada Aisyah, maka diceritakanlah kisahnya. Setelah faham, Rasulullah ﷺ menegur Aisyah,

“Ah, Aisyah, kalau kamu menakwil mimpi seorang mukmin, katakanlah yang baik-baik. Sebab mimpi itu sesuai dengan apa yang ditakwilkan.”

Kisah ini diriwayatkan dalam Sunan Al-Dārimī dan sanadnya di-ḥasankan oleh Ibnu Ḥajar Al-‘Asqalānī dalam Fatḥu Al-Bāri.

Perhatikan, betapa rawannya takwil mimpi. Begitu ia diucapkan, maka tersegellah nasib, yang bahkan Nabi ﷺ pun tidak bisa mengubahnya.

Jadi bagaimana sebaiknya jika punya mimpi yang kita sangat ingin menceritakan?

Paling aman jangan menceritakan mimpi. Jika harus menceritakan, maka ceritakan kepada orang berilmu yang mengerti dasar-dasar ilmu takwil mimpi dan adab-adab menakwilkan. Yang bisa menakwilkan dengan baik. Yang jika tahu takwilnya buruk tetap bisa mengucapkan kata-kata baik sehingga tidak membahayakan orang yang bermimpi. Rasulullah ﷺ bersabda,

: «وَلَا تَقُصَّهَا إِلَّا عَلَى وَادٍّ، أَوْ ذِي رَأْيٍ
Artinya,

“Janganlah kamu ceritakan kecuali kepada orang yang terdekat, atau orang yang bisa memberi nasihat.” (H.R. Abū Dāwūd)

Jangan sembarangan menceritakan mimpi.

Apalagi kepada orang jahil.

Meski dia jahil, jika takwilnya sudah terucap, dan ternyata benar, maka akan tersegellah mimpi itu menjadi takdir dan pasti akan menimpa orang yang memimpikannya.

اللَّهُمَّ إِنِّي أسألُكَ رُؤْيا صَالِحَةً صَادِقَة غَيْرَ كاذبةِ، نافِعَةً غَيْرَ ضارةٍ

Versi Situs: https://irtaqi.net/2020/11/03/jangan-sembarangan-menceritakan-mimpi/

***
17 Rabi’ul Awwal 1442 H

Thursday, October 1, 2020

Biografi Gus Baha'

Biografi Gus Baha'

Gus Baha atau KH. Ahmad Bahauddin Nursalim adalah putra Kiai Nur Salim, pengasuh pesantren Alquran di Kragan, Narukan, Rembang. Kiai Nur Salim adalah murid dari Kiai Arwani Kudus dan Kiai Abdullah Salam, Kajen, Pati. Nasabnya bersambung kepada para ulama besar. Bersama Kiai Nur Salim inilah, Gus Miek (KH Hamim Jazuli) memulai gerakan Jantiko (Jamaah Anti Koler) yang menyelenggarakan semaan Al-Qur’an secara keliling.
Jantiko kemudian berganti Mantab (Majelis Nawaitu Topo Broto), lalu berubah jadi Dzikrul Ghafilin. Kadang ketiganya disebut bersamaan: Jantiko-Mantab dan Dzikrul Ghafilin.

Kiai kelahiran bantul 29 September-1970 ini memilih Yogyakarta sebagai tempatnya memulai pengembaraan ilmiahnya. Pada tahun 2003 ia menyewa rumah di Yogya. Kepindahan ini diikuti oleh sejumlah santri yang ingin terus mengaji bersamanya.

PENDIDIKAN

Gus Baha' kecil memulai menempuh gemblengan keilmuan dan hafalan Al-Qur'an di bawah asuhan ayahnya sendiri.

Hingga pada usia yang masih sangat belia, beliau telah mengkhatamkan Al-Qur'an beserta Qiro'ahnya dengan lisensi yang ketat dari ayah beliau. Memang, karakteristik bacaan dari murid-murid Mbah Arwani menerapkan keketatan dalam tajwid dan makhorijul huruf.

Menginjak usia remaja, Kiai Nursalim menitipkan Gus Baha' untuk mondok dan berkhidmat kepada Syaikhina KH. Maimoen Zubair di Pondok Pesantren Al Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang, sekitar 10 km arah timur Narukan.

Di Al Anwar inilah beliau terlihat sangat menonjol dalam fan-fan ilmu Syari'at seperti Fiqih, Hadits dan Tafsir.

Hal ini terbukti dari beberapa amanat prestisius keilmiahan yang diemban oleh beliau selama mondok di Al Anwar, seperti Rois Fathul Mu'in dan Ketua Ma'arif di jajaran kepengurusan Pesantren Al Anwar.

Saat mondok di Al Anwar ini pula beliau mengkhatamkan hafalan Shohih Muslim lengkap dengan matan, rowi dan sanadnya. Selain Shohih Muslim beliau juga mengkhatamkan hafalan kitab Fathul Mu'in dan kitab-kitab gramatika arab seperti 'Imrithi dan Alfiah Ibnu Malik.

Menurut sebuah riwayat, dari sekian banyak hafalan beliau tersebut menjadikan beliau sebagai santri pertama Al Anwar yang memegang rekor hafalan terbanyak di era beliau.

Bahkan tiap-tiap musyawarah yang akan beliau ikuti akan serta merta ditolak oleh kawan-kawannya, sebab beliau dianggap tidak berada pada level santri pada umumnya karena kedalaman ilmu, keluasan wawasan dan banyaknya hafalan beliau.

Selain menonjol dengan keilmuannya, beliau juga sosok santri yang dekat dengan kiainya. Dalam berbagai kesempatan, beliau sering mendampingi guru beliau Syaikhina Maimoen Zubair untuk berbagai keperluan. Mulai dari sekedar berbincang santai, hingga urusan mencari ta'bir dan menerima tamu-tamu ulama'-ulama' besar yang berkunjung ke Al Anwar. Hingga beliau dijuluki sebagai santri kesayangan Syaikhina Maimoen Zubair.

Pernah pada suatu ketika beliau dipanggil untuk mencarikan ta'bir tentang suatu persoalan oleh Syaikhina. Karena saking cepatnya ta'bir itu ditemukan tanpa membuka dahulu referensi kitab yang dimaksud, hingga Syaikhina pun terharu dan ngendikan "Iyo ha'... Koe pancen cerdas tenan" (Iya ha'... Kamu memang benar-benar cerdas).

Selain itu Gus Baha' juga kerap dijadikan contoh teladan oleh Syaikhina saat memberikan mawa'izh di berbagai kesempatan tentang profil santri ideal. "Santri tenan iku yo koyo baha' iku...." (Santri yang sebenarnya itu ya seperti baha' itu....) begitu kurang lebih ngendikan Syaikhina.

Dalam riwayat pendidikan beliau, semenjak kecil hingga beliau mengasuh pesantren warisan ayahnya sekarang, beliau hanya mengenyam pendidikan dari 2 pesantren, yakni pesantren ayahnya sendiri di desa Narukan dan PP. Al Anwar Karangmangu, Rembang.

Pernah suatu ketika ayahnya menawarkan kepada beliau untuk mondok di Rushoifah atau Yaman. Namun beliau lebih memilih untuk tetap di Indonesia, berkhidmat kepada almamaternya Madrasah Ghozaliyah Syafi'iyyah PP. Al Anwar dan pesantrennya sendiri LP3IA.

Pernikahan

Setelah menyelesaikan pengembaraan ilmiahnya di Sarang,beliau menikah dengan seorang Neng pilihan pamannya dari keluarga Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur. Ada cerita menarik sehubungan dengan pernikahan beliau. Diriwayatkan, setelah acara lamaran selesai, beliau menemui calon mertuanya dan mengutarakan sesuatu yang menjadi kenangan beliau hingga kini. Beliau mengutarakan bahwa kehidupan beliau bukanlah model kehidupan yang glamor, bahkan sangat sederhana.

Beliau berusaha meyakinkan calon mertuanya untuk berfikir ulang atas rencana pernikahan tersebut.
Tentu maksud beliau agar mertuanya tidak kecewa di kemudian hari. Mertuanya hanya tersenyum dan menyatakan "klop" alias sami mawon kalih kulo.

Kesederhanaan beliau ini dibuktikan saat beliau berangkat keSidogiri untuk melangsungkan upacara akad nikah yang telah ditentukan waktunya. Beliau berangkat sendiri ke Pasuruan dengan menumpang bus regular alias bus biasa kelas ekonomi. Berangkat dari Pandangan menuju Surabaya, selanjutnya disambung bus kedua menuju Pasuruan. Kesederhanaan beliau bukanlah sebuah kebetulan, namun merupakan hasil didikan ayahnya semenjak kecil.

Keakhlakannya

Beliau hidup sederhana bukan karena keluarga beliau miskin. Dari silslah keluarga beliau dari pihak ibu, atau lebih tepatnya lingkungan keluarga di mana beliau diasuh semenjak kecil, tiada satu keluargapun yang miskin.

Bahkan kakek beliau dari jalur ibu merupakan juragan tanah di desanya. Saat dikonfirmasi oleh penulis perihal kesederhanaan beliau, beliau menyatakan bahwa hal tersebut merupakan karakter keluarga Qur'an yang dipegang erat sejak zaman leluhurnya.

