Thursday, April 26, 2018

Orang Muhammadiyah Akan Jadi NU Jika Tahu Ini [Fakta NU & Muhammadiyah]

ALA-NU.COM – Secara ringkas KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyyah pada 18 November 1912/8 Dzull Hijjah 1330) dengan KH. Hasyim Asy’ari (pendiri NU pada 31 Januari 1926/16 Rajab 1344) adalah satu sumber guru dengan amaliah ibadah yang sama. Bahkan keduanya pun sama-sama satu nasab dari Maulana ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri).

Berikut ringkasan “Kitab Fiqih Muhammadiyyah”, penerbit Muhammadiyyah Bagian Taman Poestaka Jogjakarta, jilid III, diterbitkan tahun 1343 H/1925 M, karya KH. Ahmad Dahlan. Dimana hal ini membuktikan bahwa amaliah kedua ulama besar di atas sama:

Niat shalat memakai bacaan lafadz: “Ushalli Fardha…” (halaman 25).Setelah takbir membaca: “Allahu Akbar Kabiran Walhamdulillahi Katsira…” (halaman 25).Membaca surat al-Fatihah memakai bacaan: “Bismillahirrahmanirrahim” (halaman 26).Setiap salat Shubuh membaca doa Qunut (halaman 27).Membaca shalawat dengan memakai kata: “Sayyidina”, baik di luar maupun dalam salat (halaman 29).Setelah salat disunnahkan membaca wiridan: “Istighfar, Allahumma Antassalam, Subhanallah 33x, Alhamdulillah 33x, Allahu Akbar 33x” (halaman 40-42).Salat Tarawih 20 rakaat, tiap 2 rakaat 1 salam (halaman 49-50).Tentang salat & khutbah Jum’at juga sama dengan amaliah NU (halaman 57-60).

Guru dan Amaliah KH. Ahmad Dahlan (Muhammadiyyah) dengan KH. Hasyim Asy’ari (NU) Sama

KH. Ahmad Dahlan sebelum menunaikan ibadah haji ke tanah suci bernama Muhammad Darwis. Seusai menunaikan ibadah haji, nama beliau diganti dengan Ahmad Dahlan oleh salah satu gurunya, as-Sayyid Abubakar Syatha ad-Dimyathi, ulama besar yang bermadzhab Syafi’i.

Jauh sebelum menunaikan ibadah haji dan belajar mendalami ilmu agama, KH. Ahmad Dahlan telah belajar agama kepada Syaikh KH. Shaleh Darat Semarang. KH. Shaleh Darat adalah ulama besar yang telah bertahun-tahun belajar dan mengajar di Masjidil Haram Makkah.

Di pesantren milik KH. Murtadha (sang mertua), KH. Shaleh Darat mengajar santri-santrinya ilmu agama seperti kitab al-Hikam, al-Munjiyyat karya beliau sendiri, Lathaif ath-Thaharah, serta beragam ilmu agama lainnya. Di pesantren ini, Muhammad Darwis ditemukan dengan Hasyim Asy’ari. Keduanya sama-sama mendalami ilmu agama dari ulama besar Syaikh Shaleh Darat.

Waktu itu, Muhammad Darwis berusia 16 tahun, sementara Hasyim Asy’ari berusia 14 tahun. Keduanya tinggal satu kamar di pesantren yang dipimpin oleh Syaikh Shaleh Darat Semarang tersebut. Sekitar 2 tahunan kedua santri tersebut hidup bersama di kamar yang sama, pesantren yang sama dan guru yang sama.

Dalam keseharian, Muhammad Darwis memanggil Hasyim Asy’ari dengan panggilan “Adik Hasyim”. Sementara Hasyim Asy’ari memanggil Muhammad Darwis dengan panggilan “Mas atau Kang Darwis”.

Selepas nyantri di pesantren Syaikh Shaleh Darat, keduanya mendalami ilmu agama di Makkah, dimana sang guru pernah menimba ilmu bertahun-tahun lamanya di Tanah Suci itu. Tentu saja sang guru sudah membekali akidah dan ilmu fikih yang cukup. Sekaligus telah memberikan referensi ulama-ulama mana yang harus didatangi dan diserap ilmunya selama di Makkah.

Puluhan ulama-ulama Makkah waktu itu berdarah Nusantara. Praktik ibadah waktu itu seperti wiridan, tahlilan, manaqiban, maulidan dan lainnya sudah menjadi bagian dari kehidupan ulama-ulama Nusantara. Hampir semua karya-karya Syaikh Muhammad Yasin al-Faddani, Syaikh Muhammad Mahfudz at-Turmusi dan Syaikh Khathib as-Sambasi menuliskan tentang madzhab Syafi’i dan Asy’ariyyah sebagai akidahnya. Tentu saja, itu pula yang diajarkan kepada murid-muridnya seperti KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, Syaikh Abdul Qadir Mandailing dan selainnya.

Seusai pulang dari Makkah, masing-masing mengamalkan ilmu yang telah diperoleh dari guru-gurunya di Makkah. Muhammad Darwis yang telah diubah namanya menjadi Ahmad Dahlan mendirikan perserikatan Muhammadiyyah. Sedangkan Hasyim Asy’ari mendirikan NU (Nahdlatul Ulama). Begitulah persaudaraan sejati yang dibangun sejak menjadi santri Syaikh Shaleh Darat hingga menjadi santri di Tanah Suci Makkah. Keduanya juga membuktikan, kalau dirinya tidak ada perbedaan di dalam urusan akidah dan madzhabnya.

Saat itu di Makkah memang mayoritas bermadzhab Syafi’i dan berakidah Asy’ari. Wajar, jika praktik ibadah sehari-hari KH. Ahmad Dahlan persis dengan guru-gurunya di Tanah Suci. Seperti yang sudah dikutipkan di awal tulisan, semisal salat Shubuh KH. Ahmad Dahlan tetap menggunakan Qunut, dan tidak pernah berpendapat bahwa Qunut salat Shubuh Nabi Muhammad Saw. adalah Qunut Nazilah. Karena beliau sangat memahami ilmu hadits dan juga memahami ilmu fikih.

Begitupula Tarawihnya, KH. Ahmad Dahlan praktik salat Tarawihnya 20 rakaat. Penduduk Makkah sejak berabad-abad lamanya, sejak masa Khalifah Umar bin Khattab Ra., telah menjalankan Tarawih 20 rakaat dengan 3 witir, sehingga sekarang. Jumlah ini telah disepakati oleh sahabat-sahabat Nabi Saw. Bagi penduduk Makkah, Tarawih 20 rakaat merupakan ijma’ (konsensus/kesepakatan) para sahabat Nabi Saw.

Sedangkan penduduk Madinah melaksanakan Tarawih dengan 36 rakaat. Penduduk Makkah setiap pelaksanaan Tarawih 2 kali salaman, semua beristirahat. Pada waktu istirahat, mereka mengisi dengan thawaf sunnah. Nyaris pelaksanaan salat Tarawih hingga malam, bahkan menjelang Shubuh. Di sela-sela Tarawih itulah keuntungan penduduk Makkah, karena bisa menambah pahala ibadah dengan thawaf. Maka bagi penduduk Madinah untuk mengimbangi pahala dengan yang di Makkah, mereka melaksanakan Tarawih dengan jumlah lebih banyak.

