Imam Qusyairy rahimahullah dalam Nahwu al-Qulub mengatakan: Nahwu secara bahasa adalah tujuan supaya benar dalam pelafalan ucapan Bahasa Arab. Seperti; nahawtu nahwahu, ay qashadtu qashadtu: aku menyengaja tujuannya. Ini adalah bagian dari ilmu Bahasa Arab, yang disebut dengan nama: Nahwu. Sebagaimana intensitas dari fan ilmu ini adalah tatacara berkomukasi dengan Bahasa Arab dengan benar sesuai dengan kaidahnya.
Nahwu al-Qalb adalah tujuan hati yang tertumpu pada ucapan hati (al-Khawatir) supaya hati tersebut terpuji/baik. Sedangkan ucapan hati yang paling terpuji adalah ucapan hati dengan lisan hati yang berlawan bicara (mukhatib) yang MahaHaq yaitu Allah. Hati yang berbisik kepada selain Allah, cenderung merusak hati itu sendiri, bahkan menjadikan epilepsi yang sangat, sehingga hidupnya tidak terarah.
Kalaw kalam dalam ilmu Nahwu-lughah ada tiga, yaitu Isim Fi’il dan Huruf. Sedangkan Nahwu al-Qalb terdapat dua macam, yaitu; Munadah dan Munajah. Keduanya memiliki makna sama yaitu menyeru Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bedanya, Munadah disuarakan seseorang yang berada dikejauhan sedangkan Munajat dilakukan seseorang yang dekat bahkan sangat dekat. Oleh karenanya al-Qusyairi mengataan: Munadah dilakukan didepan pintu dan munajah dilakukan dekat dengan lawan bicaranya. Munadah adalah dzikir bil-lisan Munajat adalah dzikir bil-Qalb. Munadah adalah perjuangan demi kebaikan dan Munajat adalah perjuangan kebaikan lil-Lah. Munadah adalah Menuju Allah sedangkan Munajat adalah bercengkrama dengan Allah. Dan lain seterusnya.
Demikian penjelasan al-Qusyairi tentang kalam dalam pandangan Tasawuf. Menurut beberapa peneliti pengajaran Tasawuf Falsafi semacam ini lebih mengena, selain itu Nahwu dalam Tasawuf ini lebih menekankan tafakur dan lebih selamat dari jidal, kritikan dan lain seterusnya yang keluar dari arah tujuan Tasawuf itu sendiri. Tasawuf yang mengambil ibarah dengan Nahwu sudah banyak dilakukan para Ulama terdahulu, diantaranya yang masyhur: al-Imam Qusyairi dengan Nahwu al-Qulub seperti yang penulis sebutkan ini, ada juga Ibnu Ajibah yang menafsiri kitab Jurumiyah dengan sudut pandang Tasawuf. Kabarnya Kiai Nur Iman (putra Amangkurat Jawa/Saudara HB I/Mlangi-Yogyakarta/) dengan Nama kitab al-Tsani al-Mathalib. Tidak begitu jelas data yang kami peroleh tentang tahun kelahiran Kiai Nur Iman .Allahu yarham. Kecuali kemungkinan sekitar tahun 1700-an . Selain itu Kiai Nur Iman juga pewaris sah tampuk kekuasaan keraton Ngayogyokarto, akan tetapi beliau memilih jalan Ulama dari pada Umara’.
Sedikit perlu saya sampaikan bahwa, jargon-jargon Nadzam nahwu seperti Alfiyah juga banyak ditafsirkan untuk falsafah kehidupan yang menggairahkan, dan hal ini banyak dijumpai dikalangan pesantren salaf, bahkan ada yang ditafsiri sebagai romantika percintaan seperti:
“Kalaw cinta lokasi lebih diutamakan daripada cinta yang berbeda jauh, kenapa meski memilih cinta yang jauh dengan sederet perbedaan dan berbagai resikonya?” Dari Nadzam:
وفي اختيار لايجيئ المنفصل * إذا تأتى أن يجيئ المتصل
“akan tetapi adakalanya, pasangan yang cocok itu berawal pada yang tidak kenal samasekali, kemudian saling kenal satusama lain” dari Nadzam:
فقد يكونان منكرين * كما يكونان معرفين
“Kemudian ketika saling cinta, jarakjauh tidak akan mampu memisahkan cinta” Hal ini mengambil ibarah dari Bab Istighal dengan Nadzam sbb:
وعلقة حاصلة بتابع * كعلقة بنفس الاسم الواقع
Semoga bermanfaat..
Yogyakarta
No comments:
Post a Comment