Bahkan salah satu wasiat dari ayahnya adalah agar beliau menghindari keinginan untuk menjadi 'manusia mulia' dari pandangan keumuman makhluk atau lingkungannya. Hal inilah yang hingga kini mewarnai kepribadian dan kehidupan beliau sehari-hari.

Setelah menikah beliau mencoba hidup mandiri dengan keluarga barunya. Beliau menetap di Yogyakarta sejak 2003. Selama di Yogya, beliau menyewa rumah untuk ditempati keluarga kecil beliau, berpindah dari satu lokasi kelokasi lain. Semenjak beliau hijrah ke Yogyakarta, banyak santri-santri beliau di Karangmangu yang merasa kehilangan induknya.

Hingga pada akhirnya mereka menyusul beliau ke Yogya dan urunan atau patungan untuk menyewa rumah di dekat rumah beliau. Tiada tujuan lain selain untuk tetap bisa mengaji kepada beliau.

Ada sekitar 5 atau 7 santri mutakhorijin Al Anwar maupun MGS yang ikut beliau ke Yogya saat itu. Saat di Yogya inilah kemudian banyak masyarakat sekitar beliau yang akhirnya minta ikut ngaji kepada beliau.

Pada tahun 2005 ayah beliau KH. Nursalim jatuh sakit. Beliau pulang sementara waktu untuk ikut merawat ayah beliau bersama keempat saudaranya.

Namun siapa sangka, beberapa bulan kemudian Kiai Nursalim wafat. Gus Baha' tidak dapat lagi meneruskan perjuangannya di Yogya sebab beliau diamanahi oleh ayah beliau untuk melanjutkan tongkat estafet kepengasuhan di LP3IA Narukan.

Banyak yang merasa kehilangan atas kepulangan beliau ke Narukan. Akhirnya para santri beliaupun, sowan dan meminta beliau kerso kembali ke Yogya.

Hingga pada gilirannya beliau bersedia namun hanya satu bulan sekali, dan itu berjalan hingga kini. Selain mengasuh pengajian, beliau juga mengabdikan dirinya di Lembaga Tafsir Al-Qur'an Universitas Islam Indonesa (UII) Yogyakarta.

Keilmuannya

Selain Yogyakarta beliau juga diminta untuk mengasuh PengajianTafsir Al-Qur'an di Bojonegoro, Jawa Timur. Di Yogya minggu terakhir, sedangkan di Bojonegoro minggu kedua setiap bulannya.

Hal ini beliau jalani secara rutin sejak 2006 hingga kini. Di UII beliau adalah Ketua Tim Lajnah Mushaf UII.

Timnya terdiri dari para Profesor, Doktor dan ahli-ahli Al-Qur'an dari seantero Indonesia seperti Prof. Dr. Quraisy Syihab, Prof. Zaini Dahlan, Prof. Shohib dan para anggota Dewan Tafsir Nasional yang lain.

Suatu kali beliau ditawari gelar Doctor Honoris Causa dari UII, namun beliau tidak berkenan. Dalam jagat Tafsir Al-Qur'an di Indonesia beliau termasuk pendatang baru dan satu-satunya dari jajaran Dewan Tafsir Nasional yang berlatar belakang pendidikan non formal dan non gelar.

Meski demikian, kealiman dan penguasaan keilmuan beliau sangat diakui oleh para ahli tafsir nasional.

Hingga pada suatu kesempatan pernah diungkapkan oleh Prof. Quraisy bahwa kedudukan beliau di Dewan Tafsir Nasional selain sebagai Mufassir, juga sebagai Mufassir Faqih karena penguasaan beliau pada ayat-ayat ahkam yang terkandung dalam Al-Qur'an. Setiap kali lajnah 'menggarap' tafsir dan Mushaf Al-Qur'an,

Posisi beliau selalu di dua keahlian, yakni sebagai Mufassir seperti anggota lajnah yang lain, juga sebagai Faqihul Qur'an yang mempunyai tugas khusus mengurai kandungan fiqh dalam ayat-ayat ahkam Al-Qur'an.

Gus Baha muda waliyullah hebat di indonesia (krn menguasai al'Qur'an banyak hafal hadist dan kitab dan yg terhebat ke piawaan nya dlm menyampaikan dan menerangkan agama bisa dimengerti oleh semua lapisan masyarakat islam dan tidak terbantahkan

Selamat Ulang Tahun, K.H. Bahaudin Nursalim (Gus Baha).

Sehat selalu dalam menebar Islam yang ramah, indah, mudah sekaligus menyenangkan.

Walahualam...

Al-fatihah.........

Wednesday, September 30, 2020

RISET KIAI WAHAB DAN FENOMENA PONDOK DAN SANTRI HILANG

RISET KIAI WAHAB DAN FENOMENA PONDOK DAN SANTRI HILANG

Kiai Wahab Chasbullah melakukan riset tentang santri dalam kurun 40 tahun terakhir dari tahun dilakukannya riset (1887-1927). Riset  lapangan ini dilakukan sekitar tahun 1926-1927. Area riset adalah kota Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto dan Jombang. Hasil risetnya menunjukkan grafik menurun jumlah santri yang totalnya turun menjadi 3.993.

Tentu riset ini menarik, zaman segitu jaringan NU baru dibentuk tapi sudah melakukan riset relatif  detail di area yang luas serta dengan data ditampilkan apa adanya. Paparan data riset Kiai Wahab juga bisa diambil beberapa poin-poin  menarik:

1. Pada tahun 1926 (lihat  data riset di  bagian  akhir tulisan ini) pesantren Tebuireng jumlah santrinya sudah ratusan (300 murid). Dalam waktu tidak lama yakni semenjak KH. Hasyim Asy'ari memimpin NU ada kenaikan signifikan jumlah santri Tebuireng. Data dari riset penjajah Jepang pada tahun 1942 menunjukkan bahwa alumni santri pondok Tebuireng yang berdiri tahun 1899 ini telah menyebar di Nusantara sebanyak 20 ribuan santri (pendataan oleh Jepang ini saya nukil dari buku karya Akarhanaf alias KH. Abdul Karim bin KH Hasyim Asy'ari dalam karyanya  "Kiai Hasjim Asj'ari, Bapak Ummat Islam Indonesia"). Lonjakan kenaikan santrinya begitu luar biasa dahsyat.

2. Pondok  Gedang atau ngGedang (tempat kelahiran Hadlaratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari) masih dalam nukilan buku karya Akarhanaf dijelaskan bahwa ngGedang seabad lalu disebut pondok terkenal dan  saat itu hanya pondok itu satu satunya yang boleh dibanggakan.

Penjelasan Akarhanaf di buku yang beliau tulis pada tahun 1959 ini bersesuaian dengan riset Mbah Kiai Wahab bahwa sebelum tahun 1926-1927,  pondok Gedang (lebih tepatnya namanya ngGedang nJobo seperti yang juga ditulis di buku sejarah Tambakberas) santrinya berjumlah 500. Tapi saat riset  dilakukan, jumlahnya tinggal 5 santri setelah wafatnya KH. Usman (menantu pendiri pondok Tambakberas dan mertua KH. Asy'ari).

3. Alkisah sisa santri yang  ada di Gedang diboyong  ke Pondok Tambakeras (jarak lokasi pondok Gedang dengan Pondok Tambakberas sekitar 200 meter, hanya dipisah sungai Tambakberas yang pas di timur rumah saya. Sungai Tambakberas ini  mempunyai nilai historis karena terdapat kisah perang Ranggalawe yang  menurut beberapa masyarakat Tambakberas terjadi di sungai itu, bahkan di makam Mbah Kiai Usman juga ada makam yang menurut kisah adalah makam istri Ranggalawe).

4. Ternyata di Tambakberas pada tahun 1926/1927 sudah banyak  pondok kecil. Ada pondok Tambakberas Kiai Chasbullah, pondok Tambakberas Kiai Syafii, pondok Tambakberas Kiai Baidhowi,  pondok Tambakberas Kiai  Abdur Rauf, dan Tambakberas Kiai Imam. Sayang sampai sekarang jejak pondok atau musholla  banyak tidak diketahui.

Demikian pula di Denanyar ada pondok Denanyar Kiai Bisri dan  pondok Denanyar Kiai Thoyyib. Adapun Rejoso yang tercatat pondok Rejoso Kiai Syafawi.

5. Berangkat dari riset KH. Wahab, proyek madrasah Mubdil Fan yang didirikan Mbah Wahab pada tahun 1912 di Tambakberas nampaknya vakum lama (kisah bagaimana Mbah Wahab mendirikan madrasah lalu dilempari batu bata oleh Mbah Kiai Chasbullah bisa dibaca di Buku Tambakberas). Apalagi beliau lebih banyak di Surabaya  pada  dan pada tahun 1914/1916 mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan di Surabaya. Sekalipun pernah vakum, hingga tahun riset dilakukan namanya kadang disebut madrasah mubdil fan kadang disebut madrasah Tambakberas.

6. Dalam buku karya Ali Yahya "Sama Tapi Berbeda" dijelaskan bahwa  di  Tebuireng dikenal ada Madrasah Nizamiyyah yang didirikan pada tahun 1935 oleh  KH. Wahid Hasyim atas restu KH. Hasyim Asy'ari. Nampaknya madrasah ini adalah pengembangan dan inovasi  lanjut dari madrasah di Tebuireng yang telah ada. Di situs Tebuireng online dijelaskan pada tahun 1916, KH. Ma’shum Ali, menantu pertama KH. Hasyim Asyari mengenalkan sistem klasikal (madrasah).

