Monday, October 28, 2024

𝐃𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛 𝐒𝐢𝐚𝐩𝐚𝐤𝐚𝐡 𝐏𝐚𝐫𝐚 𝐒𝐚𝐥𝐚𝐟 𝐁𝐞𝐫𝐦𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛?

𝐃𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛 𝐒𝐢𝐚𝐩𝐚𝐤𝐚𝐡 𝐏𝐚𝐫𝐚 𝐒𝐚𝐥𝐚𝐟 𝐁𝐞𝐫𝐦𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛?

Aly bin Abdillah Al-Madiniy (w.234 H) dalam kitab Al-Ilal menyampaikan :

لَمْ يَكُنْ فِي أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسلم من لَهُ صُحْبَة يَذْهَبُونَ مَذْهَبَهُ وَيُفْتُونَ بِفَتْوَاهُ وَيَسْلُكُونَ طَرِيقَتَهُ إِلَّا ثَلَاثَةٌ عَبْدُ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ وَزَيْدِ
بْنِ ثَابِتٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ.

Tidaklah diantara para sahabat Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسلمyang memiliki murid-murid yang :
[1] 𝐛𝐞𝐫𝐦𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐦𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛𝐧𝐲𝐚,
[2] dan b𝐞𝐫𝐟𝐚𝐭𝐰𝐚 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐟𝐚𝐭𝐰𝐚-𝐟𝐚𝐭𝐰𝐚𝐧𝐲𝐚,
[3] dan 𝐦𝐞𝐧𝐞𝐦𝐩𝐮𝐡 𝐦𝐞𝐭𝐨𝐝𝐞𝐧𝐲𝐚 (dalam berijtihad),
melainkan tiga sahabat, yakni:
[1] 𝐀𝐛𝐝𝐮𝐥𝐥𝐚𝐡 𝐛𝐢𝐧 𝐌𝐚𝐬’𝐮𝐝 (di Kufah)
[2] 𝐙𝐚𝐢𝐝 𝐛𝐢𝐧 𝐓𝐬𝐚𝐛𝐢𝐭 (di Madinah)
[3] 𝐀𝐛𝐝𝐢𝐥𝐥𝐚𝐡 𝐛𝐢𝐧 𝐀𝐛𝐛𝐚𝐬 (di Mekkah).

Kemudian beliau menyebutkan satu persatu para salaf dari kalangan tabi'in yang mengambil madzhab mereka dan berfatwa dengan fatwa mereka :

𝐌𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛 𝐙𝐚𝐢𝐝 𝐛𝐢𝐧 𝐓𝐬𝐚𝐛𝐢𝐭 :
[1] Said bin Musayyib
[2] Urwah bin Az-Zubair
[3] Qabishah bin Dzu'aib
[4] Kharijah bin Zaid
[5] Sulaiman bin Yasar
[6] Aban bin Utsman
[7] Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah
[8] Al-Qasim bin Muhammad
[9] Salim bin Abdillah
[10] Abu Bakr bin Abdirrahman Al-Makhzumiy
[11] Thalhah bin Abdillah bin Auf
[12] Nafi' bin Jubair
Kemudian datang generasi berikutnya :
[1] Ibnu Syihab Az-Zuhriy
[2] Yahya bin Said Al-Anshoriy
[3] Abdullah bin Dzakwan
[4] Bukair bin Abdillah
[5] Abi Bakr bin Muhammad bin Hazm
Kemudian datang generasi berikutnya
[1] Malik bin Anas
[2] Katsir bin Farqad
[3] Al-Mughirah bin Abdirrahman
[4] Abdul-Aziz Al-Majisyun

𝐌𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛 𝐀𝐛𝐝𝐮𝐥𝐥𝐚𝐡 𝐛𝐢𝐧 𝐌𝐚𝐬'𝐮𝐝
[1] Alqomah
[2] Al-Aswad bin Yazid
[3] Masruq bin Al-Ajda'
[4] Ubaidah As-Salmaniy
[5] Al-Harits bin Qais
[6] Amr bin Qais Asy-Syurahbil
Kemudian datang generasi setelahnya :
[1] Ibrahim An-Nakho'i
[2] Amr bin Syarahil Asy-Sya'biy
Kemudian datang generasi setelahnya :
[1] Al-A'masy
[2] Abu Ishaq As-Sabii'iy
Kemudian datang setelahnya: Sufyan Ats-Tsauriy

𝐌𝐚𝐝𝐳𝐡𝐚𝐛 𝐀𝐛𝐝𝐮𝐥𝐥𝐚𝐡 𝐛𝐢𝐧 𝐀𝐛𝐛𝐚𝐬 :
[1] Atho' bin Abi Rabah
[2] Ikrimah
[3] Thawus bin Kaisan
[4] Mujahid
[5] Abu Sya'tsa' Jabir bin Zaid
[6] Said bin Jubair
Kemudian datang generasi setelahnya :
[1] Amru bin Dinar
Kemudian datang generasi setelahnya :
[1] Ibnu Juraij
[2] Sufyan bin Uyainah.

Derita kelaparan yang dialami oleh Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari dan muridnya Ibnu Hajar Al-Haitami ketika sedang menuntut ilmu di Masjid Al-Azhar

Derita kelaparan yang dialami oleh Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari dan muridnya Ibnu Hajar Al-Haitami ketika sedang menuntut ilmu di Masjid Al-Azhar.
__

Disebutkan oleh Imam Abdul Wahab As-Sya'rani dalam at-Thabaqat al-Kubra, bahwasanya guru beliau (Syaikhul Islam) berkata:

وكنت أجوع في الجامع الأزهر كثيرا، فأخرج بالليل إلى قشر البطيخ الذي كان بجانب الميضاة وغيرها، فأغسله وأكله إلى أن قيض الله لي شخصا كان يشتغل في الطواحين فصار يتفقدني ويشتري لي ما احتاج إليه من الكتب والكسوة

"Kami sering mengalami kelaparan di Masjid Al-Azhar. Jika rasa lapar sudah tidak tertahankan lagi, kami keluar dimalam hari untuk mencari kulit semangka yang ada ditepi tempat wudhu masjid dan tempat lainnya. Hingga kulit itu kami bersihkan, dan kami makan."

Derita itu juga dialami murid-nya, Ibnu Hajar Al-Haitami. Disebutkan oleh Syekh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi dalam Al-Fawaid Al-Madaniyyah, Hal. 31 :

قَاسَيْتُ فِي الْجَامِعِ الْأَزْهَرِ مِنَ الْجُوْعِ مَا لَا تَحْتَمِلُهُ الْقُوَى الْبَشَرِيَّةُ لَوْلَا مَعُوْنَةُ اللَّهِ تَعَالَى وَتَوْفِيقُهُ، بِحَيْثُ إِنِّي جَلَسْتُ فِيْهِ نَحْوَ أَرْبَعَ سِنِينَ مَا ذُقْتُ اللَّحْمَ إِلَّا فِي لَيْلَةٍ دُعِيْنَا لِأَكْلٍ، فَإِذَا هُوَ لَحْمٌ يُوْقَدُ عَلَيْهِ، فَانْتَظَرْنَاهُ إِلَى أَنِ أَبْهَارَ اللَّيْلُ، ثُمَّ جِيْءَ بِهِ فَإِذَا هُوَ يَابِسٌ كَمَا هُوَ نَيْءٌ، فَلَمْ أَسْتَسِغْ مِنْهُ لُقْمَةٌ.

Beliau (Ibnu Hajar) berkata :

"Aku pernah mengalami derita lapar di Masjid Jami' Al-Azhar, rasa lapar yang mungkin tidak akan mampu dirasakan oleh manusia jika tidak ada pertolongan dari Allah dan taufiq-Nya.

Aku belajar di Masjid Al-Azhar, selama 4 tahun. Di masa itu, aku tidak pernah mencicipi rasa daging kecuali disatu malam undangan.

Dimalam undangan itu, hidangan daging sudah dimasak, tapi kami menunggunya sampai larut malam. Ketika daging itu datang kepada kami, ternyata tekstur dagingnya sudah kering, seperti belum dimasak. Hingga akhirnya satu suapan pun tidak ada yang masuk kedalam perut.”

Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari adalah guru yang banyak memberikan corak berfikir Ibnu Hajar didalam fiqh. Terbukti, banyak ditemukan pendapat Syaikhul Islam yang selalu diikuti oleh Ibnu Hajar.

Dalam “Al-Fatawa Al-Hadistiyyah” Ibnu Hajar menceritakan tentang sang gurunya:

ما اجتمعت به قط إلا قال : أسأل الله أن يفقهك في الدين

“Aku tidak pernah ikut berkumpul mengaji dengan Syaikhul Islam, kecuali beliau senantiasa berkata: aku berdoa kepada Allah, semoga engkau diberikan pemahaman ilmu agama.”

Sebagian ulama, seperti Sayyid Muhyiddin Abdul Qadir Al-Aydrus menyebutkan dalam “An-Nur As-Safir An Akhbar Al-Qarn Al-‘Asyir” tentang Syaikhul Islam :

ويقرب عندي أنه المجدد على رأس القرن التاسع؛ لشهرة الانتفاع به وبتصانيفه، واحتياج غالب الناس إليها فيما يتعلق بالفقه وتحرير المذهب

“Menurut perkiraan saya, beliau adalah mujaddid di abad ke-9, karena kemanfaatan dan karya-karyanya yang begitu masyhur. Juga tentang mayoritas ulama yang membutuhkan beliau tentang fiqh dan tahrir madzhab Syafi’i.”

Dukturah Su’ar Maher dalam “Masajidu Misra Wa Awliya’uha As-Shalihun” menceritakan tentang Kasyaf-nya Syaikhul Islam :

كنت معتكفا مرة في العشر الأخير من شهر رمضان فوق سطح الجامع الأزهر، فجاءنى رجل تاجر من الشام وقال لي : إن بصري قد كف، ودلني الناس عليك تدعو الله أن يرد على بصري، وكان لى علاوة في إجابة دعائي، فسألت الله أن يرد عليه بصره، فأجابني ولكن بعد عشرة أيام، فقلت له : الحاجة قضيت على شرط أن تسافر من هذا البلد إن أردت أن يرد الله عليك بصرك، وذلك خوفا أن يرد عليه بصره في مصر فيهتكني بين الناس، فسافر فرد عليه بصره في غزة وأرسل لى كتابا بخطه، فأرسلت أقول له: متى رجعت إلى مصر كف بصرك، فلم يزل بالقدس إلى أن مات بصيراً.

“Aku (Syaikhul Islam) pernah melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan di atap Masjid Al-Azhar, kemudian datanglah seorang pedagang dari Syam, dia berkata : “Pandanganku hilang, dan orang-orang banyak mengarahkan-ku kepadamu, agar engkau mendo’akan-ku.” Aku berdo’a kepada Allah, namun do’a itu akan dikabulkan setelah 10 hari.

Aku berkata kepadanya: “Do’amu akan dikabulkan, tapi syaratnya, engkau harus keluar dari Mesir.” Aku merasa khawatir jika Allah menyembuhkan kebutaannya di Mesir, Allah akan memperlihatkan kejelekan ini (kasyaf) ini di hadapan manusia.

Akhirnya laki-laki pedagang itu pulang, dan penglihatannya kembali ketika sampai Gaza. Dia mengirimkan surat tentang kesembuhannya. Kemudian surat itu kuberikan tanggapan: “Jika engkau kembali lagi ke Mesir, pandanganmu akan buta kembali.” Akhirnya laki-laki itu tetap berada di Quds, Palestina, dan tidak kembali lagi sampai wafat.”

Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari termasuk ulama yang diberikan umur panjang. Sampai 100 tahun. Atas keberkahan itulah mayoritas ulama di zaman itu berguru kepada beliau. Hingga diberikan julukan, “Guru dari kakek dan cucu-nya”.

