Sunday, December 30, 2018

KENAPA LAHIR KARYA-KARYA BESAR? SEPERTI INILAH ULAMA MENGATUR WAKTUNYA

KENAPA LAHIR KARYA-KARYA BESAR? SEPERTI INILAH ULAMA MENGATUR WAKTUNYA

Al-Imam Abu Yusuf Al-Qadhi mengatakan, “Salah seorang anakku meninggal dunia, tapi aku tidak bisa menghadiri pengurusan dan pemakamannya. Aku serahkan semua itu kepada kerabat dan tetanggaku. Karena aku khawatir ketinggalan pelajaran bersama Al-Imam Abu Hanifah. Kalau sampai ketinggalan, kesedihanku tidak akan pernah berakhir.”

Ubaid bin Ya’isy mengatakan, “Selama 30 tahun aku tidak pernah makan malam sendiri dengan tanganku. Selalu saja saudara perempuanku yang menyuapiku, sedangkan aku tetap menulis hadits-hadits Rasulullah saw.”

Ibnu Sahnun mempunyai seorang pembantu hamba sahaya. Setelah menyiapkan makan malam, pembantu mempersilahkan beliau makan. Karena tuannya tak kunjung makan, pembantu pun menyuapinya. Ibnu Sahnun terus saja membaca dan menulis hingga datang waktu subuh. Dia pun berkata, “Ayo mana makan malamnya?” Pembantu menjawab, “Loh, bukannya sudah aku suapi tadi?” Ibnu Sahnun menjawab, “Benarkah? Aku tidak merasa.”

Al-Imam Ath-Tabari pernah berkata kepada para pencatat buku, “Maukah kalian aku diktekan buku tafsir?” Mereka balik bertanya, “Memang berapa besar tafsirnya?” Ath-Thabari menjawab, “30 ribu lembar.” Mereka pun menolak, “Oh tidak. Ini adalah pekerjaan yang tidak akan pernah selesai walaupun sampai kami meninggal dunia.” Maka Ath-Thabari pun meringkasnya hingga bertebal 3 ribu lembar. Tafsir itu lalu didiktekan selama 7 tahun.

Seluruh tulisan Al-Imam Ath-Thabari berjumlah 358 ribu lembar. Beliau meninggal dunia dalam umur 86 tahun. Jika saja beliau sudah mulai menulis sejak umur 14 tahun, maka setiap harinya beliau menulis 14 lembar.

Al-Hafizh Al-Muhaddits Ibnu Syahin telah menulis 330 judul buku. Di antara yang besar adalah buku tafsir yang ditulisnya dalam seribu juz, buku hadits dalam seribu juz, buku sejarah dalam 150 juz, dan buku zuhud dalam seratus juz. Ibnu Syahin telah menulis ilmu yang belum pernah dicapai oleh siapapun manusia di atas bumi.

Imamul Haramain Al-Huwaini mengatakan, “Aku tidak membiasakan kapan tidur dan makan. Aku tidur hanya ketika ketiduran. Aku makan hanya ketika sedang ingin makan.” Kesenangan beliau adalah membaca dan berguru kepada siapa saja. Bahkan pada umur 50 tahun beliau masih mau belajar ilmu nahwu, sebuah ilmu yang sangat dasar dalam kaidah bahasa Arab.

Ibnu Aqil Al-Hanbali adalah ulama yang sangat membaca dan menulis. Waktu sangat beliau jaga. Sampai-sampai makanan pun beliau pilih yang lembut-lembut agar cepat menelannya. Kalau hanya ada roti yang didapatinya, maka beliau akan siram roti itu dengan air agar lembut dan langsung ditelan. Hal itu demi menghemat waktu untuk mempelajari ilmu agama.

Perjuangan para ulama dan santri demikian besar. Tak heran jika umat Islam adalah umat yang paling kaya dengan khazanah keilmuannya. Bagaimana dengan ulama dan santri saat ini, apakah bisa mengulangi kejayaan keilmuan masa lalu? (sof1/mukjizat.co)

Mengenang Habib Mundzir al Musawa: Sang Pemilik Tanah Jawa dimata gusdur

Mengenang Habib Mundzir al Musawa: Sang Pemilik Tanah Jawa dimata gusdur

Kejadian nyata, saat Gus Dur dicium tangannya oleh Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa. Waktu itu Gus Dur bersama KH. Maman Imanul Haq sedang berada di bandara. Tiba-tiba Habib Mundzir al-Musawa yang hendak dakwah ke Papua menghampiri dan menciumi tangan Gus Dur seraya bersimpuh di hadapan Gus Dur.

Lalu Kyai Maman bertanya, “Ada apa Bib?”

“Kalau wali ya Gus Dur, Kang Maman.” Jawab Habib Mundzir al-Musawa.

Lalu Gus Dur bertanya kepada Kyai Maman, “Itu siapa?”

“Habib Mundzir, Pak,” jawab Kyai Maman.

“Kalau ingin tahu wali yang muda ya Habib Mundzir. Tapi usianya tidak panjang,” kata Gus Dur kemudian.

Dan ternyata betul apa yang dikatakan Gus Dur waktu itu, Pimpinan Majelis Rasulullah Saw. Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa itu kemudian meninggal dalam usia yang masih muda. Lahuma al-Fatihah...

Mengenang Habib Mundzir al Musawa: Sang Pemilik Tanah Jawa

mengenal sosok beliau dengan seksama, selain saya mendapati beliau adalah termasuk kalangan Habaib yang banyak dicintai oleh banyak pemuda-pemudi negeri ini. Itu bagi saya cukup menarik jika melihat fakta, bahwa betapa banyak Habaib yang lebih alim dari beliau, betapa banyak Habaib yang trah keluarganya lebih terkenal dari keluarga beliau, namun para pemuda-pemudi itu hati mereka lebih condong kepada diri beliau dibanding yang lainnya.

Saya kira hal itu terjadi karena setidaknya ada beberapa alasan pokok.

Pertama
karena hakekat kemaqbulan yang beliau miliki selama hidupnya adalah Tauriyyah dari keagungan Guru Fath beliau, Sayyidinal Habib Umar bin Hafidz.

Kemaqbulan dan kemasyhuran yang beliau miliki adalah keagungan Gurunya yang di letakkan “dengan sengaja“ oleh Sang Guru keatas pundaknya karena sesungguhnya keagungan semacam itu tidak pas /tidak tepat jika di letakkan di tanah Hadramaut yang mulia.

Tanah Hadramaut adalah tanah yang di ciptakan Tuhan untuk rumah-rumah kekhumulan, ketasatturan, dan tidak akan kuat menerima hal-hal yang berlawanan dengan itu semua. Sebagaimana pernah terjadi saat kemasyhuran Al Quthub Al Habib Ali Bin Muhammad Al Habsyi begitu memmpesona mata, para Auliya “berbisik“ bahwa keagungan semacam ini tidak akan pernah Hadramaut mampu kuat menahannya lama-lama.

Maka kemudian terjadi sebuah peristiwa-peristiwa di kota Seiwun yang membuat Al Habib Ali memutuskan untuk mengekspor Majlis-Majlis agungnya yang selalu di datangi puluhan ribu orang itu ke Tanah Jawa melalui salah satu murid beliau, Al Arifbillah Al Habib Alwi bin Muhammad al Habsyi. Kepada muridnya ini , beliau mengirim sebuah surat perintah untuk:

“Buatlah Majlis Maulid Tahunan di Jawa, dimana engkau kumpulkan banyak orang dari penjuru daerah untuk membaca untaian kisah Maulid ( Simthud Dhuror ) ku ini dan engkau jamu mereka semua …“.

Jadilah kemudian Majlis Maulid Al Habib Ali Al Habsyi tersebar kepenjuru negeri ini dengan pesatnya, karena kemasyhuran dan kemegahan-kemegahan semacam ini Tanah Jawa adalah tempatnya.

Senada dengan itu, keagungan Guru Mulia Al Habib Umar bin Hafidz serta kemasyhurannya Tanah Hadramaut tidak pas untuk mengayominya. Maka beliau “titipkan” keagungannya itu kepada para murid beliau di luar Hadramaut, dan salah satunya melalui Al Habib Mundzir al Musawa dengan Majlis Rasulullahnya.

Atau yang kedua, mungkin alasannya memang muncul dari pancaran rahasia spiritual Habib Mundzir sendiri. Dimana selama berdakwah, beliau selalu menyampaikannya dengan hati sanubari, bukan sekedar kemahiran mengumbar narasi di atas mimbar atau kelihaian dalam mengalahkan hujjah musuh-musih dakwahnya.

Sesungguhnya dakwah (kalimat-kalimat) yang meluncur dari ruang-ruang hati, akan menumbuhkan buah-buah kemaqbulannya.

Al Habib Mundzir tampaknya memang sudah terpilih untuk mengambil peran itu. Dirinya “ terpilih “bahkan dimulai saat sepertinya keadaan tidak memungkinkannya.

Saat Al Habib Umar berkeliling Indonesia di awal tahun 90-an, untuk mencari calon murid yang akan beliau bawa ke Hadromut dan akan dididik disana, saat itu Habib Mundzir yang masih belajar di Madrasah Al Khairat sangat kepincut untuk dapat turut terpilih. Sayang sekali kuota calon santri itu sudah terpenuhi. Tidak ada lagi jatah tambahan.

Namun saat Guru Mulia Al Habib Umar berkunjung ke Al Khairat, dan itu kunjungan beliau yang terahir di saat itu, Allah Ta’ala “memilih“ untuk turut menyertakan Habib Mundzir dalam rombongan calon-calon santri yang akan mendapat bea siswa ke Hadramaut sana.

A Habib Ali Zainal Abidin Al Jufry berkata :
“Kami mengunjungi ma’had Al Khairat yang dipimpin oleh Al Habib Muhammad Naqib bin Syech Abi Bakar, dan jumlah pelajar yang akan dibawa oleh Sayyidi Al Habib Umar ke Tarim sudah terpenuhi.

Disaat aku duduk bersama para pelajar ma’had, seketika pandanganku tertuju kepada seorang pemuda yang sangat menarik perhatianku, sebab pancaran wajah dan ketawadhuannya. Maka aku berkata di dalam hati:

“Akan aku sampaikan kepada Sayyidi Umar tentang pemuda ini“

Ketika kami berdiri, pemuda itu datang menghampiri untuk menyalamiku. Aku bertanya kepadanya:

“Siapa namamu?“

Ia menjawab dengan sangat sopan dan penuh ketawadhuan:
“ Khadim (pelayan)mu, Mundzir “
.
Kemudian Sayyidi Umar datang dan akupun mengabarinya tentang pemuda itu, lalu beliau bertanya:
“Mana pemuda yang engkau ceritakan itu ? “
Aku menjawab : “ Itu dia, pemuda yang memakai peci warna hijau … “

Maka Al Habib Umar berkata:

“Anak ini harus ada diantara mereka ( para calon santri ) dan dia tidak boleh di undur sampai angkatan kedua.“

Mendengar perintah itu , al Habib Umar bin Muhammad Maulakhela berinisiatif untuk menjadi penanggung biaya perjalanan Pemuda Mundzir itu ke kota Tarim , dan ini dihitung sebagai sebuah jasa besar habib Umar mulakhella yang selalu diceritakan dan di ingat Habib Mundzir di dalam majlis-majlisnya .

Al Habib Mundzir selama beberapa tahun memikul tanggung jawab besar amanah kemuliaan dakwah Gurunya. Sampai kemudian betul-betul secara fisik dan rukhani beliau sudah tidak kuat lagi menanggungnya, jika saj tidak ada perhatian ruhaniyyah dari para aslaf dan guru-gurunya.

Saat genap usianya 40 tahun , di suatu pagi beliau berkata kepada istrinya:

“Alhamdulillah, aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW dan aku mengadukan keadaanku kepada beliau, betapa beratnya beban dakwah dan telah lemah kekuatanku sehingga aku tidak mampu memikul beban ini.

Maka beliau memberiku kabar gembira, Rasulullah SAW berkata:

“MUROKH KHOSUN, WAL AMRU INDA UMAR … Aku beri ijin kemurahan kepadamu, dan dalam hal ini terserah Umar (Habib Umar bin Hafidz ).“

Maksud baginda Nabi SAW dengan Umar adalah Habib Umar bin Hafidz guru beliau. Dan benar juga akhirnya, di sore hari itu juga, beliau wafat meninggalkan dunia yang penuh kepayahan ini, menuju belaian kasih aslaf-aslafnya, wabil khusus baginda nabi Muhammad SAW Al Musthofa.

Habib salim , putra Al Habib Umar bin Hafidz berkata:

“Dari perkataan Habib Mundzir yang pernah aku dengar, dia berkata:
“Wahai Salim, sungguh aku berharap ketika aku diletakkan kedalam kuburku, aku berharap Sayyidiy Umar mengangkat kedua tangannya dan berdoa kepada Allah ta’ala, YA ROBB …SUNGGUH AKU TELAH MERIDHOINYA ..

