Monday, June 26, 2023

Nama2 sayyidah fatimah dan maknanya

Nama2 sayyidah fatimah dan maknanya

1. Fâtimah, 
2. As-Siddîqah,
3. Al-Mubârakah,
4.. Ath-Thâhirah,
5. Az-Zâkiyah,
6. Ar-Râdhiyah,
7. Al-Mardhiyah,
8. Al-Muhaddatsah dan
9. Az-Zahrâ’.
10.Al-BATUL

1. ​Fâthimah  (yang melindungi)

لِأَنَّ اللهَ فَطَمَهَا وَ فَطَمَ مَنْ أَحَبَّهَا مِنَ النَّارِ

“Karena Allah menjauhkannya dan menjauhkan orang yang mencintainya dari Api Neraka.”

2. ​As-Siddîqah

As-Siddîqah berarti yang
kebenarannya sempurna.

Fathimah disebut As-Siddîqah
karena ia membenarkan ayat-ayat Tuhannya,

kenabian ayahnya,
keutamaan suaminya dan
pengangkatan suaminya
sebagai penerus Nabi,
demikian pula anak-anaknya.

Fathimah benar perbuatannya,
selalu berbuat baik, dan memiliki ibadah
yang istimewa serta keyakinan yg dalam
dan tidak lagi disentuh oleh keraguan,

melainkan telah diperkuat,
berdasarkan firman Allah:
Quran 57:19
------------------
وَالَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ أُولَٰئِكَ هُمُ الصِّدِّيقُونَ ۖ
وَالشُّهَدَاءُ عِندَ رَبِّهِمْ لَهُمْ أَجْرُهُمْ وَنُورُهُمْ ۖ
وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

Dan orang-orang yg beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya, mereka itu orang-orang Shiddiqien dan orang-orang yang menjadi
saksi di sisi Tuhan mereka. Bagi mereka pahala dan cahaya mereka. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka. (Q.S. Al-Hadid: 19).

Ada juga pendapat yang mengatakan
bahwa As-Siddîqah berarti orang yg dijaga.

3. ​Al-Mubârakah

لِظُهُوْرِ بَرَكَاتِهَا

“Karena pancaran berkah darinya.”

Allamah Majlisi, pengarang
kitab Al-Bihar, berkata; ‘

Al-Mubârakah adalah wanita yg diberkati
dalam hal keilmuan, keutamaan dan berbagai
kesempurnaan, serta berbagai mukjizat,
demikian pula dgn keturunannya yg mulia.

Kitab Tâj al-’Arus mengartikan
al-barakah dengan pertumbuhan,
kebahagiaan dan kelebihan.

Al-Raghib berkata,
“Karena berita-berita dari Tuhan
muncul melalui cara yg tak dapat ditahan,
dan dalam bentuk yang tak terhitung,

maka dikatakanlah segala sesuatu yang
dapat dilihat sebagai suatu kelebihan indrawi adalah diberkati, dan ada berkat di dalamnya.

Allah swt telah memberkati Sayyidah Fathimah dan keturunannya. Allah menciptakan keturunan Rasul Allah dan menciptakan
banyak kebaikan pada keturunannya.

4. ​Ath-Thâhirah

Nama ini diberikan sesuai ayat:

Quran 33:33
------------------

إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ
أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Sesungguhnya Allah hanya ingin menghilangkan kotoran dari kalian
hai Ahlul Bait dan menyucikan kalian sesuci-sucinya. (Q.S. Al-Ahzab: 33)

5.​Az-Zakiyah

Sayyidah Fathimah Az-Zahra
dinamai Az-Zakiyah karena beliau
telah menyucikan dirinya melalui akhlak mulia

dan menjauhkan semua
bentuk kejahatan keburukan,
baik itu emosi, dengki, ego, malas,
dan perangai-perangai hina lainnya. 

Beliau adalah penghulu
yang suci dan disucikan.

Rasulullah menamainya juga
dengan Ummu Abîha (ibu bagi ayahnya).

Beliau telah menyempurnakan hidupnya di dalam rumah Imamah dan penjagaan.

6. ​Ar-Râdhiyah

Sayyidah Fathimah dinamai Ar-Rhâdiyah
krn beliau rela pd takdir dan ketentuan Allah.

Itulah derajat keimanan yang paling tinggi.

Fathimah menanggung berbagai petaka
dan derita, ketakutan, kefakiran, boikot,
dan berbagai kesusahan serta kesedihan
sejak awal sampai akhir kehidupannya,
padahal ia masih sangat belia.

Allah SWT. berfirman:

Quran 89:27
------------------
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ

Hai jiwa yang tenang.

Quran 89:28
------------------
ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً

Kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.

Fathimah rela atas apa yg diberikan Allah
di dunia, baik berupa qadha dan takdir.

Karena kerelaan Fathimah,
Tuhan juga rela padanya.

7. ​Al-Mardhiyyah

Fathimah Az-Zahra a.s. dinamai
Al-Mardhiyyah krn telah diridhai Allah atas keteguhan dan ketaatannya yg sangat tinggi.

8. ​Al-Muhaddatsah

Al-Muhaddatsah berarti orang
yang berbicara dengan para malaikat.

Syekh Shaduq di dpm kitab
‘Ilal Al-Syara’i, dari Zaid bin Ali berkata;

‘Saya mendengar
Abu Abdillah As-Shadiq berkata:

“Fathimah diberi nama Muhaddatsah
karena malaikat dari langit turun dan memanggilnya seperti Maryam putri Imran:

Wahai Fathimah,
sungguh Allah telah memilihmu dan menyucikanmu serta memilihmu
di atas seluruh wanita di sekalian alam”.

9. Az-Zahra

لِأَنَّهَا كَانَتْ إِذَا قَامَ فِي مِحْرَابِهَا زَهَرَ نُوْرُهَا
لِأَهْلِ السَّمَاءِ كَمَا يَزْهَرُ نُوْرُ الْكَوَاكِب لِأَهْلِ الْأَرْضِ

“Karena ketika fatimah berdiri (solat)
di mihrabnya, cahayanya memancar
bagi penghuni langit seperti memancarnya cahaya bintang pada penduduk bumi.”

dalam Kitab Al-Bihar, jilid 10 dari
Amali Assaduq dari Ibnu Abbas bahwa

Rasulullah saw bersabda:
“Adapun putriku Fathimah,
maka ia penghulu wanita di seluruh alam
sejak pertama sampai akhir.

Dialah segumpal daging dariku,
dialah cahaya mataku,

dialah buah hatiku,

dialah ruhku yang ada di kedua sampingku,

dialah bidadari wanita

di saat berdiri di dalam
mihrabnya di depan Tuhannya,

cahayanya gemerlap menyinari (zahara)
para malaikat langit seperti cahaya
bintang menyinari penghuni bumi”.

Hadits ini menjelaskan makna dan sebab digelarinya Fathimah dengan Az-Zahra.

Fathimah juga dianugerahi
wajah yang bersinar berkilau.

Dan masih banyak lagi hadits
yang menjelaskan hal ini.

10.Al-Batul

Nabi saw ditanya:
Apa makna Al-Batul ?

Beliau menjawab:
“Al-Batul adalah yang
tak pernah merah sedikitpun”

Sungguh Allah tidak suka jika Fathimah dicemari oleh darah haid atau darah nifas,

karena itulah Fathimah, 
penghulu wanita yg tercipta dr buah surga,
dan telah disucikan sesuci-sucinya.