Diantara guru-guru Syaikhul Islam adalah :

1. Ibnu Hajar Al-Asqalani (w. 852 H)
2. Jalaluddin Al-Mahally (w. 864 H)
3. Kamaluddin bin Al-Humam (w. 861 H)
4. Shalih bin Umar Al-Bulqini (w. 848 H)
5. Syarafuddin Yahya Al-Munawi (w. 871 H)

Diantara murid-muridnya :

1. Syihabuddin Ahmad Ar-Ramli (w. 957)
2. Jalaluddin As-Suyuthi (w. 911 H)
3. Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H)
4. Al-Khatib As-Syirbini (w. 977 H)
5. Kamaluddin bin Abi Syarif (w. 906 H)
6. Abdul Wahab As-Sya’rani (w. 973 H)
7. Nashiruddin At-Thablawi (w. 966 H)
8. Ahmad Al-Burullusi “Al-Amirah” (w. 957 H)

Syekh Sa’id ‘Idhah Al-Jabiri Al-Yamani pernah menyampaikan seklumit biografi tentang Syaikhul Islam:

دُقِقْتُ بين حجرين وجلالين وكمالين

"Aku (Syaikhul Islam Zakariya) diapit oleh 2 Hajar, 2 Jalal, dan 2 Kamal:

~ Ibnu Hajar al-Asqalani sebagai guruku, dan Ibnu Hajar al-Haitami sebagai muridku.
~ Jalaluddin al-Mahalli sebagai guruku, dan Jalaluddin as-Suyuthi sebagai muridku.
~ Kamaluddin bin al-Himam sebagai guruku, dan Kamaluddin bin Abi Syarif sebagai muridku.”

Syaikhul Islam lahir pada tahun 824 H, dan wafat pada tahun 926 H. Beliau dimakamkan disebelah makam Imam Syafi’i, di sebelah kanan pintu gerbang. Ketika ziarah ke Imam Syafi’i, jangan lupa untuk ziarah juga ke Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari.

Karena beliau adalah maha guru dari ulama mutaakhirin yang memperjuangkan dan mempertahankan eksistensi madzhab Syafi’i. Beliau dan murid-muridnya, seperti: Ibnu Hajar, Syihab Ar-Ramli, Al-Khatib As-Syirbini, Syams Ar-Ramli disebut sebagai “النُّظَّار في الترجيح" yang mana semua pendapat mereka dianggap mu’tamad dalam madzhab Syafi’i.

رحمه الله تعالى ونفعنا بعلومه وبعلوم سائر مشايخه وتلامذته ومن انتسب إليهم أجمعين، آمين.

Allahu a,lam

Friday, October 4, 2024

Metode Sanad dan Materialisme dunia Barat

Metode Sanad dan Materialisme dunia Barat

Metode isnad/ sanad (baik hadis maupun ilmu lain) adalah fenomena yang bisa dikatakan hanya terjadi dalam khazanah Islam. Tidak ada peradaban lain yang memiliki khazanah metode isnad selain peradaban Islam. Masalahnya, yang sekarang menjadi trend center keilmuan bukanlah dunia Islam, melainkan dunia Barat yang berfokus pada panca indra dan logika. Materialisme. Maka jangan heran jika metode isnad ini hanya disebut sebagai dongeng belaka dan diklaim sebagai metode tidak ilmiah. Karena Barat memang tidak punya sejarah “mengambil ilmu dari sumber terpercaya”. Hampir tidak pernah terdengar ada yang merunut sanad seorang professor hingga ke Issac Newton atau bahkan ke Einsten yang masih relative baru.

Barat memang sedang menjadi trend center dunia. Maka jangan heran jika melihat mereka yang “ter-Baratkan” mereka akan menganggap ilmu sanad itu terbelakang dan tidak ilmiah. Mirip seperti orang Jawa yang heran melihat orang Papua kenyang makan sagu, atau orang Indonesia yang bilang bahwa suku pedalaman itu “buta huruf” padahal mereka sangat pandai membaca bahasa alam. Mentalnya sama. Karena mereka yang jadi trend center, punya power, media, uang, dan pengaruh, maka merekalah yang menentukan “apa itu ilmiah”. Dalam analogi ini, maka jangan heran jika sebagian dari kita justru seperti orang Papua yang keheranan “kenapa masyarakat Papua masih makan sagu dan bukan beras?”.

Disinilah studi agama yang berkaitan dengan objek dan bisa dinilai dengan indra dan logika menjadi berkembang pesat. Contohnya adalah studi filologi (baik yang berasal dari manuskrip atau studi artefak). Sedangkan studi berbasis sanad, bisa dikatakan belum menjadi trend-center. Tentunya kajian filologi adalah ilmu yang keren, tapi jika kebenaran sebuah kejadian hanya disandarkan dari sebuah teks manuskrip atau artefak, hal ini akan berbahaya bagi Islam itu sendiri. Kenapa? Karena misalpun studi filologi dapat mengkaji dan membuktikan bahwa suatu manuskrip hadis berasal dari zaman sahabat (misalnya), lalu bagaimana menentukan bahwa isi hadis tersebut adalah hadis yang asli dan bukan hadis buatan pemalsu hadis yang canggih? Bagaimanapun, manuskrip itu benda mati. Disinilah ilmu sanad sangat berperan sebagai pemberi stempel keaslian dan kebeneran teks tersebut. Masalahnya, ilmu sanad yang bergantung pada pribadi seseorang, dinilai sudah tidak objektif, karena sudah terpengaru subjektifitas ulama tersebut. Academia dengan paradigma materialistik lebih percaya kepada manuskrip (yang merupakan barang mati) daripada kepada manusia yang bahkan terkenal pandai dan tidak pernah berdusta sekalipun. Disitulah muncul tokoh seperti Guru Gembul, yang gagal melihat keilmiahan Studi Aqidah (dan mungkin seluruh studi dalam Islam). Dan model gugat menggugat keilmiahan hadis hingga al-Quran dengan mempertanyakan kebsahan metode sanad ini sudah lumrah. Muslim yang menyerah pada standar keilmiahan Barat, maka ya akan mengatakan bahwa Al-Quran dan Hadis itu tidak ilmiah dan hanya sekedar “faith” tanpa bukti.

Saturday, September 14, 2024

Amalan Salaf Yang Ditinggalkan Salafi

Amalan Salaf Yang Ditinggalkan Salafi

“Kami tidak mengamalkan Maulid Nabi, karena ulama Salaf tidak mengamalkan Maulid”. Lagi-lagi mereka punya narasi yang mengajak agar meninggalkan Maulid Nabi dengan kata sederhana namun menyambar-nyambar bagi orang Awam. Bagi saya malah jadi serangan balik.
Slogan di atas adalah kebohongan. Sebab ada sekian banyak amalan ulama Salaf yang mereka tinggalkan. Berikut beberapa daftar amaliah Tabiin dan Sahabat yang tidak mereka amalkan:

1. Amalan Tabiin

- Baca Yasin Di Dekat Orang Yang Akan Wafat

صَفْوَانُ حَدَّثَنِى الْمَشْيَخَةُ أَنَّهُمْ حَضَرُوا عِنْدَ غُضَيْفِ بْنِ الْحَارِثِ الثُّمَالِىِّ حِينَ اشْتَدَّ سَوْقُهُ فَقَالَ هَلْ مِنْكُمْ أَحَدٌ يَقْرَأُ يس قَالَ فَقَرَأَهَا صَالِحُ بْنُ شُرَيْحٍ السَّكُونِىُّ فَلَمَّا بَلَغَ أَرْبَعِينَ مِنْهَا قُبِضَ. قَالَ وَكَانَ الْمَشْيَخَةُ يَقُولُونَ إِذَا قُرِئَتْ عِنْدَ الْمَيِّتِ خُفِّفَ عَنْهُ بِهَا. قَالَ صَفْوَانُ وَقَرَأَهَا عِيسَى بْنُ الْمُعْتَمِرِ عِنْدَ ابْنِ مَعْبَدٍ.

Shafwan berkata: “Shaleh bin Syuraih membacakan Yasin di dekat Ghudlaif al-Tsumali. Isa bin Mu’tamir juga membacakan Yasin di dekat Ibnu Ma’bad. Para Guru berkata: Jika Surat Yasin dibacakan di dekat orang yang akan mati, maka akan ringan keluarnya ruh” (HR Ahmad, sanadnya Hasan)

- Melepas Tali Pocong

عَنْ إِبْرَاهِيْمَ قَالَ إِذَا أُدْخِلَ الْمَيِّتُ الْقَبْرَ حُلَّ عَنْهُ الْعُقَدُ كُلُّهَا. عَنْ عَامِرٍ قَالَ يُحَلُّ عَنِ الْمَيِّتِ الْعُقَدُ. عَنْ جُوَيْبِرٍ قَالَ أَوْصَانِي الضَّحَّاكُ أَنْ يُحَلَّ عَنْهُ الْعُقَدُ. عَنِ الْحَسَنِ وَابْنِ سِيْرِيْنَ قَالَا يُحَلُّ عَنِ الْمَيِّتِ الْعُقَدُ

“Dari Ibrahim (bin Adham), ia berkata: “Jika mayit dimasukkan ke kubur, maka semua ikatan dilepas”. Dari Amir, ia berkata: “Ikatan mayit dilepas”. Dari Juwaibir, ia berkata bahwa: “al-Dhahhak berwasiat kepadaku untuk melepas ikatannya”. Dari Hasan al-Bashri dan Ibnu Sirin, keduanya berkata: “Ikatan dilepas dari mayit” (Mushannaf Ibni Abi Syaibah 3/208)

- Malam Nishfu Syaban

وليلة النصف من شعبان كان التابعون من أهل الشام كخالد بن معدان ومكحول ولقمان بن عامر وغيرهم يعظمونها ويجتهدون فيها في العبادة وعنهم أخذ الناس فضلها وتعظيمها

Amaliah Malam Nishfu Sya'ban dilakukan pertama kali oleh para Tabi'in (generasi setelah Sahabat Nabi) di Syam Syria, seperti Khalid bin Ma'dan (perawi dalam Bukhari dan Muslim), Makhul (perawi dalam Bukhari dan Muslim), Luqman bin 'Amir (al-Hafidz Ibnu Hajar menilainya 'jujur') dan sebagainya, mereka mengagungkannya dan beribadah di malam tersebut. Dari mereka inilah kemudian orang-orang mengambil keutamaan Nishfu Sya'ban (Lathaif Maarif 1/151)

2. Amalan Sahabat

- Azan Jumat 2x

عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ كَانَ النِّدَاءُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوَّلُهُ إِذَا جَلَسَ الإِمَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ - رضى الله عنهما - فَلَمَّا كَانَ عُثْمَانُ - رضى الله عنه - وَكَثُرَ النَّاسُ زَادَ النِّدَاءَ الثَّالِثَ عَلَى الزَّوْرَاءِ

Adzan tambahan dalam Jumat memang baru diberlakukan dimasa Sayidina Utsman bin Affan dengan pertimbangan semakin banyaknya umat Islam (HR al-Bukhari No 412-916)

- Tarawih 20 Rakaat

قَدْ ثَبَتَ أَنَّ أبي بْنَ كَعْبٍ كَانَ يَقُومُ بِالنَّاسِ عِشْرِينَ رَكْعَةً فِي قِيَامِ رَمَضَانَ وَيُوتِرُ بِثَلَاثِ . فَرَأَى كَثِيرٌ مِنْ الْعُلَمَاءِ أَنَّ ذَلِكَ هُوَ السُّنَّةُ ؛ لِأَنَّهُ أَقَامَهُ بَيْن الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَلَمْ يُنْكِرْهُ مُنْكِرٌ

“Telah menjadi ketetapan bahwa Ubay bin Ka’b menjadi imam umat Islam 20 rakaat dalam ibadah malam bulan Ramadlan, dan witir 3 rakaat. Banyak ulama berpendapat hal itu adalah sunah, sebab ia melakukan di hadapan para sahabat Muhajirin dan Ansor. Tidak ada seorang pun yang menolak.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah 5/280)

- Baca Al-Quran Saat Ziarah Kubur

وَذَكَرَ الْخَلَّالُ عَنِ الشُّعْبِي قَالَ كَانَتِ الْأَنْصَارُ إِذَا مَاتَ لَهُمُ المَيِّتُ اخْتَلَفُوْا إِلَى قَبْرِهِ يَقْرَءُوْنَ عِنْدَهُ الْقُرْآنَ

Al-Khallal menyebutkan dari Syu’bi bahwa jika ada diantara sahabat Ansor yang wafat, maka mereka bergantian ke makamnya, membaca al-Quran di dekatnya” (Ibnu Qayyim, ar-Ruh 1/11)

- Tawasul Di Makam Nabi

وَرَوَى اِبْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ مِنْ رِوَايَةِ أَبِيْ صَالِحٍ السَّمَّانِ عَنْ مَالِك الدَّارِيِّ - وَكَانَ خَازِنَ عُمَرَ - قَالَ أَصَابَ النَّاسَ قَحْطٌ فِيْ زَمَنِ عُمَرَ فَجَاءَ رَجُلٌ إِلَى قَبْرِ النَّبِيِّ ﷺ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ اِسْتَسْقِ لِأُمَّتِكَ فَإِنَّهُمْ قَدْ هَلَكُوْا فَأَتَى الرَّجُلَ فِيْ الْمَنَامِ فَقِيْلَ لَهُ اِئْتِ عُمَرَ ... الْحَدِيْثَ.