Jadi, baik KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari tidak pernah ada perbedaan di dalam pelaksanaan amaliah ubudiyah. Ketua PP. Muhammdiyah, Yunahar Ilyas pernah menuturkan, “KH. Ahmad Dahlan pada masa hidupnya banyak menganut fiqh madzhab Syafi’i, termasuk mengamalkan Qunut dalam salat Shubuh dan salat Tarawih 23 rakaat. Namun, setelah berdirinya Majelis Tarjih pada masa kepemimpinan KH. Mas Manshur, terjadilah revisi-revisi, termasuk keluarnya Putusan Tarjih yang menuntunkan tidak dipraktikkannya doa Qunut di dalam salat Shubuh dan jumlah rakaat salat Tarawih yang sebelas rakaat.”

Sedangkan jawaban enteng yang dikemukan oleh dewan tarjih saat ditanyakan: “Kenapa ubudiyyah (praktek ibadah) Muhammadiyyah yang dulu dengan sekarang berbeda?” Alasan mereka adalah, “Karena Muhammadiyyah bukan Dahlaniyyah”.

Sebelumnya, saat baru diinformasikan ada kitab Fiqih Muhammadiyah karya KH. Ahmad Dahlan yang amaliahnya sama persis dengan NU, banyak orang-orang Muhammadiyah sama sekali tidak percaya. Bahkan jika terbukti kitab tersebut ditemukan, mereka berjanji akan berbondong-bondong masuk NU! Tak lama kemudian berkat perjuangan dari Tim Sarkub akhirnya kitab tersebut ditemukan dan sudah diabadikan dalam bentuk digital/PDF.

Masihkah diantara kita yang gemar mencela dan mengata-ngatai amaliah-amaliah Ahlussunnah wal Jama’ah an-Nahdliyah sebagai amalan bid’ah, musyrik dan sesat? Silakan download gratis kitab Fiqih Muhammadiyyah karya KH. Ahmad Dahlan di sini: Kitab Fiqih Muhammadiyah JilidIII(Syaroni As-Samfuriy)

Mbah jad nganjuk

Jika di Banten ada Kiai Munfasir, di Nganjuk ada Kiai Mujajad atau dipanggil Mbah Jad. Nganjuk seperti tak pernah absen melahirkan orang-orang alim disetiap zaman. Maha Guru ulama tanah Jawa yang masyhur itu, Kiai Zainudin Mojosari Nganjuk seakan terlahir disetiap era.

Mbah Jad yang usianya saya perkirakan 70 tahunan tidak menikah, atau istilah santrinya uzubah. Hingga saat ini beliau istikomah berpuasa dan mengkonsumsi nasi jagung dan lauk tak bernyawa. Santri Jawa menyebutnya ngrowot.

Selain riwayat pendidikannya, saya tidak banyak tahu asal usul Mbah Jad. Tapi pengakuan dari Dzuriyah KH. Abdul Karim, dan keunikan pribadinya membuat saya harus berkunjung ke pesantrennya.

Pesantren Mbah Jad, berupa kamar-kamar kecil yang terbuat dari kayu dan bambu. Gotakan-gotakan kecil itu dihuni oleh 30 santri.

Tidak banyak memang, karena rekruitmennya cukup sulit. Sarat masuk menjadi penghuni pesantren ini harus puasa ngrowot 40 hari, 1 tahun, 2 tahun sampai 3.5 tahun. Setiap santri baru diberi masa puasa berbeda-beda. Setelah lulus dilanjutkan puasa dawud.

Perbedaannya dengan di Kiai Munfasir Banten, di Mbah Jad santri diajari 12 disiplin ilmu secata lengkap, tauhid, fikih, tafsir, nahwu, shorof, mantiq, badi bayan maani, arud qawafi dst. Di Kiai Munfasir tidak selengkap itu.

Perbedaan lainnya di Kiai Munfasir sarat masuk menjadi santri, pola makan harian dan disiplin dzikir lebih ekstrim.

Sedangkan kesamaan paling menonjol adalah kebersihan. Yup, sangat bersih. Kesamaan lain, ketersediaan air bersih, jernih dan melimpah.

Mbah Jad, adalah sisi lain wajah Nahdhatul Ulama. Ormas Islam yang saya sebut sebagai penangkaran ajaran-ajaran Nabi yang sangat kaya.

Ada sosok seperti Abu Bakar yang menjadi soko guru yang kebapakan, ada seperti Imam Ali intelektual yang gagah perkasa, ada seperti Sayidina Umar negarawan yang menjadi arsitek imperium besar Islam, ada seperti Sayidina Utsman Konglomerat dengan banyak kolega.

Ada pula seperti Abu Dzar miskin tapi revolusioner. Singkatnya 124 ribu sahabat sepeninggal Nabi, adalah cetakan hidup atas ajaran Nabi. Nabi tidak membuat 124 ribu itu dalam satu cetakan dan ukuran tunggal. Dan NU yang melestarikannya.

Di NU Anda bisa memilih model mana yang cocok dengan kepribadian dan passion Anda dalam berIslam.

26 13 2018
Nganjuk

Dari facebook ahmad tsauri

Monday, April 23, 2018

NASIHAT KECIL DARI ABAH (habib lutfi pekalongan)

NASIHAT KECIL DARI ABAH
----------------------------------------

Ada sebuah peristiwa yang sampai saat ini masih saja membekas dalam ingatan tentang beliau. Malam itu, ketika aku duduk berdesak-desak dengan para tetamu yang memenuhi ruangan itu, tiba-tiba beliau menunjukkan kepada semua yang hadir itu sesuatu yang di luar dugaan. Mana kala beberapa orang tamu dari berbagai daerah itu tengah menyampaikan keluh kesah mereka, tanpa malu-malu beliau membuka amplop yang bertebaran di atas meja. Dikeluarkan isinya. Lalu, ditumpuk di atas meja.

Mula-mula, aku merasa tak nyaman dengan pemandangan itu. Sebab, isi amplop itu semuanya lembaran uang. Ada yang berwarna merah, ada pula yang berwarna biru. Semua uang itu tak lain berasal dari pemberian secara cuma-cuma dari para tetamu. Itulah yang membuatku agak risih. Rasanya kok seperti kurang etis jika hal itu dilakukan di hadapan para tamu yang ada di situ.

Semua isi amplop itu dikeluarkan. Tanpa satu pun tertinggal. Tak dihitung memang oleh beliau. Tetapi, kalau aku perkirakan, bisa jadi itu jumlahnya sudah mencapai angka jutaan.

Setelah semua isi amplop itu dikeluarkan, beliau memasukkan tumpukan uang itu ke dalam satu amplop yang ukurannya cukup besar. Lalu, tiba-tiba memanggil salah seorang perempuan, seorang ibu yang masih muda untuk mendekat. Ibu itu awalnya duduk di pojokan.

"Nduk, sini Nduk," ucap beliau.

Perempuan itu pun agak malu-malu untuk maju ke depan, mendekati beliau. Tampilannya sederhana. Sangat sederhana. Menunjukkan kalau perempuan ini dari kalangan masyarakat biasa. Mungkin dari keluarga yang kurang beruntung nasibnya.

"Sampeyan rene karo sapa? (Anda ke sini sama siapa?)" tanya beliau.

"Kaliyan lare, Bah," jawab perempuan itu agak malu dan penuh hormat.

Beliau pun segera mengedarkan pandangan, mencari anak dari perempuan itu, "Ndi? Ndi anakmu? Gawa rene (Mana? Yang mana anakmu? Bawa ke sini)," pinta beliau.

Entah senang atau bagaimana, reaksi perempuan itu langsung bergegas ke belakang lagi. Ke tempat duduknya semula. Tetapi, sebelum perempuan ini beringsut, beliau langsung bilang, "Sampeyan ora usah rono maneh. Ngger kene bae. Ben anake sampeyan sing mrene, ya? (Anda tak perlu ke sana lagi. Di sini saja. Biarkan anakmu yang ke sini, Ya?)" ucap beliau sambil tersenyum.