Dalam riset Mbah Wahab,  jumlah murid di madrasah Tebuireng adalah 350, sedang jumlah santri di pondok Tebuireng adalah 300. Perbedaan jumlah ini menunjukkan saat itu sudah ada kesadaran masyarakat sekitar untuk menyekolahkan anaknya ke madrasah, sekaligus menunjukkan yang namanya santri kalong sudah ada sejak dahulu.
****

Di bawah ini adalah data riset Mbah Kiai Wahab atas pondok, kiai, madrasah dengan fluktuasi  jumlah santri di area Jombang. Dalam rentang waktu 1887-1927, jumlah santri di Jombang dari total  2.450 menurun menjadi 1.607.

1. Brangkal (Bandar Kedungmulyo, pen.) dulu muridnya 150 sekarang kosong dan rusak.
2. Balungrejo (Sumobito, pen.) dulu tidak ada murid, sekarang muridnya 60.
3. Rejoso Kiai Syafawi dulu  muridnya sejumlah 120, sekarang 10.
4. Wonokoyo (Mayangan Jogoroto, pen.) dulu muridnya 50, sekarang tinggal 7.
5. Ploso Peterongan Pondok Kaleh (mungkin yang dimaksud Ploso Kerep Sumobito karena berbatasan dengan Rejoso Peterongan, pen.) dulu muridnya sebanyak 60, sekarang 15.
6. Gayam (Mojowarno, pen.) dulu muridnya 50, sekarang 15.
7. Ngasem (Jombok, Ngoro, pen.) Kiai Ahmadi dulu muridnya kosong, sekarang 50.
8. Sukotirto (Badang Ngoro, pen.) dulu muridnya 20, sekarang 10.
9. Keras Kiai Asy'ari dulu muridnya  berjumlah 70, sekarang 15.
10. Seblak (Kwaron Diwek, pen.) dulu muridnya kosong, sekarang 30.
11. Tebuireng Kiai Hasyim Asy'ari dulu muridnya  kosong sekarang 300.
12. Paculgowang dulu 25, sekarang 15.
13. Kwaringan (Ngoro, pen.) dulu  kosong, sekarang 15.
14. Watugaluh (Diwek, pen.) Kiai Qasim dulu 50, sekarang kosong.
15. Bandung Wetan dan Kulon (Diwek, pen.) dulu 50, sekarang 20.
16. Kencong Kyai Nur Daim dulu berjumlah 100, sekarang 40.
17. Mojo Songo Kiai Muridan dulu muridnya 200, sekarang rusak bangunannya.
18. Sambong dulu 150, sekarang 3.
19. Denanyar Kiai Thoyyib dulu 40, sekarang rusak.
20. Denanyar Kiai Bisri, dulu tidak ada muridnya, sekarang 40.
21. Semelo dulu 80 sekarang 90.
22. Jambu kiai Subki dulu 50, sekarang kosong.
23. Ploso Gerang Kiai Moh Arif,  dulu 50, sekarang 20.
24. Dempok Kiai Syamsuddin dulu muridnya 100, sekarang kosong rusak.
25. Melik dulu 50, sekarang kosong rusak.
26. Kapas, dulu muridnya  60, sekarang kosong.
27. Banggle dulu muridnya 50, sekarang rusak.
28. Padar (Ngoro) dulu muridnya sebanyak 50, sekarang rusak.
29. Nglungu kiai Abdur Rauf dulu muridnya  100, sekarang rusak.
30. Gedang nJero Kiai Nushah dulu muridnya  70, sekarang pondok dan masjidnya rusak.
31. Gedang nJobo kiai Guru Usman dulu muridnya 500, sekarang tinggal 5.
32. Karang Asem Lor dulu 50, sekarang kosong tinggal langgar.
33. Tambakberas Kiai Chasbullah dulu muridnya 50, sekarang 90.
34. Tambakberas Kiai Syafii dulu muridnya 40, sekarang 2.
35. Tambakberas Kiai Baidhowi dulu 40, sekarang rusak.
36. Tambakberas Kiai  Abdur Rauf dulu tidak ada murid, sekarang 10.
37. Tambakberas Kiai Imam dulu tidak ada, sekarang 20.
38. Madrasah Mojo Agung dulu tidak ada, sekarang 150.
39. Madrasah Kalak dulu tidak ada, sekarang 80.
40. Madrasah Ploso Peterongan dulu tidak ada, sekarang 40.
41. Madrasah Belimbing, dulu kosong sekarang 50.
42. Madrasah Tebuireng dulu tidak ada, sekarang 350.
43. Madrasah Tambakberas dulu tidak ada, sekarang 75.
44. Madrasah Denanyar dulu tidak ada, sekarang 125.
45. Madrasah Kapas dulu tidak ada, sekarang 50.
46. Madrasah Melik dulu tidak ada, sekarang 30.
47. Madrasah Kauman Ler, dulu kosong sekarang sudah bubar.
48. Madrasah Pengulun, dulu kosong sekarang bubar.
*****

Terima kasih kepada Mas Arif yang telah memberikan data majalah NU berhuruf Pegon  tentang riset Mbah Wahab. Terima kasih pula kepada Gok Din, pendekar Ya Latif  sebagai orang lapangan di Jombang yang ikut membantu "ngiro-ngiro" nama desa  yang ada di Jombang pada tulisan pegon yang kabur. Tentu  kepada istri saya yang juga ikut memperkirakan tulisan yang kabur.

Menyegarkan Kembali Ingatan Gestapu, Sebuah Kegagalan Operasi Militer PKI

Adalah salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah Republik Indonesia pasca kemerdekaan; Gerakan September Tiga Puluh atau biasa disebut Gestapu dan G30S/PKI. Peristiwa yang kita peringati dengan pengibaran bendera setengah tiang ini begitu dahsyat, hingga mengubah haluan bernegara kita, melahirkan Pahlawan Revolusi, dan menjadi saksi kesaktian Pancasila. G30S/PKI (baca; pengkhianatan PKI ini) telah menjadi trauma bangsa yang akan terus diingat dalam memori kolektif berlintas-lintas generasi selama Republik ini masih berdiri.
Oleh karena amat penting, Gestapu akan selalu menarik untuk dibahas walau berulang-ulang sekalipun, di samping memang tragedi ini meninggalkan banyak pertanyaan yang menggugah rasa ingin tahu, dan bahkan sebagian diantaranya masih terselimuti kabut misteri hingga kini. Mengapa tujuh Jenderal itu dibunuh? Bagaimana kronologinya? Siapa dalang dibaliknya? benarkah hanya PKI?. Layaknya sebuah kisah detektif misteri, saat membacanya kita akan dibuat tegang dan penasaran sampai ke alam mimpi.
Sumbangsih terbesar dalam menguak tabir misteri tersebut berasal dari Magnum Opusnya Prof. Salim Haji Said, sebuah buku berjudul Dari Gestapu ke Reformasi. Tulisan ini sekedar ikhtiar membuat ikhtisar dari buku tersebut, namun karena tidak memungkinkan untuk merekonstruksi secara utuh dalam berlembar halaman saja, penulis hanya akan mengambil sudut pembahasan dari latar belakang dan hubungan-hubungan para tokoh atau pihak sentral peristiwa tersebut dengan Bung Karno sebagai pusaran intrik, dan mencoba menjawab pertanyaan mengapa peristiwa Gestapu ini dapat terjadi dan siapa sutradara dibaliknya.
Gestapu adalah sebuah penghujung dari rangkaian konflik politik dan gesekan antara Angkatan Darat melawan PKI di kanan-kiri Bung Karno, konflik ini adalah awal mula sejarah ini mesti diceritakan, karenanya penulis akan mulai dari situ sambil berharap pembaca untuk sedikit bersabar.