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan hadis dengan sanad yang sahih dari Abi Shaleh Samman, dari Malik al-Dari (Bendahara Umar), ia berkata: Telah terjadi musim kemarau di masa Umar, kemudia ada seorang laki-laki (Bilal bin Haris al-Muzani) ke makam Rasulullah Saw, ia berkata: “Ya Rasullah, mintakanlah hujan untuk umatmu, sebab mereka akan binasa.” Kemudian Rasulullah datang kepada lelaki tadi dalam mimpinya, beliau berkata: Datangilah Umar…. Saif meriwayatkan dalam kitab al-Futuh lelaki tersebut adalah Bilal bin Haris al-Muzani salah satu Sahabat Rasulullah”. (Ibnu Hajar, Fathul Bari, III/441, dan Ibnu 'Asakir, Tarikh Dimasyqi, 56/489)

Mengapa mereka meninggalkan Amalan Salaf di atas? Karena menurut ulama mereka dinilai daif, baik oleh Syekh Albani, Syekh Bin Baz, Syekh Ibnu Utsaimin dan lainnya. Jadi mereka lebih condong ikut ulama mereka dari pada Ulama Salaf.

Andaikan Maulid Nabi dijumpai di Masa Salaf maka tetap akan mereka tinggalkan, karena ulama mereka sudah tidak mau mengamalkan. Jadi “Tidak ada di Masa Salaf” adalah 'lip service' belaka, karena ada banyak amalan Salaf yang mereka tinggalkan.

● Tema pengajian semalam di PP Raudlatul Ulum Al-Khaliliyah bersama Kiai Hanafi Khalil Gus Fawaid Azman Hanafi dan Bang Alfin Yasqi

Sunday, September 1, 2024

Uang Masjid

Uang Masjid

Dulu saya jumpai Masjid untuk salat saja. Sebab peran pendidikan, pengajian, pelaksanaan ajaran agama seperti zakat dan kurban ditangani oleh para kiai dan ustaz setempat.

Namun setelah para kiai sepuh wafat, belajar ngaji alif ba' ta' sudah berpindah ke Masjid dan Musala dengan sistem kelas. Zakat dan Kurban bergeser ke Masjid.

Ada sebagian Masjid yang sudah siap dengan bekal keilmuan, karena ada lulusan pesantren. Atau setidaknya meskipun bukan santri tapi dibekali dengan pelatihan mengelola zakat, kurban dan keuangan secara tuntunan Fikih.

Di sisi lain ada sebagian Masjid yang memiliki kas jumlah besar dengan jumlah rekening ratusan tapi minim kegiatan. Ada juga Masjid yang menerapkan saldo harus nol di akhir bulan.

Bagi saya ada beberapa hal yang 'paten' harus dijaga di dalam Masjid, misalnya kesucian. Juga soal status tanah wakaf, sebab di perkotaan atau perumahan masih banyak tanah fasum (fasilitas umum) dijadikan Masjid, atau area parkiran di mall dan hotel ditulis 'Masjid' padahal pemiliknya adalah non muslim.

Namun sisi lain ada yang longgar dari ijtihad ulama klasik, sehingga saya setuju bila beberapa pendapat dari 4 Mazhab diakomodir. Saat ini ada beberapa Masjid yang menggunakan uang infak Masjid untuk keperluan di luar Masjid, padahal orang-orang yang berinfak tentunya untuk Masjid tersebut.

Namun ada ulama yang membolehkan untuk kemaslahatan secara umum bagi umat Islam:

وأن المسجد حر يملك فلا يجوز التصرف فيه إلا بما فيه مصلحة تعود عليه أو على عموم المسلمين

"Masjid adalah institusi yang mempunyai hak milik. Maka tidak boleh mendayagunakan harta Masjid kecuali ada kemaslahatan yang kembali untuk masjid atau kepada umat Islam secara umum" (Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra, 6/208)

Solusi agar lebih aman dan tidak ada perdebatan saya menganjurkan di atas kotak amal ditulis "Untuk Kemaslahatan Umum Umat Islam". Kalau sudah seperti ini pihak takmir bisa mendayagunakan untuk sosial, seperti fakir miskin di sekitar Masjid, bantuan mana kala ada anggota jemaah wafat dan sebagainya. Terpenting ada laporan tertulis di papan pengumuman Masjid atau majalah tentang penggunaan dana Masjid.

Dari Masjid menjadi tempat berderma untuk orang miskin kita temukan riwayatnya:

ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺑﻜﺮ، ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: «ﻫﻞ ﻣﻨﻜﻢ ﺃﺣﺪ ﺃﻃﻌﻢ اﻟﻴﻮﻡ ﻣﺴﻜﻴﻨﺎ؟»، ﻓﻘﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ: ﺩﺧﻠﺖ اﻟﻤﺴﺠﺪ، ﻓﺈﺫا ﺃﻧﺎ ﺑﺴﺎﺋﻞ ﻳﺴﺄﻝ، ﻓﻮﺟﺪﺕ ﻛﺴﺮﺓ ﺧﺒﺰ ﻓﻲ ﻳﺪ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ، ﻓﺄﺧﺬﺗﻬﺎ ﻣﻨﻪ ﻓﺪﻓﻌﺘﻬﺎ ﺇﻟﻴﻪ "

Nabi bertanya: "Adakah di antara kalian yang memberi makan orang miskin hari ini?" Abu Bakar menjawab: "Saya masuk ke Masjid dan jumpa dengan orang yang meminta-minta. Ada sepotong roti di tangan anak saya, lalu saya ambil dan saya berikan kepadanya" (HR Abu Dawud)

○ Mewakili Dr KH Ahmad Fahrur Rozi  memberi materi pelatihan Aswaja dan Fikih Masjid untuk Lembaga Takmir Masjid se Jatim yang diprakarsai oleh LTM PBNU di Asrama Haji, Surabaya.

Monday, August 19, 2024

Majelis Bukhoren

Majelis Bukhoren

Amaliyah atau laku ini adalah ngaji Kitab Shohih Bukhori. Diadakan oleh Kraton Yogyakarta Hadiningrat. Telah digelar sejak masa Sri Sultan Hamengkubuwono I (1755).

Setiap pehadir akan dibagikan kurasan atau jilidan berisi 4 lembar atau 8 halaman. Kurasan itu diambilkan dari petikan lembaran Shohih Bukhori yang akan dingajikan. Setiap orang mendapatkan kurasan yang berbeda-beda.

Setelah bertawassul mengirim doa untuk para leluhur Mataram Islam, barulah setiap orang dipersilahkan nderes kurasan yang dijatahkan untuknya.

Pada bagian nderes hadis inilah yang paling unik di majelis ini. Jadi setiap orang merapalkan hadis. Seperti merapalkan ayat quran dalam majelis  muqoddaman yang dikerjakan dengan menderes setiap juz dari quran yang dijatahkan.

Selepas itu Pengulu Kraton mempersilakan hadirin untuk mengulas beberapa hadis yang paling menarik atau paling berkaitan dengan keadaan kekinian. Bisa juga tidak berkaitan. Jika tidak, setiap orang diperkenankan untuk bertanya atau mempertanyakan maksud dari hadis tertentu. Hingga mendapatkan jawaban dari seseorang sepuh yang dianggap paling alim dan otoritatif menjawab.

Salamun ngalaikum thibtum ya Ahla Mataram..

3 DEBAT IBN TAIMIYAH

3 DEBAT IBN TAIMIYAH

Syaikh Ibn Taimiyah beberapa kali melakukan debat dengan ulama' Asy'ariyah. Tapi menurut saya, ada tiga kisah debat beliau yang paling berkesan dalam catatan sejarah dan boleh dikatakan menampakkan pemikiran beliau yang sebenarnya.

I. DEBAT DENGAN IMAM IBN ATHAILLAH:

Saat itu, tersebar dakwaan bahwa Ibn Taimiyah mengkafirkan pelaku istighotsah dengan Nabi dan beberapa masalah lain. Tapi saat diadakan majlis debat dengan Ibn Athaillah as-Sakandari al-Maliki, Ibn Taimiyah berkata, istighotsah dengan Nabi yang sehingga jatuh kafir adalah ketika dengan niatan beribadah kepada Nabi. Ibn Taimiyah juga memperbolehkan tawassul dan berharap syafaat dari Nabi. Setelah pernyataan itu, debat tidak jadi dilanjutkan, sebab ternyata sebagian issu yang berkembang tidak sesuai dengan kenyataan. Kisah ini ditulis oleh murid Ibn Taimiyah sendiri, yaitu Ibn Abdil Hadi dalam al-Uqud ad-Durriyah (I/267) dan beberapa ulama' lain.

Dari pernyataan diatas, dipastikan bahwa pemahaman beliau tentang Istighotsah, tawassul dan berharap syafaat Nabi sangat kontras dengan yang diyakini Salafi Wahabi, pengikutnya, dimana yang sudah masyhur, mayoritas dari mereka mengkafirkan pelaku istighotsah, tawassul dan berharap syafaat Nabi secara mutlak setelah kewafatan beliau.

II. DEBAT DENGAN PARA ULAMA' DAN QADHI:

Dalam kisah debat dengan beberapa ulama' dan qadhi, Ibn Taimiyah menyatakan taubat dan kembali ke akidah imam al-Asy'ari sebagaimana kisah al-Hafiz Ibn Hajar al-Asqallani dalam ad-Durar al-Kaminah (I/148), Imam al-Maqrizi dalam as-Suluk Li Ma'rifah Duwal al-Muluk (II/391) dan ulama' yang menyaksikan kejadian, yakni Imam Syihabuddin an-Nuwairi dalam Nihayatul Arab (XXXII/115).

Musykilnya, setelah kisah taubat tersebut, Ibn Taimiyah masih meyakini akidah lama. Hal itu dibuktikan dengan Ibn Qayyim yang berguru kepada beliau setelah peristiwa taubat tersebut. Dan siapapun tahu, akidah beliau adalah "copy paste" dari akidah sang guru. Karena itu, banyak yang beranggapan bahwa taubat beliau adalah taqiyah. Tapi bagi Salafi Wahabi, kisah taubat tersebut adalah dusta atau hoax sebab kisah tersebut tidak dikisahkan oleh az-Zahabi, Ibn Abdil Hadi, dan Imam Ibn Katsir yang merupakan murid Ibn Taimiyah. Wallahu A'lam.

III. DEBAT DENGAN IMAM AL-BAJI:

Saat hendak berdebat dengan singa Ahlussunnah wal Jama'ah, Imam Alauddin al-Baji, Syaikh Ibn Taimiyah tiba-tiba merendah, menghormat, atau tidak berani. Saat diminta Imam al-Baji untuk memulai debatnya, Ibn Taimiyah berkata: "Orang sepertiku tidak layak berbicara didepan Anda. Bahkan selayaknya aku mengambil faidah dari Anda".

Bahkan saat kali berjumpa, Ibn Taimiyah memuji habis al-Baji. Al-Baji pun berkata: "Jangan memujiku berlebihan! Yang ada di sini hanyalah kebenaran". Dan setelah itu, Ibn Taimiyah dengan suka rela mau merubah 14 masalah dalam kitab yang pernah beliau tulis.

Kisah ini diceritakan oleh Tajuddin as-Subki dalam Thabaqot Syafi'iyah (X/342), Ibn Hajar dalam ad-Durar al-Kaminah (IV/120) dan Ibn Qadhi Syuhbah dalam Thabaqat Syafi'iyah (II/225). Sementara dalam kisah Imam Ibn Katsir, Ibn Taimiyah enggan berjumpa untuk debat dengan Imam Alauddin al-Baji (al-Bidayah wan Nihayah XIV/47).

Kisah mindernya Ibn Taimiyah diatas menampar muka pengikut beliau yang dalam banyak tulisan digambarkan beliau adalah seseorang yang gagah berani melawan Asy'ariyah dan bahkan tidak pernah mundur dalam medan debat.

[Posting ulang]

Friday, August 2, 2024

Catatan sejarah pendirian NU

Beberapa Catatan Penting Sejarah pendirian NU dalam Kesaksian Kiai As'ad Syamsul Arifin.

Tulisan panjang di bawah ini, saya resume dari pidato Kiai As'ad Syamsul Arifin yang berbahasa Madura tentang proses pendirian Nahdlatul Ulama.