Dari belakang terdengar beberapa orang menyampaikan pada beliau, jika anak dari perempuan itu tertidur. "Wis ra kaiki. Ben. Nek wis turu ora usah digugah, melas. (Sudah tak apa. Biarkan. Kalau sudah tidur tak perlu dibangunkan, kasihan)" kata beliau.

Tak berselang lama, anak dari perempuan itu terbangun. Lalu segera diberi jalan oleh para tetamu untuk mendekat beliau. Perempuan itu pun segera menyambut anak perempuannya itu. Segera pula ia memeluknya.

"Nah iki wis tangi dhewe. Sampun maem durung? (Nah kan, bangun sendiri. Sudah makan belum?)" tanya beliau.

Gadis kecil itu mengangguk.

"Wis? Temenan wis? (Sudah? Beneran sudah?)" tanya beliau memastikan.

"Sampun wau, Bah," jawab si Ibu.

"Oh ya wis...." ucap beliau. "Nggonmu iseh kena rob? (Rumahmu masih kena rob?)" tanya beliau.

Si Ibu muda ini menjawab, "Takseh, Bah. Malah sakniki saya parah. (Masih, Bah. Malah sekarang makin parah)" jawab si Ibu itu.

"Lha sampeyan yen turu piye? Terus kerjaane piye?" tanya beliau.

Perempuan itu menjawab, "Nggih, susah, Bah. Kerjaan ugi susah."

Tampak tatapan beliau menaruh empati yang amat mendalam. Amplop yang ada pada genggaman beliau, seketika itu diberikan kepada Ibu muda itu. "Iki nggo nempur beras karo nggo nyukupi kebutuhanmu ya, Nduk. (Ini untuk membeli beras dan kebutuhan lainnya ya, Nduk). Nggonen sing bener lan sing pas karo kebutuhanmu," kata beliau.

Perempuan itu terkejut. Ia tak menyangka akan menerima pemberian yang demikian besar dan sangat berarti bagi dirinya dan keluarganya. Ia pun membungkukkan badan berkali-kali, sambil mengucapkan terima kasih kepada beliau.

"Iki dudu saka aku. Ning iki saka kabeh sing ning kene. Insya Allah, kabeh ikhlas. Wis ya... ditrima ya, Nduk," kata beliau.

"Nggih, Bah. Maturnuwun...."

"Wis ya... iki wis bengi. Melaske anakmu. Saiki sampeyan luwih becik mulih omah. Ben anakmu sesuk ora kawanan tangine. Sampeyan rene mau diterke bojone sampeyan? (Sudah... ini sudah larut. Kasihan anakmu. Sekarang lebih baik Anda pulang ke rumah. Agar anakmu tidak kesiangan. Anda ke sini di antar suami?" tanya beliau.

"Nggih, Bah. Wau dianter garwa kula nitih becak (Ya, Bah. Tadi diantar suami dengan becaknya)" jawab si ibu muda itu.

"Lha saiki ning ndi bojomu?"

"Narik becak malih Bah. Sanjange wau wonten sing nyuwun dianter becak (Narik lagi, Bah. Katanya ada orang yang menumpang)" jawab si Ibu muda itu.

"Nek ngono ben diter nganggo mobil wae. Mengko ben sopir sing ngeter sampeyan mulih. Karo iki, jajan iki digawa ya..., (Kalau begitu biar diantar mobil saja. Nanti ada sopir yang mengantar pulang. Dan ini, jajan-jajan ini dibawa pulang ya...," kata beliau.

Perempuan itu memperlihatkan roman wajah antara senang dan bingung. Senang, karena malam itu ia mendapatkan pemberian yang luar biasa banyaknya dari beliau. Bingung, karena ia tidak tahu caranya membawa semua pemberian itu. Ada roti satu kaleng besar. Ada makanan lainnya yang berkaleng-kaleng. Ada yang kardusan pula. Semuanya diberikan beliau untuk si ibu muda ini.

Beliau pun segera memanggil sopir dan memintanya agar membantu membawakan semua barang yang dibawa pulang. Semuanya. Beliau juga berpesan agar sopir mengantarkan sampai depan rumah. Jangan hanya berhenti di tepi jalan.

Setelah peristiwa itu, semua tamu yang hadir malam itu sejenak melongo. Terbengong dengan ulah beliau. Tak berselang jeda yang lama, beliau baru katakan sebuah pesan yang amat mendalam, "Pengorbanan ibu tadi sungguh luar biasa. Ia rela datang ke sini dengan membawa seabreg kebingungan atas nasibnya. Ibu itu korban rob. Hidupnya pas-pasan. Dan tidak hanya ia saja yang mengalami nasib begitu. Ada banyak. Merekalah yang sesungguhnya berhak untuk kita bantu. Ngenes kalau lihat nasib bangsa ini. Sebab, masih banyak orang-orang yang seperti ibu itu."

Sejenak kemudian, beliau terdiam. Seketika itu pula, aku menyaksikan sebuah peristiwa yang membuatku keliru menafsirkan apa yang beliau lakukan. Ya, semula aku berprasangka buruk terhadap tindakan beliau yang mengeluarkan semua isi amplop itu dan meletakkannya di atas meja. Tetapi, prasangka buruk itu kemudian menjadi keliru ketika seluruh uang yang dikeluarkan dari lembar-lembar amplop itu diberikan kepada seorang ibu muda yang dalam kesusahan. Betapa dangkalnya nalarku ini. Oh! Rasanya malu dan teramat malu semalu-malunya.

Betapa tidak, beliau yang sudah memiliki nama besar pun tak segan untuk melayani orang-orang kecil. Bahkan bisa lebih mendahulukan mereka ketimbang tamu-tamu lain yang tampak lebih berkelas. Beliau juga tak sungkan-sungkan untuk mengingatkan siapapun yang hadir di situ, ada Kiai, santri, dan orang-orang yang paham agama sekalipun tanpa kata-kata yang berbusa. Langsung melalui tindakan yang boleh dibilang tindakan itu seperti sebuah tamparan keras buat semua tetamu.

Ya, begitulah beliau.
Semoga Abah Habib senantiasa diberikan kesehatan dan kekuatan lahir batin dan panjang umur aamiin
#cuman_copas
#cling

Allahuma Sholli Alaa Sayyidina Muhammad Wa Ala Ali Sayyidina Muhammad

APA BEDANYA “PENDAPAT ASY-SYAFI’I” DAN “MAZHAB ASY-SYAFI’I”?

APA BEDANYA “PENDAPAT ASY-SYAFI’I” DAN “MAZHAB ASY-SYAFI’I”?

Oleh: Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)

***

Sebagian orang ada yang menyangka bahwa istilah “pendapat Asy-Syafi’i” ( قول الشافعي ) itu sama saja dengan istilah “mazhab Asy-Syafi’i” (مذهب الشافعي). Lebih parah dari itu adalah ketika ada yang menyangka bahwa kitab fikih yang ditulis oleh ulama Asy-Syafi’iyyah dipahami secara otomatis mencerminkan pendapat Asy-Syafi’i atau mazhab Asy-Syafi’i. Penyamaan dan penyimpulan semacam ini kurang akurat sekaligus kurang cermat. Dalam sejumlah kasus bahkan menyeret pada konklusi yang keliru secara fatal. Oleh karena itu, menjadi penting untuk membahas apa sebenarnya perbedaan istilah “Pendapat Asy-Syafi’i” dan “Mazhab Asy-Syafi’i”. Berikut ini ulasan singkatnya.