Angkatan Darat yang Anti Komunis PKI

Perlu dipahami sebelumnya, tidak seperti sekarang, ketika supremasi sipil dapat ditegakkan, pada November 1958, setahun sebelum Dekret Presiden yang menandai perubahan Ideologi Politik Negara dari Demokrasi Liberal menjadi Demokrasi Terpimpin, Angkatan Bersenjata (ABRI) telah dimasukkan ke dalam Golongan Karya yang artinya mereka punya hak di kabinet dan parlemen, atau kita kenal kemudian sebagai dwifungsi ABRI (fungsi pertahanan Negara dan fungsi politik/partai). Dwifungsi ABRI ini kemudian ditinggalkan sejak Reformasi sampai sekarang ini.
Dengan kewenangan berpolitiknya ini, Angkatan Darat yang merupakan bagian utama ABRI memosisikan diri sebagai  partai tandingan dan satu-satunya bagi PKI, dikarenakan Partai besar lainnya, Masyumi dan PSI, dibubarkan oleh Bung Karno pada 1960 dengan tuduhan keterlibatan atas pemberontakan PRRI/Permesta, dan sedangkan Angkatan Udara dan Angkatan Laut hanya sendiko dawuh saja pada Presiden Sukarno yang menganakemaskan PKI.
Selanjutnya, berdasarkan cara Angkatan Darat berkonfrontasi dengan PKI, dalam tubuh organisasi militer tersebut terdapat tiga kubu yang berbeda, Yaitu kubu KSAB (Kepala Staf Angkatan Bersenjata) Jenderal TNI Abdul Haris Nasution, KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat) Jenderal TNI A. Yani, dan Pangkostrad Mayor Jenderal TNI Soeharto.
Sebagai Perwira yang amat senior dan pernah menjadi Wakil Panglima Besar Soedirman, Jenderal AH. Nasution sangat lantang menyerang PKI sekaligus mengkritik Sukarno yang semakin mesra dengan PKI, hal ini merupakan alasan mengapa Bung Karno Pada tahun 1962 “menyingkirkannya” dengan mengangkatnya dari KSAD menjadi KSAB agar tidak memiliki garis komando ke tubuh Angkatan Darat, menggantinya dengan Jenderal Yani yang Sukarno kira “mudah dikendalikan” namun ternyata juga tidak.
Jenderal Yani merupakan perwira yang anti komunis namun setia kepada Bung Karno, kesetiaan ini bahkan pernah akan ditunjukkan olehnya dengan mendaulat (menculik dan mencopot jabatan) Jenderal Nasution, namun atas bujukan perwira-perwira senior lainnya, rencana itu urung dilaksanakan. Ketidaksukaannya terhadap komunis pernah ia ungkapkan dalam pidato berbahasa Belanda dihadapan para perwiranya yang artinya “Bung Besar boleh memiliki banyak kekasih lain siapapun itu, namun kalau Bung Besar bermain mata dengan Komunis, maka dia harus berhadapan dengan Angkatan Darat”.
Adapun Mayjen Soeharto adalah Panglima Kostrad (Komando Setrategis Angkatan Darat), waktu itu tidak banyak yang mengenalnya. Sebelum Gestapu, sikap kelompok Soeharto terhadap PKI sulit untuk dicium, kendati demikian, tidak diragukan tentang sikap anti komunisnya sebab Pangdam Diponegoro Brigjen Soeharto (pangkatnya waktu itu) pernah dimarahi oleh Sukarno karena berani mengingatkan Sang Presiden mengenai bahaya komunis. Ini terjadi setelah kemenangan PKI pada pemilu daerah Jateng dan Jatim pada 1957. Dia juga yang meredam pemberontakan PKI pimpinan Muso di Madiun tahun 1948 atas perintah Panglima Besar Jenderal Soedirman. Soeharto sebetulnya lebih senior dari A. Yani ketika keduanya masih di Kodim Diponegoro, namun ia tidak disenangi oleh Sukarno sehingga karirnya terhambat.

Kedekatan Bung Karno dengan PKI dan Kerancuan Doktrin Nasakom

Kedekatan Sukarno pada PKI nampak dari banyaknya anggota partai palu arit itu yang masuk ke dalam jajaran pemerintahan, kebijakannya juga semakin meminggirkan organisasi atau komunitas yang secara terang mengaku anti komunis, Misalnya membredel banyak media cetak anti komunis - di tengah maraknya surat kabar milik PKI seperti Harian Rakyat - dan melarang Manifes Kebudayaan yaitu perkumpulan seniman-seniman senior untuk menandatangi pernyataan anti komunis, Pelarangan ini menyebabkan seniman-seniman tersebut mengalami persekusi dan diskriminasi di berbagai tempat.
Dalam setiap pidato, khususnya pasca Dekret Presiden 59, Bung Karno selalu mengidentifikasikan dirinya sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan penyambung lidah rakyat, dan senantiasa mengampanyekan semangat kerukunan baru yaitu Nasakom, Nasionalis Agamis dan Komunis. Nasakom ini juga merupakan jargon kampanye Presiden di kancah politik internasional, menjadi bagian implementasi gerakan Non-Blok atau politik bebas aktif. Sukarno berharap diterima oleh negara-negara dunia ketiga (yang sebagian besar bermazhab Komunis) dan kemudian muncul sebagai pemimpin kekuatan tandingan baru bagi dua Negara Adi Daya di masa Perang Dingin, Amerika Serikat dan Uni Soviet. Di kemudian hari setelah peristiwa Gestapu, ambisi Sukarno inilah yang menjadi sebab keengganannya membubarkan PKI.
Namun persatuan berdasarkan Nasakom ini menuai polemik, sebuah keliru besar meyakini gagasan ini dapat merukunkan bangsa, sudah maklum diketahui bahwa Komunisme tidak mengakui adanya Tuhan (Atheis) dan menganggap Agama adalah candu, lantas bagaimana mungkin Agamis dan Komunis dapat dirukunkan kalau seseorang menjadi Agamis sama dengan menjadi anti komunis sebab komunis tidak mengakui adanya Tuhan, Sedangkan menjadi Komunis sama artinya menjadi anti Agama karena Agama adalah candu menurut mereka?.
Ironisnya kemudian, Orang-orang Komunis PKI yang terang-terangan menyerang kelompok Agamis di biarkan begitu saja oleh Sukarno, sedang orang-orang Nasionalis apalagi Agamis yang vokal menentang pemikiran Komunis justru dianggap anti Nasakom, dan tidak paham semangat Revolusi oleh Sukarno, Sang Pemimpin Besar Revolusi.
Apa yang terjadi di atas tak lepas karena bagi Sukarno sendiri, PKI bukan hanya salah satu pilar Nasakom, melainkan juga sebuah kekuatan politik yang dimanfaatkannya mengimbangi Angkatan Darat, Sukarno yang tidak lagi memiliki partai sadar betul akan mudah menjadi “sandera” para Jenderal jika tidak memiliki kekuatan pengimbang yang berdiri dibelakangnya.

Ketidakpercayaan Presiden Sukarno terhadap Angkatan Darat

Oleh karena kecenderungan Presiden kepada PKI, dan semangat Nasakom-nya yang rancu, Angkatan Darat yang Anti komunis dianggap Presiden Sukarno sebagai anak revolusi yang membangkang terhadap Pemimpin Besar Revolusi, bukan hanya terhadap Kubu KSAB Jenderal Nasution, namun juga kapada KSAD Jenderal A. Yani.
Selain itu, sikap Jenderal Yani yang terkesan “setengah-setengah” dengan tidak mengirimkan kekuatan penuh militernya ke perbatasan serawak, ketika Sukarno menggaungkan Ganyang Malaysia sebagai program anti-Nekolimnya (Neo Kolonialisme Imperialisme), membuat Sukarno semakin tidak mempercayainya, padahal dalam sebuah kesempatan dihadapan para perwira senior, Jenderal Yani mengaku cemas andai kekuatan penuh TNI AD dikirim ke serawak, tidak ada cukup pasukan di Pulau Jawa untuk menghadapi PKI jika terjadi perebutan kekuasaan, “Saya tidak ingin RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat, sekarang disebut Kopassus) terlibat dalam konfrontasi - dengan Malaysia -” kata Yani. “Saya tidak punya pasukan lain”, tambahnya.
Hal ini semakin diperparah oleh beredarnya Dokumen Gilchrist, sebuah Dokumen rahasia yang dicetak dalam lembaran kertas bertanda kedutaan Besar Inggris di Jakarta, yang isinya menyebutkan adanya Dewan Jenderal di Republik Indonesia yang berencana melakukan kudeta. Oleh PKI Dokumen ini dijadikan isu utama untuk menyerang para Jenderal dan menuduh mereka bekerjasama dengan CIA, sembari terus membisiki Sukarno untuk melakukan tindakan tegas pada para Jenderal tersebut. Di kemudian hari terungkap bahwa Dokumen tersebut palsu, dibuat oleh Ladislav Bittman, seorang intel Cekoslowakia yang bekerja untuk dinas rahasia Uni Soviet, KGB.