--Audiensi para Kiai kepada Kiai Muntaha, Menantu Kiai Khalil Bangkalan tentang adanya gerakan anti ulama salaf.

Kira-kira pada tahun 1920, Kiai Muntaha Bangkalan, menantu Kiai Khalil, kedatangan tamu terdiri dari 66 ulama seluruh Indonesia. Tujuan mereka adalah agar Kiai Muntaha berkenan untuk menjadi “penyambung lidah” antara mereka dengan Kiai Khalil, mahaguru ulama Nusantara itu.  

Kepada Kiai Muntaha, para kiai itu bercerita bahwa saat ini ada pihak yang sangat anti pada ulama salaf, tidak senang dengan karya ulama salaf dan menurut mereka yang bisa diikuti hanya al-Quran dan Hadis saja. Isu inilah yang hendak dikonsultasikan ke Kiai Khalil.

--Pertemuan Para Kiai di kediaman Kiai Alwi Abd. Aziz, Kawatan, Surabaya.

Pada tahun 1921 atau 1922, ulama se-Jawa terdiri dari 46 orang berkumpul di Kawatan Surabaya, kediaman Kiai Alwi Abd. Aziz membahas terkait pendirian Jam’iyah. Beberapa nama yang disebut Kiai As’ad di antaranya; Kiai Syamsul Arifin, Sukorejo, Kiai Hasan, Genggong, Kiai Sidogiri (entah siapa yg dimaksud), Kiai Saleh Lateng, Kiai Asnawi Kudus, Kiai Tahir Bungkuk, kiai-kiai dari Jombang.

Pertemuan ini tidak menghasilkan apa-apa kecuali hanya beberapa ide-ide misalnya seperti, tidak perlu membuat organisasi baru, cukup organisasi yang ada saja direvitalisasi. Ada juga usulan untuk segera melahirkan organisasi baru.

Kebuntuan berfikir ini terus berlangsung sampai awal-awal tahun 1923. Di sisi lain, gerakan wahabisme sudah mulai merajalela di mana-mana. Dan mereka gencar menolak amaliyah-amaliyah orang pesantren, seperti tabarruk, tawassul dan lain.

Catatan Manuskrip Sunan Ampel

Setelah menceritakan kisah di atas, Kiai As’ad mengisahkan bahwa ada seorang kiai menyampaikan sebuah sejarah pada Kiai Khalil yang didasarkan pada tulisan Sunan Ampel. Isinya adalah; ketika Sunan Ampel ngaji dan berada di Madinah, Sunan Ampel pernah bermimpi nabi dan nabi berpesan agar Islam Ahlussunnah Waljamaah dibawa hijrah ke Indonesia, sebab di tanah asalnya ia sudah tidak berdaya. Dan perlu diketahui bahwa di zaman itu belum ada wahabi.

--Istikharah di Maqbarah Walisongo dan Nabi Muhammad Saw.

Temuan manuskrip tersebut justru membuat para kiai merasa berat, belum menemukan solusi.

Ketika kondisi seperti ini, ada 4 kiai ditugaskan untuk istikharah di maqbarah para sunan selama 40 hari. Ada juga yang ditugaskan untuk istikharah di Madinah, maqbarah Nabi Muhammad Saw.

Di akhir, tahun 1923, semua petugas istikharah melakukan pertemuan untuk melaporkan hasil istikharah mereka. Dan menurut Kiai As’ad, laporan ini tertulis dan naskahnya ada. Kiai As’ad tidak memastikan, siapa yang menyimpan hasil pertemuan ini. “Insyaallah, badha (ada)...”, ujar Kiai As’ad.

--1924 Kiai As’ad dipanggil Kiai Khalil Bangkalan

Karena belum menemukan jalan keluar, pada tahun 1924 Kiai As’ad yang saat itu sedang belajar di Bangkalan dipanggil oleh Kiai Khalil. Kiai Khalil berkata pada Kiai As’ad:

“Lagguna be’en entar ka Hasyim Asy’ari, Jombang”, “Besok pergi ke Hasyim Asy’ari, Jombang..”. Dalam perjalanan ke Jombang ini, Kiai Khalil menitipkan tongkat dan sebuah ayat yang berbunyi:

وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَامُوسَى (17) قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى (18) قَالَ أَلْقِهَا يَامُوسَى (19) فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى (20) قَالَ خُذْهَا وَلَا تَخَفْ سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الْأُولَى (21)

"Dan apakah yang ada di tangan kananmu, wahai Musa?", (17) Dia (Musa) berkata, "Ini adalah tongkatku, aku bertumpu padanya, dan aku merontokkan (daun-daun) dengannya untuk (makanan) kambingku, dan bagiku masih ada lagi manfaat yang lain." (18), Dia (Allah) berfirman, "Lemparkanlah ia, wahai Musa!" (19), Lalu (Musa) melemparkan tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. (20) Dia (Allah) berfirman, "Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula, (21)”. (Qs. Thaha: 17-21)

Singkat cerita, sesampainya di Jombang Kiai As’ad ditemui langsung oleh Kiai Hasyim Asy’ari. Pada momen ini, Kiai Hasyim bertanya latar belakang Kiai As’ad dan ternyata, Kiai As’ad memiliki hubungan keluarga dengan Kiai Hasyim lewat jalur ibu beliau yang bernama Nyai Maimunah (maqbarah ibunda Kiai As’ad ada di Talangsiring Pamekasan).

Setelah itu, Kiai As’ad menyampaikan titipan Kiai Khalil berupa tongkat. Bagaimana respons Kia Hasyim? Kata Kiai As’ad, ketika pertama kali mendengar ada titipan tongkat, Kiai Hasyim kaget penuh heran bertanya-tanya.

Dan beliau tidak segera menerima tongkat tersebut. Lalu Kiai As’ad meneruskan obrolan dengan membacakan surat Thaha di atas yang dibacakan oleh Kiai Khalil.

Setelah selesai membacakan surat tersebut, dengan penuh haru Kiai Hasyim Asy’ari merespons:

“Alhamdulillah, cong, engkok tolos mabadha jam’iyah Ulama, tolos mabadha jam’iyah ulama, tolos engkok, kalabhan tongket reya, areya tongket nabi Musa ebaghi ka engkok bhik Kiai Khalil”... artinya, “Alhamdulillah, nak, saya jadi mendirikan Jam’iyah Ulama, jadi mendirikan Jam’iyah Ulama, saya jadi mendirikan dengan (isyarah) tongkat ini. Ini tongkat nabi Musa diberikan ke saya oleh Kiai Khalil”...

Pada waktu itu, menurut Kiai As’ad belum ada nama Nahdlatul Ulama. Kiai Hasyim menggunakan term “Jam’iyah Ulama...”. Kemudian Kiai As’ad pamit dan sebelum pamit beliau minta didoakan pada Kiai Hasyim. Dan sebelum benar-benar pergi, Kiai Hasyim sekali lagi menitipkan salam untuk Syaikhana Khalil, berupa kabar bahwa sebentar lagi akan didirikan Jam’iyah ulama.

--Kiai As’ad kembali Dipanggil Kiai Khalil

Pada akhir tahun 1924, Kiai As’ad dipanggil kembali oleh Kiai Khalil. Pada waktu, Kiai As’ad masih sebagai santri di Bangkalan. Panggilan yang kedua ini Kiai As’ad ditugas untuk kembali ke Tebuireng.

Jika sebelumnya membawa tongkat misi kali ini diperintah membawa tasbih. Bukan hanya tasbih, Kiai Khalil juga menitipkan dua asmaul husna; Ya Jabbar, Ya Qahhar. Satu bacaan satu putaran, begitupula bacaan satunya. Lalu Kiai As’ad menjulurkan kepalanya agar tasbih yang dimaksud dikalungkan saja.

Sebagaimana kisah pertama, bahwa selama perjalanan beliau menjadi sorotan banyak mata; ada yang meledek sebagai orang gila sebab ia masih muda tetapi sudah pakai tongkat dan kedua kalinya berkalung tasbih, ada juga yang menganggap beliau wali karena penampilannya aneh.

Yang menarik disampaikan juga bahwa; selama menjalankan tugas-tugas berat ini, Kiai As’ad berpuasa sepanjang Bangkalan-Tebuireng; ia tidak makan, tidak minum, tidak merokok bahkan selama perjalan beliau tidak berbicara pada siapapun. Jadi beliau “puasa” bicara. Karena sedang membawa amanat kiai. Kata Kiai As’ad, “Sebelum bertemu dengan Kiai Hasyim saya tidak akan berbicara dengan siapapun”.

Sesampainya di Tebuireng, Kiai As’ad melaporkan amanatnya berupa titipan tasbih. Kiai Hasyim dawuh:

“Masyaallah, masyaallah, engkok ekemani ongghu bhik ghuru...”, artinya, “Masyallah, masyaallah, saya disayang betul sama guru saya...”.

Dan betapa kagetnya, saat Kiai Hasyim tahu bahwa tasbih yang dimaksud ada di leher Kiai As’ad. Jadi, Kiai As’ad tidak menyentuh tasbih tersebut. Di Bangkalan dipasang langsung oleh Kiai Khalil dan di Jombang diambil langsung oleh Kiai Hasyim. Lalu Kiai As’ad membacakan dua lafadz Asmaul Husna yang juga dititipkan mengiringi tasbih tersebut. Kiai Hasyim merespons:

“Sapa se bengal ka NU ancor, karena jam’iyah ulama, ancor...” artinya, “Siapa yang berani (kurang ajar) kepada NU akan hancur, sebab (ini) adalah jam’iyah ulama”.

--1925 Kiai Khalil Bangkalan Wafat

Tahun 1925 bertepatan dengan tanggal 29 Ramadan, mahaguru ulama Nusantara, Syaikhana Khalil Bangkalan wafat. Kata Kiai As’ad, info kewafatan Kiai Khalil terjadi kehebohan luar biasa di publik luas. Umat seperti kehilangan pelita yang selama ini menyinari bumi Nusantara.

--1926 NU resmi berdiri

Bertepatan pada bulan Rajab tahun 1926 Nahdlatul Ulama resmi berdiri. Tahun ini semua kebutuhan NU sebagai organisasi disusun satu persatu. Kiai As’ad menyebut nama Kiai Dahlan, Nganjuk, sebagai sosok yang menyusun anggaran dasar rumah tangga organisasi. Lalu ada beberapa pertemuan ulama untuk mendelegasikan utusan ke Gubernur termasuk Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Tulisan lebih lengkap silahkan baca di kanal: https://arina.id/khazanah/ar-nIOFK/memahami-sejarah-berdirinya-nu-dari-kiai-as-ad-syamsul-arifin.

Penutup

Kisah di atas, adalah beberapa poin yang bisa saya tangkap dari rekaman sejarah pendirian Nahdlatul Ulama oleh Kiai As’ad Syamsul Arifin, pelaku langsung pendirian NU yang bukti kesaksiannya terekam dengan baik dan tersimpan di Youtube atau di pondok Sukorejo. 

Tabik
Ahmad Husain Fahasbu

Friday, July 5, 2024

Mana Dalil Doa Akhir dan Awal Tahun

Mana Dalil Doa Akhir dan Awal Tahun?

Berikut adalah riwayat Sahabat dan Hadis yang berkaitan dengan doa akhir dan awal tahun.