Istilah “pendapat Asy-Syafi’i” (قول الشافعي) adalah sebutan yang digunakan untuk menyebut ijtihad yang DINYATAKAN LANGSUNG (manshush) oleh imam Asy-Syafi’i. Artinya, ada teks dan pernyataan langsung Asy-Syafi’i yang diriwayatkan oleh muridnya.

Contohnya seperti yang ditulis Ar-Robi’ dalam kitab “Al-Umm” saat membahas hadis tentang siwak. Setelah menyebut beberapa dalil tentang siwak, Asy-Syafi’i berkata sebagaimana ditulis olrh Ar-Robi’ sebagai berikut,

(قَالَ الشَّافِعِيُّ) : فِي هَذَا دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ السِّوَاكَ لَيْسَ بِوَاجِبٍ وَأَنَّهُ اخْتِيَارٌ

“Asy-Syafi’i berkata, dalam (riwayat-riwayat) ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa siwak itu tidak wajib dan bahwasanya itu pilihan” (Al-Umm, juz 1hlm 39)

Jadi, berdasarkan teks di atas, bisa disimpulkan bahwa pendapat Asy-Syafi’i terkait bersiwak adalah tidak wajib.

Adapun istilah “Mazhab Asy-Syafi’i”, istilah ini digunakan untuk menyebut ijtihad yang dinyatakan langsung oleh imam Asy-Syafi’i atau yang diturunkan dari pernyataan Asy-Syafi’i dan kaidah-kaidah ushul fikihnya.

Jadi istilah “Mazhab Asy-Syafi’i” itu lebih luas daripada istilah “Pendapat Asy-Syafi’i”. Jika istilah “Pendapat Asy-Syafi’i” itu hanya dibatasi pada ijtihad Asy-Syafi’i yang dinyatakan langusng (منصوص) oleh Asy-Syafi’i, maka istilah “Mazhab Asy-Syafi’i” mencakup ucapan langusng Asy-Syafi’i dan ucapan mujtahid mazhab Asy-Syafi’i yang berijtihad memakai kaidah dan ushul fikih Asy-Syafi’i.

Contohnya bisa kita ambil dari pernyataan An-Nawawi terkait hukum pria yang berpoligami, lalu ingin memulai pembagian bermalam di antara istri-istrinya. Hukum yang dibahas adalah, “Bagaimanakah cara menentukan istri pertama yang mendapatkan giliran bermalam?” “Bolehkan dengan kesepakatan dengan para istri, ataukah penentuan itu harus dengan cara undian?”

Jika dicari pernyataan lugas Asy-Syafi’i yang membahas soal ini, maka hal itu tidak akan didapati. Akan tetapi masalah ini telah dibahas oleh para ulama Asy-Syafi’iyyah dan mereka berbeda pendapat dalam hal itu. Melalui kajian mendalam dan penelitian serius, maka An-Nawawi menyimpulkan pendapat yang sesuai dengan kaidah dan ushul fikih Asy-Syafi’i adalah sebagai berikut,

والصحيح وجوب قرعة للابتداء

“Yang benar (dalam mazhab Asy-Syafi’i) adalah wajibnya mengundi untuk memulai -pembagian jatah bermalam di antara para istri- (Minhaj Ath-Tholibin, hlm 224)

Lafaz “ash-shohih” dalam pernyataan di atas menunjukkan tidak ditemukan riwayat “qoul/aqwal” yang memberitakan pernyataan lugas Asy-Syafi’i. Yang ada hanyalah ragam “wujuh” (ijtihad ulama mazhab Asy-Syafi’i). Jadi, dalam kasus ini tidak ada riwayat lugas pendapat Asy-Syafi’i, tetapi yang ada adalah pendapat ulama Asy-Syafi’iyyah yang berijtihad memakai ushul fikih Asy-Syafi’i. Dari sekian ragam pendapat ulama Asy-Syafi’iyyah itu, yang paling sesuai dengan kaidah Asy-Syafi’i adalah pendapat yang mewajibkan undian untuk memulai giliran bermalam pada istri-istri yang dipoligami. Nah, hukum seperti inilah yang boleh disebut dengan istilah “Mazhab Asy-Syafi’i, dan tidak boleh disebut dengan istilah “Pendapat Asy-Syafi’i”.

Bisa ditekankan di sini sebagai kesimpulan, ‘Pendapat Asy-Syafi’i” secara umum adalah pasti “Mazhab Asy-Syafi’i”, tetapi untuk “Mazhab Asy-Syafi’i” bisa saja berupa pendapat Asy-Syafi’i dan bisa juga ijtihad ulama Asy-Syafi’iyyah yang didasarkan pada ushul fikih Asy-Syafi’i.

Inilah perbedaan penting antara istilah “Pendapat Asy-Syafi’i” dan “Mazhab Asy-Syafi’i”.

Ibnu Hajar Al-Haitami berkata,

لَا يَجُوزُ أَنْ يُقَالَ فِي حُكْمٍ هَذَا مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ إلَّا إنْ عُلِمَ كَوْنُهُ نَصَّ عَلَى ذَلِكَ بِخُصُوصِهِ أَوْ كَوْنُهُ مُخَرَّجًا مِنْ نُصُوصِهِ

“Tidak boleh sebuah hukum diklaim sebagai mazhab Asy-Syafi’i kecuali jika diketahui hukum tersebut dinyatakan secara khusus (oleh Asy-Syafi’i) atau diketahui diturunkan dari pernyataan-pernyataannya” (Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubro, juz 4 hlm 300)

رحم الله الشافعي رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين

Versi Situs: http://irtaqi.net/2018/04/23/apa-bedanya-pendapat-asy-syafii-dan-mazhab-asy-syafii/

***
7 Sya'ban 1439 H

SANAD AL-QURAN DI INDONESIA

SANAD AL-QURAN DI INDONESIA

M. Syatibi dalam penilitiannya menemukan, bahwa jalur sanad awal yang ada dan berkembang di Indonesia merujuk pada lima orang ulama Al-Qur’an; mereka adalah KH. M. Munawar Krapyak Yogyakarta (1941 M.),* KH. M. Munawar Sidayu Gresik (1944 M.), KH. Said
bin Ismail Madura (1954 M), KH. M. Mahfudz Termas (1917 M), dan KH. M. Dahlan Khalil Jombang. Melalui penelusuran yang dilakukan, kelima orang ulama ini memiliki jalur sanad yang berbeda-beda, namun semuanya bertemu pada jalur Abū Yahya Zakaria al-Anshāri.* Dan yang terpenting, kesemua jalur sanad ini berujung pada imam Hafs dan seterusnya kepada Imam 'Ashim, hingga sampai kepada Rasulullah. Melalui jalur sanad ini teridentifikasi, bahwa qira’at yang digunakan, diajarkan dan tersebar pada masyarakat Muslim Indonesia adalah qira’at ‘Ashim riwayat Hafs.

Diambil dari:
Pembakuan Qira'at ‘Ashim Riwayat Hafs
dalam Sejarah dan Jejaknya di Indonesia
Oleh: Mustofa(Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, Jakarta).

*Mungkin maksudnya KH. M. Munawwir (1942 M)

**M. Syatibi AH, “Potret Lembaga Tahfidz Al-Qur’an di Indonesia” dalam Suhuf, vol. 1, No. 1 2008, hlm. 131.

Tuesday, April 17, 2018

JASA AL-GHOZZALI DALAM MENOLONG MAZHAB ASY-SYAFI’I

JASA AL-GHOZZALI DALAM MENOLONG MAZHAB ASY-SYAFI’I

Oleh: Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)

***

Tidak mungkin mengesampingkan jasa Al-Ghozzali dalam memapankan dan mematangkan mazhab Asy-Syafi’i. Siapapun yang mengkaji sejarah mazhab Asy-Syafi’i secara adil dan obyektif, pasti akan menemukan kenyataan besarnya peran dan pengaruh kerja Al-Ghozzali.