Saturday, June 24, 2023

REZEKI TERBAIK SEORANG DAI

REZEKI TERBAIK SEORANG DAI

Oleh: Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R. Rozikin, Dosen di Universitas Brawijaya)

Dari semua rezeki halal yang mungkin masuk ke dalam kantong seorang dai,  rezeki yang terbaik jika diurutkan mulai kualitas tertinggi hingga level bawah adalah sebagai berikut

1. Hasil kerja halal yang tidak terkait aktivitas dakwah/mengajar

2. Upah mengajar/dakwah

3. Hadiah/pemberian penguasa

4. Pemberian murid/muhibbin/fans/teman/saudara

5. Utang

Maknanya, seorang ustaz yang berdagang/menjadi pengusaha atau menjadi tani, atau menjadi tukang cukur misalnya atau menjual jasa halal apapun, itu lebih bagus dan lebih utama daripada menggantungkan rezeki dari hasil ceramah dan berdakwah, baik diakadi maupun tidak. Sebab saat berdakwah beliau bisa lebih terbantu untuk ikhlas dan tidak mengharap uang setelah mengajar. Juga berdasarkan dalil bahwa makanan terbaik adalah yang berasal dari hasil karya tangan kita sendiri. Bukan menunggu uluran tangan orang.

Tetapi, mengajar agama lalu diberi “amplop” sebagai “bisyārah” atau mengajar dengan akad ijarah itu lebih utama dan lebih mulia daripada menggantungkan rezeki dari pemberian dan santunan penguasa. Sebab, pemberian setelah dakwah tanpa diakadi jelas mubah dan tidak merusak keikhlasan. Jika diakadi sekalipun maka juga jelas kehalalannya karena ada dalil yang memubahkannya. Berbeda dengan pemberian penguasa yang umumnya hartanya tercampur dengan yang tidak halal. 

Walaupun demikian, mendapatkan hadiah dari penguasa masih lebih mulia daripada mendapatkan rezeki dari hadiah murid/muhibbin/fans/teman/saudara. Sebab, pemberian dari murid itu bisa membuat guru menjadi sulit ikhlas, karena setiap mengajar akan ada godaan berniat mendapatkan pemberian murid. Juga karena ada potensi lidah menjadi kelu untuk mengingatkan murid yang salah sementara dia sering memberi hadiah.

Tapi menerima pemberian murid masih  lebih baik daripada berutang, karena khawatirnya wafat dalam keadaan belum bisa melunasi utangnya.

Di riwayatkan Imam Ahmad berkata,

أجرة التعليم خير من جوائز السلطان وجوائز السلطان ‌خير ‌من ‌صلة ‌الإخوان». «مجموع الفتاوى» (30/ 193)

Artinya,

“Upah mengajar lebih baik daripada hadiah penguasa dan hadiah penguasa lebih baik daripada pemberian saudara (dalam din)/para murid” (Majmū’ al-Fatāwā, juz 30 hlm 193)

Friday, June 23, 2023

SUMBER PENGHASILAN IMAM AHMAD

SUMBER PENGHASILAN IMAM AHMAD

Oleh: Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R. Rozikin, Dosen di Universitas Brawijaya)

Imam Ahmad termasuk imam besar, mujtahid mutlak dan ulama saleh yang sangat berilmu tetapi diuji dengan kemiskinan. Walaupun demikian beliau tetap rida dengan harta yang sempit.

Saya ceritakan  kondisi ekonomi beliau dalam catatan ini untuk membuktikan bahwa sempit lapangnya rezeki tidak terkait dengan kesalehan-kefasikan, banyak-sedikitnya sedekah, tinggi-rendahnya ilmu atau persangkaan-persangkaan batil lainnya. Yang benar adalah luas sempitnya harta itu keputusan Allah, ketentuanNya dan kebijaksanaanNya  atas pertimbangan dan hikmah yang dikehendakiNya.

Juga agar menjadi pelajaran dan teladan praktis terkait sumber rezeki seorang  dai dan ulama besar di masa lalu. Melengkapi catatan-catatan sebelumnya.

***

Pekerjaan, profesi dan sumber rezeki imam Ahmad itu jika mau disebut dengan satu kata maka diksi yang paling mewakili adalah SERABUTAN.

Jadi kerja beliau itu memang tidak tetap.

Kerja beliau serabutan.

Apapun yang penting halal dan bisa dilakukan untuk mengais rezeki, maka akan beliau lakukan.

Beliau lebih memilih bekerja menggunakan kedua tangannya atau berakad yang tidak terkait dengan aktivitas dakwahnya daripada menggantungkan pemasukan dari pemberian orang. Sikap hidup menonjol Imam Ahmad di antaranya memang benar-benar anti dengan pemberian. Jangankan pemberian yang haram atau syubhat. Yang jelas-jelas halal sekalipun beliau tetap tegas menolaknya!

Jika ada ulama atau ustaz atau dai di zaman sekarang yang pekerjaannya serabutan, maka beliau mendapatkan teladan mulia di masa lalu, yakni imam Ahmad ini.

***

Kajian terhadap biografi beliau yang terkait dengan sumber penghasilan akan memberi kita beberapa data sebagai berikut.

Di antara sumber penghasilan beliau adalah hasil kebun. Tidak diterangkan dalam kitab biografi apa isi hasil kebunnya. Yang jelas jumlahnya sedikit. Kebun itu adalah warisan dari ayahnya.

Ada juga hasil menyewakan toko tenun yang kecil sekali. Toko tenun itu juga warisan dari sang ayah. Harga sewanya juga tidak besar. Ada riwayat yang menunjukkan beliau hanya dapat 1,5 dirham saja dari hasil sewa!

Terkadang  beliau juga bekerja sebagai penyalin naskah. Pernah terjadi saat baju beliau dicuri orang di masa menuntut ilmu, maka beliau membeli baju baru dengan cara menyalin naskah.

Pernah juga beliau menjadi kuli panggul. Ini terjadi di masa menuntut ilmu juga. Dalam safar, saat beliau kehabisan bekal, maka beliau mengontrakkan dirinya untuk menjadi kuli panggul barang-barang dengan upah tertentu.

Pernah juga beliau menenun baju lalu menjualnya.Itupun hanya mau dengan harga wajar. Tidak mau diberi harga berlebihan.

Terkadang juga beliau mencari nafkah dengan NGREMPES! Istilah ngrempes dalam bahasa Jawa jika di Batu (kota kelahiran saya)  bermakna memunguti sisa-sisa sayuran dari kebun/sawah setelah panen atas izin pemilik kebun/sawah. Bisa juga ngrempes ini dilakukan di pasar pada sisa sayuran pedagang.

***

Ibnu Kaṡīr melaporkan  bahwa nafkah utama Imam Ahmad adalah dari hasil  kebun dan menyewakan itu. Sebulan hanya menghasilkan 17 dirham dan itulah yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan beliau dan keluarganya. Ibnu Kaṡīr menulis,

«وَكَانَتْ ‌غَلَّتُهُ ‌مِنْ ‌مِلْكٍ ‌لَهُ ; ‌فِي ‌كُلِّ ‌شَهْرٍ ‌سَبْعَةَ ‌عَشَرَ ‌دِرْهَمًا يُنْفِقُهَا عَلَى عِيَالِهِ، وَيَتَقَنَّعُ بِذَلِكَ، رَحِمَهُ اللَّهُ، صَابِرًا مُحْتَسِبًا». «البداية والنهاية» (14/ 412 ت التركي)

Artinya,

“Penghasilan beliau dari properti yang beliau miliki setiap bulannya 17 dirham. Itulah yang beliau nafkahkan untuk keluarganya. Beliau qanaah/nrimo dengan rezeki tersebut rahimahullah. Beliau juga bersikap tabah seraya mengharap pahala dari Allah” (al-Bidāyah wa al-Nihāyah, juz 14 hlm 412)

***
Sekarang kita akan mencoba menghitung penghasilan Imam Ahmad jika dikonversikan ke rupiah.

1 dirham setara dengan 2,979 gram perak.