Dalil Doa Awal Tahun

ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻫﺸﺎﻡ ﻗﺎﻝ: ﻛﺎﻥ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻳﺘﻌﻠﻤﻮﻥ ﻫﺬا اﻟﺪﻋﺎء ﺇﺫا ﺩﺧﻠﺖ اﻟﺴﻨﺔ ﺃﻭ اﻟﺸﻬﺮ: اﻟﻠﻬﻢ! ﺃﺩﺧﻠﻪ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺑﺎﻷﻣﻦ ﻭاﻹﻳﻤﺎﻥ، ﻭاﻟﺴﻼﻣﺔ ﻭاﻹﺳﻼﻡ، ﻭﺭﺿﻮاﻥ ﻣﻦ اﻟﺮﺣﻤﻦ، ﻭﺟﻮاﺯ ﻣﻦ اﻟﺸﻴﻄﺎﻥ. رواه اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻓﻲ "اﻷﻭﺳﻂ" ﻗﺎﻝ اﻟﻬﻴﺜﻤﻲ: "ﻭﺇﺳﻨﺎﺩﻩ ﺣﺴﻦ"

Dari Abdullah bin Hasyim, ia berkata bahwa para Sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mempelajari doa berikut jika MEMASUKI TAHUN atau bulan "Ya Allah, masukan kami ke dalamnya dengan aman, iman, selamat dan Islam. Mendapatkan ridho Allah dan dijauhkan dari gangguan syetan" (HR Thabrani, Al Hafizh Al Haitsami menilai Hasan)

Dalil Doa Akhir Tahun

ﻋﻦ ﺑﺸﻴﺮ ﻣﻮﻟﻰ ﻣﻌﺎﻭﻳﺔ ﻗﺎﻝ: ﺳﻤﻌﺖ ﻋﺸﺮﺓ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺃﺣﺪﻫﻢ ﺣﺪﻳﺮ ﺃﺑﻮ ﻓﺮﻭﺓ (ﻭﻓﻲ ﻧﺴﺨﺔ: ﻓﻮﺭﺓ) ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﺇﺫا ﺭﺃﻭا اﻟﻬﻼﻝ: اﻟﻠﻬﻢ! اﺟﻌﻞ ﺷﻬﺮﻧﺎ اﻟﻤﺎﺿﻲ ﺧﻴﺮ ﺷﻬﺮ ﻭﺧﻴﺮ ﻋﺎﻗﺒﺔ، ﻭﺃﺩﺧﻞ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺷﻬﺮﻧﺎ ﻫﺬا ﺑﺎﻟﺴﻼﻣﺔ ﻭاﻹﺳﻼﻡ، ﻭاﻷﻣﻦ ﻭاﻹﻳﻤﺎﻥ، ﻭاﻟﻤﻌﺎﻓﺎﺓ ﻭاﻟﺮﺯﻕ اﻟﺤﺴﻦ.

Dari Basyir, budak Muawiyah, ia mendengar 10 sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, salah satunya Abu Farwah. Mereka berdoa jika melihat hilal: "Ya Allah jadikanlah bulan yang lalu sebaik-baiknya bulan dan sebaik-baik akibat. Masukkan kami ke bulan ini dengan selamat dan Islam, aman dan iman, sehat dan rezeki yang Bagus" (HR Ibnu Sunni)

Doa Dari Nabi

كان اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﺇﺫا ﺭﺃﻯ اﻟﻬﻼﻝ ﻗﺎﻝ: «ﻫﻼﻝ ﺧﻴﺮ ﻭﺭﺷﺪ، ﻫﻼﻝ ﺧﻴﺮ ﻭﺭﺷﺪ، ﻫﻼﻝ ﺧﻴﺮ ﻭﺭﺷﺪ، ﺁﻣﻨﺖ ﺑﺎﻟﺬﻱ ﺧﻠﻘﻚ» ﺛﻼﺙ ﻣﺮاﺕ، ﺛﻢ ﻳﻘﻮﻝ: «اﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ اﻟﺬﻱ ﺫﻫﺐ ﺑﺸﻬﺮ ﻛﺬا، ﻭﺟﺎء ﺑﺸﻬﺮ ﻛﺬا»

Telah sampai pada Qatadah bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam jika melihat hilal, Nabi berdoa: "Ini bulan baik dan petunjuk pada ibadah. Ini bulan baik dan petunjuk pada ibadah. Ini bulan baik dan petunjuk pada ibadah. Aku beriman kepada Allah yang menciptakan mu". Kemudian Nabi bersabda: "Al-hamdulillah, Allah telah membawa bulan ini dan Allah mendatangkan bulan yang lain" (HR Abu Dawud)

Namun doa apapun tetap boleh dibaca dan ditambah sesuai hajat masing-masing.

Monday, June 17, 2024

MANUSIA SEBELUM NABI ADAM

*''MANUSIA SEBELUM NABI ADAM"*
___________________________
Oleh: Khairul Umam Khairuddin, QH.

Imam al-Alusi pengarang Tafsir Ruhu al-Ma'ani mengatakan bahwa didalam kitab Jami'u al-Akbar dari orang Syi'ah Imamiah, pasal lima belas, disebutkan bahwa sebelum Allah menjadikan Nabi Adam nenek moyang kita semua, telah ada 30 Adam.

Jarak antara satu Adam dengan Adam yg lain 1.000 tahun, setelah Adam yg 30 itu, 50,000 tahun lamanya dunia ini rusak binasa, kemudian ramai lagi 50,000 tahun barulah kemudian Alloh menjadikan Nabi Adam as.

Di dalam kitab at-Tauhid Imam Ibnu Buwaihi meriwayatkan dari Imam Na'far as-Shodiq dalam satu hadis yg panjang, dia berkata:

_"Barangkali kamu sangka bahwa Alloh tidak menjadikan manusia (Basyar) selain kamu. Bahkan, demi Alloh ! Dia telah menjadikan 1,000 Adam , dan kamu lah yg terakhir dari Adam Adam itu "_

Imam al-Haisam pada syarah Nahju al-Balagah, dan dinukilkan dari Imam Muhammad al-Baqir bahwa dia berkata:
Telah habis sebelum Adam yg bapak 1000 Adam atau lebih, namun ini semua adalah pendapat dari syiah , karena Ja'far shodiq dan Muhammad Al-baqir dua di antara Imam Syiah Imamiah. Adapun dari kalangan Ahlussunnah Wal Jama'ah ada ulama yg mengemukakan seperti itu, yakni Imam Ibnul arobi dalam kitab nya Futuhatu al-Makkiyah beliau mengemukakan bahwa 40.000 tahun sebelum Adam sudah ada Adam yg lain, yg sudah hidup di bumi ini.

Namun hal ini hanya sebagai wawasan saja bukan sebagai kepercayaan karena bukan warid dari al-Quran dan al-Hadis, walaupun banyak teka-teki dari alam ini yg belum kita ketahui, belum lagi masalah manusia purba siapakah yg lebih dulu ada apakah Nabi Adam as ataukah mereka??. Sebab kalau kita katakan mereka adalah keturunan dari Nabi Adam as, kok bentuk tubuh dan rupanya agak aneh seperti yg kita saksikan dari fosil-fosil yg ditemukan oleh para peneliti.

Maka apa yg disampaikan tentang adanya manusia sebelum Nabi adam ada kemungkinan benarnya tapi ada juga kemungkinan salahnya.

Lalu ada beberapa riwayat dari para ulama tentang Nabi Adam as dimanakah beliau diturunkan oleh Allah ke muka bumi ini setelah beliau tinggal beberapa waktu di dalam syurga.

Di dalam Kitab Qishoshu al-Anbiya' oleh Imam Ibnu Katsir, bahwasanya Imam Ibnu Assakir meriwayatkan dari al-Auza'i dari Hassan (Ibnu Athiyah), ia berkata bahwa sebelum turun ke bumi, Nabi Adam hidup di Surga selama 100 tahun. Namun, ada juga yang berpendapat hanya 60 tahun saja.

AL imam ibnu asakir meriwayatkan dari ibnu Abbas bahwa Nabi Adam as diturunkan di hindustan, adapun siti Hawa di turunkan di jeddah, dan itulah kenapa dinamakan jeddah karena jeddah artinya adalah nenek perempuan, adapun tempat nabi adam di turunkan di hindustan itu tepatnya  di pulau serandib.

Maka Yang jadi pertanyaannya adalah dimanakah pulau serandib itu?!
   
Syaik Yusuf al-Makassariy tajul kholwati dalam surat suratnya yang di kirimkan dari sailan [ ceylen ] kepad murid muridnya di makassar dan banten pada akhir abad 17, sebelum beliau dipindahkan ke afrika selatan, selalu menyebutkan bahwa beliau bersyukur karena di pulau pengasingan ini, pulau serandip, tempat turunnya nenek moyang kita Nabi Adam as, dan beliau masih dapat beribadah kepada Allah swt, maka Syaikh yusuf dengan demikian memegang pendapat yg umum pada waktu itu bahwa pulau serandib iyalah pulau ceylen [sekarang menjadi srilangka].

Tetapi dalam penyelidikan ahli ahli sejarah, terakhir menunjukkan bukti bukti bhwa pulau serandib bukan pulau Ceylen, melainkan pulau sumatra. Sebab nama serandib dalam bahasa sanskerta yg ditulis dengan huruf arab. Aslinya iyalah pulau Swarna Dwipa, yaitu nama sumatra di zaman dahulu, begitu juga jawa dwipa nama dari pulau jawa. ini adalah hasil pengkajian yg di lakukan oleh Profesor Dr Haji Abdul Malik Karim Amrullah [Buya HAMKA ] yg di tuliskan nya dalam Tafsir al-Azhar jilid 1 halaman 229.

Rabu, 15 November 2023 M
___________________________
*Alumni 58 Mahad Darul Qur'an Wal Hadits, NW, Lombok Timur.

Monday, June 10, 2024

Seputar Fikih Qurban

Seputar Fikih Qurban

✏️ Abdurrahman Bin Farid Al Mutohhar

1. Hukum Qurban :

Menurut madzhab Syafi'i hukum berqurban adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan dan dianjurkan)
Dan bagi yang mampu untuk melaksanakan qurban, maka dimakruhkan meninggalkannya.

Jika masih sendiri, maka sunnah nya adalah sunnah ‘ain,
Jika berkumpul dalam satu rumah dengan keluarga misalnya, maka sunnahnya adalah sunnah kifayah, yang artinya jika satu dari anggota keluarga melaksanakan qurban maka tuntutan kesunnahan untuk anggota keluarga yang lain gugur, namun bukan berarti tidak diperbolehkan untuk berqurban, tetap disunnahkan bagi anggota keluarga lainnya untuk berqurban juga (karena pahala qurban hanya bagi yang melakukan qurban)

Dan ketika seseorang bernadzar untuk mengeluarkan qurban, maka hukum qurbannya menjadi wajib
Contoh qurban nadzar : “jika saya sembuh dari penyakitku ini, maka aku bernazar akan berqurban”

2. Hukum seseorang yang mengucapkan : “Hewan ini adalah hewan qurbanku” :

Orang yang mengatakan disaat ditanya misalnya “Apa ini?”, kemudian ia menjawab : “Hewan Ini adalah hewan Qurban”, lalu Apakah otomatis hewan tersebut menjadi qurban wajib yang disamakan seperti nazar yang konsekuensinya adalah ia serta orang yang wajib ia nafkahi haram mengkonsumsinya, dan semua dagingnya wajib untuk disedekahkan?

Kesimpulannya ada 2 pendapat :
1. Pendapat Pertama : perkataan tersebut dinyatakan sebagai bentuk macam nazar qurban, sehingga hukumnya menjadi qurban wajib. (Pendapat ini dikemukakan dalam kitab busyrol karim dan baijuri)

2. Pendapat kedua : Perkataan tersebut tidak menjadikan sebagai bentuk macam nazar qurban, sehingga tidak menjadi qurban wajib, karena ucapan itu hanya semacam pemberitahuan dari sipemilik hewan qurban, bukan sebuah penegasan dalam menetapkan hewan tersebut, maka hukum qurbannya adalah qurban sunnah, sehingga diperbolehkan bagi mudhohhi dan orang yang dinafkahi untuk mengkonsumsinya. (Ini Dari kitab bughyatul mustarsyidin, menuqil pendapat dari Imam Al Auza’i, Al Bulqini Dan Al Marooghi)

3. Perbedaan Qurban Wajib dan Qurban Sunnah :

• Qurban wajib: Semua daging qurban dan semua bagian hewan tersebut, hukumnya wajib disedekahkan, tidak boleh si mudhohhi (orang yang berqurban) mengkonsumsi daging qurbannya sendiri walaupun sedikit. Begitu juga diharamkan bagi orang yang ditanggung nafkah oleh si mudhohhi untuk mengkonsumsinya, seperti istri dan anak.

• Qurban sunnah : Yang wajib disedekahkan adalah hanya sebagian dari hewan yang diqurbankan (yang sekiranya itu dikatakan daging), tidak wajib disedekahkan semuanya, dan si Mudhohhi (orang yang berqurban) boleh mengkonsumsi daging qurbannya sendiri,
bahkan sunnahnya dibagi menjadi 3 : sepertiga dimakan, sepertiga disedekahkan, dan sepertiga lagi di hadiahkan kepada orang lain.
Dan lebih afdhol lagi adalah disedekahkan semuanya.

4. Hukum bersedekah dengan daging qurban yang sudah di masak :

Daging qurban yang disedekahkan wajib dalam keadaan “Mentah”,
Disaat diberikan kepada orang fakir harus dalam keadaan mentah, supaya dia bisa mentasarrufkan daging qurban tersebut semau dia, bisa dijual atau semisalnya.
Maka tidak sah jika memberikan daging qurban kepada orang fakir dalam keadaan sudah dimasak, atau daging qurbannya dimasak terlebih dahulu kemudian ia mengundang orang-orang fakir untuk datang kerumahnya, untuk memakan hasil dari hewan qurbannya, juga tidak sah, karena haknya orang fakir adalah memiliki daging qurban tersebut, bukan memakannya.