Seperti apa gambaran jasa Al-Ghozzali dalam hal ini?
Berikut ini uraian singkatnya.

Ada empat karya besar Al-Ghozzali yang terkait fikih mazhab Asy-Syafi’i yaitu,

1.Al-Khulashoh (الخلاصة)
2.Al-Basith (البسيط)
3.Al-Wasith (الوسيط)
4.Al-Wajiz (الوجيز)

Kita tahu, pionir mazhab Asy-Syafi’i adalah berawal dari munculnya Asy-Syafi’i sebagai guru yang mengajarkan ilmu fikih yang demikian mendalam dan luas. Buah ijtihad beliau dikumpulkan menjadi satu dalam karya yang kita kenal dengan nama “Al-Umm”.

Dari kitab “Al-Umm” ini, murid Asy-Syafi’i yang bernama Al-Muzani berniat menyederhanakannya agar lebih mudah dipelajari kaum muslimin. Maka bangkitlah Al-Muzani membuat ringkasan “Al-Umm” dan ilmu Asy-Syafi’i yang beliau peroleh selama “nyantri” kepada Asy-Syafi’i. Ringkasan hasil karya Al-Muzani itu kemudian kita kenal dengan nama “Mukhtashor Al-Muzani”. Dari kitab ini, Al-Ghozzali ingin meringkasnya lagi supaya lebih mudah “ditelan” kaum muslimin sehingga lahirlah karya Al-Ghozzali yang bernama “Khulashotu Al-Mukhtashor wa Naqowatu Al-Mu’tashor” atau yang lebih singkat disebut “Al-Khulashoh”. Inilah asal-usul munculnya kitab “Al-Khulashoh”.

Adapun tiga kitab sisanya, maka hal itu sangat terkait dengan karya besar guru Al-Ghozzali yang bernama Al-Juwaini. Syahdan, setelah Asy-Syafi’i wafat, ilmu beliau disebarkan oleh murid-muridnya dan terus disebarkan banyak ulama dari berbagai generasi. Seiring berjalannya waktu, kedalaman dan keluasan pembahasan semakin lama semakin besar sehingga membuat variasi ijtihad intermal mazhab Asy-Syafi’i menjadi sangat kaya. Kekayaan ijtihad ini dalam beberapa kasus menimbulkan kebingungan terkait mana pendapat yang “mu’tamad” (resmi) dalam mazhab Asy-Syafi’i. Sampai kira-kira abad ke 5 H, ulama-ulama Asy-Syafi’iyyah sudah terbelah menjadi dua aliran yaitu aliran Khurosan dan aliran Irak.

Dari sini kemudian munculah peran besar Al-Juwaini yang mendokumentasikan, mengkompilasi, mensistematikakan, mendiskusikan, dan bahkan berusaha mendamaikan beragam variasi ijtihad internal mazhab Asy-Syafi’i itu. Bukan hanya itu saja, tetapi Al-Juwaini juga berusaha menampilkan keunggulan mazhab Asy-Syafi’i dengan cara menyajikan pendapat-pendapat ulama di luar mazhab untuk diulas dan dijelaskan kelemahannya. Karya besar Al-Juwaini ini kemudian kita kenal dengan nama “Nihayatu Al-Mathlab Wa Diroyatu Al-Madzhab” atau lebih singkat lagi disebut dengan nama “Nihayatu Al-Mathlab”.

Karya Al-Juwaini ini kemudian mulai “menggemparkan” dunia Asy-Syafi’iyyah. Sejak dikarang, karya ini selalu menjadi bahan pembicaraan para ulama. Hanya saja, karena karya ini termasuk karya besar (penerbit “Dar Al-Minhaj” di Jedah mencetaknya dalam 21 jilid dengan jumlah total halaman kira-kira 9000-an!) maka tidak semua orang sanggup mengkajinya sampai tuntas. Dari sini, bangkitlah Al-Ghozzali yang berusaha memudahkan kaum muslimin dengan cara membuat ringkasannya. Lahirlah kitab ringkasan “Nihayatu Al-Mathlab” yang bernama “Al-Basith”. Meskipun sudah berupa ringkasan, tetapi ternyata kitab “Al-Basith” masih berat untuk dikuasai, sehingga Al-Ghozzali meringkasnya lagi dalam sebuah kitab yang lebih kecil bernama “Al-Wasith”. Ternyata kitab “Al-Wasith” pun juga masih terasa berat, sehingga Al-Ghozzali meringkasnya menjadi “Al-Wajiz”.

Nah dari kitab “Al-Wajiz” inilah lahir kitab-kitab besar dan hebat dalam mazhab Asy-Syafi’i yang ditulis oleh dua “profesor” dari “profesor-profesor” mazhab Asy-Syafi’i, yaitu Ar-Rofi’i dan An-Nawawi.

Setelah Ar-Rofi’i melakukan penelitian serius untuk mengetahui mana pendapat yang “mu’tamad” sampai masa beliau, Ar-Rofi’i memutuskan untuk mensyarah kitab “Al-Wajiz” karya Al-Ghozzali itu. Kitab “Al-Wajiz” di syarah oleh Ar-Rofi’i dalam karya besar yang bernama “Al-Fathu Al-‘Aziz” atau yang juga dikenal dengan nama “Asy-Syarhu Al-Kabir”. Dalam kitab inilah, Ar-Rofi’i “menitipkan” seluruh hasil kerja “tahrir” mazhab Asy-Syafi’i yang beliau lakukan. Di masa ini, Ar-Rofi’i juga membuat semacam ringkasan hasil kerja “tahrir mazhab” yang lebih pendek daripada kitab “Asy-Syarhu Al-Kabir”. Ringkasan hasil kerja “tahrir mazhab” itu beliau diberi nama “ Al-Muharror”.

Kembali ke kitab “Asy-Syarhu Al-Kabir’ yang merupakan syarah “Al-Wajiz” itu. Dari kitab “Asy-Syarhu Al-Kabir” ini, An-Nawawi membuatkan mukhtashor-nya yang kemudian diberi nama “Roudhotu Ath-Tholibin”. Dari kitab “Roudhotu Ath-Tholibin” ini lahir banyak sekali “manzhumah”, syarah, dan “ta’liqot”. Selain An-Nawawi, ulama yang juga bangkit membuatkan mukhatshor “Asy-Syarhu Al-Kabir” adalah Al-Qozwini dalam karya yang berjudul “Al-Hawi Ash-Shoghir”. Kitab “Al-Hawi Ash-Shoghir” ini kemudian juga melahirkan banyak sekali kitab baik berupa “manzhumah” maupun syarah seperti “Al-Bahjatu Al-Wardiyyah”, “Khulashotu Al-Fawaid Al-Muhammadiyyah”, “Al-Ghuroru Al-Bahiyyah”, “Irsyadu Al-Ghowi”, “Ikhlashu An-Nawi’, ‘Al-Imdad”, “Fathu Al-Jawad”, “Al-Kaukabu Al-Waqqod’ dan lain-lain.