Harga perak per ram pada Sabtu, 24 Juni 2023 menurut situs harga-emas.org adalah Rp 10.826. Dengan demikian 1 dirham setara dengan Rp. 32.250,654. Jika ini yang kita jadikan ukuran, berarti penghasilan Imam Ahmad sebulan adalah 17 x 32.207,35  = Rp 548.261,118,- !

Andai 1 dirham nilainya kita naikkan menjadi 100 rb sekalipun, maka penghasilan imam Ahmad perbulan hanyalah Rp 1.700.000,-!

Andai nilai 1 dirham nilainya  kita naikkan menjadi 250 rb sekalipun, maka penghasilan imam Ahmad perbulan adalah Rp 4.250.000!

Dalam riwayat al-Bukhārī ada kesan bahwa harga seekor kambing adalah 10 dirham. Harga kambing tahun 2023 menurut berita  antara 2.650.000- 3.850.000. Artinya rata-rata Rp 3.250.000,-. Dengan kata lain, jika memakai standar harga kambing di zaman Nabi ﷺ diperkirakan 10 dirham setara dengan Rp 3.250.000,-. Dengan demikian penghasilan 17 dirham kondisi terbaiknya diperkirakan setara dengan Rp.5.525.000,-!

Uang segitu dipakai untuk menafkahi dirinya dan anak istrinya!

Ingat, Imam Ahmad hidup di kota besar, yakni Bagdad. Bahkan, di zaman beliau Bagdad adalah ibukata Khilafah Abbasiyyah. Anda yang hidup di kota-kota besar semisal Jakarta, Surabaya, Bogor dan semisalnya bisa memperkirakan bagaimana perjuangan sebuah keluarga  bertahan hidup jika penghasilannya sekitar 3-5 jutaan.

Wajar jika imam Ahmad juga dikenal punya utang! Pernah sampai berutang dan menggadaikan sandalnya pada tukang roti!

Sudah begitu beliau anti sekali dengan pemberian siapapun, dari khalifah sekalipun!

Pernah menolak juga jabatan hakim yang sekarang mungkin setara dengan jabatan menteri!

رحم الله الإمام أحمد رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين

Monday, June 12, 2023

MEMBANGUN RUMAH

MEMBANGUN RUMAH

Saya pernah menulis tentang mimpi rumah beberapa bukan yang lalu. Namun ternyata, masih banyak yang menginginkan tulisan lebih panjang lagi tentang mimpi rumah ini. Maka saya akan menuliskan beberapa amalan dan ilmu titen lain yang sudah lebih dahulu saya ketahui dari para guru dan para kiai yang saya kenal.

Yang pertama kali, sebelum membangun rumah, bila belum punya tanah atau sudah ada tapi kurang cocok, dan membidik tanah lain yang masih belum dimiliki, maka disarankan oleh bapak untuk rutin membacakan fatihah buat yang punya tanah. Setiap lewat tanah tersebut, minimal mengirim hadiah fatihah sekali. Dan lebih baik, setiap sholat fardlu dibacakan fatihah khususon buat yang punya tanah, 7 kali.

Bila memang belum ada gambaran sama sekali mau bangun dimana, atau sudah ada namun belum punya dana membangun rumah, maka bapak menyarankan untuk membaca doa rabbi anzilni.

Untuk hitungannya sendiri, bapak punya beberapa jawaban. Kadang disuruh membaca sebanyak mungkin, sesuai kemampuan. Namun kadang disuruh baca 1000 kali dengan cara khusus. Bilangan dan cara yang kedua inilah yang dulu dipilih amalkan oleh bapak sendiri sebelum punya rumah. “kulo nyuwon gene gusti Allah ndamel dungo: rabbi anzilni ten latar e pondok kang mboten enten atape. Sekitar setahun. Setiap malam kapeng 1000(saya meminta kepada Gusti Allah menggunakan doa: rabbi anzilni ini dihalaman pondok yang tidak beratap_dibaca langsung dibawah langit_sebanyak 1000 kali, tiap malam selama setahun)”.

Untuk lama waktu mengamalkannya, mungkin tiap orang bisa berbeda-beda. Bapak cuman setahun, karena Alhamdulillah setahun kemudian sudah bisa membuat rumah sendiri. Bila anda punya tekad yang kuat, maka bisa membaca amalan ini sampai berhasil. Jangan berhenti sebelum dikabulkan oleh Allah.

Bila sudah siap membangun rumah, maka bapak saya sering mengikuti ilmu titen jawa.  Bapak mengikuti pendapat para orang tua yang berpendapat bahwa bulan yang baik untuk memulai membangun rumah adalah bulan besar dan bulan sya’ban. Silahkan pilih diantara dua bulan ini. Tidak harus, tapi bapak saya ketika membangun rumah pasti disalah satu dari dua bulan tersebut.

Adapun harinya, bapak paling suka hari ahad kliwon. Bila tidak, maka tiga hari sebelum, dan satu hari setelah ahad kliwon juga baik(kamis pahing, jumat pon, dan sabtu wage, juga senin legi). Atau hari apapun yang isinya 9, 13, atau 17.

Bila sudah mendapatkan waktu, maka bapak juga punya rumusan kemana rumah menghadap. Menurut bapak berdasarkan ilmu titen dari  para sesepuh, rumah yang baik adalah rumah yang menghadap pada aliran air. Dalam artian, kemana air ditempat tersebut mengalir, maka lebih baik rumah kita menghadap sebaliknya(seperti di Kwagean arah aliran air adalah ke utara, maka semua rumah yang dibangun oleh bapak pasti menghadap ke selatan)”.

Filsofinya adalah:”nampani banyu iku nampani berkah(menampung air adalah menampung keberkahan)”.

Ilmu selanjutnya, ketika akan mulai membangun dibacakan ayat kursi 7 kali dan ayat aukal ladzi 7 kali(biasanya dibaca saat nyemplong atau peletakan batu pertama).

Ayat kursi sebagai ‘pagar’, dan aukalladzi sebagai doa agar rumah atau tempat yang akan dibangun bisa menjadi berkah, ramai murid, dan ramai rezeki.

Bila sudah jadi, maka disarankan untuk mengisi rumahnya dengan kegiatan yang mampu mengkondisikan anak atau muridnya agar cinta pada agama. Bila ingin keturunannya jadi orang alim, maka harus ada minimal satu pengajian kitab dirumah tersebut. Kalau ingin anak atau muridnya ahli quran, maka minimal ada satu pengajian Al-quran yang berlangsung dirumah tersebut.

Kalaupun tidak ngaji bersama, minimal sang orang tua punya waktu khusus untuk ngaji saat dirumah.

Dan ada salah satu kiai yang berpesan:”jauh lebih baik kalau sebelum membangun rumah, diniatkan untuk hurmat tamu. Dan untuk ngaji”.

Dan ada satu ilmu titen lagi yang pernah disampaikan kepada saya oleh kakak saya. Dawuh ini dari abah mertua beliau, salah satu kiai sepuh: “ lek saget ampun ndamel kolam ten ngajeng griyo. Biasane lek enten kolame, penghunine mboten kiat. Pun katah buktine niki(kalau bisa jangan membuat kolam didepan rumah. Biasanya, kalau rumah ada kolam didepannya, penghuninya tidak kuat. Sudah banyak buktinya ini)”.