5. Apakah qurban dianjurkan juga bagi seorang yang musafir?

Kesunnahan berqurban merata untuk semua orang yang mampu, baik dalam keadaan muqim ataupun musafir

Ketentuan mampu dalam berqurban adalah : adanya kelebihan harta, dari harta yang cukup untuk nafkah dirinya dan orang-orang yang ditanggung nafkah seperti istri dan anaknya, pada tanggal 10-13 Dzul Hijjah

Jika hanya memiliki harta yang pas-pasan, hanya cukup untuk nafkah dirinya dan keluarganya (tidak ada kelebihan harta) pada tanggal 10-13 dzul hijjah, maka tidak disunnahkan untuk berqurban.

6. Hukum Qurban Untuk Sekeluarga?

Jika satu orang dari satu keluarga melaksanakan sunnah qurban, maka tuntutan kesunnahan untuk anggota keluarga yang lainnya gugur, namun yang mendapatkan pahala qurban hanyalah bagi yang melakukan qurban.

Namun Imam Ramli mengatakan : Jika satu orang berqurban dan diniatkan pahalanya untuk dirinya dan untuk orang lain, maka diperbolehkan dan orang lainpun juga mendapatkan pahala berqurban karenanya.

Jadi alangkah baiknya jika berqurban diniatkan juga pahalanya untuk keluarga, kerabat, teman, murid dan tetangga.

7. Waktu masuknya penyembelihan Qurban :

Masuk waktu berqurban adalah : dengan terbitnya matahari pada tanggal 10 dzul hijjah (pada hari raya iedul adha) dan telah lewat setelah terbit waktu seukuran 2 rakaat (sholat hari raya) serta seukuran 2 khutbah (dengan ukuran minimal).

Misal untuk mengira-ngira :
Katakan bahwa Terbit matahari itu jam 05.30
Waktu yang mencukupi untuk sholat hari raya 2 rakaat sekitar 10 menit (05.30-05.40)
Dan waktu yang mencukupi untuk khutbah 2x adalah 20 menit (05.40-06.00)
Berarti jam 06.00 seseorang sudah diperbolehkan untuk melakukan penyembelihan hewan qurban.

Jika menyembelih qurban pada waktu tersebut maka sah qurbannya, walaupun imam sudah selesai sholat ataupun belum, walaupun si orang yang berqurban sholat ataupun tidak.

8.Batas Akhir Waktu Penyembelihan Qurban :

Keluarnya waktu berqurban adalah dengan terbenamnya matahari pada tanggal 13 dzul hijjah (akhir hari tasyriq)

9. Bolehkah Berqurban Pada Malam Hari?

Madzhab syafi’i memperbolehkan berqurban pada malam hari ataupun siang hari, tidak ada bedanya, qurban yang dilakukan dimalam hari hukumnya adalah sah walaupun memang dimakruhkan berqurban dimalam hari jika tidak ada udzur.

10.Bolehkah Berqurban Dengan Selain Unta, Sapi dan Kambing?

Hewan yang sah untuk dijadikan qurban ada 3 macam :
1. Unta
2. Sapi (kerbau juga termasuk)
3. Kambing (baik kambing kacang ataupun domba)

Selain 3 macam diatas maka tidak sah berqurban dengannya, seperti berqurban menggunakan Ayam maka tidak dianggap qurban tapi dianggap sebagai sedekah daging.

11. Kriteria Hewan Yang Boleh Untuk Dijadikan Qurban :

1. Unta : Harus berumur Minimal 5 tahun sempurna
2. Sapi : Harus berumur minimal 2 tahun sempurna
3. Kambing :
• Untuk kambing kacang : Harus berumur minimal 2 tahun sempurna
• Untuk kambing gibas atau domba : Harus berumur minimal 1 tahun sempurna

12.Mana Yang lebih Afdhol, Berqurban Dengan Hewan Jantan Atau Betina?

Hukumnya Sah berqurban dengan jantan ataupun betina.
Dan untuk dari segi ke afdhol an atau keutamaan, maka terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama’ :

• Pendapat pertama : Jantan lebih afdhol daripada betina.
• Pendapat Kedua : Betina lebih afdhal daripada Jantan.

13.Jenis Hewan Yang Utama Untuk Qurban :

Derajat ke utamaan dalam jenis hewan untuk qurban :
1. Unta
2. Sapi
3. Kambing Gibas Jantan
4. Kambing kacang Jantan
5. Kambing Gibas Betina
6. Kambing Kacang Betina

14.Batasan Cacat Yang dapat Menghalangi Sahnya Hewan Qurban :

Definisi cacat yang menghalangi sah nya qurban adalah Cacat yang bisa mengurangi daging atau merusak sifat dagingnya, baik sekarang ataupun dimasa yang akan datang.
Seperti : Buta, Picek sebelah (yang jelas), pincang, terkena penyakit yang bisa merusak sifat daging (membuat daging menjadi bau), seperti menyebabkan jadi kurus banget, Terkena penyakit gatal-gatal yang parah, hilangnya satu telinga milik hewan qurban (jika cuma sobek sedikit tidak menjadi masalah).

15. Satu Kambing Hanya Untuk Satu Orang :

Satu kambing hanya sah untuk satu orang
Maka Tidak sah jika satu kambing untuk 2 orang atau lebih.

Sedangkan satu unta dan satu sapi, hukumnya sah untuk maksimal 7 orang atau kurang, baik 7 orang itu ada hubungan keluarga ataupun tidak ada (seperti patungan sama teman).

Boleh juga dari 7 orang tersebut yang patungan untuk membeli 1 sapi, misalnya sebagian dari 7 orang tersebut meniatkan untuk qurban dan sebagian yang lain meniatkan untuk sedekah, maka hukumnya sah dan diperbolehkan.

16.Hukum Dua Orang Yang Berserikat Membeli Dua Kambing :

Jika dua orang berserikat membeli dua kambing dan diniatkan untuk qurban bareng, maka hukumnya tidak sah.
Jika mau berkurban kambing ya belinya satu-satu dan diqurbankan masing-masing satu.

17.Mewakilkan Penyembelihan Qurban :

- Jika yang berqurban adalah perempuan : Maka disunnahkan untuk mewakilkan kepada orang lain (orang laki) dalam penyembelihan qurban.
Namun seandainya ia menyembelih sendiri hukumnya sah.

- Jika yang berqurban adalah laki-laki :
• Jika ia mampu untuk menyembelih sendiri, maka afdholnya adalah menyembelih sendiri.
• Jika ia tidak bisa untuk menyembelih sendiri, maka disunnahkan untuk mewakilkan kepada orang lain.

Syarat wakil dalam penyembelihan qurban harus orang muslim.
Jika mewakilkan kepada orang kafir atau non islam untuk menyembelih hewan qurbannya, maka tidak sah qurbannya dan hewan tersebut menjadi bangkai, sehingga haram untuk dimakan.

18.Hukum Memberi Upah Tukang Jagal Dengan Bagian Dari Hewan Qurban :

Tidak diperbolehkan memberikan bagian dari hewan qurban seperti kulit, kepala dll, sebagai upah untuk tukang jagal.

Namun jika qurbannya sunnah maka kulit tersebut bisa di sedekahkan atau dijadikan sebagai sesuatu hal yang bermanfaat seperti menjadi timba, alat rebana dll.
Jika qurban wajib, maka tidak diperbolehkan diambil manfaatnya sedikitpun, karena hukumnya wajib untuk disedekahkan semuanya.

19.Hewan yang hamil tidak sah di jadikan qurban berbeda dengan zakat :

Dalam hal ini ada 2 pendapat :
1. Menurut pendapat yang kuat dalam madzhab syafi’i (yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Jawaad) : hewan yang hamil tidak sah dijadikan hewan Qurban, karena hamil itu dapat menyebabkan sifat daging menjadi kurang enak. (Dianggap sebagai aib atau cacat)

Berbeda dengan zakat, maka sah-sah saja, jika misalnya kewajibannya adalah mengeluarkan 1 ekor kambing disaat ia memiliki 40 kambing dipeternakannya, boleh dikeluarkan kambingnya dalam keadaan hamil, karena tujuannya adalah untuk beranak, bukan yang berkaitan dengan sifat daging.

2. Pendapat kedua : Hukumnya sah berqurban dengan hewan yang hamil selama hamilnya tidak mengurangi atau merusak sifat daging (pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abu Makhromah, Juga dalam kitab Qolaaid)

20. Hukum menggabungkan qurban dan aqiqah dalam satu hewan :

Hukum menyembelih satu kambing diniatkan untuk qurban sekaligus aqiqoh :

• Menurut Imam Ramli : Hukumnya Sah
• Menurut Ibnu Hajar : Hukumnya Tidak Sah

21. Hukum munaruh daging qurban didalam masjid :

• Jika aman dari mengotori masjid, seperti bersih dari darah : Maka diperbolehkan
• Jika khawatir dapat mengotori masjid, seperti masih ada darahnya : Maka diharamkan

Karena membawa sesuatu yang najis kedalam masjid hukumnya adalah haram.

22. Hukum memberi daging kurban kepada orang kaya :

Memberi daging qurban kepada orang yang kaya diperbolehkan, namun syaratnya mereka harus beragama islam.
Jika memberikan daging qurban kepada orang kafir, sekalipun mereka faqir miskin, maka tidak diperbolehkan.

23. Hukum menjual kulit dari hewan yang diqurbankan :

Diharamkan menjual bagian dari hewan yang diqurbankan, seperti kulitnya, bulunya, rambutnya dll
Maka diharamkan menjual kulit dari hewan qurban dan juga tidak sah jual belinya, baik itu qurban yang wajib ataupun yang sunnah.

Khusus di qurban sunnah, boleh kulit dari hewan qurban dimanfaatkan untuk gendang, sandal dan semisalnya, namun disedekahkan lebih afdhol.

Keharaman dalam menjual ataupun menyewakan bagian dari hewan qurban seperti kulitnya adalah khusus untuk Mudhohhi (orang yang berqurban),
Namun Jika daging qurban atau kulitnya sudah diberikan dan disedekahkan kepada orang lain, maka :

• Jika diberikan kepada orang fakir : Maka boleh bagi orang faqir tersebut untuk menjualnya.

• Jika diberikan kepada Orang Kaya : Maka tidak diperbolehkan baginya untuk menjualnya.
Tidak ada perbedaan dalam qurban wajib ataupun sunnah, hukumnya sama.

24. Qurban untuk orang yang sudah meninggal :

Ada 2 pendapat :

• Pendapat Pertama :
- Jika ia berwasiat untuk disembelihkan qurban atas namanya, maka sah berqurban untuknya 
- Jika tidak ada wasiat untuk berqurban buat dirinya, maka tidak sah

• Pendapat Kedua : Hukumnya sah walaupun tidak ada wasiat untuk disembelihkan qurban atas nama dirinya, disamakan seperti sedekah, yang mana pahala sedekah dapat dikirimkan kepada orang yang sudah meninggal. (Pendapat ini menurut Imam Rafi’i)

Perincian diatas sama seperti hukum aqiqoh kepada orang yang sudah meninggal.

25. Hukum seseorang yang bernazar untuk berkurban dengan cara ditentukan, kemudian binatang tersebut muncul cacat nya :

Jika seseorang mengatakan : “Aku nazar akan berqurban dengan kambing ini”, dan disaat nazar kambing tersebut sehat tanpa ada cacat, kemudian disaat dekat waktu berqurban muncul cacat pada hewan tersebut, maka diperbolehkan dia berqurban dengan hewan tersebut dan hukumnya sama dengan hukum qurban lainnya (wajib disedekahkan semuanya, karena qurban wajib)

26. Kesunnahan dalam menyembelih hewan :

Disunnahkan dalam menyembelih hewan 5 hal :
1. Membaca Basmalah saat menyembelih, hukumnya sunnah bukan wajib, sehingga jika menyembelih dengan tanpa basmalah, sembelihannya tetap halal dimakan
2. Bersholawat kepada Nabi Muhammad ﷺ
3. Menghadap ke arah kiblat, baik hewan yang hendak disembelih ataupun si yang menyembelih
4. Membaca takbir sebelum basmalah atau sesudah basmalah, dibaca 3x
5. Berdoa agar diterima sembelihannya oleh Allah, dengan mengucapkan “Allahumma Hadzihi minka wa ilaika fa taqobbal”

Referensi :
1. Majmu’ Imam Nawawi
2. Bughyatul Mustarsyidin
3. Tuhaftul Muhtaj
4. Hasyiah Qulyubi
5. Bujairomi Alal Khaatib

Monday, April 22, 2024

Uang kertas Apakah masuk jenis ribawi? Dan apakah disamakan seperti emas perak dalam kewajiban zakat?