Lalu, dari kitab “Al-Muharror” karya Ar-Rofi’i yang saya singgung sekilas di atas, lahir kitab fenomenal An-Nawawi yang bernama “Minhaj Ath-Tholibin”. Kitab An-Nawawi ini adalah versi ringkasan “Al-Muharror” itu. Dari kitab “Minhaj Ath-Tholibin” ini lahir ratusan kitab “mukhtahor”, syarah dan “hasyiyah” yang mana sebagian besar kitab terkenalnya sudah kita buatkan resensinya seperti kitab “Manhaj Ath-Thullab”, “Fathu Al-Wahhab”, “Futuhat Al-Wahhab”, “Hasyiyah Al-Bujairimi”, “Tuhfatu Al-Muhtaj’, “Kanzu Ar-Roghibin”, “Mughni Al-Muhtaj”, “Nihayatu Al-Muhtaj”, “Hasyiyah Asy-Syirwani”, “Hasyiyah Al-‘Abbadi”, “Hasyiyah Asy-Syabromallisi”, “Hasyiyah Ar-Rosyidi”, “An-Najmu Al-Wahhaj”, “As-Siroj Al-Wahhaj”, “Zadu Al-Muhtaj”, “Daqo-iqu Al-Minhaj” dan lain-lain.

Perhatikan betapa banyaknya karya bermutu dan tinggi, dan semua itu dijembatani oleh karya Al-Ghozzali yang bernama “Al-Wajiz!”. Tidak heran jika Murtadho Az-Zabidi sampai mengatakan bahwa “Al-Wajiz” Al-Ghozzali adalah bagaikan “mukjizat” yang dimiliki Al-Ghozzali. (ulasan lebih lanjut “Al-Wajiz” bisa dibaca dalam catatan saya yang berjudul “Mengenal Kitab Al-Wajiz, “Mukjizat” Al-Ghozzali“).

Dari uraian di atas, bisa dipahami mengapa empat karya Al-Ghozzali sebelumnya dikatakan sebagai karya besar yang sangat berjasa mengembangkan mazhab Asy-Syafi’i. Jasa Al-Ghozzali ini direkam dalam bentuk gubahan syair singkat olah Umar Ath-Thorobulusi (515 H) sebagaimana dikutip As-Subki dalam thobaqotnya,

(هذب الْمَذْهَب حبر … أحسن الله خلاصه)
(ببسيط ووسيط … ووجيز وخلاصه)

“seorang ulama telah meringkas mazhab (Asy-Syafi’i)
Semoga Allah mengganjarnya dengan terbebas dari neraka

Beliau melakukannya dengan mengarang ‘Al-Basith’, ‘Al-Wasith’, ‘Al-Wajiz’ dan ‘Al-Khulashoh’”

(Thobaqot Asy-Syafi’iyyah Al-Kubro, juz 6 hlm 223)

رحم الله الغزالي رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين

Versi: http://irtaqi.net/2018/04/17/jasa-al-ghozzali-dalam-menolong-mazhab-asy-syafii/

***
1 Sya'ban 1439 H

Friday, April 13, 2018

SINGA FIKIH DAN HADITS

SINGA FIKIH DAN HADITS

Imam Abu Muhammad Al-Juwaini pernah bertekad untuk menulis sebuah kitab fikih yang bebas madzhab. Beliau tidak ingin terikat oleh madzhab apapun dan hanya ingin mengikuti petunjuk dalil. Beliau menamai kitabnya "Al-Muhiith" (artinya: yang meliputi).

Baru selesai tiga jilid, kitab itu kemudian sampai kepada Imam Al-Baihaqi. Hadits-hadits yang dijadikan sandaran hukum oleh Imam Al-Juwaini dikritisi oleh Imam Al-Baihaqi. Satu per satu hadits-hadits yang bermasalah dalam kitab itu dikupas tuntas oleh Imam Al-Baihaqi. Bukan hanya itu, beliau juga menjelaskan bahwa hal itu telah diketahui oleh Imam Syafi'i dan orang-orang yang paham tentang seluk beluk rahasia hadits sehingga mereka tidak menjadikannya sebagai sandaran hukum. Imam Al-Baihaqi menulis kritikannya itu dalam sebuah catatan ringan lalu mengirimkannya kepada Imam Al-Juwaini.

Sesampainya catatan itu kepada Imam Al-Juwaini beliau mengatakan, "Inilah berkah ilmu."

Kemudian beliau mendoakan kebaikan untuk Imam Al-Baihaqi dan menghentikan penulisan kitab itu.

***

Kalau seorang ulama sekelas Imam Abu Muhammad saja berani jujur mengakui kelemahan dirinya di hadapan Imam Al-Baihaqi, lalu bagaimana dengan kita yang jauh di bawah mereka?

Abul Ma'ali Imamul Haromain, putra Imam Abu Muhammad, mengatakan:

مامن شافعي إلا والشافعي عليه منة إلا أبو بكر البيهقي ، فإن له منة على الشافعي في نصرة مذهبه

"Tidak ada seorang pun yang bermadzhab Syafi'i kecuali ia punya hutang budi kepada Imam Syafi'i kecuali Abu Bakr Al-Baihaqi, justru beliau punya jasa terhadap Imam Syafi'i karena telah membela madzhabnya."

Imam adz-Dzahabi berkomentar:

أصاب أبو المعالي، هكذا هو، ولو شاء البيهقي أن يعمل لنفسه مذهبا يجتهد فيه لكان قادرا على ذلك، لسعة علومه، ومعرفته بالاختلاف، ولهذا تراه يلوح بنصر مسائل مما يصح فيها الحديث

"Benar apa yang dikatakan oleh Abul Ma'ali. Begitulah ia. Seandainya Al-Baihaqi ingin membuat madzhab sendiri berdasarkan ijtihadnya, pasti ia mampu melakukannya karena keluasan ilmunya dan pengetahuannya terhadap perbedaan pendapat. Oleh karena itu, anda lihat ia selalu membela masalah-masalah yang disokong oleh hadits shahih."

Semoga Allah merahmati mereka semua dan para ulama kaum muslimin yang telah berjasa besar memelihara kemurnian ajaran Islam hingga hari ini dan mengumpulkan kita semua bersama mereka di surga kelak. Aamiin.

Wednesday, April 11, 2018

Wiridan kopi

Bagi para Pecinta & Penikmat Kopi, baru saja Kh. Abdul Qoyyum Mansyur (Gus Qoyyum) saat pengajian Houl Kh. Kholil Masyhuri (Kakek beliau).
Gus Qoyyum memberikan ijasah bagi kita semua & para pecinta/penikmat kopi, sebuah Ijasah Dzikir/Doa untuk Minum Kopi :
1. Minum kopi saat subuh membaca al fatihah+ayat kursi.
2. Minum kopi saat dzuhur membaca surat al fatihah, al quraisy, al kausar, al ikhlas.
3. Saat sahur cukup membaca "Ya Qowiyu" 116x.
4. Selain ketiga waktu itu cukup membaca al fatihah.
Dawuh Gus Qoyyum, Hal itu bertujuan agar kandungan negatif yg terkandung dalam kopi dapat berubah menjadi yang positif bagi tubuh dan kesehatan kita.

Sekian dan terima kasih, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua..