Ketika Habib Mundzir wafat, perkataanku itu aku sampaikan kepada ayahku, dan beliau mengangkat kedua tangannya seraya berkata:
“YA ROBB …ANNI ANHU RODHIN …wahai Tuhan kami, sungguh aku telah meridhoinya“.

Sungguh mulia keadaan seorang murid yang meninggalkan dunia, sementara Gurunya yang Paripurna itu telah jatuh hati untuk meridhoinya.

“Ya bahtak, Ya Mundzir“
Beruntung sekali dirimu, wahai Habib Mundhir. Maha Guru tuan pun memuji:
“Anta Mundzir , wa anta mubasyir …Enkau ini Mundzir, di dalam dirimu ada kabar gembira“.

Pesona dan cahaya dalam diri Habib Mundzir begitu memppesona anak-anak negeri ini, Sebagaiman persaksian ba’dhus Shalihin dari Kota Tarim:

“Wajhuka Nawwir ,,, anta Musy Mundzir, anta Muhammad Maula Jawa, war Royah Batakunu fi yadika …. Wajahmu bersinar bercahaya, ( laksana ) engkau ini bukan Mundzir, tetapi engkau adalah Seorang yang akan dipuji-puji ( Muhammad ) sang pemilik Tanah Jawa. Dan bendera dakwah aka nada ditanganmu …”

Sesudah Habib Mundzir tiada, anak-anak negeri ini hanya tinggal mendapatkan kemudahannya saja. Bendera dakwah Majlis rasulullah semakin hari berkibar dimana-mana. Semakin hari semakin banyak anak-anak negeri yang ikut bersama mengibarkannya.

Alhamdulillah, menjadi mudah karena bagihan tersulitnya, beban-beban itu sudah terlebih dahulu Habib Mundzir al Musawwa yang memikulnya.

Jazallah anna Habiban Mundzir khoira. Jazalloh anna Habibana Mundzir ma huwa ahluh.
Semoga Allah membalas jasa Habib Mundzir kepada kita dengan sebaik-baik balasan. Semoga Allah membalas sesuai dengan apa yang beliau berhak mendapatkannya. Amin.

#alfatihah

Saturday, December 22, 2018

JANGAN PUTUS ASA DARI RAHMAT ALLAH

JANGAN PUTUS ASA DARI RAHMAT ALLAH

Ada seorang sholeh yang telah naik haji sebanyak 11 kali. Lalu pada tahun berikutnya beliau mengajak murid beliau untuk berhaji bersama ke Makkah.

Pada saat berhaji, manakala sang guru mengucapkan "Labbaikallahumma Labbaik", sang murid selalu mendengar suara yg menjawab "La Labbaik" (tak ada panggilan untukmu).
Demikian jawaban La labbaik tsb berulang ulang ia dengar setiap sang guru mengucapkan Labbaikallaumma labbaik (aku penuh panggilan ya Allah). Ia mencoba mencari sumber suara, namun tak kunjung berhasil.

Sampai pada suatu hari sang murid tak bisa lagi menahan kesedihannya. Guru yg dia cintai, panutannya, malah mendapat penolakan sendiri dari Allah. Demikian pemahamannya. Maka sang murid pun demam, tak bisa muncul selama beberapa hari di hadapan gurunya.

Menyadari muridnya tak kelihatan selama beberapa hari, maka sang guru pun mencari keberadaan sang murid. Guru bertanya, "wahai muridku, ada apa denganmu? Mengapa aku tak melihat dirimu beberapa lama untuk ikut beribadah?"

Sang murid pun pecah tangisnya. Tak mampu lagi menahan kesedihan yg luar biasa. Maka ia menjawab :" duhai guruku, sesungguhnya hamba selalu mendengar jawaban yg mengatakan "La Labbaik" setiap kali hamba mendengar engkau mengucapkan Labbaikallah humma labbaik.. " Hamba tak kuasa mendengarnya duhai guru. Inilah yg menyebabkan hamba demam".

Apa yg terjadi?
Sang guru dengan lembut tersenyum pada sang murid..dengan penuh kasih sayang beliau menjawab : "oh ..jadi itu rupanya yg membuatmu demam..karena kesedihanmu yang mendengar jawaban untukku..
Ketahuilah nak, aku sudah 11 kali menunaikan ibadah haji, dan setiap tahun aku selalu mendengar jawaban (La labbaik) yang sama..

"Namun aku mencintai Allah Tuhanku..aku tak mau berputus asa dari rahmatNYA...Tugasku hanyalah beribadah, meninggikanNYA, memujiNYA. Maka aku hanya akan melakukan apa yang diperintahkanNYA untukku. Aku tak mau mengatur keputusan Rabb-ku tentang diriku. Bahkan jika aku ditempatkan oleh Nya di neraka, maka aku akan redha dengan keputusan Tuhanku untukku."

MasyaAllah
Siapa yang redha kepada Allah..maka Allah pun redha kepadanya

Dipahami dari Alhabib Muhammad Bagir bin Yahya

Wallahualam
Allahumma sholli'ala sayyidina Muhammad nabiyil umiyi wa aalihi washohbihi wasalim

Thursday, December 20, 2018

Hukum Sewa Rahim dalam Pandangan Islam

Penulis

 Annisa Nurul Hasanah

20 Desember 2018

BincangSyariah.Com – Memiliki keturunan adalah impian setiap sepasang suami istri. Namun, keinginan tersebut tidak sepenuhnya didapat oleh semua pasangan. Adakalanya hal itu disebabkan karena rahim sang istri yang sedang mengindap penyakit sehingga tidak dapat menampung sperma untuk berkembang atau bahkan rahimnya telah diangkat. Lalu bagaimana hukumnya jika wanita tersebut menyewa rahim perempuan lain?

Syekh Ali Jum’ah, salah satu ulama yang menjadi mufti di Al-Azhar Mesir telah memberikan jawabannya di dalam Fatawa Asriyahnya bahwa menyewa rahim hukumnya haram dan dilarang agama.

Lembaga Riset dan Fatwa Al-Azhar dalam sidangnya pada 29 Maret 2011 telah mengeluarkan keputusan yang mengharamkan praktik penyewaan rahim. Keputusan ini juga disepakati oleh kalangan fuqaha’ (ahli fiqih/hukum Islam) kontemporer saat membahas masalah serupa di salah satu konferensi Islam di bidang ilmu kedokteran.

Alasannya, adanya pihak ketiga (pemilik rahim yang disewa) selain suami pemilik sperma dan istri pemilik sel telur, sehingga ibu sebenarnya bagi si bayi mustahil diketahui. Dengan kata lain, mustahil ditentukan siapa yang lebih berhak menjadi ibu si bayi, apakah istri pemilik sel telur yang darinya tercipta janin dan terbawa seluruh sifat genetiknya, ataukah perempuan yang di dalam rahimnya berlangsung seluruh proses perkembangan janin hingga menjadi sosok bayi yang sempurna?

Seorang anak yang berasal dari dua ibu tentu takkan bisa mengetahui secara pasti siapa ibunya. Akibatnya, dia hidup dengan jiwa terbelah; berafiliasi pada ibu sang pemilik sel telur ataukah pada ibu yang mengandungnya. Inilah salah satu alasan yang membuat kalangan fuqaha’ memutuskan keharaman penyewaan rahim.

Demikianlah hukum sewa rahim yang berhukum haram menurut pandangan Islam sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Syekh Ali Jum’ah tersebut. Wa Allahu A’lam bis Shawab.

Baca Juga :  Kiai Chudori Tegalrejo: Pendekatan Dakwah Islam Nusantara

(diolah dari buku Baiti Jannati: Jawaban Menuju Rumah Tangga Sakinah, terjemahan dari kitab Fatawa Ashriyah Dr. Ali Jum’ah, Mufti Al-Azhar, halaman 150

Thursday, December 13, 2018

Antara mengingat dan melupakan dosa

Imam Junaid, salah seorang ulama Sufi kenamaan, pernah bercerita:

Pada suatau hari, aku menemui Sari As-Saqiti yang sedang tertunduk sedih. Aku bertanya, “Apa yang terjadi padamu?

Ada seorang pemuda mendatangiku dan bertanya perihal taubat. Kemudian aku menjawab bahwa taubat itu tidak melupakan dosa yang pernah diperbuat. Tetapi pemuda tersebut tidak setuju. Ia berkata bahwa taubat itu adalah melupakan dosa yang pernah diperbuat.” jawab Sari As-Saqiti.

Kalau aku lebih setuju dengan perkataan pemuda itu.” kataku.

Bagaimana bisa demikian?” tanya Sari As-Saqiti mulai penasaran.

Sesungguhnya ketika aku dalam keadaan yang tidak menyenangkan kemudian Allah merubahku pada keadaan yang menyenangkan, maka mengingat-ingat hal yang tidak menyenangkan di dalam kondisi yang menyenangkan tersebut merupakan perbuatan yang tidak menyenangkan.” jelasku.

Akhirnya, Sari As-Saqiti terdiam seribu bahasa setelah mendengar penjelasanku tersebut.

_______________________

Disarikan dari kitab Kunuzis Sa’adatil ‘Abadiyyah Fil Anfasil ‘Aliyyatil Habasyiyyah karya Abu Bakar Al-‘Atthos bin AbdullahAl-Habsyi, hal. 194

Wednesday, December 12, 2018

AMALAN AGAR DUNIA MENGEJARMU TANPA KAU MENGEJARNYA

AMALAN AGAR DUNIA MENGEJARMU TANPA KAU MENGEJARNYA

عن ابن عمر أن رجلا قال : "يا رسول الله إن الدنيا أدبرت عني وتولت". قال له : "فأين أنت من صلاة الملائكة وتسبيح الخلائق وبه يرزقون، قل عند طلوع الفجر : سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم، أستغفر الله مائة مرة تأتيك الدنيا صاغرة". فولى الرجل فمكث، ثم عاد فقال : "يا رسول الله، لقد أقبلت علي الدنيا فما أدري أين أضعها". (رواه الخطيب من رواية مالك.)

diriwayatkan bahwa seorang Shohabat mengeluh kepada Rasulullah SAW dan berkata :

“Yaa Rasulullah kenapa DUNIA seolah-olah tidak menginginkanku, (semua usahaku bangkrut, peternakan dan pertanianku pun selalu gagal panen?)"

Sambil tersenyum Nabi Muhammad SAW mengajarkan tentang tasbiihnya para Malaikat serta tasbiihnya penghuni 'alam semesta yaitu kalimat :

* ﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺑﺤﻤﺪﻩ ﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ﺍﺳﺘﻐﻔﺮ ﺍﻟﻠﻪ *
SUBHAANALLOOHI WA BIHAMDIHII SUBHAANALLOOHIL ‘ADZHIIM ASTAGHFIRULLOOH

Lalu Nabi SAW bersabda :
“Bacalah 100 kali ketika terbit Fajar."

Maka DUNIA akan memohon kepada Allah agar engkau miliki (mengejarmu tanpa kau mengejarnya)”

Selang beberapa bulan kemudian, shohabat tadi kembali lagi dan bercerita :

“Yaa Rasulullah sekarang aku bingung dengan hartaku kemana harus aku letakkan (hasil usaha dan peternakanku karena Saking banyaknya.”).

📚 : "Abwabul Faroj" hlm. 50

Tuesday, December 11, 2018

MADZHAB TERKERAS

MADZHAB TERKERAS

Kalau mau gontok-gontokan dalam berpendapat, pada akhirnya yang akan menang adalah Madzhab Zhohiri. Mengapa? Sebab, Madzhab Zhohiri adalah madzhab terkeras. Mereka selalu berpegang teguh dengan teks-teks secara zhohir, kaku dan menolak analogi-analogi Qiyas yang dianggap menyelewengkan teks. Sehingga berdebat dengan Madzhab Zhohiri akan selalu berujung pada pertanyaan, "Mana ayat atau hadisnya?" Kalau ada maka diterima, kalau tidak ada maka ditolak. Masalahnya, seringkali bukan karena tidak ada teks. Tapi cara memahami teks yang berbeda antara mayoritas ulama dengan minoritas Zhohiri tersebut.

Mungkin mereka merasa kokoh dengan prinsip yang mereka pegang. Tapi sebenarnya itu adalah kekokohan yang dibangun di atas kejumudan pemahaman. Oleh sebab itu, mayoritas ulama menolak madzhab itu. Bahkan Imam Nawawi menolak memasukkan Daud (pencetus Madzhab Zhohiri) ke dalam komunitas Ijma' dan Khilaf. Artinya, penyelisihan Daud tidak dianggap sebagai perusak Ijma' dan persetujuannya tidak dianggap sebagai penguat Ijma'.