Uang kertas Apakah masuk jenis ribawi? Dan apakah disamakan seperti emas perak dalam kewajiban zakat?

✏️ Abdurrahman Bin Farid Al Mutohhar

Dulu waktu Al Faqir belajar di Rubath Tarim, Waktu mengkaji kitab عمدة السالك وعدة الناسك Karya ibn Naqib Al Mishri, disaat pembahasan zakat naqdain (zakat emas perak), Guru Al Faqir menjelaskan secara ringkas hasil kesimpulan dari hukum Uang Kertas dizaman sekarang menurut ulama muta’akhirin, yang beliau dapatkan dari guru-guru beliau yang terus bersambung sampai ke awal sanadnya di Rubath Tarim

Kesimpulannya adalah :
Perbedaan pendapat ini terjadi dikalangan antara ulama muta’akhirin, karena uang kertas belum ada dizaman dahulu seperti zaman ibnu hajar, imam romli dll

Maka perbedaan pendapat ini terdapat dalam :
Apakah bisa uang kertas ini diqiyaskan dengan emas perak ataukah tidak bisa diqiyaskan?

Pengqiyasan tersebut diambil dari perbedaan pendapat antara ulama dari ‘illah (alasan) apa yang menyebabkan emas dan perak menjadi barang ribawi,

Sehingga inti dari perbedaan pendapat pada awalnya adalah dalam ‘illah emas perak disebut ribawi itu apa, dari situ bisa ditarik qiyas

Maka ulama’ muta’akhirin berbeda pendapat menjadi 3 pendapat :

1. Pendapat pertama (ini pendapat yang kuat dan yang diamalkan oleh mayoritas ulama’) :

Jika ‘illah dalam emas perak dimasukkan dalam barang ribawi adalah قيم الأشياء (Karena dijadikan Mata Uang) sebagaimana dikemukakan oleh Imam Ibn An Naqib Al mishri dan pengarang kitab Bayan

Maka ulama pada pendapat pertama ini mengqiyaskan bahwa Uang Kertas pun sekarang adalah قيم الأشياء, karena dijadikan Mata Uang untuk terjadinya transaksi jual beli dan lainnya,
Tanpa melihat bahwa itu hanya sebuah kertas,
Namun yang menjadi patokan adalah karena dijadikannya uang kertas sebagai alat transaksi

Sehingga uang kertas terkena hukum ribawi dan diwajibkan pula untuk zakat

• Dalam hukum ribawi :

Jika menjual uang dengan uang:

- Jika sama jenis, semisal rupiah dengan rupiah seperti yang terjadi diwaktu lebaran, tukar menukar uang 100 ribu rupiah satu lembar dengan recehan uang,

Maka agar terhindar dari riba, diwajibkan untuk memenuhi 3 syarat dibawah ini :
1. Nominal harus sama (karena sejenis)
2. Harus serah terima didalam majlis akad (tidak boleh via online)
3. Harus kontan (tidak boleh kredit atau nyicil)

Jika beda jenis, semisal tukar rupiah dengan dollar, seperti di money changer,

Maka agar terhindar dari riba diwajibkan untuk memenuhi 2 syarat dibawah ini :
1. Harus serah terima didalam akad
2. Harus kontan

Beda nominal tidak menjadi masalah, karena beda jenis

• Dalam bab zakat :

Jika uang yang dimiliki menetap dalam kepemilikannya selama satu tahun kalender hijriyah, dan uang yang menetap tersebut mencapai nishabnya emas (85 gram) atau perak (595 gram) jika dikruskan ke uang, maka diwajibkan untuk zakat, diambil 2,5% dan dikeluarkan zakat

Jika tidak mencapai nishab nya emas ataupun perak atau mencapai nishabnya emas atau perak namun tidak menetap selama setahun dalam kepemilikannya, maka tidak terkena kewajiban zakat

NB: Dalam mencapai nishab bisa memilih, nishab emas ataupun perak

2. Pendapat kedua :

Jika ‘illah dalam emas perak dimasukkan dalam barang ribawi adalah جوهرية الثمن (Karena Dzatnya Emang berharga) sebagaimana dikemukakan oleh imam Ibnu Hajar dan Imam Romli

Maka ulama pada pendapat kedua ini mengqiyaskan bahwa uang kertas tidak disamakan seperti hukum emas perak,
Karena uang kertas dzatnya tidak berharga, berbeda dengan emas perak yang pada dzatnya sudah berharga,
Sedangkan uang kertas tidak demikian, karena hanya sebuah kertas saja, dan berharganya pun karena sebab حكومة (pemerintahan) bukan karena dzatnya

Maka dalam pendapat kedua ini, uang kertas tidak terkena hukum riba dan pula kewajiban zakat

NB : Namun ingat! Ulama zaman now mayoritas mengamalkan pendapat pertama yang menghukumi sama saja antara uang kertas dan emas perak, terkena hukum riba dan wajib zakat (jika terpenuhi syaratnya)

3. Pendapat ketiga :

Ini fatwa dari Mutfi kota seiwun hadramaut,
As Sayyid Al Habib Abdul Qodir Ar Rousy,
Beliau mengatakan :

Kita melihat kepada maslahatnya orang fakir miskin,
Maka :
• Dalam hal ribawi : Tidak disamakan seperti emas perak, sehingga tidak masuk barang ribawi
• Dalam kewajiban zakat : Disamakan seperti emas perak, Sehingga wajib dizakati jika terpenuhi syaratnya

NB : Sekali lagi yang wajib diingat! Bahwa mayoritas ulama mengikuti dari pendapat pertama yang memberlakukan hukum emas perak pada uang kertas, sehingga BERLAKU HUKUM RIBA DAN DIWAJIBKAN ZAKAT

Semua ulama’ yang ada di hadramaut, khususnya kota tarim, dan semua guru-guru alfaqir termasuk diwaktu al faqir belajar di Sunniyah Salafiyah asuhan Al Habib Taufiq Bin Abdul Qodir Assegaf juga demikian

Semoga bermanfaat
Wallahua’lam bisshowaab

Sunday, March 3, 2024

MENGENAL “JARIMATIKA ARAB” ZAMAN NABI

 Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)


Yang saya maksud dengan istilah “jarimatika” dalam tulisan ini bukanlah bermakna jarimatika dalam makna istilah yang sesungguhnya, yakni teknik berhitung dengan menggunakan jari. Istilah “jarimatika” yang saya maksud dalam tulisan ini adalah “finger counting” atau “teknik MENYATAKAN BILANGAN dengan jari”. Saya terpaksa menggunakan istilah “jarimatika” karena masih belum menemukan padanan kata yang pas dalam bahasa Indonesia yang baku.


Lalu, ketika saya menyandarkan jarimatika pada Arab sehingga frasenya berbunyi “jarimatika Arab”, maka saya tidak memaksudkan bahwa teknik menyatakan bilangan yang dibahas dalam tulisan ini ditemukan orang Arab dan menjadi salah satu kebudayaan asli Arab. Sebab, fakta sejarah menunjukkan bahwa teknik ini justru ditemukan oleh Romawi kuno, yang kemudian menyebar di berbagai negeri termasuk di negeri Arab. Jadi, ketika saya menyebut “jarimatika Arab” di zaman Nabi, maka saya memaksudkan bahwa teknik ini dikenal orang Arab di zaman Nabi, dipraktekkan dalam kehidupan dan dipakai dalam percakapan sehari-hari.


Pembahasan “jarimatika Arab” adalah pembahasan yang penting dalam kajian dalil. Alasannya, dalam sejumlah hadis ada “bahasa-bahasa matematika Arab” yang akan sulit dipahami jika hanya mengandalkan kemampuan bahasa Arab saja. Ambil contoh hadis yang menerangkan tentang tatacara Rasulullah ﷺ mengangkat telunjuknya saat tasyahud. Dalam riwayat tersebut, Shahabat mengatakan bahwa cara Rasulullah ﷺ menggenggam tangan dan mengangkat telunjuknya adalah membuat bilangan 53 dengan jari-jari tangan kanan beliau. Informasi membuat bilangan 53 memakai jari-jari tangan kanan akan sangat susah dibayangkan dan dipahami jika tidak mengetahui konsepsi “jarimatika Arab”. Demikian pula hadis Nabi ﷺ yang menceritakan bocornya tembok Dzul Qornain. Waktu itu Rasulullah ﷺ menggambarkan bocornya tembok itu dengan lubang kecil yang dibuat oleh jari jempol beliau dengan mengkombinasikan memakai jari telunjuk. Lalu perawi hadis mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ saat memperagakan itu membuat bilangan 90 memakai jari-jari tangan kanan. Ungkapan seperti ini juga akan susah dipahami dan dibayangkan tanpa mengerti konsepsi “jarimatika Arab”.


Kalau begitu, bagaimana gambaran konsepsi “jarimatika Arab” yang dipraktekkan di zaman Nabi ﷺ itu?


Begini ringkasnya.


Pada dasarnya, bilangan-bilangan dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu satuan, puluhan, ratusan dan ribuan. Tangan kanan digunakan untuk menyatakan bilangan satuan dan puluhan sementara tangan kiri digunakan untuk menyatakan bilangan ratusan dan ribuan.


Jadi, untuk menyatakan bilangan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan bilangan 10,20,30,40,50,60,70,80,90 orang Arab menggunakan jari-jari tangan kanan, sementara untuk menyatakan bilangan 100,200,300,400,500,600,700,800,900 dan bilangan 1000,2000,3000,4000,5000,6000,7000,8000,9000 orang Arab menggunakan jari-jari tangan kiri.


Bagaimana cara menggunakannya?


Untuk menyatakan bilangan satuan, orang Arab hanya mempermainkan tiga jari saja, yaitu kelingking, jari manis dan jari tengah. Telunjuk dan jempol sama sekali tidak dipakai.


Untuk menyatakan bilangan satu, mereka menekuk jari kelingking hingga melengkung kecil dan ujung jarinya menempel pada telapak tangan. Kuku kelingking dalam kondisi ini tidak terlihat akibat tekukan itu.


Untuk menyatakan bilangan dua, mereka menekuk jari manis bersama dengan jari kelingking dengan cara yang sama.


Untuk menyatakan bilangan tiga, mereka menekuk jari manis bersama dengan jari kelingking dan jari tengah dengan cara yang sama.


Untuk menyatakan bilangan empat, caranya seperti menyatakan angka tiga, hanya saja tekukan jari kelingking dilepas dan ditegakkan. Dengan cara ini, jari yang tertekuk berarti hanya jari manis dan jadi tengah. Jari kelingking tegak berdiri. Telunjuk dan jempol silakan saja ditegakkan atau ditidurkan, karena dalam pembahasan bilangan satuan, jempol dan telunjuk tidak pernah diperhatikan.


Untuk menyatakan bilangan lima, caranya seperti menyatakan angka empat, hanya saja tekukan jari manis juga dilepas dan ditegakkan bersama jari kelingking. Dengan cara ini, jari yang tertekuk berarti hanya satu, yakni jari tengah. Dengan kata lain, boleh dikatatan, cara menyatakan angka lima adalah dengan menekuk lengkung jari tengah saja.


Untuk menyatakan bilangan enam, caranya adalah dengan menekuk lengkung jari manis saja. Yang lainnya biarkan berdiri.


Untuk menyatakan bilangan tujuh, caranya mirip dengan cara menyatakan bilangan satu, hanya saja kelingking tidak ditekuk melingkar/melengkung, tetapi ditekuk lurus saja sampai menempel pada telapak tangan saja. Posisi kelingking adalah mirip orang yang tidur “tengkurap” di atas “lantai” telapak tangan.


Untuk menyatakan bilangan delapan, caranya adalah seperti menyatakan bilangan tujuh lalu ditambah menekuk jari manis dengan cara seperti menekuk kelingking. Jadi, bentuknya mirip dengan cara menyatakan bilangan dua, hanya saja kelingking dan jari manis tidak ditekuk melingkar, akan tetapi ditekuk lurus menempel pada telapak tangan.