Sementara ini, masih sedikit sekali ilmu titen tentang rumah yang mampu saya tulis. Karena memang ilmu ini saya dapatkan sedikit demi sedikit dari pengalaman pribadi. Hampir sama dengan pengakuan bapak saya, yang ngendikan sendiri bahwa pengetahuan beliau tentang ilmu titen seperti ini, bertambah sedikit demi sedikit seiring waktu.

Semua amalan dan ilmu titen ini bukanlah pedowan wajib yang harus dipatuhi, tapi sebuah kebijaksanaan yang didapatkan oleh para ulama dan sesepuh berdasarkan petunjuk Allah, kebiasaan alam, dan pastinya ilmu pengetahuan. Silahkan bila ingin mengikuti, pun silahkan bila anda punya pandangan atau ilmu yang berbeda. Atau mungkin tidak menganggapnya sama sekali pun itu terserah anda.

Karena memang ilmu pada hakikatnya hanyalah teori dan pertanda, hingga kita menerima dan mengamalkannya.

#salamKWAGEAN

Friday, June 9, 2023

MENAWARKAN DIRI UNTUK MENJADI ISTRI

MENAWARKAN DIRI UNTUK MENJADI ISTRI

Oleh: Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R. Rozikin, Dosen di Universitas Brawijaya)

Di antara solusi agar tidak salah pilih suami adalah MENAWARKAN DIRI.

Yakni menawarkan diri kepada lelaki saleh yang sudah jelas reputasinya, akhlaknya dan dinnya, bukan lelaki majhul yang tidak diketahui kualitas aslinya. Yakni yang  segala akhlak dan wataknya adalah hasil pencitraaan.

Menawarkan diri bukan tabu, bukan tanda murahan, bukan tanda tak tahu malu dan bukan bentuk kehinaan. Tapi justru bentuk kedalaman ilmu karena tahu bagaimana syariat masalah ini dan juga tahu bagaimana kebiasaan orang-orang saleh dalam hal ini.

Juga menunjukkan ketegasan wanita yang tahu kepada siapa dia mempersembahkan baktinya.

Juga bentuk keseriusan wanita untuk menjaga din dan dunianya.

Dikatakan menjaga din, karena jika wanita sampai salah pilih, ketemu lelaki “error”, maka dia bisa terseret untuk menjadi rusak dinnya, atau minimal tertimpa kesedihan dan kesusahan luar biasa yang membuat dinnya menjadi rapuh dan mudah hancur.

Dikatakan menjaga dunianya, karena jika wanita sampai salah pilih, ketemu lelaki yang “trouble maker”, maka justru bisa jadi hartanya yang malah habis karena lelaki itu, atau malah terjerat utang, atau mengalami penderitaan gara-gara suami yang tidak peduli nafkah

Bukankah sangat bijaksana untuk memutuskan hidup dengan lelaki yang sudah dipercaya bisa mengajak dan menggandeng tangannya menuju surga?

Menawarkan diri atau menawarkan wanita yang berada dalam perwaliannya supaya dinikahi lelaki saleh adalah di antara adab baik yang banyak diabaikan di zaman sekarang. Al-Qurṭubī berkata, 

«فَمِنَ الْحَسَنِ عَرْضُ الرَّجُلِ وَلِيَّتَهُ، وَالْمَرْأَةُ نَفْسَهَا عَلَى الرَّجُلِ الصَّالِحِ، اقْتِدَاءً بِالسَّلَفِ الصَّالِحِ». «تفسير القرطبي = الجامع لأحكام القرآن» (13/ 271)

Artinya,

“Termasuk hal baik adalah seorang lelaki menawarkan wanita yang berada di bawah perwaliannya atau wanita menawarkan dirinya kepada lelaki saleh, sebagai bentuk berteladan kepada al-salafus ṣāliḥ” (Tafsīr al-qurṭubī, juz 13 hlm 271)

Menunggu dan bersikap pasif dilamar itu boleh saja. Hanya saja cara ini beresiko. Karena tidak semua lelaki yang datang itu dikenal dengan baik. Tidak semua lelaki yang datang reputasinya diketahui dengan baik.

Terkadang, bahkan mungkin banyak terjadi kasus para wanita merasa salah pilih.

Merasa tertipu.

Merasa salah memutuskan.

Merasa menyesal setelah itu.

Kelihatannya sabar dan lembut, tapi setelah menikah ternyata wataknya keras dan KDRT.

Kelihatan romantis saat belum menikah, tapi setelah menjadi pasangan suami istri ternyata cuek bebek.

Kelihatan bertanggung jawab dan baik, tapi ternyata setelah menikah tidak peduli nafkah.

Dikira menikah betulan, ternyata si lelaki hanya ingin “incip-incip”.

Dikira menikah sampai mati, ternyata hanya sebentar sudah dicerai.

Jadi, di antara solusi untuk meminimalisasi kasus “salah pilih suami” adalah mengubah tradisi yang dianggap tabu atau dianggap aib itu. Wanita salehah sudah harus punya keberanian untuk menawarkan dirinya kepada lelaki yang diduga kuat bisa mengajaknya menuju rida Allah. Baik melalui perantaraan orang lain maupun dirinya sendiri.

Wednesday, June 7, 2023

Sayyidah Zainab dengan Abul Ash

Berikut adalah kisah cinta Putri Sulung Rosululloh Sayyidah Zainab dengan Abul Ash putra Sayyidah Halah adik Sayyidah Khodijah istri Rosululloh.

Kanthongumur terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Mungkin ada yang kurang pas. Nanti bisa dikoreksi. Saya membaca kisah ini, dan menitikkan air mata saat membaca kisah Rosululloh melihat kalung Khodijah yang dijadikan sebagai tebusan.

Dari sini linknya:

https://youtu.be/TBxoLqqq9wE

Abul Ash bin Al-Robi datang kepada Nabi Muhammad sebelum masa kenabian. Abul Ash berkata: "Aku ingin melamar Zainab putri-mu yang paling dewasa".

(Ini adalah bentuk adab)

Nabi Muhammad bersabda: "Aku tidak akan menerima lamaranmu, sebelum aku meminta kesediaannya".

(Ini adalah tanggung jawab wali)

Nabi Muhammad kemudian menemui Zainab dan bersabda: "Putra bibimu (sepupumu) datang kepadaku, ia menyebut namamu. Apakah kamu bersedia untuk dijadikan sebagai istrinya?".

Zainab pun memerah wajahnya dan tersenyum, tanda bahwa ia menerima.

(Inilah bentuk rasa malu)

Nabi Muhammad pun kemudian menikahkan Zainab dengan Abul Ash. Dan dimulailah kisah cinta keduanya, sehingga keduanya diberikan putra bernama Ali dan putri bernama Umamah.

Setelah beberapa waktu, terjadilah suatu permasalahan keluarga. Nabi Muhammad diangkat sebagai Nabi. Sedangkan saat itu, Abul Ash sedang dalam bepergian. Dan ketika pulang, ia mendapatkan istrinya telah beriman.

(Permasalahan tentang aqidah)

Zainab berkata kepada Abul Ash: "Saya memiliki kabar besar untukmu".

Abul Ash kemudian berdiri meninggalkan Zainab. Zainab terkejut dan mengikuti Abul Ash.

Zainab berkata: "Ayahku telah diutus menjadi Rosul dan aku beriman kepadanya".

Abul Ash berkata: "Mengapa engkau tidak mengabariku terlebih dahulu?".

Zainab berkata: "Tidak mungkin aku mendustakan ayahku, dan ayahku bukanlah pendusta. Ayahku orang jujur dan dipercaya".