Imam Nawawi mengatakan:

وَالْمُخْتَارُ عِنْدَ الْأُصُولِيِّينَ أَنَّ دَاوُد لَايُعْتَدُّ بِهِ فِي الْإِجْمَاعِ وَالْخِلَافِ

"Menurut pendapat yang terpilih oleh para ahli Ushul, Daud tidak diperhitungkan dalam Ijma' dan Khilaf." (Al Majmu', 2/357)

Begitulah, pada akhirnya kekerasan dan kekakuan dalam berpendapat hanya akan menjadikan manusia berpaling satu-persatu meninggalkannya hingga akhirnya punah atau minimal menjadi langka seperti nasib Madzhab Zhohiri pada zaman ini.

Wallahu a'lam.

Monday, December 10, 2018

Selametan

Ahad pagi, 9 Desember 2018 pondok As-Salam Kwagean "nduwe gawe"(punya hajat) ngunggahke kap atau molo atau atap kamar mandi baru. Sebelum para santri gotong royong ngunggahke kap, pengasuh Pondok As-Salam mengajak para santri untuk keduren bersama, berdo'a bersama untuk slametan.

Sebelum kenduren dimulai, beliau memberikan wejangan mengenai tradisi ala jawa yang salah satunya sedang di lakukan pagi tadi, ngunggahke kap. Menurut beliau, tradisi ini ialah tradisi jawa yang perlu untuk di lestarikan. Tradisi yang belakangan hampir punah di kota-kota besar. Beliau juga menambahkan bahwa tradisi ini sebagai aplikasi rasa gotong royong membantu tetangga yang membutuhkan (sambatan/ nduwe gawe). Karna bersifat gotong royong, maka yang punya hajat kemudian biasanya memberikan ; jajan, makanan, dan minuman. "Neg kulo di ijazahi Bapak moco ayat kursi 7x, ingkang sakderenge maos hahdrah-hadhrah fatihah kangge kanjeng nabi, keluarga, poro sahabat, kangge poro nabi-nabi, poro malaikat, poro wali-wali, poro simbah-simbah, syekh Abdul Qodir al-Jilany, lan ingkang babat deso" (kalau saya di ijazahi Bapak -red.KH. Abdul Hannan Ma'shum- untuk membaca ayat kursi sebanyak 7x. Sebelum membaca ayat kursi, hadiah fatihah kepada Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga dan sahabat-nya, kepada para nabi, para malaikat, para wali Alloh, kepada kakek nenek kita, kepada Syekh Abdul Qodir aljilany, dan kepada yang membuka lahan desa). Imbuh beliau pengasuh As-Salam.

Acara kenduren di tutup dengan do'a oleh beliau pengasuh, kemudian para santri menyantap bersama jenang abang (merah). Acara ngunggahke kap atau molo pun dimulai, para santri As-Salam saling gotong royong membantu ngunggahke kap.

Maka benar realitanya, pondok ialah miniatur masyarakat. Jika di Pondok sudah terbiasa interaksi, sosialisasi, ikut rewang kegiatan pondok, ikut ro'an, maka kelak di masyarakat para santri akan mudah berbaur dengan masyarakatnya.

Beliau romo KH.Abdul Hannan Ma'shum juga pernah di tegur oleh guru beliau, Simbah KH. Zamroji tentang noto awak(memperbaiki diri sendiri) saat masih nyantri., "Neg nom iseh kluyuran nang dalan, sok tuwek yo panggah (kalau masih muda sering jalan-jalan, maka masa  tua pun tak ada bedanya dengan masa muda.)" Teguran guru beliau.

Jika kita analogikan teguran tersebut, maka selayaknya sebagai santri mulai sekarang untuk belajar ilmu kemasyarakatan sebelum kelak hidup di masyarakat. Karna masa muda tak akan pernah kembali lagi, sebagaimana gubahan syair para pujangga arab :
ألا ليت الشباب يعود يوما # فأخبره بما فعل المشيب
andai masa muda bisa kembali lagi, pasti aku beritahu mereka apa yg aku alami di masa tuaku.

Mohon doa restunya, agar pembangunan kamar mandi segera selesai.

#AssalamKwagean
#Kwagean
#TradisiJawa
#AdatJawa
#Slametan

Saturday, December 8, 2018

Sombong

Sombong

Suatu hari Nabi Sulaiman alaihis salaam naik ke udara dengan bala tentaranya hingga bisa mendengar bacaan tasbihnya para malaikat, kemudian turun hingga telapak kakinya menyentuh lautan. Kemudian Nabi Sulaiman mendengar suara yg berkata :
" Jikalau di dalam hati anak buahmu terdapat sebiji sawi kesombongan maka dengan kesombongan itu ditenggelamkan."

Pada hari yg lain, Nabi Sulaiman alaihis salaam mengendarai singgasana kerajaannya bersama bala tentaranya di udara, kemudian beliau merasa takjub thd dirinya sendiri, maka singgsananya itu hendak membalikkannya. Nabi Sulaiman berkata :
" Tenanglah ! "
Singgasana itu berkata : "aku tdk akan tenang hingga anda juga tenang."
Singgasana itu terbuat dari emas dan sutera yg ditenun oleh para jin, lebarnya 1 farsakh X 1 farsakh, didalamnya terdapat 300.000 kursi dari emas dan perak, para Nabi duduk bersama Nabi Sulaiman di atas kursi emas dan para ulama' duduk di atas kursi perak.

Sahabat Anas -rodliyallohu anhu- berkata :
" Ketika Nabi Nuh alaihis salaam menaiki bahtera, Iblis bergelantungan pada bahtera itu, lalu Nabi Nuh berkata :
" kamu siapa?"
" saya Iblis." jawabnya.
" apa yg engkau kehendaki ?" tanya Nabi Nuh.
Iblis menjawab : " mintakan pertaubatan untukku kepada Tuhanmu."
Kemudian Allah memberi wahyu kpd Nabi Nuh bahwa taubatnya Iblis adalah dengan mendatangi kuburannya Nabi Adam alaihi salaam lalu sujud kepadanya.
Nabi Nuh memberitahukan itu kepada Iblis, Iblis berkata :
" Sewaktu masih hidup saja aku tdk mau sujud kepadanya, bagaimana mungkin aku sujud kepadanya setelah meninggal ?"

Imam An Nasafi -rohimahulloh- menuturkan bahwa Iblis -la'anahulloh- menempati neraka Jahannam selama 100.000 tahun kemudian Allah mengeluarkannya dari Jahannam, dan Allah mengeluarkan Nabi Adam dari syurga.
Kemudian Allah berkata : " wahai Iblis, inilah Adam, Aku memasukkanmu keneraka sebab dia. sekarang sujudlah kepadanya. "
Iblis berkata : " pada awwalnya aku mendurhakainya, maka pada akhirnya pun aku tdk akan menta'atinya."
Ibnu 'Uyainah berkata :
" Jika kemaksiyatan seorang hamba berasal dari syahwat maka bisa diharapkan taubat darinya, seperti Nabi Adam. dan jika kemaksiyatan berasal dari kesombongan maka tdk bisa diharapkan taubat darinya, seperti Iblis."

Nabi Yusuf alaihis salaam melihat ke cermin kemudian ia merasa takjub dengan dirinya sendiri dan berkata :
" Jikalau aku ini menjadi seorang budak, tentunya aku sebanding dengan harta yg banyak."
Maka terjadilah hal itu, saudara2nya yg ada 11 orang menjual Nabi Yusuf
seharga 22 dirham, masing2 mendapat 2 dirham kecuali Yahudza, karena dia tdk mengambil bagian sama sekali.

Ketika Allah menciptakan 'Arsy dengan 360 tiang, setiap tiang seukuran dunia, jarak antara tiang adalah 500 tahun perjalanan, Arsy mempunyai 1.600.000 kepala, setiap kepalanya mempunyai wajah, setiap wajahnya mempunyai bibir dan setiap bibirnya mempunyai lisan.
setiap lisannya digantungkan 100.000 pelita dan setiap pelita bisa memuat dunia. maka 'Arsy berkata :
" Allah tdk menciptakan makhluk yg lebih besar dariku."
Arsy merasa tinggi dan besar, kemudian Allah menundukkannya dengan seekor ular yg kepalanya terbuat dari mutiara putih, kedua matanya dari yakut merah, gigi2nya dari zamrud hijau, badannya dari emas merah, panjangnya sejauh 700.000 tahun perjalanan.
Ular itu mempunyai 70.000 sayap, setiap sayapnya terdapat 70.000 ribu bulu, setiap bulunya terdapat 70.000 wajah , setiap wajahnya terdapat 70.000 lisan yg keluar dari bibirnya bermacam bacaan tasbih dengan jumlah sebanyak tetesan air hujan, daun pepohonan dan sebanyak jumlah hari2 dunia.
Ketika Arsy melihat ular itu, ia berkata :
" Wahai Tuhanku, mengapa Engkau menciptakan ular ini ?"
" Aku menciptakannya agar engkau lupa terhadap keagunganmu dan melihat kepada keagungan-Ku. " Jawab Allah.

Ketika Allah menciptakan syurga, syurga berkata :
" akulah yg terbaik." kemudian Adam di masukkan kedalam syurga dan Adam menyelisihi perintah-Nya karena lupa, maka tahulah syurga tentang kelemahannya.
Lalu Allah menciptakan Adam, Adam melihat dirinya sendiri ketika para malaikat sujud kepadanya, maka Allah mengujinya dengan memakan buah pohon terlarang.
Ketika Allah menciptakan bumi, bumi merasa sombong lalu Allah menundukkannya dengan gunung2 yg kokoh. yg paling besar adalah gunung Qof.

Gunung merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan besi dengan cara memotong2 batunya.
Besi merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan api.
Api merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan air.
Air merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan awan dengan cara menyebarkannya kesana kemari.
Awan merasa sombong , maka Allah menundukkannya dengan angin dengan cara membawanya pergi ke timur dan ke barat.
Angin merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan manusia yg membangun rumah yg bisa mencegah angin.
Manusia merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan tidur.
Tidur merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan penyakit.
Penyakit merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan kematian.
Dan Kematian merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan disembelih kelak di hari kiamat diantara syurga dan neraka, yg menyembelihnya adalah Nabi Yahya alaihis salaam, waqila yg menyembelih adalah Jibril.

Wallohu a'lam.

~Nuzhatul majaalis~

Apa Itu Penyakit Ain?

Apa Itu Penyakit Ain?

Penulis

 Moh Juriyanto

23 November 2018

BincangSyariah.Com – Selama ini kita sering mendengar penyakit ain dibahas oleh sebagian ustadz, baik di televisi maupun di media sosial. Namun demikian, banyak di antara kita yang belum paham apa sebenarnya yang dimaksud dengan penyakit ain itu. Apa itu penyakit ain?

Penyakit ain adalah penyakit yang ditimbulkan akibat pandangan mata yang disertai rasa iri atau rasa takjub terhadap sesuatu yang dipandang. Orang yang memandang disebut nadzir dan perkara yang disebut mandzur. Penyakit ain ini bisa bersumber dari pandangan orang yang dengki dan jahat karena iri atau hasud, juga bisa timbul dari pandangan orang yang cinta dan orang baik karena takjub.

Dalam kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar Alasqalani menjelaskan penyakit ain sebagai berikut;

وَاْلعَيْنُ نَظْرٌ بِاسْتِحْسَانٍ مَشُوْبٍ بِحَسَدٍ مِنْ خَبِيْثِ الطَّبْعِ يَحْصُلُ لِلْمَنْظُوْرِ مِنْهُ ضَرَرٌ

“Penyakit ain adalah pandangan suka disertai dengki yang berasal dari kejelekan tabiat, yang dapat menyebabkan orang yang dipandang tersebut tertimpa suatu bahaya.”

Selanjutnya, Ibnu Hajar menjelaskan bahwa penyakita bukan hanya timbul dari pandangan orang yang dengki, namun juga dari orang yang cinta dan orang saleh karena takjub dan tanpa disengaja. Beliau berkata;

وَأَنَّ الْعَيْنَ تَكُونُ مَعَ الْإِعْجَابِ وَلَوْ بِغَيْرِ حَسَدٍ وَلَوْ مِنَ الرَّجُلِ الْمُحِبِّ وَمِنَ الرَّجُلِ الصَّالِحِ

“Sesungguhnya ain dapat terjadi bersama rasa takjub meski tanpa disertai rasa iri, meskipun dari orang yang mencintai dan dari orang yang saleh.”

Salah satu dalil yang dijadikan dasar oleh Ibnu Hajar bahwa penyakit ain juga timbul dari rasa takjub adalah hadis riwayat Imam Bukhari dari Sahl bin Hunaif, dia berkata bahwa Nabi Saw. bersabda;

اِذَا رَأَى اَحُدُكُمْ مَا يُعْجِبُهُ فِيْ نَفْسِهِ اَوْ مَالِهِ فَلْيُبَرِّكْ لَهُ فَأِنَّ اْلعَيْنَ حَقٌّ

Baca Juga :  Mengkaji Hukum Suap: Kritik atas Pandangan Ustadz Abdul Somad

“Jika salah satu di antara kalian melihat perkara yang menakjubkan, baik dalam diri sendiri atau dalam harta, maka berdoalah agar perkara tersebut diberkahi, karena sesungguhnya penyakit ain adalah nyata.”