Untuk menyatakan bilangan sembilan, caranya adalah seperti menyatakan bilangan delapan dengan menambah menekuk jari tengah. Jadi, bentuknya mirip dengan cara menyatakan bilangan tiga, hanya saja kelingking, jari manis dan jari tengah tidak ditekuk melingkar, akan tetapi ditekuk lurus menempel pada telapak tangan.


Sampai di sini bisa disimpulkan bahwa bilangan 1,2,3,4,5, dan 6 semuanya dinyatakan dengan tekukan jari yang membuat kukunya tidak terlihat (karena ditekuk melingkar). Adapun biangan 7,8, dan 9 semuanya dinyatakan dengan tekukan jari lurus yang membuat kukunya terlihat.


Ini adalah cara menyatakan bilangan satuan.



satuan


Adapun untuk menyatakan bilangan puluhan, sebagaimana disinggung di atas, orang Arab hanya mempermainkan jempol dengan telunjuk saja. Jadi, kombinasi posisi dua jari inilah yang menentukan makna bilangan apa yang dimaksud. Dengan kata lain, saat ingin mamahami cara menyatakan bilangan puluhan, tidak usah diperhatikan posisi jari kelingking, jari manis dan jari tengah.


Selanjutnya, penjelasannya lebih detail bagaimana orang Arab menyatakan bilangan puluhan, uraiannya adalah sebagai berikut.


Untuk menyatakan bilangan sepuluh, caranya adalah dengan meletakkan kuku telunjuk di bawah jempol bagian dalam. Dengan kata lain, jika Anda ingin menyatakan bilangan sepuluh, maka sentuhkanlah ujung telunjuk pada ruas jempol paling atas, lalu “peluklah” kuku telunjuk dengan menekukkan jempol Anda untuk menutupi kuku telunjuk tersebut. Cara ini secara alami akan membentuk lingkaran yang dibuat oleh jempol dengan telunjuk, mirip orang zaman sekarang saat memberi simbol ketika ingin mengatakan “ok”.


Untuk menyatakan bilangan duapuluh, caranya adalah dengan meletakkan ujung jempol di antara pangkal jari tengah dan pangkal jari telunjuk. Posisi ini secara alami akan membuat posisi kuku jempol berada di antara ruas telunjuk bagian tengah dengan ruas telunjuk paling bawah. Posisi ini juga seolah-olah menunjuk ruas jari tengah menggunakan ujung jempol.


Untuk menyatakan bilangan tigapuluh, caranya adalah dengan mempertemukan antara ujung kuku jempol dengan ujung kuku telunjuk. Jadi, bentuknya memang agak mirip dengan cara menyatakan bilangan sepuluh. Bedanya, pada bilangan sepuluh kuku telunjuk disembunyikan dibawah jempol dalam, sementara pada bilangan tigapuluh, kuku jempol maupun terlunjuk sama-sama terbuka karena yang bertemu hanya ujung kuku, tanpa ada kuku yang tertutupi.


Untuk menyatakan bilangan empatpuluh, caranya adalah dengan menyentuhkan ujung jempol pada ruas telunjuk bagian tengah. Persentuhan ini bisa megambil sisi telunjuk atau bisa juga bagian belakangnya. Pada posisi ini, situasi jempol dengan telunjuk bagaikan seorang anak yang menempel, memeluk dan mencium pinggang ibunya.


Untuk menyatakan bilangan limapuluh, caranya adalah dengan menekuk jempol untuk ditempelkan pada pangkal telunjuk. Dengan kata lain, posisi jempol adalah seolah-olah rukuk dan ditempelkan pada ruas telunjuk yang paling bawah yang merupakan pangkal telunjuk.


Untuk menyatakan bilangan enampuluh, caranya adalah sama dengan cara menyatakan bilangan limapuluh, hanya saja setelah itu telunjuk ditekuk dan dilingkarkan memeluk jempol.


Untuk menyatakan bilangan tujuhpuluh, caranya adalah sama dengan cara menyatakan bilangan enampuluh, hanya saja setelah itu jempol dilepas dari pelukan telunjuk lalu jempol digunakan untuk menutupi rongga kecil yang dibuat oleh lingkaran telunjuk.


Untuk menyatakan bilangan delapanpuluh, caranya adalah sama dengan cara menyatakan bilangan tujuhpuluh, hanya saja setelah itu jempol dimasukkan dalam rongga kecil yang dibuat oleh lingkaran telunjuk.


Untuk menyatakan bilangan sembilanpuluh, caranya adalah menyentuhkan ujung telunjuk pada pangkal jempol, setelah itu jempol dibuat memeluk telunjuk tersebut. Dengan cara ini, menyatakan bilangan sembilanpuluh berarti mirip dengan cara menyatakan bilangan sepuluh. Bedanya, pada bilangan sepuluh, ujung telunjuk menyentuh ruas jempol paling atas semnetara pada bilangan sembilanpuluh ujung telunjuk menyentuh ruas jempol paling bawah yang merupakan pangkal jempol. Dengan demikian, lubang yang dibuat oleh jempol dan telunjuk pada bilangan sembilanpuluh lebih kecil daripada lubang yang dibuat oleh jempol dan telunjuk pada bilangan sepuluh.


Inilah penjelasan cara menyatakan bilangan satuan dan puluhan.



puluhan


Untuk menyatakan bilangan ratusan dan ribuan, caranya persis dengan cara menyatakan bilangan satuan dan puluhan, hanya saja menggunakan tangan kiri. Dengan kata lain, menyatakan bilangan satuan jika memakai tangan kiri maka itu bermakna ratusan dan jika menyatakan bilangan puluhan dengan tangan kiri maka itu bermakna ribuan.


Ash-Shon’ani berkata,


وَاعْلَمْ أَنَّ قَوْلَهُ فِي حَدِيثِ ” ابْنِ عُمَرَ “: [وَعَقَدَ ثَلَاثًا وَخَمْسِينَ] إشَارَةٌ إلَى طَرِيقَةٍ مَعْرُوفَةٍ تَوَاطَأَتْ عَلَيْهَا الْعَرَبُ فِي عُقُودِ الْحِسَابِ، وَهِيَ أَنْوَاعٌ مِنْ الْآحَادِ، وَالْعَشْرَاتِ، وَالْمَئِينِ، وَالْأُلُوفِ. أَمَّا الْآحَادُ: فَلِلْوَاحِدِ عَقْدُ الْخِنْصَرِ إلَى أَقْرَبِ مَا يَلِيهِ مِنْ بَاطِنِ الْكَفِّ، وَلِلِاثْنَيْنِ عَقْدُ الْبِنْصِرِ مَعَهَا كَذَلِكَ، وَلِلثَّلَاثَةِ عَقْدُ الْوُسْطَى مَعَهَا كَذَلِكَ، وَلِلْأَرْبَعَةِ حَلُّ الْخِنْصَرِ، وَلِلْخَمْسَةِ حَلُّ الْبِنْصِرِ مَعَهَا دُونَ الْوُسْطَى، وَلِلسِّتَّةِ عَقْدُ الْبِنْصِرِ وَحَلُّ جَمِيعِ الْأَنَامِلِ، وَلِلسَّبْعَةِ بَسْطُ الْبِنْصِرِ إلَى أَصْلِ الْإِبْهَامِ مِمَّا يَلِي الْكَفَّ، وَلِلثَّمَانِيَةِ بَسْطُ الْبِنْصِرِ فَوْقَهَا كَذَلِكَ، وَلِلتِّسْعَةِ بَسْطُ الْوُسْطَى فَوْقَهَا كَذَلِكَ. وَأَمَّا الْعَشَرَاتُ: فَلَهَا الْإِبْهَامُ وَالسَّبَّابَةُ، فَلِلْعَشَرَةِ الْأُولَى عَقْدُ رَأْسِ الْإِبْهَامِ عَلَى طَرَفِ السَّبَّابَةِ، وَلِلْعِشْرِينَ إدْخَالُ الْإِبْهَامِ بَيْنَ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى، وَلِلثَّلَاثِينَ عَقْدُ رَأْسِ السَّبَّابَةِ عَلَى رَأْسِ الْإِبْهَامِ عَكْسَ الْعَشَرَةِ، وَلِلْأَرْبَعِينَ تَرْكِيبُ الْإِبْهَامِ عَلَى الْعَقْدِ الْأَوْسَطِ مِنْ السَّبَّابَةِ، عَلَى ظَهْرِ الْإِبْهَامِ إلَى أَصْلِهَا، وَلِلْخَمْسِينَ عَطْفُ الْإِبْهَامِ إلَى أَصْلِهَا، وَلِلسِّتِّينَ تَرْكِيبُ السَّبَّابَةِ عَلَى ظَهْرِ الْإِبْهَامِ عَكْسَ الْأَرْبَعِينَ، وَلِلسَّبْعِينَ إلْقَاءُ رَأْسِ الْإِبْهَامِ عَلَى الْعَقْدِ الْأَوْسَطِ مِنْ السَّبَّابَةِ وَرَدُّ طَرَفِ السَّبَّابَةِ إلَى الْإِبْهَامِ، وَلِلثَّمَانِينَ رَدُّ طَرَفِ السَّبَّابَةِ إلَى أَصْلِهَا، وَبَسْطُ الْإِبْهَامِ عَلَى جَنْبِ السَّبَّابَةِ مِنْ نَاحِيَةِ الْإِبْهَامِ. وَلِلتِّسْعِينَ عَطْفُ السَّبَّابَةِ إلَى أَصْلِ الْإِبْهَامِ، وَضَمِّهَا بِالْإِبْهَامِ. وَأَمَّا الْمَئِينِ فَكَالْآحَادِ إلَى تِسْعِمِائَةٍ فِي الْيَدِ الْيُسْرَى، وَالْأُلُوفُ كَالْعَشْرَاتِ فِي الْيُسْرَى. (سبل السلام (1/ 282-283)

“Ketahuilah bahwasanya ucapan perawi dalam hadits Ibnu Umar (yang berbunyi), ‘Beliau (Rasulullah ﷺ) membuat bilangan 53’ adalah isyarat terhadap metode yang telah dikenal yang disepakati oleh bangsa Arab terkait dengan penghitungan matematika. Perhitungan ini terdiri dari beberapa cluster, yakni satuan, puluhan, ratusan dan ribuan.


Adapun untuk satuan, maka bilangan 1 adalah dengan menekuk kelingking pada bagian telapak tangan yang paling dekat. Untuk 2 adalah menekuk jari manis bersamanya seperti itu. Untuk 3 adalah dengan menekuk jari tengah bersamanya seperti itu. Untuk 4 adalah dengan melepas kelingking. Untuk 5 adalah dengan melepas jari manis bersamanya tanpa jari tengah. Untuk 6 adalah dengan menekuk jari manis dan melepas semua jari jari yang lainnya. Untuk 7 adalah membentangkan jari manis ke arah pangkal jempol yang dekat dengan telapak tangan. Untuk 8 adalah dengan membentangkan jari manis di atasnya seperti itu. Untuk 9 adalah dengan membentangkan jari tengah di atasnya seperti itu.


Adapun untuk puluhan maka (intinya hanya) memakai jempol dan telunjuk (saja). Untuk 10 (caranya) adalah dengan menekuk ujung jempol pada ujung telunjuk. Untuk 20 adalah memasukkan jempol di antara telunjuk dengan jari tengah. Untuk 30 adalah menekuk ujung telunjuk (untuk dipertemukan) pada ujung jempol sebagai kebalikan 10. Untuk 40 adalah dengan menumpuk jempol pada ruas tengah jari telunjuk pada bagian luar jempol ke arah pangkalnya. Untuk 50 adalah dengan menekuk jempol ke arah pangkal telunjuk. Untuk 60 adalah dengan menumpuk telunjuk pada punggung jempol sebagai kebalikan dari 40. Untuk 70 adalah melemparkan ujung jempol pada ruas tengah jari telunjuk dan mengembalikan ujung telunjuk pada jempol. Untuk 80 adalah mengembalikan ujung telunjuk pada pangkalnya sendiri dan membentangkan jempol pada sisi telunjuk dari sisi jempol. Untuk 90 adalah menekuk telunjuk pada pangkal jempol dan menggabungkannya dengan jempol.


Adapun untuk ratusan, maka seperti satuan sampai 900 pada tangan kiri dan untuk ribuan, maka caranya seperti puluhan pada tangan kiri” (Subulu As-Salam, juz 1 hlm 282-283)


Agar lebih mudah dibayangkan, tulisan ini kami lengkapi dengan gambar peraga berupa foto tangan untuk tiap angka yang dideskripsikan secara naratif di atas