"Bukan hanya aku sendiri yang beriman. Ibuku (Khodijah), saudara-saudaraku, putra pamanmu Ali bin Abi Tholib, putra bibimu Utsman bin Affan dan temanmu Abu Bakar pun telah beriman". Lanjut Zainab.

Abul Ash berkata: "Sungguh aku tidak mau bila orang-orang berkata bahwa aku mengkhianati kaumku, mengkufuri nenek moyangku karena mencari kerelaan istriku. Sungguh ayahmu bukanlah orang yang patut dicurigai. Apakah kamu tidak mau menerima alasanku?".

Zainab berkata: "Bila aku tidak menerima alasanmu, siapa lagi orang yang mau menerima alasanmu?. Aku adalah istrimu. Aku akan berusaha menolongmu untuk jalan yang benar dengan semua kemampuanku".

(Saling memahami antara suami dan istri)

Dan ucapan Zainab ini dibuktikan dengan kesabaran selama dua puluh tahun.

Abul Ash masih terus dalam kekufurannya.

Dan saat menjelang hijrah ke Madinah, Zainab berkata kepada Nabi: "Wahai Rosululloh, apakah engkau mengizinkan diriku untuk tetap bersama suamiku di Makkah?".

(Bentuk cinta yang dalam seorang isteri kepada suami, tanpa menyakiti perasaan orang tua)

Rosululloh memberikan izin kepada Zainab untuk tinggal bersama sang suami di Makkah. Sampai pada saat kejadian perang badar, Abul Ash pun berperang di barisan orang-orang kafir Quraisy. Suaminya berperang melawan ayahnya.

Zainab berkata: "Ya ALLOH, saya khawatir kalau anakku menjadi yatim. Aku pun khawatir kehilangan ayahku".

(Kebimbangan dan kebingungan)

Setelah perang usai, Abul Ash menjadi tawanan perang. Dan kabar ini pun sampai ke rumah Zainab.

Zainab bertanya: "Apa yang terjadi terhadap ayahku?".

"Kemenangan diperoleh kaum muslimin".

Zainab lantas bersujud syukur kepada ALLOH atas kemenangan yang diperoleh ayahnya. Zainab lantas menanyakan kabar suaminya.

Dan setelah mengetahui kabar bahwa suaminya ditawan, Zainab berkata: "Aku akan mengirimkan tebusan untuk suamiku".

Zainab tidak memiliki sesuatu yang berharga untuk dijadikan sebagai tebusan kecuali kalung yang dulu diberikan oleh Khodijah sang bunda kepada Zainab.

Akhirnya, Zainab mencopot kalungnya dan menitipkan kalung itu kepada saudara kandung Abul Ash untuk diberikan kepada Rosululloh sebagai tebusan suaminya.

Saat itu Rosululloh sedang duduk-duduk. Beliau sedang memeriksa tawanan dan tebusan perang. Dan saat melihat kalung Khodijah, beliau bertanya: "Ini tebusan untuk siapa?".

Para sahabat menjawab: "Tebusan untuk Abul Ash".

Rosululloh pun lantas menangis, kemudian bersabda: "Ini adalah kalung Khodijah".

Rosululloh bersabda: "Wahai sahabatku, orang ini (Abul Ash) tidaklah kami mencelanya selama ia sebagai menantuku. Apakah boleh saya melepaskan dirinya dari tawanan?".

(Inilah bentuk keadilan)

Rosululloh bersabda: Apakah kalian menerima jika kalung Khodijah ini dikembalikan kepada Zainab?".

(Tawadhu seorang pemimpin)

Para sahabat menjawab: "Ya boleh, wahai Rosululloh".

(Adab dari prajurit)

Rosululloh memberikan kalung itu kepada Abul Ash dan bersabda: "Katakanlah kepada Zainab: Janganlah kamu hilangkan kalung Khodijah ini".

(Kepercayaan mertua kepada menantunya walaupun sang menantu masih dalam keadaan kafir)

"Wahai Abul Ash, aku akan berkata rahasia kepadamu!". Rosululloh bersama Abul Ash kemudian berjalan menjauh dari sahabat.

"Wahai Abul Ash, sesungguhnya ALLOH memerintahkan kepadaku untuk memisahkan wanita muslimah dari lelaki kafir. Maukah dirimu mengembalikan Zainab kepadaku?".

Abul Ash berkata: "Baik".

(Benar-benar sebagai lelaki)

Setelah itu Abul Ash kembali ke Makkah. Di Makkah Zainab telah menunggunya di pintu kota Makkah.

Setelah melihat istrinya, Abul Ash berkata: "Aku akan pergi".

Zainab bertanya: "Pergi kemana?".

Abul Ash berkata: "Bukan aku yang akan pergi. Tetapi engkaulah yang akan pergi dan kembali kepada ayahmu".

(Bentuk penepatan janji)

Zainab bertanya: "Karena apa?".

Abul Ash menjawab: "Ayahmu memisahkan aku dengan dirimu. Pulanglah kepada ayahmu!".

Zainab bertanya: "Apakah engkau mau menemaniku dan masuk islam?"

Abul Ash menjawab: "Tidak".

Zainab kemudian pergi ke Madinah dengan membawa putra dan putrinya.

(Taat)

Setelah beberapa tahun berlalu, Abul Ash pergi berdagang ke Syam bersama kafilah. Saat melewati sekitar Madinah, rombongan dagang itu dihadang oleh para sahabat. Ia kemudian dibawa oleh para sahabat ke Madinah.

Sesampainya di Madinah, Abul Ash meminta izin kepada sahabat untuk menemui Zainab. Ia datang ke rumah Zainab saat menjelang fajar dan mengetuk pintu rumah Zainab.

(Keberanian dan kemantapan seorang laki-laki)

Setelah Zainab melihat Abul Ash, Zainab berkata: "Apakah engkau datang sebagai orang Islam?".

(Harapan seorang istri)

Abul Ash berkata: "Aku datang sebagai orang yang melarikan diri".

Zainab berkata: "Maukah engkau masuk islam?".

(Usaha sungguh-sungguh seorang wanita untuk kebaikan lelaki)

Abul Ash masih berkata: "Tidak".

Zainab berkata: "Janganlah takut, selamat datang sepupuku. Selamat datang ayah anak-anakku".

Sesaat setelah Rosululloh selesai sholat subuh, tiba-tiba dari pojok masjid terdengar suara berkata: "Aku melindungi Abul Ash".

Rosululloh bersabda kepada para sahabat: "Apakah kalian mendengar apa yang aku dengar?".

Para sahabat menjawab: "Iya, wahai Rosululloh".

Zainab berkata kepada Rosululloh: "Wahai Rosululloh, Abul Ash walaupun jauh, ia adalah sepupuku, walaupun dekat, ia adalah ayah dari anak-anakku, dan ia berada dalam lindunganku".

Rosululloh diam sejenak, kemudian bersabda: "Abul Ash, tidaklah kami mencelanya saat ia sebagai menantuku. Ia telah berkata dan membuktikan kejujuran perkataannya. Ia telah berjanji kepadaku, dan menepati janjinya kepadaku".

"Bila kalian menerima permintaanku untuk mengembalikan hartanya kepadanya, dan membiarkannya pulang ke negaranya. Dan ini aku harapkan. Tetapi bila kalian tidak mau menerima permintaanku, aku tidak akan mencela kalian. Karena ini hak kalian". Dawuh Rosululloh.

Para sahabat menjawab: "Kami kembalikan hartanya kepadanya wahai Rosululloh".

(Ini gambaran musyawarah)

Rosululloh kemudian berjalan ke rumah Zainab bersabda: "Aku lindungi orang yang engkau lindungi wahai Zainab".