Gestapu, Skenario Awal dan Kegagalannya

Presiden yang makin kewalahan menghadapi Angkatan Darat - dicurigai akan melakukan tindakan subversif, terus menolak Nasakom dan tidak secara serius melakukan konfrontasi dengan Malaysia malahan sibuk mengatur barisan kaum anti komunis - mendorong sang Presiden tiba pada kesimpulan untuk tidak punya pilihan lain, kecuali mencopot Jenderal Yani. Namun karena Presiden tidak cukup percaya diri dapat melakukan pencopotan dengan cara biasa - karena sistem pergantian komandan belum tercipta dan mengingat solidnya loyalitas tentara dengan komandannya, Jenderal Yani – opsi pencopotan dengan cara daulat dalam bentuk penculikan menjadi keputusan Presiden.
Sebuah tradisi pada zaman revolusi, adalah daulat, mendaulat dan pendaulatan yang sering muncul dalam bentuk penculikan seorang tokoh politik untuk tujuan tertentu. Yang paling mencolok tentu penculikan Sukarno Hatta oleh pemuda secara “sedikit memaksa” menuju Rengas Dengklok agar didaulat mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan. Dari sini dapat dipahami, rencana penculikan Para Jenderal yang menjadi skenario Presiden adalah mencopot jabatannya dan menggantinya dengan perwira yang loyal terhadap visi Nasakom dan Anti Nekolim-nya, bukan untuk sebuah pembantaian.
Tugas ini dibebankan pada Komandan Cakrabirawa (saat ini dinamai Paspampres), pengawal presiden sendiri yaitu Letkol Untung, dan dibantu oleh Kononel Latif, dan Brigjen TNI Supardji. Namun kemudian rencana gubahan Presiden tersebut menjadi seperti ember Muhafadzoh kalian (bocor maksude, rek), terdengar oleh Kepala Biro Khusus PKI, Syam Kamaruzaman. Ini dapat mudah dimaklumi sebab Letkol Untung merupakan perwira beraliran kiri yang sudah lama menjadi tentara binaan Syam, yang PKI biasa sebut sebagai “perwira berpikiran maju”.
Ketua Umum PKI, DN. Aidit yang sudah lama berambisi menyingkirkan saingan politiknya, ketika mendengar info rencana Presiden tersebut dari Syam, segera menyusun rencana untuk menumpang ke dalam operasi tersebut, dengan menargetkan bukan hanya KSAD Jenderal A. Yani, namun ketujuh Jenderal yang memobilisasi kekuatan anti komunis. Sebab itu, dapat mudah kita ketahui kenapa Mayjen Soeharto tidak dijadikan target operasi oleh PKI, mengingat sikapnya yang seolah tidak nampak menjadi ancaman bagi PKI.
Tentunya rencana Aidit itu bukan pula berupa pembantaian, sebab membunuh para Jenderal hanya akan menjadi alasan bagi tentara dan kekuatan anti komunis lainnya untuk beramai-ramai mengeroyok dan menghancurkan PKI, seperti terbukti kemudian. Oleh karenanya, ketika skenario awal Gestapu baik dari Sukarno maupun Aidit adalah penculikan saja, maka Gestapu yang menjadi ajang pembantaian para Jenderal tersebut “hanya” dapat dipahami sebagai sebuah operasi militer yang gagal (atau disengaja untuk digagalkan) dan berakhir pada pembunuhan.
Penyebab kegagalan ini tidak lain karena Aidit menugaskan Syam, seorang sipil yang tidak memilik pengalaman militer - meski mengaku pernah mengenyam pelatihan militer di Tiongkok namun kemudian tidak ditemukan buktinya - untuk menjadi kepala operasi strategis militer yang tentunya membutuhkan kecakapan di bidangnya. Bukti kacaunya operasi Gestapu diantaranya adalah para perwira yang terjun untuk menculik Jenderal Nasution, tidak mampu mengenali wajahnya sehingga kemudian Kapten Pierre Tendean yang merupakan ajudan Jenderal Nasution harus meregang nyawa karena salah sasaran.

Analisa Mengenai Keterlibatan Presiden

Siapakah sutradara Gestapu sebenarnya? Diantara pilihan jawabannya (yakni PKI Aidit, Sukarno, Suharto, atau CIA/agen asing?) tentu sampai di sini pembaca dapat menjawab; Sukarno, yang didompleng PKI. Ini mungkin berbeda dengan pengetahuan umum di masyarakat, namun apa yang tertulis adalah berdasarkan penelusuran berpuluh-puluh tahun dari seorang wartawan lapangan yang meliput secara langsung dan seorang pakar politik militer, Prof. Salim Said. Mengenai keterlibatan Sukarno ini, tentunya beliau memiliki landasan fakta dan analisa yang kuat.
Beberapa jam sebelum operasi Gestapu dilaksanakan, Presiden menerima kunjungan dari India, seorang pilot yang juga pernah menjadi utusan pribadi Perdana Menteri Jawahral Nehru, Shri Biju Patnaik. Maksud kunjungan itu adalah lobi politik India berkaitan dengan konflik India-Pakistan, menjelang akhir pertemuan, setelah Sukarno berjanji untuk tidak membantu Pakistan menyerang India, Patnaik diminta Sukarno agar meninggalkan Jakarta sebelum subuh, “sesudah itu saya akan menutup lapangan terbang”, kata sukarno. Pertanyaannya, mengapa dan buat apa lapangan Kemayoran akan ditutup oleh Sukarno setelah subuh esok harinya?
Terdapat pula satu sumber yang mengungkapkan kecurigaan terhadap Presiden di masa-masa awal pasca Gestapu, yaitu desakan dari Letkol Untung saat ditangkap untuk diperhadapkan langsung kepada Sukarno, ia percaya dan berharap Presiden akan mengerti dan memaafkan dirinya.
Lalu apakah sebenarnya Sukarno itu seorang Komunis?, sama sekali bukan. Dr. Ruslan Abdulgani, mantan Jubir Manipol Usdek dan orang dekat Bung Karno sejak zaman Revolusi menjelaskan;
“Bung Karno adalah seorang Nasionalis sejati, namun ia terlalu over confidence (percaya diri) mampu mengontrol PKI, lagi pula pengetahuan Bung Karno tentang Komunisme dasarnya adalah Komunisme masa mudanya, yakni yang mendorongnya merumuskan ideologi Nasakom, Komunisme waktu itu adalah alat melawan kolonialisme, bukan Komunisme pada zaman Perang Dingin seperti sekarang. Pada zaman perjuangan Nasional dulu, semua kekuatan dan golongan bisa diajak bersatu melawan kolonialisme, Sekarang ceritanya beda lagi, tapi Bung Karno masih tetap gandrung pada persatuan berdasarkan Nasakom”
Presiden pertama Indonesia ini memang semakin tua dan sakit-sakitan, telah kehilangan intuisi politiknya, tidak mampu membedakan mana yang menjadi ancaman bangsa dan mana yang bukan, yang mana kawan dan mana lawan, dan mudah diperdaya dan diperalat PKI yang menggerogoti bangsa dari dalam.

Akhiran

Sempitnya ruang menyebabkan tulisan ini sedikit banyak tampak menyudutkan Sukarno, dan seolah menutup mata akan keterlibatan Soeharto atau pihak asing, padahal tidaklah demikian dalam buku aslinya, oleh sebab itu, dapat menimbulkan persepsi dan kesimpulan yang berbeda antara pembaca budiman yang belum dan yang sudah mengkhatamkan buku aslinya. Banyak pula fakta-fakta menarik yang tidak sempat penulis cantumkan, termasuk yang menjadi landasan kecurigaan akan keterlibatan Soeharto, atau pihak asing, meskipun sayangnya belum memiliki cukup bukti, juga misteri dan keganjilan demi keganjilan lain yang belum dapat ditemukan jawabannya oleh Prof. Salim Said.
Pada akhirnya, merekomendasikan buku aslinya adalah sebuah keharusan.
wallahu a’lam bis showab… .

Sunday, September 27, 2020

Catatan kunjungan Gus Baha’ ke Madura ( belajar menghormati guru dari seorang Gus Baha’)

* Catatan kunjungan Gus Baha’ ke Madura ( belajar menghormati guru dari seorang Gus Baha’)

Sebuah “kaidah alam” yang bukan rahasia lagi, bahwa di balik kemuliaan luar biasa yang dicapai seseorang, pasti ada penghormatan dan tadhim yang juga luar biasa kepada seorang guru

Bagaimana seorang Sayyidina Abu Bakar menangis haru ketika mendapat izin untuk mengawal hijrah Rasulullah padahal harta bahkan nyawa adalah taruhannya. beliau menganggap “khidmah” adalah sebuah anugrah tak terkira, alih-alih menganggapnya sebagai beban atau bahan keluhan seperti realita banyak santri di era kita ini.

Bagaimana seorang Imam Subki turun dari Onta yang dinaikinya setelah mengetahui bahwa orang “baduwi” penuntun ontanya pernah menghadiri pengajian Imam Nawawi.

Bagaimana seorang Syaikhona Kholil sampai rela turun dari sebuah delman karena “khawatir” kuda delman itu adalah salah satu dari keturunan kuda gurunya Syaikh Abdul Ghani Bima, dan bagaimana beliau sangat menghormati guru beliau Syaikh Abdul Adhim An-Naqsyabandi bahkan setelah Syaikhona wafat dan berpindah ke alam barzakh.

“ tadi ketika saya mau ziarah ke makam Syaikhona Kholil, tiba-tiba di depan gang saya “diusir” oleh beliau, beliau menyuruh saya untuk berziarah dulu ke makam Gurunya Syaikh Abdul Adhim “ jawab seorang Waliyyullah al-Mursyid Habib Muhsin Al-Hinduan Sumenep ketika ditanya mengapa beliau kembali di tengah jalan sebelum sampai ke Makam Syaikhona Kholil.

Bagaimana raut wajah Habib Umar akan berubah khusuk dan penuh Tadhim setiap kali siaran radio di mobil beliau memutar ulang rekaman pengajian guru beliau Habib Abdul Qodir Assegaf, bagaimana seorang Habib Mundzir al-Musawa akan segera turun dari kursi lantas bersimpuh di lantai ketika mendapat telpon dari gurunya Habib Umar Bin Hafidz meski jarak sang guru ribuan kilometer di Tarim Hadhramaut sana.

Dan masih banyak bukti-bukti nyata lainnya. Pun begitu dengan Gus Baha’, meski kealiman dan kegeniusan beliau adalah sisi yang banyak dikenal dan diekspos selama ini, dari dulu saya sudah curiga, bahwa dibalik kemuliaan luar biasa yang beliau dapatkan saat ini pasti ada penghormatan luar biasa juga kepada para guru beliau.

Selama ini kita mengetahui hormat dan kefanatikan beliau kepada Mbah Yai Maimun Zubair, itu sudah bukan rahasia lagi. Tapi kunjungan beliau Madura kemarin membuat saya mengetahui sisi “tadhim” lain dari seorang Gus Baha’.