Monday, April 9, 2018

Murid Kesayangan Mbah Asnawi Itu KH Ma’mun Ahmad

*Murid Kesayangan Mbah Asnawi Itu KH Ma’mun Ahmad*
Tidak banyak yang mengetahui kalau KH Ma’mun Ahmad, pengasuh Pondok Pesantren Tasywiquth Thullab Baletengahan Kudus adalah murid kinasih Mbah Asnawi Bendan Kudus. Karena itulah, ketika ada Gebyar Hari Santri tahun lalu, foto KH Asnawi dipasang berdampingan dengan foto KH Ma’mun Ahmad dalam salah satu kendaraan yang diarak.
Mbah Asnawi pernah meminta ijin kepada Ibunda Kiai Ma’mun ketika hendak mengajak menghadiri undangan acara maulid Barzanji ke Tayu, Pati. “Mbah Mi, anakmu tak ajak ke Tayu,” kata Mbah Asnawi ke Nyai Suparmi (istri Kiai Ahmad), ibunda Kiai Ma’mun. Ketika itu, Kiai Ma’mun belum baligh.
Dulu, kata Kiai Dzi Taufiqillah, putra Kiai Ma’mun, Mbah Asnawi sering mengisi acara pengajian ke daerah Tayu Pati. Dari Kudus, perjalanan ke sana ditempuh dengan dokar. Tayu jadi pilihan daerah dakwah karena ketika itu masih banyak orang yang tidak paham agama, bahkan banyak tidak memeluk agama Islam.
Untuk tujuan itu, Kiai Ma’mun diajak. Selain pengajian, metode dakwah yang digunakan adalah pembacaan Barzanji. Karena murid, Kiai Ma’mun tetap mengikuti khusyuk acara berjanjenan itu. Mbah Asnawi tetap sebagai imam Barzanji hingga selesai.
Ketika pulang usai doa ada amplop bisyaroh (honor penghormatan) yang biasanya diterima Mbah Asnawi. Namun, ketika mengajak Kiai Ma’mun, amplop berisi uang itu dimintakan Mbah Asnawi agar diberikan kepada muridnya, Kiai Ma’mun. “Kasihkan ke anak yatim ini aja,” pinta Mbah Asnawi kepada tuan rumah acara.
KH Ma’mun adalah putra KH Ahmad. Kiai Dzi Taufiqillah menuturkan, abahnya itu ditinggal wafat kakeknya Kiai Ahmad dalam usia balita. “Abah tidak pernah melihat wajah Mbah Ahmad,” terang Kiai Dzi, di Kudus, Sabtu (13/08/2016).
KH Ma’mun Ahmad adalah salah satu guru KH Hasan Askari, yang dikenal dengan Mbah Mangli, Magelang. Riwayat kedua ulama yang dikenal auliya’ itu akan bersambung dalam edisi cerita masyayikh selanjutnya di SantriMenara.
Com. http://santrimenara.com/murid-kesayangan-mbah-asnawi-itu-kh-mamun-ahmad-1271

Wednesday, April 4, 2018

Isim ghoiru munshorif

Isim yang tidak menerima tanwin memiliki beberapa sebutan, diantaranya: isim ghoiru munshorif  (الاسم غيرالمنصرف), isim alladzi laa yanshorif (الاسم الذي لا ينصرف) , dan ada yang menyebut dengan isim mamnu’ minas shorf (الاسم الممنوع من الصرف)

Yang terpenting sekarang adalah kita perlu mengetahui, isim yang apa saja atau yang bagaimana saja yang masuk pada kriteria ini.

Ya mari langsung saja kita perhatikan satu persatu, isim apa saja yang masuk pada jenis ini:
1. Semua isim ‘alam (nama ) yang di akhiri dengan ta’ marbuthoh  ( ة/ ـة )
Contoh :
a. ‘alam ( عَلَمٌ ) / nama orang perempuan, misal:  فَاطِمَةُ, tidak boleh   فَاطِمَةٌ 

b. ‘alam  / nama orang laki-laki , misal: مُعَاوِيَةُ, tidak boleh مُعَاوِيَةٌ

c. ‘alam kota , misal: مَكَّةُ, tidak boleh مَكَّةٌ

2. Semua ‘alam / nama orang perempuan yang lebih dari 3 huruf, baik yang berakhiran ta’ marbuthoh seperti  contoh diatas yaitu lafadz فَاطِمَةُ   ataupun yang bukan berakhiran ta’ marbuthoh ,seperti: مَرْيَمُ, tidak boleh مَرْيَمٌ

3. Nama yang merupakan kata serapan berasal dari bahasa ‘ajam (non arab), contohnya: إِبْرَاهِيْمُ , tidak boleh إِبْرَاهِيْمٌ

4. Nama yang menggunakan wazan (pola/bentuk) fi’il, misal : يَزِيْدُ , bentuknya seperti fi’il mudhori’ , sehingga tidak boleh: يَزِيْدٌ

5. Nama yang menggunakan wazan فُعَلُ , misal: عُمَرُ , tidak boleh عُمَرٌ

6. Nama ataupun sifat yang berakhiran alif nun, misal: سُلَيْمَانُ dan جَوْعَانُ (yang lapar) dan tidak boleh  سُلَيْمَانٌ dan  جَوْعَانٌ

7. Nama ataupun sifat yang menggunakan wazan أَفْعَلُ , contoh nama: أَكْرَمُ       sehingga tidak boleh أَكْرَمٌ , contoh sifat: أَفْضَلُ    sehingga tidak boleh أَفْضَلٌ

8. Shighoh muntahal jumu’ (صيغة منتهى الجموع) yaitu jamak taksir yang menggunakan wazan yang ditengah-tengahnya terdapat Mad alif / pemanjang alif dan huruf setelahnya berjumlah dua huruf atau lebih.
Contoh yang setelahnya 2 huruf: مَسَاجِدُ , tidak boleh   مَسَاجِدٌ
Contoh yang setelahnya lebih dari 2 huruf: مَفَاتِيْحُ dan tidak boleh  مَفَاتِيْحٌ

9. ‘adad / bilangan dari 1 sampai 10 yang mengggunakan wazan فُعَالُ atau مَفْعَل
Contoh yang menggunakan wazan مَفْعَلُ
مَثْلَثُ
tidak boleh
مَثْلَثٌ
Mungkin ada yang bertany : “ Apa bedanya  ثُلَاثُ  dengan  مَثْلَثُ  ? “
Jawabannya adalah: keduanya itu maknanya sama , yaitu tiga-tiga maksudnya tiap tiga.
Contoh dalam kalimat:
Mereka datang tiga orang tiga orang (جَاؤُوْا ثُلَاثَ / جَاؤُوْامَثْلَثَ)

10. Lafadz أُخَرُ (yang lain) jamak dari أُخْرَى  , keduanya tidak menerima tanwin

11. Kata benda yang huruf akhirnya alif mamdudah, contoh: عُلَمَاءُ , tidak boleh  عُلَمَاءٌ
      
  Demikianlah beberapa isim ghoiru munshorif yang perlu kita ketahui, sekarang kita masuk latihan , yaitu tentukanlah kenapa lafadz-lafadz berikut termasuk isim ghoiru munshorif ?

Alasannya kenapa termasuk isim ghoiru munshorif lafadz-lafadz berikut ini:
Sekolah / مَدَارِسُ

Teman / أَصْدِقَاءُ

Hitam  / أَسْوَدُ

Yusuf /  يُوْسُفُ

'Usman / عُثْمَانُ

Per lima / خُمَاسُ

Kabilah  / قَبَائِلُ

Marah /  غَضْبَانُ

Zaenab / زَيْنَبُ

Zuhal / زُحَلُ

Usamah / أُسَامَةُ

Ahmad / أَحْمَدُ

Surat / رَسَائِلُ

Fir'aun / فِرْعَوْنُ

Malas / كَسْلَانُ

Marwan / مَرْوَانُ

Merah / أَحْمَرُ

Meja / مَكَاتِبُ

Org.miskin / فُقَرَاءُ

Terbesar / أَكْبَرُ

AMALAN MASYHUR AGAR REZEKI LANCAR HUTANG LUNAS HIDUP TENANG INSYAALLAH

*AMALAN MASYHUR AGAR REZEKI LANCAR HUTANG LUNAS HIDUP TENANG INSYAALLAH*

Setelah berusaha, bekerja akan tetapi segitu2 saja hasil nya, maka bacalah dzikir ini secara istiqomah insyaallah dalam waktu dekat rezeki kita akan mengalir deras dan jika punya hutang2 segera lunas.