"Muliakan Abul Ash. Karena ia adalah sepupumu dan ayah dari anak-anakmu. Tetapi ia tidak boleh mendekatimu, karena ia tidak halal untukmu". Lanjut Rosululloh.

(Bentuk belas kasih tanpa melanggar syariat)

Zainab menjawab: "Baik Wahai Rosululloh".

(Taat)

Zainab berkata kepada Abul Ash: "Apakah perpisahan kita terasa berat untukmu?". "Apakah engkau mau masuk islam dan tinggal bersama di sini?".

(Cinta dan harapan)

Abul Ash menjawab: "Tidak".

Abul Ash kemudian mengambil harta dagangannya dan kembali ke Makkah.

Sesampainya di Makkah, Abul Ash berkata: "Wahai penduduk Makkah, ini adalah uang milik kalian. Masihkah ada sisa tanggungan yang dibebankan kepadaku?".

(Amanah)

"Semoga engkau dibalas dengan baik, dan engkau sudah memenuhi tanggunganmu dengan baik". Jawab penduduk Makkah.

Abul Ash kemudian berkata: Asyhadu An Laa Ilaaha Illallohu Wa-Asyhadu Anna Muhammadar Rosululloh".

Setelah itu, Abul Ash datang ke Madinah. Abul Ash sampai di Madinah menjelang pagi hari, kemudian menghadap kepada Rosululloh dan berkata: "Wahai Rosululloh, kemarin engkau melindungi diriku, dan sekarang aku datang dengan mengucapkan: "Asyhadu An Laa Ilaaha Illallohu Wa-Asyhadu Anna Muhammadar Rosululloh".

Abul Ash berkata: "Wahai Rosululloh, bolehkah saya kembali lagi kepada Zainab?".

(Cinta yang dalam)

Rosululloh kemudian membawa Abul Ash ke rumah Zainab. Setelah mengetuk pintu, Rosululloh bersabda: "Wahai Zainab, sepupumu datang kepadaku dan meminta izin kepadaku untuk kembali kepadamu, apakah engkau menerimanya?".

Zainab tersipu malu dan tersenyum menerima kembali Abul Ash sebagai suaminya.

Setelah kejadian ini, setahun kemudian Zainab meninggal dunia. Abul Ash menangis sedih karena ditinggal wafat Zainab. Rosululloh pun membelai Abul Ash dan menenangkannya.

Abul Ash berkata: "Wahai Rosululloh, sekarang aku tidak mampu bertahan hidup tanpa didampingi oleh Zainab".

Dan Abul Ash pun wafat menyusul istrinya setahun kemudian.

Mbah Maimoen sering menyebutkan:

نعم الرجل أبو العاص تزوج بنتي ولم يحب غيرها

Ya ALLOH....

Sunday, June 4, 2023

Dari Rumah Beralih Jadi Pesantren

"Dari Rumah Beralih Jadi Pesantren"

Pasca lulus (baca: resign) dari Yanbu'ul Qur'an Boarding School 1 Pati, setelah sekitar lima tahun-an berkhidmah merintis dari awal, saya mulai berencana membangun rumah, dengan niatan utama menjalankan kewajiban menafkahi keluarga, hurmat tamu dan untuk ngaji. Bulan Dzul Hijjah 1443 H saya mulai. Pertengahan Sya'ban 1444, selesai ngatepi. Istilahnya, di kampung saya, selametan tongcit atau munggah molo atau munggah kenteng. Selang semingguan, pasca selametan munggah kenteng, saya sowan Abah Zaky Fuad Abdillah Salam, bersama dengan Panitia Haul KH Abdullah Salam dan Reuni Lintas Angkatan KABILAH (Keluarga Alumni Pesantren Bani Abdillah). Pisowanan inilah yang mengubah niat awal saya, dari yang awalnya gedung ini mau dibuat rumah, beralih jadi Pesantren.

Saya sowan bersama teman-teman Panitia Haul dan Pengurus Alumni, dengan niatan mau memohon restu atas pelaksanaan acara Haul KH Abdullah Salam dan Reuni KABILAH kepada Abah Zaky. Di ndalem sudah ada tamu yang sowan Abah Zaky. Topik pembicaraan tamu tersebut dengan Abah Zaky adalah seputar bangun rumah.

"Bapak (KH Abdullah Salam) niku, riyen nalikane kula bangun griya, wanti-wanti sak estu, ampun ngantos griya sing kula bangun niku pancer pengimaman Musholla."
"Bapak mewanti-wanti dengan sungguh-sungguh, supaya ketika saya bangun rumah, jangan sampai pas ngepasi pengimaman Mushola."
Abah Zaky Dhawuh kepada tamu tadi.

Beliau melanjutkan,
"Dulu saya tidak tahu, mengapa Bapak mewanti-wanti saya seperti itu. Ya saya manut saja. Setelah saya renungi, saya menemukan jawabannya. Dulu, saat saya masih tinggal satu rumah dengan Bapak, kamar saya itu letaknya di sebelah barat kamar Bapak. Jadi, ketika Mbah Dullah shalat, itu menghadap ke kamar yang saya tempati. Kemudian saya beberapa kali bertemu dengan Kiai Fayumi Munji (Mbah Fayumi, selain terkenal sebagai Ahli Fiqih, beliau juga masyhur sebagai Ahli Falak, baik yang sifatnya Ilmu Falak Dhahir juga Ilmu Falak Batin). Setiap kali bertemu, Mbah Fayumi selalu ngguyoni dan nggasaki: Gus, sampean kalau masih tinggal di situ terus, sampean tidak akan punya keturunan Gus. Sebab, sampean itu dishalati Mbah Dullah terus. Apalagi Mbah Dullah itu wali, kalau beliau shalat menghadap kamar sampean, panas Gus."

Mendengar dhawuh Abah Zaky kepada tamu tadi, pikiran saya langsung tertuju ke rumah yang baru saja selesai selametan munggah tongcit/molo/kenteng. Rumah saya tepat pas di depan Musholla, meskipun ada jeda jalan gang menuju TPQ Al Mubarok yang berada di belakang rumah. Hati saya pun meletup-letup ingin menanyakan tentang hal ini kepada Abah Zaky, tetapi saya tahan. Saya masih menyimak dhawuh dan nasehat Abah Zaky.

Abah Zaky melanjutkan, sambil sesekali menghisap batang Dji Sam Soe,
"Dan memang, yang saya rasakan selama tinggal 5 tahun di rumah Mbah Dullah, itu tidak tahu kenapa, rasanya sumpek, padahal saya waktu itu ya tidak pernah mikir yang berat-berat. Ternyata, setelah saya renungi, alasan Mbah Dullah mewanti-wanti saya membangun rumah tepat di depan Musholla Thoriqoh itu jawabannya justru saya temukan dari dhawuh-nya Mbah Fayumi tadi. Ya, diibaratkan itu kita seperti dishalati, rasanya panas, sebab orang shalat menghadap kamar atau rumah kita. Selama 5 tahun itu juga, saya belum kunjung punya keturunan. Setelah pindah rumah, Alhamdulillah mulai diberikan keturunan Gusti Allah. Setelah tahu hikmahnya dari Mbah Fayumi itu, saya sering mengamati. Banyak sekali, walaupun tidak semuanya, rumah-rumah yang letaknya tepat di depan Musholla/Masjid, permasalahan dan ujian yang menimpa penguni rumah itu rata-rata berat."