Melalui hadis ini dan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa penyakit ain diakibatkan pandangan dengki atau takjub pada seseorang, harta atau benda lainnya. Karena itu, jika seseorang melihat perkara yang menakjubkan, maka hendaknya dia mendoakan agar perkara tersebut diberkahi oleh Allah

Wednesday, December 5, 2018

Sholat dalam kereta api

Kereta api termasuk salah satu alat transportasi yang sering digunakan oleh masyarakat. Seringkali saat dalam perjalanan dengan menggunakan kereta, para penumpang merasa bingung bahkan tidak tahu tentang cara melaksanakan salat yang benar. Sering kita lihat dalam kereta terdapat orang yang salat dengan cara duduk dan menggerak-gerakkan tubuhnya sebagai pertanda perpindahan rukun salat yang dilakukan. Ada pula penumpang yang salat sambil berdiri dengan menutup jalan para penumpang karena dalam kereta tidak meyediakan fasilitas untuk salat, bahkan ada juga yang memilih untuk tidak melaksanakan salat di kereta dengan niatan mengqadha salat di rumah karena salat di kereta dianggap terlalu ribet.

Sebenarnya bagaimana cara salat yang benar ketika dalam keadaan di kereta? Sebelum menjawab pertanyaan, patut dipahami bahwa kewajiban salat tidak gugur bagi seseorang selama akalnya masih normal, sehingga ketika ia dihadapkan pada keadaan yang tidak dapat menyempurnakan rukun, maka ia tetap wajib melaksanakan salat semampunya dalam rangka li hurmatil waqti.
Salah satu ketentuan dalam pelaksanaan shalat li hurmatil waqti yaitu wajib bagi seseorang untuk melaksanakan rukun dan syarat-syarat salat yang mampu ia lakukan, sedangkan untuk syarat atau rukun yang tidak mampu ia lakukan, syara’ menolelir hal ini karena sudah bukan termasuk hal yang dapat ia jangkau dan shalatnya wajib untuk diulang kembali (i’adah) dalam keadaan sempurna ketika telah sampai di rumah.

Dalam praktik salat li hurmatil waqti di kereta api, ketika seseorang masih mungkin untuk melaksanakan salat dengan wudhu, berdiri dan menutup aurat namun ia tidak dapat menghadap kiblat maka wajib baginya untuk melaksanakan syarat dan rukun tersebut, sedangkan syarat berupa menghadap kiblat menjadi hal yang ditolelir, sehingga tidak perlu ia laksanakan.

Realita yang sering terjadi di kereta, syarat yang paling sulit untuk dilakukan adalah menghadap kiblat, sebab lintasan kereta seringkali berkelok-kelok hingga menyebabkan orang yang awalnya sholat dengan menghadap kiblat, saat perjalanan arahnya menjadi berubah hingga ia tidak lagi menghadap arah kiblat.

Untuk rukun-rukun lain yang masih dapat dilakukan, wajib bagi para penumpang yang shalat untuk melaksanakannya, seperti berdiri, ruku’, sujud dan rukun lainnya.

Berdasarkan ketentuan di atas, tidak layak bagi kita untuk mencela orang yang melaksanakan salat di kereta dengan cara berdiri, justru cara seperti itulah yang benar, meski berdiri di tempat yang berpeluang dilewati oleh orang lain adalah hal yang makruh. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam kitab al-Fiqh ala Mazahib al-Arba’ah:

يكره للمصّلي أن يصلي في مكان يكون فيه عرضة لمرور أحد بين يديه، سواء مر أحد بين يديه أو لم يمر
“Makruh melaksanakan salat di tempat yang berpeluang dilewati orang lain di depannya, baik kenyataannya ada orang yang lewat atau tidak.” (Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah, juz. 1, hal. 246).

Kemakruhan ini, bisa berubah menjadi haram ketika ada larangan langsung dari pihak KAI atau dugaan kuat pihak KAI akan melarang orang yang melakukan salat di tempat berjalannya para penumpang, sebab KAI memiliki kekuasaan dalam hal mengatur ruang gerak yang dilakukan oleh penumoang agar tidak bersinggungan dengan penumpang yang lain.

Dengan begitu, orang yang salat di kereta dengan duduk dan menggerak-gerakkan tubuhnya adalah hal yang tidak benar, sebab sejatinya ia masih bisa melaksanakan salat dengan berdiri. Kecuali ketika salat fardhu dengan cara duduk ini, ketika ruku’ dan sujud dilaksanakan dengan sempurna, maka cara demikian dianggap benar menurut mazhab hanafi, namun praktek demikian jarang sekali kita temukan.

Lalu bagaimana dengan orang yang memilih untuk tidak melaksanakan salat di kereta dan memilih untuk mangqadha’ salatnya di rumah karena dipandang sulit?
Langkah demikian tetap dibenarkan menurut salah satu pendapat dalam madzhab syafi’i. Seperti yang ditegaskan dalam Hasyiyah Ibnu Qasim ‘ala al-Ghurar al-Bahiyah:

وَنَقَلَ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَالْغَزَالِيُّ أَنَّ لِلشَّافِعِيِّ قَوْلًا أَنَّ كُلَّ صَلَاةٍ تَفْتَقِرُ إلَى الْقَضَاءِ لَا يَجِبُ فِعْلُهَا فِي الْوَقْتِ وَبِهِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ
“Imam Haramain dan Imam Ghazali menukil bahwa dalam madzhab syafi’i terdapat pendapat bahwa sesungguhnya setiap salat yang butuh (bisa) untuk diqadha’ tidak wajib melaksanakannya pada waktunya, pendapat ini juģa merupakan pendapat yang diutarakan Imam Abu Hanifah.” (Ibnu Qasim, Hasyiyah Ibnu Qasim ‘ala al-Ghurar al-Bahiyah Juz 1, Hal. 207).

Hal yang bijak bagi para penumpang, jika memang masih mungkin untuk menjamak salatnya baik berupa jamak taqdim dengan cara salat terlebih dahulu sebelum berangkat, atau jamak ta’khir yaitu ketika sampai di kota tujuan masih memungkinkan melaksanakan salat. Maka hal yang baik dilaksanakan adalah menjamak salatnya.

Sedangkan ketika shalat yang dilaksanakan tidak dapat dijamak, maka lebih baik bagi para penumpang untuk mengikuti pendapat yang dinukil dari imam Haramain dan al-Ghazali yaitu tidak melaksanakan salat li hurmatil waqti di kereta dan memilih mengqadha salatnya ketika sampai di tempat tujuan. Pemilihan langkah ini dikarenakan melaksanakan shalat di kereta sesuai dengan ketentuan salat li hurmatil waqti selain dipandang sulit, juga dianggap mengganggu aktifitas penumpang lain seperti terhambatnya jalan ketika ada orang lain hendak lewat dan berbagai hambatan-hambatan yang lainnya, sehingga sangat tidak elok untuk dilakukan. Wallahu a’lam. (Santrimengaji17/PP Lirboyo/alanu

Friday, November 16, 2018

Mengenal Pengarang Maulid Al-Barzanji

#Copas...

Mengenal Pengarang Maulid Al-Barzanji.

Sayyid Ja‘far bin Hasan bin ‘Abdul Karim bin Muhammad bin Rasul Al-Barzanji, pengarang Maulid Barzanji, adalah seorang ulama besar keturunan Nabi SAW dari keluarga Sadah Al-Barzanji yang termasyhur, berasal dari Barzanj di Irak. Beliau lahir di Madinah Al-Munawwarah pada tahun 1126 H (1714 M).

Datuk-datuk Sayyid Ja‘far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Sayyid Muhammad bin ‘Alwi bin ‘Abbas Al-Maliki dalam Hawl al-Ihtifal bi Dzikra al-Mawlid an-Nabawi asy-Syarif pada halaman 99 menulis sebagai berikut: “Al-Allamah Al-Muhaddits Al-Musnid As- Sayyid Ja`far bin Hasan bin `Abdul Karim Al-Barzanji adalah mufti Syafi`iyyah di Madinah Al-Munawwarah. Terdapat perselisihan tentang tahun wafatnya. Sebagian menyebutkan, beliau meninggal pada tahun 1177 H (1763 M). Imam Az-Zubaid dalam al-Mu`jam al-Mukhtash menulis, beliau wafat tahun 1184 H (1770 M). Imam Az-Zubaid pernah berjumpa beliau dan menghadiri majelis pengajiannya di Masjid Nabawi yang mulia. Beliau adalah pengarang kitab Maulid yang termasyhur dan terkenal dengan nama Mawlid al-Barzanji.

Sebagian ulama menyatakan nama karangannya tersebut sebagai ‘Iqd al-Jawhar fi Mawlid an-Nabiyyil Azhar. Kitab Maulid karangan beliau ini termasuk salah satu kitab Maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik di Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam acara-acara (pertemuan-pertemuan) keagamaan yang sesuai. Kandungannya merupakan khulashah (ringkasan) sirah nabawiyyah yang meliputi kisah kelahiran beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah, akhlaq, peperangan, hingga wafatnya.” Kitab Mawlid al-Barzanji ini telah disyarahkan oleh Al-Allamah Al-Faqih Asy-Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Maliki Al-Asy‘ari Asy-Syadzili Al-Azhari yang terkenal dengan panggilan Ba‘ilisy dengan pensyarahan yang memadai, bagus, dan bermanfaat, yang dinamakan al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji dan telah berulang kali dicetak di Mesir. Beliau seorang ulama besar keluaran Al-Azhar Asy-Syarif, bermadzhab Maliki, mengikuti paham Asy‘ari, dan menganut Thariqah Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217 H (1802 M) dan wafat tahun 1299 H (1882 M). Selain itu, ulama terkemuka kita yang juga terkenal sebagai penulis yang produktif, Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi, pun menulis syarahnya yang dinamakannya Madarijush Shu‘ud ila Iktisa-il Burud. Kemudian, Sayyid Ja‘far bin Isma‘il bin Zainal ‘Abidin bin Muhammad Al- Hadi bin Zain, suami anak satu-satunya Sayyid Ja‘far Al-Barzanji, juga menulis syarah kitab Mawlid al-Barzanji tersebut yang dinamakannya al-Kawkabul-Anwar ‘ala ‘Iqd al-Jawhar fi Mawlidin-Nabiyyil-Azhar.


Sebagaimana mertuanya, Sayyid Ja‘far ini juga seorang ulama besar lulusan Al-Azhar Asy-Syarif dan juga seorang mufti Syafi‘iyyah. Karangankarangan beliau banyak, di antaranya Syawahid al-Ghufran ‘ala Jaliy al-Ahzan fi Fadha-il Ramadhan, Mashabihul Ghurar ‘ala Jaliyyil Qadr, dan Taj al-Ibtihaj ‘ala Dhau’ al-Wahhaj fi al-Isra’ wa al-Mi‘raj. Beliau pun menulis manaqib yang menceritakan perjalanan hidup Sayyid Ja‘far Al-Barzanji dalam kitabnya ar-Raudh al-‘Athar fi Manaqib as-Sayyid Ja‘far. Kembali kepada Sayyidi Ja‘far Al-Barzanji. Selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlaq, dan taqwanya, tetapi juga karena karamah dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk mendatangkan hujan pada musim-musim kemarau. Diceritakan, suatu ketika di musim kemarau, saat beliau sedang menyampaikan khutbah Juma’tnya, seseorang meminta beliau beristisqa’ memohon hujan. Maka dalam khutbahnya itu beliau pun berdoa memohon hujan. Doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya hingga seminggu, persis sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW dahulu. Sayyidi Ja‘far Al-Barzanji wafat di Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi‘. Sungguh besar jasa beliau. Karangannya membawa umat ingat kepada Nabi SAW, membawa umat mengasihi beliau, membawa umat merindukannya. Sayyid Ja’far Al-Barzanji adalah seorang ulama’ besar keturunan Nabi Muhammad saw dari keluarga Sa’adah Al Barzanji yang termasyur, berasal dari Barzanj di Irak. Datuk-datuk Sayyid Ja’far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan pemurah. Nama nasabnya adalah Sayid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a. Semasa kecilnya beliau telah belajar Al-Quran dari Syaikh Ismail Al-Yamani, dan belajar tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf As-So’idi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri.Antara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah : Sayid Abdul Karim Haidar Al-Barzanji, Syeikh Yusuf Al-Kurdi, Sayid Athiyatullah Al-Hindi. Sayid Ja’far Al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya: Shoraf, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Usulul Fiqh, Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadits, Usul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, A’rudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah. Syaikh Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki yang bermukim di Madinah, merupakan salah seorang keturunan (buyut) dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid Al-Alwi Al-Husain Al-Musawi Al-Saharzuri Al-Barzanji (1040-1103 H / 1630-1691 M), Mufti Agung dari madzhab Syafi’i di Madinah. Sang mufti (pemberi fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di Irak, lalu mengembara ke berbagai negeri sebelum bermukim di Kota Sang Nabi. Di sana beliau telah belajar dari ulama’-ulama’ terkenal, diantaranya Syaikh Athaallah ibn Ahmad Al-Azhari, Syaikh Abdul Wahab At-Thanthowi Al-Ahmadi, Syaikh Ahmad Al-Asybuli. Beliau juga telah diijazahkan oleh sebahagian ulama’, antaranya : Syaikh Muhammad At-Thoyib Al-Fasi, Sayid Muhammad At-Thobari, Syaikh Muhammad ibn Hasan Al A’jimi, Sayid Musthofa Al-Bakri, Syaikh Abdullah As-Syubrawi Al-Misri. Syaikh Ja’far Al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut.

Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdo’a untuk hujan pada musim-musim kemarau. Setiap kali karangannya dibaca, shalawat dan salam dilatunkan buat junjungan kita Nabi Muhammad SAW, selain itu juga tidak lupa mendoakan Sayyid Ja‘far, yang telah berjasa menyebarkan keharuman pribadi dan sirah kehidupan makhluk termulia di alam raya. Semoga Allah meridhainya dan membuatnya ridha....

Sunday, November 11, 2018

YASIN AL-MARROKISYI, SIAPAKAH BELIAU?

YASIN AL-MARROKISYI, SIAPAKAH BELIAU?

Oleh; Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
***

Syaikh Yasin Al-Marrokisyi (ياسين المراكشي) barangkali memang bukan nama yang familiar di telinga kita. Tetapi jika kita tahu bahwa beliau adalah salah satu guru istimewa An-Nawawi, maka itu akan menjadi alasan penting untuk membuat kita mengkaji sebagian kisah terkait beliau yang bisa menjadi ibrah penting untuk kita.

Telah diketahui bahwa An-Nawawi memiliki banyak guru dalam berbagai bidang ilmu seperti ilmu fikih, hadis, ushul fikih, nahwu, lughoh, dan lain-lain. Hanya saja, guru An-Nawawi yang secara khusus memberikan bimbingan terhadap An-Nawawi dalam hal ilmu pembersihan jiwa dan amal adalah syaikh Yasin Al-Marrokisyi ini.

Beliau adalah seorang ulama pengajar Al-Qur’an yang digelari “Al-Muqri’“ karena memiliki keahlian mengajarkan “qiroat sab’ah”. Profesinya adalah tukang bekam dan berdagang. Tokonya terletak di pinggir Jabiyah. Kulitnya digambarkan para sejarawan berwarna hitam. Beliau dikenal sebagai orang salih yang memiliki sejumlah mukasyafah dan karomah. Beliau berhaji lebih dari 20 kali dan usianya mencapai 80 tahun. Wafatnya tahun 687 H.

Yasin Al-Marrokisiyi inilah yang ketika pertama kali berfirasat bahwa An-Nawawi akan menjadi “orang besar” , yakni orang yang paling berilmu di zamannya. Sekitar tahun 640-an Al-Marrokisyi bertemu pertama kali dengan An-Nawawi yang waktu itu masih bocah di Nawa. Dalam pertemuan pertama kali itu, Al-Marrokisyi sudah membaca tanda-tanda istimewa pada An-Nawawi. Kisahnya firasat Al-Marrokisyi ini diceritakan Ibnu Al-‘Atthor, langsung dari lisan Yasin Al-Marrokisyi yang menceritakan dialognya dengan guru hafalan Al-Qur’an An-Nawawi. Ibu Al-‘Atthor menulis,

هذا الصبيُّ يُرْجى أن يكون أعلم أهل زمانه فقال لي: أمنجِّمٌ أنت؟ فقلتُ: لا، وإنما أنطقني الله بذلك

“ (Yasin Al-Marrokisyi berkata kepada guru tahfizh An-Nawawi;)” Bocah ini bisa diharapkan menjadi orang paling berilmu di zamannya”. Dia (guru tahfizh An-Nawawi itu) merespon, “Apakah engkau tukang ramal?’ Aku menjawab, ‘Tidak. Tetapi Allah yang membuatku mengucapkan hal itu” (Tuhfatu Ath-Tholibin hlm 44-45)

Karena firasat itu, Yasin Al-Marrokisyi benar-benar berpesan kepada ayah dan guru An-Nawawi agar memberi perhatian serius dalam pendidikannya. Ayahnya diberi saran agar An-Nawawi diajari menghafal Al-Qur’an dan menyibukkan diri dengan ilmu. Karena wasiat Yasin Al-Marrokisyi ini pulalah, ayah An-Nawawi memutuskan untuk “memondokkan” An-Nawawi di “ponpes” Ar-Rowahiyyah sampai An-Nawawi menjadi ulama besar sebagaimana kita saksikan hingga hari ini.

An-Nawawi sebagai murid beradab dan tahu hak-hak gurunya tidak melupakan jasa besar Al-Marrokisyi ini. An-Nawawi memutuskan untuk rutin mendatangi majelisnya, belajar adab kepadanya, mengharap berkahnya dan meminta nasihat dalam berbagai urusannya. Singkat kata Yasin Al-Marrokisyi adalah guru “spiritual” khusus An-Nawawi yang mengajari beliau dalam ilmu-ilmu pembersihan jiwa.

Karena An-Nawawi tidak hanya belajar ilmu Islam yang bersifat pemikiran, tetapi juga belajar ilmu Islam yang sifatnya amal, yakni membersihkan hati, menyucikan jiwa, mendidik akhlak, memperindah adab, dan menguatkan ibadah maka wajar jika An-Nawawi muncul sebagi seorang ulama yang bukan hanya pakar dalam ilmu-ilmu syar’i, tetapi juga menjadi pribadi yang sangat menarik dalam hal zuhud, wara’, ketakwaan dan kesalihan. Beliau orang yang sangat kuat beribadah, sangat berhati-hati, sangat kuat menahan nafsunya, benci perdebatan kosong, tekun beribadah, dan meninggalkan segala hal yang sia-sia.

Belajar dari kisah An-Nawawi dengan Yasin Al-Marrokisyi ini, ada satu pelajaran penting bagi kita semua. Tidak cukup orang hanya menyibukkan diri dengan ilmu yang bersifat pembahasan hujjah, perdebatan dengan segala ikhtilafnya. Hal itu karena ilmu yang seperti itu ada potensi membuat hati menjadi keras, membuat sombong, dan ujub .

Agar lebih dekat dengan cara hidup para Nabi, para Rasul dan orang-orang salih, seorang hamba memerlukan guru yang fokusnya membantunya dalam merawat hati, memperindah akhlak, dan menguatkannya dalam ibadah dan dzikir. Sangat beruntung jika seorang murid mendapatkan guru yang bukan hanya mengajari ilmu-ilmu syar’i yang bersifat pemikiran tetapi juga bisa menjadi pembimbing dalam hal kesalihan, pembersihan jiwa, pendidikan akhlak, ibadah dan dzikir, baik dalam hal ilmu maupun amal.

Jika tidak mampu mendapati guru, maka hendaklah seseorang memiliki, setidaknya, seorang sahabat yang paling berharga. Bukan sahabat yang hanya datang di saat ia mendapatkan kesenangan dunia dan menjauh saat ia mendapatkan kesempitan hidup. Satu  sahabat terbaik dalam dien ini lebih baik daripada 1000 "sahabat palsu".

Oh ya, menjadi anugerah Allah yang tak terkira jika sahabat dengan kualifikasi seperti itu adalah pasangan hidup kita sendiri.

اللهم ارزقني خليلا فقيها زاهدا ورعا تقيا عَبادا كريما محببا إليك
أحبه ويحبني فيك
وبه تجعلني من السبعة الذين تظلهم يوم لا ظل إلا ظله

Versi Situs: http://irtaqi.net/2018/11/11/yasin-al-marrokisyi-siapakah-beliau/

***

4 Rabi’ul Awwal 1440 H

Thursday, November 8, 2018

Nirakati anak

pada suatu kesempatan Sowan ke Kyai Ulil Albab Arwani Kudus

"Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya jadi anak yang Sholeh, pinter, berbakti & hal2 baik lainnya"

beliau membuka obrolan Jum'at pagi itu
kami kebanyakan wali santri yang sowan pada waktu itu cuman bisa mengangguk dan tersenyum

lalu beliau melanjutkan dengan memberikan ijazah untuk diamalkan :

1. diusahakan setiap hari minimal satu kali setelah salat, anak2 dihadiahi Fatihah dengan tata cara "Ila Ruhi wal Jasadi .....(nama-anak).... Al-Fatihah.. 7x
syukur alhamdulilah bisa setiap habis salat

2. disaat waktu sambangan atau jadwal nengok anak di pondok, sediakan air putih yang dibacakan
Bismillahirrahmanirrahim 786 x
Al-Fatihah 70 x
lalu diminumkan ke anaknya

Insyaallah
semoga Allah SWT mengijabahi Do'a kita

itulah oleh2 sowannya
semoga bermanfaat

Monday, November 5, 2018

TNI asalnya dari TNU, gini ceritanya...

TNI asalnya dari TNU, gini ceritanya...

Barisan Pemuda Kebangsaan sebenernya sudah dimulai sejak 1920-an paska runtuhnya Turki Utsmani dan ekspansi Negara2 Eropa untuk “menguasai dunia” dan juga pastinya karena banyak kaum cendikia lahir di Indonesia seperti Ki Hajar, KH Mas Mansyur, KH Wahab Hasbullah, Tan Malaka dll

Mungkin sekarang anak-anak milenial kilafah lagi demen jelek2in Banser bahkan sampe menyoal baju doreng, ya maklum kudu diluruskan. Tapi kalo yang tua pada ikutan ya itu namanya buta sejarah ataupun udah antipati. Gpp gue bakal cerita soal ini dengan Insyaallah runtut.

Istilah dan fakta tentara-tentaraan ini lahirnya pada saat penjajahan Jepang dimana pada September 1942 di Jakarta diadakan konferensi para pemimpin Islam yang intinya bikin Jepang kecewa karena ternyata Islam tidak bisa dipolitisasi untuk kasih dukungan Jepang di Perang Asia.

Jepang bermaksud mengumpulkan laskar Islam yang saat itu sangat anti Belanda, digabung menjadi Laskar yang tujuannya back up Jepang di Perang Asia yang musuhnya juga Belanda sama sekutu. Oktober 1942 Tokyo sampe menugaskan Kolonel Horie Choso keliling Jawa buat riset.

Saat itu ada organisasi Islam bernama MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yang dikomandoi Ulama Nusantara untuk melawan Politik Belanda, gabungan 13 Organisasi termasuk didalamnya NU, Muhammadiyah dan SI. HadratusSyekh Hasyim Asy’ari adalah Ketua Badan Legislatifnya.

MIAI sangat efektif membuat Belanda kacau karena MIAI memiliki banyak laskar Santri didalamnya termasuk ANO (Anshoru Nahdlatul Oelama) yang dilahirkan oleh KH Wahab Hasbullah sejak 1924 dan pada 1934 menjadi Ansor.

Jepang ingin kuasai MIAI supaya bisa dipake perang lawan sekutu

Perjalanan Kolonel Horie Choso ini menghasilkan dan menyimpulkan bahwa jika Jepang mau mendapatkan tambahan laskar, maka dekatilah Kyai-Kyai Pengasuh Pondok Pesantren di Jawa.

Walhasil Jepang membentuk: Seinendan, Keibodan dan Heiho yang nantinya dibuat untuk bela bangsa.

Jepang sangat paham kalo Ruh di Pesantren adalah Ruh Kebangsaan, menjaga tanah air tempat kelahiran adalah panji martabat tertinggi dari para Santri.

Ide Jepang bentuk laskar kebangsaan ini jelas disambut pesantren dengan positif karena demi Nusantara.

Hingga pada saatnya, 3 Oktober 1943 Jepang meresmikan PETA (Tentara Pembela Tanah Air) di Bogor dengan keanggotaan terbanyak dari Santri dan Ulama.

HadratusSyekh Hasyim Asy’ari adalah Penasehat PETA, yang juga merupakan Rais Akbar Nahdlatul Oelama.

Kiprah PETA untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak perlu gue jelaskan, bisa gugling dan cari perpustakaan. Lengkap datanya..

Gue lanjut topik sampe berdirinya TNI aja yak?

Apakah Jepang tidak “fishy” dan tidak diketahui Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari?