Seperti biasa, destinasi yang wajib dikunjungi beliau pertama kali ketika menginjakkan kaki di bumi Madura adalah Makam Syaikhona Kholil, beliau seakan ingin mengajarkan kita satu adab : kalo mau bertamu ke suatu tempat, sowan dulu ke tuan rumahnya, ke shohibul wilayahnya, jangan asal “nyelonong” masuk begitu saja. Saya tidak sempat mengawal Gus Baha’ di Bangkalan, tapi melalui “orang dalam” yaitu dua murid kinasih beliau Habib ( Sodiq alkhered dan Muhammad Ismail Al-Ascholy ) saya mendapat info bahwa Gus Baha’ sedang menuju salah satu pesantren di Kota Sampang yang namanya mungkin masih asing di telinga masyarakat Madura : PP. Bustanul Huffadz As-Saidiyah.  Saya awalnya bertanya-tanya, di tengah jadwal padatnya, untuk apa beliau rela meluangkan waktunya untuk berkunjung ke sebuah tempat ?

Saya sampai di pondok Bustanul Huffadz sekitar jam 16:30 Wib, ketika itu Gus Baha’ dan rombongan sudah ada di dalam bersama pengasuh. saya masuk, Gus Baha’ mempersilahkan saya untuk duduk di dekat beliau. Jika dulu beliau selalu menanyakan :

“ mengapa nikah kok jauh-jauh ke Yaman ? “

Kali ini beliau bertanya :

“ katanya sekarang udah jadi artis ? “

Saya tersenyum tanpa jawab, dalam hati saya berkata :

“ jauh lebih artisan panjenengan Gus 😅”

Bagi saya seorang Gus Baha’ adalah sebuah fenomena, ketika keviralan beliau tak kalah dengan para artis dan para tokoh, Ceramah-ceramah beliau bahkan ditonton jutaan kali di Youtube, tapi beliau seakan tak peduli dengan semua itu. Terbukti sampai sekarang - disaat orang-orang berlomba-lomba untuk membeli Hp Iphone atau Android terbaru - beliau justru masih tetap memakai hp Nokia Simbian jadul yang mungkin sudah gak layak jual atau bahkan sudah punah di pasaran. Beliau gak punya Fb, Wa, apalagi Instagram.

Pada akhirnya saya tau, bahwa ternyata beliau berkunjung ke pondok itu bukan untuk mengisi seminar atau ceramah, melainkan untuk silaturrahmi sekaligus hurmat dan tabarruk. Apakah beliau pernah ngaji disana ? Tidak ! Jadi begini ceritanya :

Gus Baha’ mempunyai Sanad al-Quran melalui jalur ayahnya Kh. Nur Salim, Kh. Nur Salim mengambil sanad dan berguru kepada Kh. Abdullah Salam Kajen, dan Kh. Abdullah Salam berguru kepada Kiai Said Ismail pendiri pondok yang Gus Baha’ kunjungi.

Jadi kunjungan Baha’ bukan dalam rangka hurmat kepada guru (langsung) beliau tapi guru dari guru ayah beliau ! Kiai Said sendiri ternyata memang dikenal sebagai seorang ahli quran yang banyak mencetak ulama-ulama besar seperti Kh. Hasan Askari (Mbah Mangli) Kh. Abdullah Salam dan masih banyak murid beliau lainnya. Gus Baha sendiri pernah mengatakan bahwa Kiai Said adalah seorang ulama kelahiran Mekkah yang sudah hafal Quran sebelum usia baligh, dan ketika disebut nama Syaikh Said dalam Sanad Quran maka yang dimaksud adalah Kiai Said Sampang.

Pada acara di Sumenep kemarin, Gus Baha’ juga menyampaikan :

“ saya ini punya komitmen dari dulu untuk tetap istiqomah membaca kitab-kitab Mbah Mun, bersama santri saya juga Muhibbin. Saya tidak mau menjadi “tersangka” seorang santri yang menyia-nyiakan ilmu gurunya “ beliau lalu menukil komentar Imam Syafi’i :

الليث أفقه من مالك و لكن ضيعه أصحابه

“ Imam Laits itu lebih Alim fiqh daripada Imam Malik. Hanya saja ilmu beliau disia-siakan oleh murid-muridnya “ ( tidak ada yang memperhatikan dan membukukan ilmu-ilmu beliau sehingga madhzab beliau menjadi punah )

Dari Gus Baha’ dan para guru kita.. kita belajar bahwa kunci kemuliaan memanglah banyak, “ atthuruq ilallah bi adad anfasil kholaiq”  ucap seorang ulama, jalan menuju Allah ada sangatlah banyak sebanyak nafas para mahluk. Tapi bagi ia yang telah mengikrarkan dirinya sebagai seorang murid dan santri, kunci kemuliaan dunia-akhiratnya hanya ada pada tadhim dan cintanya kepada para guru. Persis seperti sebuah kalam yang dinukil oleh Mbah Hasyim Asyari dalam “Adabul alim wal muta’allim “

" الذي لا يعتقد جلالة أستاذه لا يفلح "

“ orang yang tak pernah meyakini keagungan dan kemuliaan gurunya ia tak akan pernah hidup beruntung dan bahagia “

Juga persis seperti pesan indah dari Sulthonul Awliya’ Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani :

" من أراد الفلاح فليصر ترابا تحت أقدام الشيوخ "

“ barang siapa yang menginginkan kebahagiaan (dunia-akhirat) maka jadilah ia debu di bawah telapak kaki para guru “

Mereka sudah melakukan dan membuktikan, tinggal kita ? Ingin memilih jalan yang mana ?

* Ismael Amin Kholil, Bangkalan , 25 September, 2020

Menjelang tgl 30 September G30S PKI

Menjelang tgl 30 September

G30S PKI

*INILAH SEJARAH YANG TIDAK BOLEH DILUPAKAN OLEH KITA SEMUA*

*Tgl 31 Oktober 1948 :*
Muso dieksekusi di Desa Niten Kecamatan Sumorejo Kabupaten Ponorogo. Sedang MH. Lukman dan Nyoto pergi ke Pengasingan di Republik Rakyat China (RRC).

*Akhir November 1948 :*
Seluruh Pimpinan PKI Muso berhasil dibunuh atau ditangkap, dan Seluruh Daerah yang semula dikuasai PKI berhasil direbut, antara lain :
1. Ponorogo,
2. Magetan,
3. Pacitan,
4. Purwodadi,
5. Cepu,
6. Blora,
7. Pati,
8. Kudus, dan lainnya.

*Tgl 19 Desember 1948*
Agresi Militer Belanda kedua ke Yogyakarta.

*Tahun 1949 :*
PKI tetap Tidak Dilarang, sehingga tahun 1949 dilakukan Rekontruksi PKI dan tetap tumbuh berkembang hingga tahun 1965.

*Awal Januari 1950 :*
Pemerintah RI dengan disaksikan puluhan ribu masyarakat yang datang dari berbagai daerah seperti Magetan, Madiun, Ngawi, Ponorogo dan Trenggalek, melakukan Pembongkaran 7 (Tujuh) Sumur Neraka PKI dan mengidentifikasi Para Korban. Di Sumur Neraka Soco I ditemukan 108 Kerangka Mayat yg 68 dikenali dan 40 tidak dikenali, sedang di Sumur Neraka Soco II ditemukan 21 Kerangka Mayat yang semuanya berhasil diidentifikasi. Para Korban berasal dari berbagai Kalangan Ulama dan Umara serta Tokoh Masyarakat.

*Tahun 1950 :*
PKI memulai kembali kegiatan penerbitan Harian Rakyat dan Bintang Merah.

*Tgl 6 Agustus 1951 :*
Gerombolan Eteh dari PKI menyerbu Asrama Brimob di Tanjung Priok dan merampas semua Senjata Api yang ada.

*Tahun 1951 :*
Dipa Nusantara Aidit memimpin PKI sebagai Partai Nasionalis yang sepenuhnya mendukung Presiden Soekarno sehingga disukai Soekarno, lalu Lukman dan Nyoto pun kembali dari pengasingan untuk membantu DN Aidit membangun kembali PKI.

*Tahun 1955 :*
PKI ikut Pemilu Pertama di Indonesia dan berhasil masuk empat Besar setelah MASYUMI, PNI dan NU.

*Tgl 8-11 September 1957 :*
Kongres Alim Ulama Seluruh Indonesia di Palembang–Sumatera Selatan Mengharamkan Ideologi Komunis dan mendesak Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Pelarangan PKI dan semua Mantel organisasinya, tapi ditolak oleh Soekarno.

*Tahun 1958 :*
Kedekatan Soekarno dengan PKI mendorong Kelompok Anti PKI di Sumatera dan Sulawesi melakukan koreksi hingga melakukan Pemberontakan terhadap Soekarno. Saat itu MASYUMI dituduh terlibat, karena Masyumi merupakan MUSUH BESAR PKI.

*Tgl 15 Februari 1958 :*
Para pemberontak di Sumatera dan Sulawesi Mendeklarasikan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), namun Pemberontakan ini berhasil dikalahkan dan dipadamkan.

*Tanggal 11 Juli 1958 :*
DN Aidit dan Rewang mewakili PKI ikut Kongres Partai Persatuan Sosialis Jerman di Berlin.

*Bulan Agustus 1959 :*
TNI berusaha menggagalkan Kongres PKI, namun Kongres tersebut tetap berjalan karena ditangani sendiri oleh Presiden Soekarno.