Mendengar dhawuh Abah Zaky itu, pikiran saya menerawang ke beberapa rumah yang saya tahu letaknya di belakang Masjid/Musholla pas, dimana orang-orang yang jamaah shalatnya menghadap ke rumah itu. Yang saya temukan memang demikian. Ada kasus, satu rumah yang masalah keluarganya carut marut, antara lain seperti: gangguan jiwa pada beberapa anggota keluarga, persoalan ekonomi dlsb. Tentu ilmu ini sifatnya adalah Ilmu Titen, yang diambil kaidah/teorinya dari hasil observasi beberapa kali. Dan setiap kaidah tentu ada pengecualian-pengecualian, لكل قاعدة مستثنيات. Apalagi yang ndhawuhi Abah Zaky tadi merupakan Pakar Ilmu Falak lahir batin, yang pernah saya dengar riwayat, Mbah Kiai Sahal saat masih hidup, ketika ada hal-hal dan persoalan yang berkaitan dengan Ilmu Falak baik yang sifatnya ilmu Dhahir maupun ilmu Bathin, selalu merujuk kepada Mbah Kiai Fayumi Munji. Marasepah saya adalah santri Mbah Fayumi, dan beliau membenarkan hal tersebut.

Setelah obrolan dengan tamu tadi selesai, kami atas nama Panitia Haul Mbah KH Abdullah Salam & Pengurus Alumni menghaturkan hajat kami kepada Abah Zaky. Kemudian, setelah pembahasan tentang acara Haul selesai, saya secara pribadi matur kepada Abah Zaky.

"Abah, nuwun sewu, kaleresan semingguan niki dalem nembe selesai ngatepi rumah, dilalah rumah yang saya bangun itu pas tepat di depan Musholla, nyuwun dhawuh saenipun pripun Abah?"
Abah Zaky menjawab,
"Nggih, saenipun memang ampun dipun damel rumah hunian, Kang. Mangkeh amprat. Dipun damel kagem ngaos mawon. Dipun damel Pondok Pesantren nggih boten napa-napa."

Mendengar nasehat dari Abah Zaky tersebut, saya hanya bisa sam'an wa tha'atan. Bagaimana pun, beliau adalah sosok Guru, Murabbi dan Mursyid bagi saya, yang harus saya patuhi dhawuhnya dan tiru lakunya.

Pulang dari Kajen, saya pun menata hati, belajar mengikhlaskan, bahwa bangunan yang rencananya akan saya jadikan rumah hunian, tidak jadi saya tempati. Di satu sisi merasa berat, tapi disisi lain, saya bersyukur, sebab mendapatkan ilmu dan nasehat di saat yang tepat. Latihan lileh, ben bisa lillah. Kemudian saya menjelaskan kepada Istri tentang hal tersebut. Alhamdulillah, istri pun bisa memahami, mengikhlaskan dan merelakan. Padahal, dana yang dikeluarkan sudah cukup banyak, menguras seluruh tabungan yang sudah ditabung bertahun-tahun oleh Bundaharanya anak-anak yang menjadi Menteri Keuangan di keluarga kami. Mendengar istri bisa mengikhlaskan, hati saya jadi lega. Semoga keikhlasan untuk melepaskan ini jadi kunci pembuka kemudaahan supaya ke depan bisa buat rumah sendiri untuk keluarga.

Selang beberapa hari kemudian, ada dua anak dari Jepara, yang masih kerabat dekat, datang ke rumah, pengen ikut ngaji. Kemarin ada anak dari Papua mendaftar ngaji. Padahal, saya belum membuka pesantren, meskipun banyak Guru-guru yang sudah ngutus bahkan mewajibkan untuk membuka pesantren, tetapi saya belum bisa, karena merasa masih belum pantas. Akhirnya, saya pun bilang, kalau ngaji di sini, ya manggoné sak nggon nggon.

Teringat dhawuh guru kami, Mbah Kiai Nafi', supaya kalau ada anak-anak ngaji datang ke rumah, harus dilayani dan dihormati, soal rezeki mereka akan datang dengan sendiri.
Teringat dhawuh Mbah Kiai Abdullah Salam, yang disampaikan oleh Alumni PMH Pusat, bahwa Mbah Dullah pernah ngendika kepada salah satu santrinya yang mau diambil menantu orang kaya dan akan dibangunkan pesantren, lalu beliau dhawuh: Wong Ngalim aja gelem dituku Wong Sugih.
Teringat juga dhawuh Mbah Kiai Abdullah Salam, kepada salah satu santrinya yang matur ingin menghafalkan Al Qur'an, malah ditanya beliau: Kowe Wani Apa? Sebagai peringatan bahwa niat untuk menghafal Al Qur'an bukan untuk bangga-banggaan, pamer-pameran, dan prosesnya membutuhkan perjuangan baik harta, waktu, tenaga yang betul-betul harus dicurahkan.
Teringat juga dhawuh Mbah Kiai Jamal Tambakberas Jombang, jika ada orang datang ke rumah, minta diajar ngaji, jangan ditolak, sebab itu tandanya Gusti Allah mau menaikkan derajat sampean menjadi Maqam Mu'allim/Pengajar, seperti Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang diutus untuk menjadi Mu'allim.
Teringat juga dhawuh Mbah Kiai Mustofa Bisri kepada salah satu Kiai Muda Kajen, yang ditinggal wafat Abahnya, aja kesusu kepengen dadi al Mukarrom.
Teringat juga dhawuh Gus Baha' di acara Tahlilan Bunyai Nafisah Sahal, bahwa Ulama dulu menganggap santri-santri itu adalah kanca ngaji yang membantu mereka untuk selalu Muthala'ah, Mudzakarah dan Belajar.
Teringat juga dhawuh Kiai Ubab Maimoen Zubair dalam salah satu ceramah beliau yang terekam di YouTube, supaya Pesantren-pesantren yang ada jangan menjadikan santri sebagai komoditi, lahan bisnis, yang selalu dihitung angka dari tiap kepalanya.
Teringat juga Qaidah Fiqhiyyah, الفضيلة المتعلقة بذات العبادة أولى من الفضيلة المتعلقة بمكانها, Keutamaan yang berkaitan dengan Dzatnya suatu Ibadah itu lebih utama daripada keutamaan yang berkaitan dengan tempatnya. Penting Ngajiné yang istiqamah, soal Sarpras Gedungé dipikir sambil jalan.

Bismillah, nyuwun tambahing do'a saha pangestu para Kiai, Guru dan teman-teman, mulai tahun ini, secara resmi insya Allah saya akan membuka Pesantren. Bukan untuk menjadi Kiai-nya, tetapi berusaha menjadi Abdi Ndalem, yang melayani kanca-kanca santri yang datang untuk mengaji. Rencananya, Pesantren Al Qur'an ini punya dua program inti: Hifdzul Qur'an dan Hifdzul Matan. Hifdzul Qur'an bagi teman-teman yang punya potensi untuk menghafal Al-Qur'an dan menjaganya sepanjang hayat. Hifdzul Matan (menghafal kitab-kitab matan) bagi teman-teman yang tidak mampu menghafal Al-Qur'an dan menjaganya sepanjang hayat. Sebab, Al Qur'an itu selain شافع مشفع juga ماحل مصدق, selain حاجة لك juga bisa jadi حجة عليك, selain bisa berpotensi menjadi Syafaat bagi orang-orang yang mampu menjaga, juga berpotensi menjadi La'nat bagi orang-orang yang melupakan dan melalaikannya. Artinya: 1 Tidak semua orang wajib menghafalkan Al Qur'an, tetapi jika berpotensi untuk menghafal dan mampu menjaganya sepanjang hayat, maka dianjurkan untuk menghafalkan. 2. Menjadi Shahibul Qur'an yang berhak atas Syafaatnya Al Qur'an tidak melulu harus dari jalan menghafal Al Qur'an. 3. Menghafal Al-Qur'an kalau melupakan dan melalaikan bisa dosa. Tetapi menghafal Matan, jika lupa, tidak apa-apa. 4. Menghafal Al-Qur'an hukumnya Fardhu Kifayah, kalau sudah ada yang melakukan sudah gugur kewajiban. Tetapi jika sudah kadung menceburkan diri dalam Hifdzul Qur'an, maka menjaga Al Qur'an sepanjang hayat merupakan Fardhu 'Ain yang tidak bisa diwakili oleh orang lain.