Tentu tidak, beliau paham banget kalo Jepang cuma ingin memperalat PETA untuk kepentingan Tokyo bukan Indonesia. Kemudian pada 4 Desember 1944, KH Wahid Hasyim membentuk Laskar Hizbullah

Iya, Putra HadratusSyekh dan sekaligus Ayah dari Gus Dur adalah inisiator yang membentuk Laskar Hizbullah yang sangat masyur dalam pertempuran 10 November 1945.

Jepang kalah set dengan KH Wahid Hasyim, pusat pelatihan Heiho di Cibarusah dipakai untuk latihan Laskar Hizbullah.

Siapakah Laskar Hizbullah?
Laskar Hizbullah adalah Ulama, Santri dan Pemuda Syubbanul Wathon atau ANO yang kemudian jadi GP Ansor nantinya.

Laskar Hizbullah adalah Banser!

Mari kita simak fakta sejarah berikut ini ya, biar pada paham dan siapin meme bully Banser yang baru.

Bulan Januari 1945, Masyumi yang saat itu diketuai HadratusSyekh Hasyim mengumumkan anggota dewan Pengurus Pusat Pimpinan Laskar Hizbullah dengan Ketua KH Zainul Arifin seorang Kader Ansor dari Barus Sumatera Utara dan diberikan amanat menjadi Panglima Laskar Hizbullah.

Pusat Latihan Hizbullah berada di Cibarusah dengan lahan 20 hektar disekitar perkebunan karet, dikelola oleh Konsul NU Jakarta dan instrukturnya bernama Kapten Yanagawa dari Beppan (Badan Intelejen Jepang).

Santri dari Madura dan Jawa merupakan peserta pelatihan paling awal.

Karena sangat banyak Santri yang mendaftar, bahkan proses rekrutnya sangat rapih dan pendaftar sangat banyak ditampung di banyak Masjid se-Jawa.

Di Malang juga ada Laskar yang tidak lahir dari Masyumi, didirikan oleh KH Masjkur Singosari, Santri HadratusSyekh juga.
"Sabilillah".

Laskar Hizbullah yang ditempa di Cibarusah dan Laskar Sabilillah di Malang pada saatnya kelak bergabung bertempur di Surabaya pada 25 - 27 Oktober 1945 dan Perang besar 10 November 1945 yang sangat terkenal dengan “Rawe Rawe Rantas, Malang Malang Putung”

Lulusan pendidikan Laskar Hizbullah inilah cikal bakal Tentara Indonesia kedepannya.

Salah satu “Harimau Hizbullah” yang sangat disegani dan ditakuti musuh adalah KH Abdullah Abbas Buntet Cirebon.
Yang melahirkan Batalyon Elit Infanteri 315/Resimen 1 Siliwangi

Ketika paska kemerdekaan, Belanda membonceng Sekutu ke Indonesia (dalih melucuti Jepang) dengan pasukan yang siap perang dan bermaksud menjajah Indonesia kembali.
Hingga lahir Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 dimana awal dari pertempuran 10 November 1945.

Paska 10 November 1945, setelah kalah di Surabaya tuh Belanda belum kapok dan kembali ke Indonesia dengan Agresi Militer II.

Pada awal 1946, Surabaya jatuh ke tangan Sekutu kembali dan pasukan Hizbullah yang banyak jadi korban di pertempuran 10 November ditarik ke Gempol.

Perjuangan Laskar Hizbullah dan Sabilillah inilah tonggak kebangkitan Indonesia setelah Proklamasi.

Seluruh komponen kelaskaran seperti PETA, eks KNIL, Laskar Daerah, Jurnalis, Barisan Pemuda dll membuahkan simpati dunia dan “bayi” Tentara Keamanan Rakyat tumbuh besar.

Bulan Juli 1946 Hizbullah melaksanakan Kongres Umat Islam di Jogja yang menghasilkan konsolidasi peleburan Laskar Hizbullah kedalam Divisi Sunan Ampel.

Laskar Hizbullah Sunan Ampel dan kelaskaran lain inilah yang pada 5 Mei 1947 bersatu bergabung ke Tentara Republik Indonesia.

Dan TRI pada 3 Juni 1947 diubah menjadi TNI.

TNI memiliki kepemimpinan kolektif dari mantan pimpinan TRI dan badan kelaskaran lain, jangan heran banyak batalyon memberontak termasuk DI/TII, Permesta, Eks Knil APRA dll.

Satu hal, Hizbullah Sabilillah tidak pernah berontak.

Jadi, jika sekarang kalian menyoal seragam Banser ingatlah bahwa TNI lahir jauh setelah Banser berjuang bersama Hizbullah, Sabilillah, PETA dll sebelum Indonesia ini Merdeka.

Ayo kembali fokus jualan bendera HTI aja kalian dari pada sibuk ngurusi baju loreng. Bye....

Sumbernya dari mana ?

Dari buku Resolusi Jihad Paling Syar’i author  Gugun El Guyani, Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Fasisme Jepang auth Sagimun MD. Di UIN banyak, minta aja buku terkait dan jurnal2 yang diterbitkan terkait Resolusi Jihad 22 Oktober 1945

[Copas dari Kang Lautan Ilmu]

Saturday, November 3, 2018

JANGAN SURIAHKAN INDONESIA

== JANGAN SURIAHKAN INDONESIA ==

Apa yang pertama kali terlintas di benak saat mendengar kata “Suriah”?

Kalau aku, tergambar di benakku mendengar kata Suriah, identik dengan perang dan ISIS. ISIS adalah singkatan dari Islamic State of Iraq and Syria. Negara Islam Irak dan Suriah. Jadi di Negara Suriah ada Negara Islam.

Namun setelah menghadiri diskusi kebangsaan kemarin malam, semuanya menjadi terang benderang bagiku. Diskusi itu bagaikan “pamungkas” dari rangkaian seminar dan diskusi kebangsaan tentang radikalisme yang selama ini aku ikuti.

Diskusi ini diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Syam Indonesia (ALSYAMI). Diadakan di Magzi Ballroom, Hotel Grand Kemang dari jam 19.30 – 21.30. Narasumber yang dihadirkan cukup kompeten, yaitu orang-orang yang tahu betul mengenai keadaan Suriah.

Mereka adalah Syeikh Dr. Adnan al-Afyoni (Mufti Damaskus dan Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Suriah), Drs. Djoko Harjanto (Duta Besar RI untuk Suriah), Dr. Ziyad Zahruddin (Duta Besar Suriah untuk Indonesia), Ahsin Mahrus (Perhimpunan Pelajar Indonesia di Damaskus), dan Dr. Ainur Rofiq (mantan HTI). Sebagai moderator adalah Rahma Sarita Al Jufri, presenter berita televisi.

Bersyukur dapat hadir di acara itu tepat waktu, padahal diselingi dengan insiden ban kempes. Sampai disana ternyata disuguhi makan malam. Wah, menyesal juga tadi sudah makan sebelum berangkat.

Hidangan utamanya tentu saja hidangan khas Timur Tengah. Aku tak tahu namanya. Tapi ada mi yang dimasak seperti Mi Aceh, daging yang dimasak seperti gulai tapi warnanya kelabu dan rasanya pedas, lalu ada ayam yang dimasak dengan balutan tepung. Tak lupa dilengkapi dengan nasi putih, kerupuk kampung dan kerupuk udang, serta sambal.

Berhubung sudah cukup kenyang, aku ambil sedikit-sedikit saja makanan yang menurutku “aneh” karena bukan makanan Indonesia. Ingin tahu rasanya. Di sisi sebelah kanan meja utama terdapat hidangan khas Indonesia seperti bakso, soto, rujak buah dan gado-gado. Makanan sehari-hari, jadi aku tak tertarik.

Seperti biasa, aku selalu melongo kalau lihat orang makannya dicampur-campur yang menurutku tidak lazim. Selain itu ambilnya banyak-banyak seakan-akan besok tidak makan. Toh akhirnya tidak habis, dan aku melihat petugas membuang 3 potong ayam dari sebuah piring…..

Makanya, ukurlah dirimu sebelum makan. Walaupun makanan gratis, tapi bukan berarti bisa diambil sebanyak kita mau, lalu tidak dihabiskan dan akhirnya terbuang. Tetap saja kita yang berdosa karena sudah buang-buang makanan.

Sambil makan, aku mengamati orang-orang di sekitarku. “Radar” ku langsung bergerak cepat mengidentifikasi orang-orang ini. Walau tidak kenal dengan siapapun, tapi aku bisa merasakan siapa mereka. Sebagian besar tentu saja orang-orang yang pernah belajar di Suriah. Aku sempat merasa khawatir dengan penampilan orang-orang yang memakai rompi, pakai jas, dan pakai peci kupluk warna putih. Walau tak adil rasanya jika menilai seseorang dari penampilannya. Habis mau bagaimana…? Penampilannya seperti yang biasa demo-demo berjilid-jilid itu….

Belum lagi sapaan “Assalamualaikum” dengan lafal yang kental sekali, serta penggunaan kata “Antum”, “Ana”, serta percakapan dalam bahasa Arab yang berseliweran di sekitarku… Membuatku tiba-tiba dapat kunci surga….

Namun kehadirang orang-orang berpenampilan “Islam Nusantara” cukup membuatku merasa tenang. Selain itu ada pula orang-orang dari organ relawan Jokowi.

Yang cukup menarik perhatianku adalah orang yang membawa tas ransel besar di punggungnya. Pakai celana panjang model banyak kantong dan sepatu keds tebal. Asumsiku, dia seperti “survivor” dari daerah konflik.

Kemudian datang orang-orang asing dengan tipikal bangsa Timur Tengah. Dikawal oleh beberapa orang Indonesia, mereka memasuki sebuah ruangan tertutup. Tak lama kemudin disusul oleh seorang perempuan berkerudung. Badannya tinggi, hidungnya mancung dan wajahnya cantik, khas keturunan Arab. Belakangan baru kuketahui mereka adalah para nara sumber dan moderator.

Tak lama kemudian panitia meminta para tamu memasuki ruangan karena acara akan segera dimulai. Kusudahi pula makanku. Kuletakkan piring yang sudah bersih. Terakhir, aku menyantap dessert berupa pudding roti dan aneka kue tart mungil. Semoga, setelah kenyang, aku tak mengantuk….

Acara kemudian dibuka dengan pembacaan Surat Al Fatihah. Dilanjutkan dengan menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya oleh para hadirin. Berikutnya pembukaan secara singkat oleh Ketua ALSYAMI yang menyampaikan sabda Rosululloh bahwa,

“Siapapun yang sholatnya sama, menghadap kiblat yang sama, maka dia adalah muslim dan berada dalam lindungan Allah. Agar setiap muslim menjaga persatuan, saling mencintai pada sesama muslim pada khususnya dan pada sesama manusia pada umumnya. Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena belum tentu yang mengolok-olok itu lebih baik.”

Berikutnya pemaparan dari Drs. Djoko Haryanto, Duta Besar RI untuk Suriah. Beliau menceritakan kedatangannya ke Indonesia saat ini membawa 60 pengusaha dari Suriah yang rencananya akan melakukan hubungan perdagangan dengan Indonesia. Beliau juga menyampaikan bahwa pada Asian Games kemarin, Suriah mengirimkan 100 orang atletnya.

Konflik yang terjadi di Suriah, sebenarnya cukup membingunkan bagi masyarakat Indonesia, karena letaknya yang jauh, namun bisa berdampak ke Indonesia. Apa yang terjadi di Suriah merupakan gelombang Arab Spring yang diawali di Tunisia, Mesir, Libya, dan Yaman saat ini. Tak seperti pergantian pucuk kekuasaan di Indonesia yang berlangsung damai, pergantian kekuasaan di Arab disertai pertumpahan darah, perang saudara dan berakhir tragis. Seperti pada pemimpin Libya, Moamar Khadafi yang tewas dibunuh rakyatnya sendiri.

Suatu konspirasi sebenarnya memprediksi kekuasaan Bashar Al Assad akan tumbang dalam waktu 3 bulan, namun prediksi itu meleset, dan menenggelamkan Suriah dalam perang panjang selama 7 tahun.

Konflik yang bermula di bulan Maret 2011 itu diawali oleh Syrian Free Army, kelompok oposisi yang merupakan tentara desersi yang menolak rezim Assad.

Amerika, Israel, Eropa dan Yordania, ramai-ramai memusuhi Suriah hingga akhirnya Bashar Al Assad meminta bantuan pada Rusia dan Iran pada tahun 2015. Kejadian ini diumumkan di PBB. Sehingga perang tidak hanya terjadi di lapangan, namun juga di meja diplomasi. Hal-hal yang berkaitan dengan Suriah, di-veto oleh Amerika dan sekutunya. Suriah diganjar embargo ekonomi. Hal ini menyebabkan Cina juga masuk ke dalam perekonomian Suriah.

Begitu buruknya keadaan di Suriah, sampai-sampai wilayah yang dikuasai oleh pemerintah tinggal 20%. Namun pada tahun 2017 Aleppo berhasil direbut kembali. ISIS berhasil dipinggirkan sampai ke wilayah Raqqa.