*Tahun 1960 :*
Soekarno meluncurkan Slogan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang didukung penuh oleh PNI, NU dan PKI. Dengan demikian PKI kembali terlembagakan sebagai bagian dari Pemerintahan RI.

*Tgl 17 Agustus 1960 :*
Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.200 Th.1960 tertanggal 17 Agustus 1960 tentang "PEMBUBARAN MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia)" dengan dalih tuduhan keterlibatan Masyumi dalam Pemberotakan PRRI, padahal hanya karena ANTI NASAKOM.

*Medio Tahun 1960 :* Departemen Luar Negeri AS melaporkan bahwa PKI semakin kuat dengan keanggotaan mencapai 2 Juta orang.

*Bulan Maret 1962 :*
PKI resmi masuk dalam Pemerintahan Soekarno, DN Aidit dan Nyoto diangkat oleh Soekarno sebagai Menteri Penasehat.

*Bulan April 1962 :*
Kongres PKI.

*Tahun 1963 :*
PKI Memprovokasi Presiden Soekarno untuk Konfrontasi dengan Malaysia, dan mengusulkan dibentuknya Angkatan Kelima yang terdiri dari BURUH dan TANI untuk dipersenjatai dengan dalih ”Mempersenjatai Rakyat untuk Bela Negara” melawan Malaysia.

*Tgl 10 Juli 1963 :*
Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.139 th.1963 tertanggal 10 Juli 1963 tentang PEMBUBARAN GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), lagi-lagi hanya karena ANTI NASAKOM.

*Tahun 1963 :*
Atas desakan dan tekanan PKI terjadi penangkapan Tokoh-Tokoh Masyumi dan GPII serta Ulama Anti PKI, antara lain :
1. KH. Buya Hamka,
2. KH. Yunan Helmi Nasution,
3. KH. Isa Anshari,
4. KH. Mukhtar Ghazali,
5. KH. EZ. Muttaqien,
6. KH. Soleh Iskandar,
7. KH. Ghazali Sahlan dan
8. KH. Dalari Umar.

*Bulan Desember 1964 :*
Chaerul Saleh Pimpinan Partai MURBA (Musyawarah Rakyat Banyak) yang didirikan oleh mantan Pimpinan PKI, Tan Malaka, menyatakan bahwa PKI sedang menyiapkan KUDETA.

*Tgl 6 Januari 1965 :*
Atas Desakan dan Tekanan PKI terbit Surat Keputusan Presiden RI No.1/KOTI/1965 tertanggal 6 Januari 1965 tentang PEMBEKUAN PARTAI MURBA, dengan dalih telah Memfitnah PKI.

*Tgl 13 Januari 1965 :*
Dua Sayap PKI yaitu PR (Pemuda Rakyat) dan BTI (Barisan Tani Indonesia) Menyerang dan Menyiksa Peserta Training PII (Pelajar Islam Indonesia) di Desa Kanigoro Kecamatan Kras Kabupaten Kediri, sekaligus melecehkan Pelajar Wanitanya, dan juga merampas sejumlah Mushaf Al-Qur’an dan merobek serta menginjak-injaknya.

*Awal Tahun 1965 :*
PKI dengan 3 Juta Anggota menjadi Partai Komunis terkuat di luar Uni Soviet dan RRT. PKI memiliki banyak Ormas, antara lain : SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Pemuda Rakjat, Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) BTI (Barisan Tani Indonesia), LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakjat) dan HSI (Himpunan Sardjana Indonesia).

*Tgl 14 Mei 1965 :*
Tiga Sayap Organisasi PKI yaitu PR, BTI dan GERWANI merebut Perkebunan Negara di Bandar Betsi, Pematang Siantar, Sumatera Utara, dgn Menangkap dan Menyiksa serta Membunuh Pelda Soedjono penjaga PPN (Perusahaan Perkebunan Negara) Karet IX Bandar Betsi.

*Bulan Juli 1965 :*
PKI menggelar Pelatihan Militer untuk 2000 anggota'y di Pangkalan Udara Halim dengan dalih ”Mempersenjatai Rakyat untuk Bela Negara”.

*Tgl 21 September 1965*:
Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.291 th.1965 tertanggal 21 September 1965 tentang PEMBUBARAN PARTAI MURBA, karena sangat memusuhi PKI.

*Tgl 30 September 1965 Pagi :*
Ormas PKI Pemuda Rakyat dan Gerwani menggelar Demo Besar di Jakarta.

*Tgl 30 September 1965 Malam :*
Terjadi Gerakan G30S/PKI atau disebut  GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh) : PKI Menculik dan Membunuh 6 (enam) Jenderal Senior TNI AD di Jakarta dan membuang mayatnya ke dalam sumur di LUBANG BUAYA Halim, mereka adalah :
1. Jenderal Ahmad Yani,
2. Letjen R.Suprapto,
3. Letjen MT.Haryono,
4. Letjen S.Parman,
5. Mayjen Panjaitan dan
6. Mayjen Sutoyo Siswomiharjo.
PKI juga menculik dan membunuh Kapten Pierre Tendean karena dikira Jenderal Abdul Haris Nasution. PKI pun membunuh Aiptu Karel Satsuitubun seorang Ajun Inspektur Polisi yang sedang bertugas menjaga Rumah Kediaman Wakil PM Dr. J. Leimena yang bersebelahan dengan Rumah Jenderal AH. Nasution.
PKI juga menembak Putri Bungsu Jenderal AH. Nasution yang baru berusia 5 (lima) tahun, *Ade Irma Suryani Nasution*, yang berusaha menjadi Perisai Ayahandanya dari tembakan PKI, kemudian ia terluka tembak dan akhirnya wafat pada tanggal 6 Oktober 1965.
G30S/PKI dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung yang membentuk tiga kelompok gugus tugas penculikan, yaitu :
1. Pasukan Pasopati dipimpin Lettu Dul Arief, dan
2. Pasukan Pringgondani dipimpin Mayor Udara Sujono, serta
3. Pasukan Bima Sakti dipimpin Kapten Suradi.
Selain Letkol Untung dan kawan-kawan, PKI didukung oleh sejumlah Perwira ABRI (TNI/Polri) dari berbagai Angkatan, antara lain :
*Angkatan Darat :*
1. Mayjen TNI Pranoto Reksosamudro,
2. Brigjen TNI Soepardjo dan
3. Kolonel Infantri A. Latief.
*Angkatan Laut :*
1. Mayor KKO Pramuko Sudarno,
2. Letkol Laut Ranu Sunardi dan
3. Komodor Laut Soenardi.
*Angkatan Udara :*
1. Men/Pangau Laksda Udara Omar Dhani,
2. Letkol Udara Heru Atmodjo dan
3. Mayor Udara Sujono.
*Kepolisian :*
1. Brigjen Pol. Soetarto,
2. Kolonel Pol. Imam Supoyo dan
3. Letkol Pol Anwas Tanuamidjaja.

*Tgl 1 Oktober 1965 :*
PKI di Yogyakarta juga Membunuh :
1. Brigjen Katamso Darmokusumo dan
2. Kolonel Sugiono.
Lalu di Jakarta PKI mengumumkan terbentuknya DEWAN REVOLUSI baru yang telah mengambil Alih Kekuasaan.

*Tgl 2 Oktober 1965 :*
Letjen TNI Soeharto mengambil alih Kepemimpinan TNI dan menyatakan Kudeta PKI gagal dan mengirim TNI AD menyerbu dan merebut Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma dari PKI.

*Tgl 6 Oktober 1965 :*
Soekarno menggelar Pertemuan Kabinet dan Menteri PKI ikut hadir serta berusaha Melegalkan G30S, tapi ditolak, bahkan Terbit Resolusi Kecaman terhadap G30S, lalu usai rapat Nyoto pun langsung ditangkap.

*Tgl 13 Oktober 1965 :*
Ormas Anshor NU gelar Aksi unjuk rasa Anti PKI di Seluruh Jawa.

*Tgl 18 Oktober 1965 :*
PKI menyamar sebagai Anshor Desa Karangasem (kini Desa Yosomulyo) Kecamatan Gambiran, lalu mengundang Anshor Kecamatan Muncar untuk Pengajian. Saat Pemuda Anshor Muncar datang, mereka disambut oleh Gerwani yang menyamar sebagai Fatayat NU, lalu mereka diracuni, setelah Keracunan mereka di Bantai oleh PKI dan Jenazahnya dibuang ke Lubang Buaya di Dusun Cemetuk Desa/Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi. Sebanyak 62 (enam puluh dua) orang Pemuda Anshor yang dibantai, dan ada beberapa pemuda yang selamat dan melarikan diri, sehingga menjadi Saksi Mata peristiwa. Peristiwa Tragis itu disebut Tragedi Cemetuk, dan kini oleh masyarakat secara swadaya dibangun Monumen Pancasila Jaya.

*Tgl 19 Oktober 1965 :* Anshor NU dan PKI mulai bentrok di berbagai daerah di Jawa.

*Tgl 11 November 1965 :*
PNI dan PKI bentrok di Bali.
Tgl 22 November 1965 : DN Aidit ditangkap dan diadili serta di Hukum Mati.

*Bulan Desember 1965 :*
Aceh dinyatakan telah bersih dari PKI.

*Tgl 11 Maret 1966 :*
Terbit Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno yang memberi wewenang penuh kepada Letjen TNI Soeharto untuk mengambil langkah Pengamanan Negara RI.

*Tgl 12 Maret 1966 :*
Soeharto melarang secara resmi PKI.