Pesantren ini namanya: Ma'had Al Qur'an Al Mubarok/ Pesantren Al Qur'an Al Mubarok. Khusus laki-laki dan untuk anak-anak tingkatan SD. Insya Allah besok Rabu, saya akan mulai membuka pendaftaran. Pada prinsipnya, Pesantren merupakan pendidikan bagi masyarakat akar rumput. Maka biaya Pesantren harus terjangkau oleh masyarakat akar rumput. Maka saya pun punya cita-cita, bangun Pesantren yang biayanya murah dan terjangkau masyarakat akar rumput, tetapi berkualitas, bisa menggratiskan santri-santri yang tidak mampu dengan tanpa harus mempekerjakan mereka, tidak menjadikan santri sebagai komoditi dan Pesantren sebagai lahan bisnis. Bismillah, semoga Gusti Allah tansah paring bimbingan, tuntunan, berkah, manfaat, istiqamah, dipernahke dan digenahke sedayanipun.

Saturday, June 3, 2023

KELUARGA NABI MUSA

KELUARGA NABI MUSA

Oleh: Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R. Rozikin, Dosen di Universitas Brawijaya)

Ayah nabi Musa bernama ‘Imrān (عِمْرَان). Ibu beliau bernama Yāwikh (يَاوِخ). Ibnu Kaṡīr berkata,

«قَالَ السُّهَيْلِيُّ: وَاسْمُ أُمِّ مُوسَى يَاوِخُ». «البداية والنهاية» (2/ 36 ت التركي)

Artinya,

‘Al-Suhailī berkata, ‘Nama ibu Musa adalah Yāwikh” (al-Bidāyah wa al-Nihāyah, juz 2 hlm 36)

Jika dilihat nasab nabi Musa, ternyata jarak beliau dengan nabi Yusuf yang pernah menjadi pejabat penting di Mesir ternyata tidak jauh. Nabi Musa terhitung generasi ke-lima dihitung dari masa nabi Yusuf. Dengan kata lain, jika memakai istilah kerabat dalam budaya Jawa, nabi Yusuf masuk dalam generasi Canggah.

Jadi cerita singkatnya kira-kira begini.

Setelah Nabi Yusuf dibuang ke sumur, ditemukan kafilah dagang, dijual ke Mesir, mengalami berbagai ujian, sampai menjadi pejabat penting Mesir, maka Nabi Yusuf mengundang seluruh keluarganya untuk berpindah dan bermukim ke Mesir. Di antara keluarga tersebut, tentu saja termasuk saudara-saudara Nabi Yusuf yang berjumlah 11 itu.

Lalu mereka beranak pinak sehingga berjumlah sangat banyak.

Entah bagaimana perubahan politik dan situasi keagamaan setelah Nabi Yusuf wafat, yang jelas setelah itu Fir’aun menindas keturunan Nabi Ya’qub tersebut.

Di antara saudara Nabi Yusuf yang berjumlah 11 itu, ada yang bernama Lāwī (لَاوِي).

Nah, Lāwi ini punya putra bernama ‘Āzir (عَازِر).

‘Āzir punya putra  bernama Qāhiṡ (قَاهِث).

Qāhiṡ punya putra bernama ‘Imrān (عِمْرَان).

‘Imrān adalah ayah Nabi Musa.

Dengan demikian nasab nabi Musa adalah Mūsā bin ‘Imrān bin Qāhiṡ bin ‘Āzir bin Lawī. Ibnu Kaṡīr berkata,

«وَهُوَ مُوسَى بْنُ عِمْرَانَ بْنِ قَاهِثَ بْنِ عَازِرَ بْنِ لَاوِي بْنِ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَلَيْهِمُ السَّلَامُ». «البداية والنهاية» (2/ 31 ت التركي)

Artinya,

“Beliau adalah Mūsa bin ‘Imrān bin Qāhiṡ bin ‘Āzir bin Lāwī bin Ya‘qūb bin Isḥāq bin Ibrāhīm alaihimussalam” (al-Bidāyah wa al-Nihāyah, juz 2 hlm 31)

Tampak dalam nasab di atas bahwa Nabi Yusuf itu status kekerabatannya dengan nabi Musa adalah terhitung Canggah. Tepatnya, nabi Yusuf adalah  adik dari canggah Nabi Musa yang bernama Lāwī. Keturunan Lāwī inilah yang nampaknya dalam Bibel disebut dengan Tribe of Levi.

***

Adapun saudara dan saudari Nabi Musa yang diceritakan dalam Al-Qur’an, maka mereka ada dua.

Pertama, kakak perempuan Nabi Musa.

Kedua, kakak laki-laki nabi Musa.

Kakak perempuan Nabi Musa adalah wanita yang diceritakan dalam Al-Qur’an diperintahkan oleh ibu Nabi Musa supaya mengawasi arah keranjang nabi Musa saat dihanyutkan di sungai Nil. Kakak perempuan nabi Musa pulalah yang menawarkan kepada orang-orang istana agar Nabi Musa disusui ibunya setelah semua wanita yang mau menyusui ditolak nabi Musa. Nama saudari perempuan nabi Musa tersebut adalah Maryam. Ibnu ‘Āsyūr berkata,

«وَأُخْتُ مُوسَى اسْمُهَا مَرْيَمُ، وَقَدْ مَضَى ذِكْرُ الْقِصَّةِ فِي سُورَةِ طه». «التحرير والتنوير» (20/ 83)

Artinya,
“Saudari Mūsa namanya Maryam. Kisahnya sudah dijelaskan sebelumnya di Surah Ṭāhā” (al-Taḥrīr wa al-Tanwīr juz 20 hlm 83)

Adapun kakak laki-laki nabi Musa, maka beliau adalah Nabi Harun. Yakni nabi yang dikabarkan dalam Al-Qur’an lebih fasih daripada Nabi Musa dan membantu Nabi Musa berdakwah kepada Firaun.

Terkait penjelasan mengapa Nabi Harun tidak termasuk bayi laki-laki yang disembelih oleh Fir’aun, padahal nabi Musa terancam disembelih, maka penjelasannya begini.

Saat Fir’aun menetapkan kebijakan penyembelihan bayi laki-laki di kalangan Bani Israel, maka jumlah laki-laki mereka semakin menyusut. Ini malah mengkhawatirkan penduduk pribumi Mesir Koptik. Karena bisa membuat tenaga kerja murah menjadi langka dan justru nanti malah orang Mesir sendiri yang harus menjadi buruh untuk proyek-proyek berat Fir’aun.

Masalah ini diadukan kepada Fir’aun, lalu akhirnya Fir’aun membuat kebijakan satu tahun penuh program peyembelihan bayi laki-laki, lalu satu tahun “istirahat”. Demikian terus berganti-ganti. Nah Nabi Harun lahirnya saat tahun “istirahat” itu. Sementara Nabi Musa lahirnya pas dengan tahun penyembelihan.

*** 
Ini penjelasan nasab dan keluarga nabi Musa menurut keterangan ulama Islam. Entah jika versi Bibel bagaimana.