✓Mbah Hamid Pasuruan pernah di tanya seseorang yg bertamu pd Beliau tentang rezeki, maka Beliau menjawab:

"Sembahyang shubuh jamaah! Gak usah takon wis nak, setengah tahun ae rasakno. Lek koen akehan melarate karo enake, yai ilokno, siap aku.
Di ilokno koen siap aku, sukur koen ngelaksanakno shalat shubuh jamaah. Wes gak usah takon maneh, Muleh!”.

("shalat shubuh jamaah! Gak usah tanya lagi nak, setengah tahun saja rasakan, kalau hidupmu banyakan melaratnya daripada enaknya, marahin yai siap aku, di maki kamu siap aku, tapi harus jamaah shubuh. Wes gak usah banyak tanya lagi, sana pulang!”)

✓Imam Muslim dalam hadist nya menyampaikan Rasulullah SAW Bersabda:
"Barang siapa sholat shubuh berjamaah maka dia ada didalam jaminan ALLAH SWT" (HR. Muslim)
Jaminan disini menyeluruh bukan hanya pada keselamatan nya saja tapi juga rezekinya, kehidupan nya.

✓Sebelum sholat shubuh lakukan sholat sunnah 2 rakaat, seperti diketahui bahwa manfaat dan pahala yg sangat besar terkandung di dalam nya yaitu:
“Dua raka’at fajar (shalat sunnah qobliyah shubuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim no. 725).
Kemudian bacalah:
1  "SUBHANALLAH WABIHAMDIHI SUBHANALLOHAL ADZIM ASTAGHFIRULLAH" 100X
(maka dunia akan mendatangi mu dgn menunduk)

Lalu membaca:
2. "YAA HAYYU YAA QOYYUM LAA ILAAHA ILLA ANTA" 40X

Lalu ditambah baca:
3. "AHYIL QULUB TAKHYA WASHLIKH LANAL A'MAL FIDDINI WAADDUNYA" 18X

Kemudian Habibana Lutfi bin Yahya Pekalongan menambahkan untuk memegang dada sebelah kiri dgn tangan kanan sambil membaca:
4. "YAA FATTAH YAA ROZZAQ" 70X.
Artinya: Yang Maha Pembuka, Yang Maha Pemberi Rezeki.

✓Lalu sholat shubuh kemudian setelah sholat baca doa seperti biasa dan sertakan doa pelunas hutang dibawah ini:

Dari Abu Said Al-Hudri RA meriwayatkan bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw masuk ke dalam masjid bertemu dengan seorang laki-laki Anshar bernama Abu Umamah.

“Ya Abu Umamah, sekarang bukan waktu sholat, mengapa engkau berada disini?” tanya Rasulullah.

“Aku dirundung kesedihan dan dibelit banyak hutang, ya Rasulullah,” jawab Abu Umamah.

“Maukah jika kuajarkan kepadamu satu kalimat yang bila kau ucapkan, Allah akan menghilangkan kesedihan dan melunasi hutang-hutangmu?”

“Tentu saja, ya Rasulullah,” jawabnya.

Beliau Saw berkata, “Katakanlah pada waktu PAGI dan SORE":

5. اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ
"Alloohumma innii a’uudzubika minal hammi wal hazn, wa a’uudzubika minal ‘ajzi wal kasal, wa a’uudzubika minal jubni wal bukhl, wa a’uudzubika min gholabatid dain wa qohril rijaal."

“Doa itu kuamalkan dan Allah menghilangkan kesedihan dan melunasi hutang-hutangku,” jelas Abu Umamah.

(HR Abu Dawud dan Tirmidzi. Doa ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari, An-Nasaai dan ahmad dengan matan sedikit berbeda).

Kalo ada yg bilang "wong sholat koq niatnya buat ngejar rezeki" maka itu pemikiran yg sama sekali salah. Niat kita tetap mencari ridho ALLAH SWT dgn melakukan amalan2 diatas, sedangkan rezeki adalah salah satu dari hasil di ijabahnya doa kita dan juga karunia ALLAH SWT sangat luas bukan terbatas hanya pada rezeki saja. Doa2 tsb di ajarkan oleh para habaib wa sholihin, para kyai yg tentunya semua bersumber dari Rasulallah SAW.

Jgn dekati RIBA, jaga perut dari makan/hasil yg haram, rutin sedekah meskipun sedikit, sertakan doa utk kedua orang tua disetiap doa kita, maka insyaallah dgn di tambah dzikir ini akan dimudahkan rezeki kita semua silahkan praktekkan dan rasakan hasilnya.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

Amalan Pelunas Hutang.

Al Habib Ali bin Husein Al Attas atau lebih dikenal dengan Habib Ali Bungur (ulama masyhur ditanah Betawi) dalam kitab Al Qirthos ( Karya Al 'Allamah Al Habib Ali bin Hasan bin Abdullah bin Husin bin Umar Al Attas) menyebutkan satu riwayat:

يروي ان من صلي ركعتين قبل طلوع الفجر‘يقراء في كل ركعۃ الفاتحۃ وايۃ الكرسي ثلاث مرات والكافرون مرۃ والاخلاص ۱۱ مرۃ ثم يقول بعد الفراغ : سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم استغفرالله ۱۰۰ مرۃ‘قضي الله دينه ووسع عليه رزقه.

Barang siapa shalat dua raka'at sebelum terbit Fajar. Dalam setiap raka'atnya ia membaca :

1) Al-Fatihah
2) Ayat Kursi 3x
3) Surat Al-Kafirun 1x
4) Surat Al-Ikhlas 11x

Kemudian setelah shalat ia membaca:

سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيمِ أَسْتَغْفِرُ الله

"subhanallah wabihamdihi subhanallahil adhim astagfirullah" 100x

Maka Allah akan melunasi hutangnya dan melapangkan rizkinya.

Amin ya rabbal'alamin..

Bagi Anda yang ingin mengamalkan ijazah-ijazah di atas, silakan share postingan ini dan ketik "Qobiltu (saya terima)" pada kolom komentar dibawah ini.

Tuesday, April 3, 2018

Mencium anak

MASYAALLAH 😍 .
.
"Kamu mencium anak cucumu karena imbalan dari setiap ciuman adalah surga." (HR Bukhari)
4 anggota tubuh anak yang perlu dicium orang tua setiap hari : .
.
1. Di ubun-ubun
Menunjukkan kebanggaan orang tua terhadap anak sambil didoakan agar menjadi anak sholeh atau soleh solehah Aminn.. .
.
2. Di dahi
Menandakan orang tua Ridho atas keberadaan anak. Rasulullah SAW mencium Fatimah radhiallahu anha di dahinya.
.
.
3. Di kedua pipi
Sambil mengucap Masya Allah, semoga tanda shauq (perasaan sayang dan rindu) orang tua terhadap anak. .
.
4. Di tangan anak
Tanda Mawaddah wa hub (kasih sayang) sambil mengucap Barokallah sebagaimana Rasulullah SAW juga selalu mencium tangan putri tercinta : Fatimah ra. .
.
Perhatian : Usaplah dada anak sambil istighfar saat ia menunjukkan kecenderungan berbuat salah atau sedang marah, untuk menenangkannya.
.
.
Lakukan tindakan mawaddah warahmah ini diiringi kalimat-kalimat Toyibah