Konflik yang terjadi di Suriah, murni merupakan konspirasi politik dan tak ada kaitannya dengan agama. Muslim Sunni dan Syiah disana tidak berperang. Bahkan tak ada bedanya dalam keseharian. Baru terlihat dari tata cara ibadahnya.  “Penggorengan” isu Syiah muncul karena Suriah dibantu oleh Iran yang Syiah.

Djoko Harjanto, sebagai dubes, berupaya memasuki kota-kota yang terisolasi di Suriah dalam upayanya menyelamatkan dan melindungi TKI dan para pelajar Indonesia. Sikap Indonesia yang tidak memihak, menyebabkan beliau banyak mendapatkan bantuan berupa pengamanan yang maksimal kemanapun ia berkehendak untuk bepergian dalam rangka mencari WNI disana.

Sebagai penutup, beliau menyampaikan bahwa kepentingan Negara itu nomor satu. Belajar dari pengalamannya saat menjadi staf kedutaan di Malaysia yang pernah juga terjadi insiden pembakaran bendera, namun tidak berlanjut dan berkembang semakin jauh. Dengan saling meminta maaf urusan selesai.

Belajar Islam, mestinya tak perlu jauh-jauh ke Arab. Tapi cukup di Indonesia. Karena di Indonesia sudah ada semua. Berhati-hatilah selalu ada upaya memecah belah. Persatuan dan kesatuan harus selalu digaungkan.

Pemaparan berikutnya disampaikan oleh Ziyad Zahrudin, Duta Besar Suriah untuk Indonesia. Tak banyak yang disampaikan oleh beliau karena kondisi secara umum sudah disampaikan oleh dubes RI. Untuk mengatasi masalah di Suriah itu semua hal sudah dilakukan. Apa yang tadinya mengancam dan berhasil menghancurkan Suriah, kini mengancam Indonesia, oleh karenanya jangan sampai Indonesia menjadi hancur.

Di Suriah bukan perang suku, bukan perang agama, tapi murni politik. Suriah belajar dari Indonesia cara merawat kebhinekaan. Indonesia memiliki kesan yang baik dimata dunia.

Pembicara selanjutnya merupakan pembicara kunci. Beliau adalah Syeikh Dr. Adnan Al Afyouni. Beliau menjabat sebagai Mufti Damaskus dan Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Suriah. Mufti itu seperti tokoh ulama. Kedatangannya adalah dalam rangka untuk meningkatkan hubungan dengan Kementrian Agama, Alumni Syam dan lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia.

Tahun ini pemerintah Suriah bekerja sama dengan Alumni Syam memberi beasiswa untuk 30 orang. Satu-satunya beasiswa luar negeri dari Suriah untuk Indonesia. Tanggal 30 November nanti akan berangkat ke Suriah.

Di Suriah terdapat mahasiswa dari 60 negara, namun yang mengesankan adalah mahasiswa dari Indonesia. Di awal-awal terjadinya konflik, semua mahasiswa kembali ke negaranya masing-masing, kecuali mahasiswa dari Indonesia. Mereka menghadap Mufti dan bertanya apa yang harus mereka lakukan. Dijawab oleh Mufti bahwa jika ingin pulang dipersilakan. Namun jika ingin tinggal pun silakan. Hingga saat ini mereka masih berada di Suriah.

Para mahasiswa Indonesia dikenal memiliki akhlak yang baik.

Diceritakan pula olehnya bahwa bangsa Suriah adalah bangsa yang heterogen. Tidak bisa dibedakan berdasarkan agama. Hidup bersama sebagai bangsa yang satu.

Agama seharusnya menyatukan manusia bukan memecah belah manusia. Agama mengajarkan norma-norma yang baik, bersatu dalam sebuah Negara. Krisis Suriah adalah krisis politik, cerminan konflik global. Dimana melibatkan banyak pihak, banyak Negara untuk kepentingan suatu golongan.

Suriah tadinya adalah Negara teraman di dunia. Tidak ada perang suku. Biaya hidup murah dan tidak ada orang miskin di Suriah.

Lalu mengapa orang-orang ini melawan pemerintah? Karena misikin, atau agama, atau politik?

Apa yang terjadi di Suriah adalah imbas dari Arab Spring yang melanda Tunisia, Mesir, Libya dan Yaman yang juga jadi porak poranda karena konflik.

Mereka yang menyerang Suriah, untuk menghancurkan Suriah, namun tak berhasil. Diantaranya ada Qatar yang ingin agar jalur pipa gasnya melewati Suriah. Ada Amerika yang ingin mengamankan Israel dari serangan Suriah.

Amerika menemukan adanya cadangan gas dan minyak di Suriah pada tahun 2008, maka mereka ingin menguasai Suriah seperti apa yang telah mereka lakukan pada Irak.

Mereka menggunakan agama dan melakukan propaganda di masjid-masjid.

Di Suriah pendidikan dan kesehatan gratis. Kebutuhan pokok dijamin oleh pemerintah. Maka tidak ada yang bisa dimainkan selain melalui agama. Mereka menebar ketakutan, akan membunuh orang Kristen, Syiah. Namun hal ini tidak berhasil karena mayoritas rakyat Suriah tidak rela jika gama digunakan sebagai alat merebut kekuasaan.

Bangsa Suriah pun ingin hidup lebih baik. Presiden Assad telah membuka diri untuk memaafkan pihak-pihak yang memusuhinya, demi masa depan Suriah. Yang tidak mau rekonsiliasi dipersilakan pergi, disediakan tempat di bagian selatan.

Rekonsiliasi ini dilakukan atas dasar cinta Islam, cinta Allah, dan cinta Rosululloh. Seluruh rakyat Suriah hari ini berbondong-bondong melakukan rekonsiliasi. Tapi Negara-negara luar masih tetap mengirim pasukan. Mereka tak ingin Suriah damai.

“Kami ingin mempertahankan Suriah. Kami telah melewati masa-masa sulit. Yang bikin sulit adalah orang-orang diluar Suriah,” ujar Syeikh Adnan. Sebagai Ketua Dewan Rekonsiliasi ia telah berkeliling menjumpai para oposan. Mengajak berdamai untuk Suriah yang lebih baik.

“Kami tak ingin menyia-nyiakan 1 nyawapun. Mendahulukan kepentingan Negara, tidak lagi saling menyalahkan. Sepakat membangun Suriah kembali bersama. Yang kemarin menentang, sudah kembali bersatu dalam 1 barisan.”

“Kami berkumpul dengan berbagai komponen yang tadinya saling bertempur. Tidak ada artinya dan tidak ada harganya jika kita tidak punya Negara dan Suriah hancur. Jika Suriah masih ada, itu untuk anak cucu. Jika sudah hancur, apa yang mau diwariskan.”

“Wahai bangsa Indonesia. Tempatkan kepentingan Negara diatas segalanya. Diatas perasaan kita, emosi kita. Masyarakat Suriah punya tanggung jawab kepada Allah. Tidak ada satu rumahpun yang tidak berduka karena krisis ini. Api jika sudah membakar akan sulit dipadamkan. Bagi orang yang berakal, mukmin sejati, cinta Allah, cinta Rosululloh, tidak akan menciptakan konflik bagi negaranya. Mukmin sejati bisa mengorbankan dirinya untuk kepentingan negaranya.”

Syeikh Adnan kemudian mengambil teladan dari kisah Rosululloh yang banyak mengalah pada saat Perjanjian Hudaibiyah agar tidak terjadi pertumpahan darah. Jika ingin bersama Rosululloh maka berperilakulah seperti Rosululloh. Semoga komponen di Indonesia bisa bekerja sama untuk kepentingan Negara.

Sebagai penutup, Syeikh Adnan menyampaikan :

Keimanan adalah hal yang utama. Ketika keimanan hilang maka tak ada keamanan. Barang siapa hidup tanpa agama, maka ia hidup dalam kerusakan. Iman menciptakan keamanan. Bayangkan Negara tanpa iman, tanpa akhlak, maka tak ada keamanan. Dengan syarat, keimanan yang benar. Bukan iman yang palsu.

Kelompok Khawarij mengaku beriman tapi iman yang salah. Mereka mengatasnamakan iman tapi membunuh dan melarang haji ke Baitullah.

Rosululloh bersabda, “Akan datang pada kalian suatu kaum yang sholatnya sama, baca Qurannya sama tapi tidak sampai ke sanubari.”

Keimanan tercermin pada kepribadian Rosululloh yang rahmatan lil alamain. Keimanan menurut Rosululloh, sesama muslim harus saling menjaga darah. Saling menjaga saudara muslim yang lain. Sebaik-baik orang iman adalah orang yang member manfaat bagi orang lain.

Jadi jika keimanan itu palsu, akan terjebak pada kepalsuan-kepalsuan berikutnya.

Pemaparan berikutnya disampaikan oleh Ahsin Mahrus sebagai perwakilan mahasiswa Indonesia di Suriah. Ia menceritakan bagaimana pada saat Aleppo dalam keadaan genting namun Dubes Djoko Harjanto berani memasuki wilayah tersebut untuk mengevakuasi WNI.

Ia menceritakan bahwa masyarakat Suriah adalah masyarakat yang baik hati. Senang pada pelajar yang bicara dalam bahasa Arab terpatah-patah, kemudian memberi sedekah. Biaya pendidikan diSuriah sebesar 60 – 100 dolar setahun, namun diberi uang saku sehingga bisa punya uang melebihi yang dibayarkan untuk biaya pendidikan tersebut. Sekolah, makan, minum, buku, semua gratis. Tapi itu sebelum perang.

Setelah perang, semua orang jadi saling mencurigai. Apakah golongan pro rezim atau anti rezim. Selama kurun waktu 2012-2018 tidak ada pelajar asing yang masuk karena banyaknya orang asing yang ikut konflik. Selain itu fasilitas pendidikan pun telah hancur. Yang dirugikan tentu saja pelajarnya. Para pendidiknya mengungsi ke luar negeri. Barang-barang jadi mahal, ekonomi hancur.
Kenapa tidak belajar dari Suriah?
Tidak bisa mempermasalahkan perbedaan suku, diangkatlah masalah agama. Hal yang kecil jadi besar. Baru sadar setelah hancur. Ternyata kita ini di adu domba. Gunakan akal sehat untuk mencerna agama.

Berikutnya pemaparan dari Dr. Ainur Rofiq. Beliau dulunya pernah tergabung dalam HTI. Cukup aktif sampai-sampai ikut mendekati para kyai di Jawa Timur untuk menyampaikan gagasan mengenai khilafah. Namun akhirnya keluar dari HTI karena merasa tertipu. Gagasan mengenai berdirinya Negara khilafah tak kunjung terwujud. Beliau juga merupakan saksi ahli dalam persidangan HTI.

Secara singkat beliau menyampaikan bahwa, “Siapa yang bisa membuktikan bahwa bendera yang dipegang HTI itu adalah bendera yang sama dengan bendera Rosululloh? Jangan terpengaruh bahwa itu adalah bendera yang disepakati oleh umat Islam.”
**
Catatan penulis :
Tulisan ini dibuat sebagai bentuk laporan pandangan mata setelah mengikuti acara diskusi secara langsung. Sama sekali tidak ada niatan untuk menjadi propaganda atau kepanjangan tangan dari pihak manapun.

Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi dengan konflik Timur Tengah pada umumnya, dan Suriah khususnya. Sama seperti jika tetangga kita bertengkar dalam rumah tangganya. Tak elok rasanya jika kita ikut campur urusan rumah tangga orang.

Kecuali jika pertikaian itu bisa berdampak pada diri kita dan sudah pada taraf membahayakan, kemudian kita dimintai pertolongan, barulah kita mengkaji akar masalahnya dan memberi pertolongan sebisanya.

Yang bisa kita lakukan sebagai orang yang mencintai negeri kita adalah menolak masuknya paham-paham asing yang tidak sesuai dengan budaya kita.

Bangsa dan Negara ini bisa bertahan sampai  saat ini justru karena kita sudah terbiasa rukun dengan orang-orang yang  budaya dan agamanya berbeda dengan kita. Kita sudah terbiasa bertoleransi. Toleransi dan menghargai perbedaan ini sudah diajarkan sejak kita kecil.

Apa yang terjadi di Suriah setelah perang, dimana masyarakatnya jadi saling mencurigai, sudah terjadi pada diri kita sekarang ini.

Lu Jokower apa Prabowo?
Lu Ahoker apa Anieser?
Lu Jawa? Jawanya mana?
Lu Islam? Sunni atau Syiah? Wahabi atau Salafi? NU atau Muhammadiyah?

Astaghfirullohalazim….

Mari mulai sekarang kita biasakan tidak mempermasalahkan perbedaan suku dan aliran. Kalaupun orang Jawa, ya sudahlah Jawa saja. Kalupun Islam, ya sudahlah Islam saja.