*Bulan April 1966 :*
Soeharto melarang Serikat Buruh Pro PKI yaitu SOBSI.

*Tgl 13 Februari 1966 :*
Bung Karno masih tetap membela PKI, bahkan secara terbuka di dalam pidatonya di muka Front Nasional di Senayan mengatakan :
*”Di Indonesia ini tidak ada partai yang Pengorbanannya terhadap Nusa dan Bangsa sebesar Partai Komunis Indonesia…”*

*Tgl 5 Juli 1966 :*
Terbit TAP MPRS No.XXV Tahun 1966 yang ditanda-tangani Ketua MPRS–RI Jenderal TNI AH. Nasution tentang Pembubaran PKI dan Pelarangan penyebaran Paham Komunisme, Marxisme dan Leninisme.

*Bulan Desember 1966 :*
Sudisman mencoba menggantikan Aidit dan Nyoto untuk membangun kembali PKI, tapi ditangkap dan dijatuhi Hukuman Mati pada tahun 1967.

*Tahun 1967 :*
Sejumlah Kader PKI seperti Rewang, Oloan Hutapea dan Ruslan Widjajasastra, bersembunyi di wilayah terpencil di Blitar Selatan bersama Kaum Tani PKI.

*Bulan Maret 1968 :*
Kaum Tani PKI di Blitar Selatan menyerang para Pemimpin dan Kader NU, sehingga 60 (enam puluh) Orang NU tewas dibunuh.

*Pertengahan 1968 :*
TNI menyerang Blitar Selatan dan menghancurkan persembunyian terakhir PKI.

*Dari tahun 1968 s/d 1998*
Sepanjang Orde Baru secara resmi PKI dan seluruh mantel organisasiya dilarang di Seluruh Indonesia dgn dasar TAP MPRS No.XXV Tahun 1966. Dari tahun 1998 s/d 2015

*Pasca Reformasi 1998*
Pimpinan dan Anggota PKI yang dibebaskan dari Penjara, beserta keluarga dan simpatisanya yang masih mengusung IDEOLOGI KOMUNIS, justru menjadi pihak paling diuntungkan, sehingga kini mereka meraja-lela melakukan aneka gerakan pemutar balikkan Fakta Sejarah dan memposisikan PKI sebagai PAHLAWAN Pejuang Kemerdekaan RI. Sejarah Kekejaman PKI yang sangat panjang, dan jangan biarkan mereka menambah lagi daftar kekejamanya di negeri tercinta ini.

Semoga Tuhan YME senantiasa melindungi kita semua

*BAGIKAN SEJARAH INI.*
*JADIKAN PELAJARAN*
*BUAT GENERASI YANG AKAN DATANG*

🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇮🇩

Saturday, September 26, 2020

KISAH WANITA CANTIK DAN SI PANDAI BESI.

KISAH WANITA CANTIK DAN SI PANDAI BESI.

Sebagian Ulama menceritakan:

Ada seorang lelaki pandai besi. Dia mampu memasukkan tangannya pada api dan mengeluarkan besi yang menyala-nyala, namun dia tidak merasakan panasnya api.

Lalu dia didatangi seorang lelaki untuk membuktikan berita itu. Setelah melihat dan menyatakan apa yang didengarnya, lalu lelaki itu menunggu hingga pandai besi itu merampungkan pekerjaannya. Setelah selesai, ia terus mengucapkan salam dan pandai besi itu membalasnya.

“Aku ingin menjadi tamu engkau pada malam ini,” kata lelaki itu.

“Dengan senang hati dan penuh kehormatan,” jawab pandai besi.

Kemudian lelaki itu diajak pulang ke rumah pandai besi, ia dijamu dengan makanan khas sore hari dan bermalam bersama si pandai besi. Ternyata, dalam penelusurannya, si pandai besi tidak beribadah kecuali mendirikan shalat fardhu dan tidur hingga subuh.

“Mungkin si pandai besi itu menutupi ihwalnya terhadapku pada malam ini,” gumam lelaki itu dalam hatinya.

Lelaki itu lalu bermalam satu malam lagi. Ternyata pandai besi itu masih seperti biasa, tidak menambah ibadah sama sekali kecuali mendirikan shalat fardhu.

Melihat hal demikian, lelaki tersebut akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, “Wahai saudaraku, aku telah mendengar bahwa engkau diberi kemuliaan oleh Allah dan aku pun melihat sendiri kemuliaan itu. Namun aku merenung, karena tidak melihat banyaknya amal yang engkau lakukan. Engkau tidak beramal selain shalat fardhu. Dari mana engkau memperoleh kemuliaan seperti itu (memegang besi dibakar tidak merasakan panas)?”

Akhirnya si pandai besi tersebut menjawab, “Wahai saudaraku, aku ini mengalami cerita yang aneh dan perkara yang jarang terjadi. Ceritanya begini:

Aku mempunyai tetangga wanita cantik, aku pun sangat mencintainya. Berkali-kali tidak berhasil mendapatkan wanita itu, karena dia menjaga dirinya dengan memelihara kehormatan diri.

Lalu pada suatu masa, timbul musim paceklik (kesulitan makanan) yang mana seluruh orang merasa lesu. Saat aku duduk di rumah. Tiba-tiba ada seseorang mengetuk-ketuk pintu. Aku pun keluar sambil berkata, “Siapa itu?”.

Tiba-tiba wanita cantik itu berdiri di pintu seraya berkata, “Wahai saudaraku, aku sangat lapar. Apakah anda dapat memberi makan padaku karena Allah?”

“Aku tidak dapat memberikan makanan padamu, kecuali jika engkau menyerahkan dirimu padaku. Apakah engkau tidak tahu apa yang ada dalam hatiku? Apakah kamu tidak tahu kalau aku mencintaimu?” jawabku.

“Aku memilih mati daripada durhaka kepada Allah.” sahut wanita itu. Akhirnya ia pun kembali ke rumahnya.

Setelah dua hari berlalu, wanita itu kembali kepadaku dan mengatakan kepadaku seperti dahulu. Lalu aku jawab seperti yang lalu. Kemudian wanita itu masuk dan duduk di dalam rumahku dalam kondisi kesehatan yang sangat buruk. Aku pun meletakkan makanan di depannya. Melihat apa yang aku lakukan, maka matanya mencucurkan air mata seraya berkata, “Apa makanan ini karena Allah?”

“Tidak, syaratnya engkau harus menyerahkan dirimu kepadaku.” jawabku.

Wanita itu lalu berdiri dan sama sekali tidak mau makan, ia kemudian pulang menuju rumahnya.

Selang dua hari kemudian, datang kembali mengetuk pintu. Aku keluar sedangkan ia berdiri di depan pintu. Suaranya terputus-putus karena kondisi yang kelaparan dan punggungnya telah lemah, seraya berkata, “Wahai saudaraku, aku telah berupaya tidak bisa datang kepada selain engkau. Apakah engkau dapat memberi makanan kepadaku karena Allah?”.

“Iya, jika kamu mau menyerahkan dirimu padaku.” jawabku.

Wanita itu akhirnya mau memasuki rumahku dan duduk di dalamnya. Ketika itu, aku tidak mempunyai makanan. Saya berdiri, menyalakan api untuk memasakkan makanan buat wanita itu. Setelah makanan saya letakkan di hadapannya, belas kasihan Allah menemuiku.

“Celaka engkau hai diriku ini, wanita ini kurang akalnya, kurang agamanya, tidak memakan yang bukan miliknya. Dia berulang kali datang ke rumahmu karena sakit kelaparan, tetapi dirimu tidak mau menghentikan perbuatan maksiat kepada Allah Ta’ala. Ya Allah, aku bertaubat pada-Mu dari perbuatan dosa yang kulakukan. Aku tidak akan mendekati wanita itu selama-lamanya,” gumamku dalam hati.

Kemudian aku menjumpai wanita itu, tetapi ia tetap tidak mau makan.

“Makanlah, tak perlu takut. Sebab makanan ini aku berikan karena Allah” kataku.

Setelah wanita itu mendengar ucapanku, lalu ia mengangkat kepalanya ke langit seraya berdo’a, “Ya Allah, jika lelaki itu benar ucapannya, semoga Engkau mengharamkan api untuk orang ini di dunia dan akhirat.”

Wanita itu lalu kubiarkan untuk melanjutkan makan. Karena pada saat itu musim penghujan, aku hendak memadamkan api. Ternyata kakiku menginjak bara api, tetapi tidak terasa panas dan tidak membakar kakiku.

Ketika aku menemui wanita yang sedang makan, rasa senang terpancar dari wajahnya. Aku pun berkata, “Bergembiralah engkau karena Allah telah mengabulkan do’amu”.

Wanita itu tetap melahap suapan makanan dari tangannya. Setelah selesai memakan semua makanan, ia bersujud syukur karena Allah dengan berdo’a, “Ya Allah, Engkau telah berkenan memperlihatkan kepadaku apa yang menjadi maksudku kepada lelaki itu. Semoga Engkau berkenan mencabut nyawaku saat ini.”

Maka Allah mencabut nyawa wanita itu dalam keadaan bersujud. Inilah ceritaku wahai saudaraku, Allah Maha Mengetahui”.

______________

Disarikan dari karya Syekh Nawawi Banten yang berjudul Uqud al-Lujain, hal. 22, cet. Al-Haromain.