Kita adalah satu. IndONEsia….

#JanganSuriahkanIndonesia

Wednesday, October 31, 2018

APA BEDANYA QODHO’ DENGAN FATWA?

APA BEDANYA QODHO’ DENGAN FATWA?

Oleh; Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
***

Qodho’ (القضاء) adalah menjelaskan hukum syara’ dengan disertai ada unsur pemaksaan untuk menerapkannya. Beda dengan fatwa karena fatwa (الفتوى) itu menjelaskan hukum syara’ tanpa ada unsur pemaksaan untuk melaksanakannya.

Jadi perbedaan paling mendasar antara qodho dengan fatwa adalah adanya unsur ilzam (الإلزام) (mengikat/mewajibkan/memaksa). Qodho’ mengandung unsur ilzam sementara fatwa tidak mengandung unsur ilzam. Syamsuddin Ar-Romli berkata,

(القضاء) إلْزَامُ مَنْ لَهُ الْإِلْزَامُ بِحُكْمِ الشَّرْعِ (نهاية المحتاج (28/ 63)

“(Qodho’ adalah ) pemaksaan (ilzam) yang dilakukan oleh orang yang memiliki (otoritas) memaksa untuk (melaksanakan) hukum syara’. (Nihayatu Al-Muhtaj, juz 28 hlm 63)

Dalam kitab Mu’jamu Lughoti Al-Fuqoha’ disebutkan,

الفتوى : بفتح فسكون ج فتاوى وفتاو ، الحكم الشرعي الذي يبينه الفقيه لمن سأله عنه (معجم لغة الفقهاء (1/ 407)

“Fatwa adalah hukum syara yang dijelaskan seorang faqih kepada orang yang bertanya kepadanya”. (Mu’jamu Lughoti Al-Fuqoha’ juz 1 hlm 407)

Dengan definisi tersebut, bisa dipahami bahwa qodho’ hanya mungkin dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan. Pasalnya, hukum bisa dipaksakan untuk diterapkan hanya oleh orang memiliki kekuasaan yang berfungsi untuk menegakkan hukum. Adanya aparat penegak hukum yang berfungsi sebagai “backing” penerapan hukum, seperti polisi misalnya, adalah syarat asasi agar penjelasan hukum syara’ itu bisa digolongkan sebagai qodho’. Oleh karena sifatnya memaksa, maka hukum taklifi yang mungkin diurus dalam qodho’ hanya terbatas tiga macam saja, yakni wajib, haram dan mubah. Hukum makruh dan sunnah tidak mungkin bersinggungan dengan qodho’ karena tidak mungkin ada pemaksaan pada perkara sunnah dan makruh. Adapun fatwa, ia lebih luas dan akan mengurusi semua hukum taklifi yang berjumlah lima itu (wajib, sunnah, mubah, makruh, haram).

Dari definisi di atas bisa dipahami juga bahwa fatwa itu lebih luas sifatnya, karena bisa mencakup tema ibadah, muamalat, adab dan lain-lain. Berbeda dengan qodho’ yang biasanya terbatas pada tema-tema perselisihan di antara manusia seperti masalah rebutan warisan, utang-piutang, qishosh atau tindakan kriminal tertentu seperti hukuman zina, minum khomr dan lain-lain. Qodho’ tidak pernah mengurusi apakah salat seseorang itu dipandang sah ataukah batal.

Karena dua hal ini berbeda, maka syarat menjadi qodhi (hakim) yang akan menelurkan qodho’ berbeda dengan syarat untuk menjadi mufti (pemberi fatwa). Untuk menjadi hakim, disyaratkan harus lelaki, sementara untuk mufti tidak harus lelaki. Wanita, bahkan budak, orang buta dan orang bisu juga boleh menjadi mufti.

Terkait mana yang lebih berbahaya dan rawan antara fatwa dan qodho’ ada perbedaan pendapat.

Sebagian ulama berpendapat fatwa lebih rawan dan lebih berbahaya daripada qodho’, karena fatwa itu sifatnya berlaku umum. Fatwa bukan hanya diterapkan orang yang meminta fatwa, tetapi juga bisa diterapkan orang lain selain dia. Berbeda dengan qodho’ yang area penerapannya terbatas, yakni hanya pada orang yang terlibat sengketa atau terkena kasus hukum.

Hal lain yang membuat fatwa lebih rawan adalah, karena fatwa itu biasanya dibutuhkan cepat sehingga pemberi fatwa kadang tidak punya waktu untuk merenungi dan menjawab yang berbasis studi yang mendalam. Jadi peluang salahnya lebih besar daripada qodho’ dan kadang hanya cocok untuk satu kejadian sementara untuk peristiwa yang lain tidak bisa diterapkan.

Adapula yang berpendapat qodho’ lebih rawan. Alasannya, qodho’ itu sifatnya bisa memaksa untuk diterapkan, padahal kemungkinan salah memberi putusan hukum bisa saja terjadi. Kita sudah terbiasa mendengar berita yang mana seorang hakim keliru menghukum seseorang (misalnya karena dituduh membunuh), setelah puluhan tahun kemudian ternyata baru terbukti bahwa dia tidak bersalah.

An-Nawawi mengutip pernyataan Qodhi Syuraih yang tidak bersedia memberi fatwa karena tugasnya adalah menerbitkan Qodho’. Pernyataan Syuraih ini menegaskan bahwa qodho’ memang berbeda dengan fatwa dan memberi kesan bahwa fatwa lebih berbahaya daripada qodho. An-Nawawi berkata,

وَقَالَ شُرَيْح أَنا أَقْضِي وَلَا أُفْتِي (آداب الفتوى والمفتي والمستفتي (ص: 22)

“Syuraih mengatakan; Saya mengeluarkan qodho’ (mengadili) bukan berfatwa (Adabu Al-Fatwa wa Al-Mufti wa Al-Mustafti, hlm 22)

Ibnu Al-Mundzir juga dikenal memberi pernyataan bahwa Qodhi itu dimakruhkan untuk memberi fatwa dalam masalah-masalah hukum syara’.

Wallahua’lam
اللهم فقهنا في الدين وعلمنا التأويل

Versi Situs: http://irtaqi.net/2018/10/21/apa-bedanya-qodho-dengan-fatwa/

***
12 Shofar  1440

Saturday, October 27, 2018

HIZTUR TAHRIR, IKHWANUL MUSLIMIN DAN NU

HIZBUT TAHRIR

Oleh Jarot Doso

Dua tahun saya bergabung dengan Hizbut Tahrir (HT) Indonesia  untuk penelitian partisipatif secara tersamar. Saya katakan tersamar, sebab hingga saya mundur, saya tidak mengaku sedang meneliti.

Saya ikut dibaiat, ikut liqo rutin, ikut kajian-kajiannya, dan disuruh ikut aksi demo. Tapi untuk demo HT, saya selalu menolak ikut dengan pelbagai alasan, karena hal itu akan membuka penyamaran saya di luar.

Kebetulan pada saat yang sama, saya juga bergabung dan melakukan penelitian partisipatif di KAMMI, yang secara aspiratif dekat dengan PKS atau Ikhwanul Muslimin (IM) dan acap terlibat persaingan sengit dengan HT di kampus-kampus. Biasanya haram bagi seorang ikhwan (aktivis) HT sekaligus juga seorang ikhwan IM.

Saya akhirnya terpaksa mengundurkan diri dari HT karena oleh HT saya ditugasi untuk mendakwahi ihwal sesatnya demokrasi kepada dosen pembimbing saya, Prof. Dr. Afan Gaffar, juga kepada Prof. Dr. Amien Rais, mantan ketua PP Muhammadiyah. Dua hal yang mustahil saya lakukan.

Saya juga ditugasi untuk menyampaikan ceramah dengan tema yang sama di Masjid Kampus UGM, yang tentu saja juga mustahil saya laksanakan karena di dunia nyata saya adalah aktivis pro demokrasi dan meyakini demokrasi sebagai solusi terbaik untuk memperjuangkan kepentingan rakyat Indonesia yang pluralistik.

Dan selama melakukan penelitian itu hingga hari ini, yang saya ketahui, bendera HT itu ya tak ada tulisan Hizbut Tahrir-nya. Yang ada dalam bendera HT adalah tulisan kalimat tauhid atau kalimat syahadat dalam bahasa Arab di atas secarik kain hitam atau putih. Jika kainnya hitam, tulisannya putih, sebaliknya jika kainnya putih tulisannya hitam, begitu saja. Seperti yang berusaha dikibarkan di Hari Santri di Garut dan kemudian dibakar oleh anggota Banser NU.

Itulah bendera HT yang juga mereka klaim sama persis dengan bendera Nabi Muhammad SAW. Klaim yang ditolak oleh banyak ulama karena dalil yang dirujuk HT konon hadis dhoif, atau sabda Nabi yang dari segi periwayatannya dianggap tidak valid (lemah).

Bendera HT hitam putih berkalimat tauhid itu pula yang gambarnya ada di dalam naskah tesis saya, "Ide dan Aksi Politik Hizbut Tahrir, Studi Ihwal Kebangkitan Gerakan Khilafah Islamiyah di Indonesia". Bagi yang berminat dapat membaca tesis saya di Perpustakaan Pusat UGM Yogyakarta.

Saya kira peneliti HT yang lain pun, semisal Ketua PP Muhammadiyah Dr. Haedar Nashir, yang disertasinya tentang kebangkitan gerakan Islam syariah di Indonesia juga meneliti tentang HT, jika mau jujur juga akan mengakui bahwa bendera yang dibakar di Garut adalah bendera HT.

Saya tidak tahu apa motif Plt Ketum MUI, Prof. Dr. Yunahar Ilyas, yang menyatakan bahwa yang dibakar di Garut adalah bendera tauhid dan bukan bendera HT hanya karena tak ada tulisan Hizbut Tahrirnya. Yang jelas, yang saya ketahui, Prof. Yunahar Ilyas meski kini secara resmi menjabat salah satu petinggi PP Muhammadiyah, akan tetapi beliau juga salah satu tokoh penting di Jamaah Tarbiyah yang tak lain adalah jamaah Ikhwanul Muslimin/PKS.

Antara HT dan PKS memang memiliki irisan historis dan ideologis.  Hizbut Tahrir merupakan  pecahan sayap ekstrem IM yang menolak demokrasi, meski menurut versi HT, mereka bukan pecahan, tapi pendiri IM Hasan al-Banna bersahabat dengan pendiri HT, Syaikh Taqiyyuddin An-Nabhani. Karena tak setuju dengan langkah IM yang menempuh langkah kompromis itu, Taqiyyuddin an-Nabhani mendirikan HT di Al Quds (Yerusalem), yang saat itu masuk wilayah Yordania, pada 1953.

IM, juga PKS, masih tetap menjadikan khilafah sebagai cita-cita utamanya. Namun mereka berusaha memperjuangkannya melalui demokrasi dan menyesuaikan diri dengan situasi politik setempat.

Boleh jadi dalam situasi tertentu, antara jaringan IM dan HT yang sama-sama fenomena Islam kota dan Islam transnasional dan acap bersaing di kampus-kampus ini, akan akur atau saling membantu dalam isu tertentu. Saat IM melalui PKS menjadi bagian dari pemerintahan SBY, HT bersikap selalu kritis dan karena itu sulit akur. Namun ketika PKS tergusur menjadi kelompok oposisi, antara HT dan PKS lebih bisa akur, barangkali karena rasa senasib dan memiliki common enemy yang sama: aliansi Nasionalis Sekuler (PDIP, Nasdem, Golkar, Hanura) dan Islam Tradisional (NU, PKB, PPP).

Dalam konteks ini bisa dipahami jika PKS salah satu yang menolak pembubaran HT dan mendukung HT melakukan gugatan hukum. Dilanjut HT yang lazimnya mengharamkan pemilu, mau melibatkan diri dalam agenda Pilkada Jakarta dan ikut memobilisasi dukungan untuk memenangkan calon yang diusung PKS, yaitu Anies-Sandi. Kemudian yang fenomenal adalah kolaborasi Mardani Ali Sera (PKS) dan Ismail Yusanto (Jubir HT) dalam gerakan #2019GantiPresiden. Maka, bagi yang paham peta gerakan Islam, sebenarnya tak terlalu mengagetkan jika muncul pendapat Prof. Yunahar Ilyas yang menguntungkan HT dan memojokkan Banser. Itu konteksnya bukan rivalitas antara Muhammadiyah dan NU, tapi lebih IM versus NU.

Muhammadiyah sendiri melalui statemen Ketum PP Muhammadiyah Dr Haedar Nashir cenderung adem, dengan mempercayakan penyelesaian kepada aparat penegak hukum. Muhammadiyah bahkan melarang warganya ikut serta dalam aksi Bela Bendera Tauhid karena rawan dimanipulasi untuk memecah belah bangsa.  (*Ilustrasi foto dari Fanpage Parodi Hizbut Traktir Indomie).