Monday, October 22, 2018

BAJU DAN ILMU

BAJU DAN ILMU

Saya sangat beruntung, pernah beberapa tahun mondok dikajen dan mendekat dengan kiai Sahal(allahu yarham). Beliau pribadi yang sangat sederhana dalam hidup, dan terutama dalam berpakaian. Seringkali dalam keseharian hanya memakai baju taqwa, sarung batik, dan kopiah.

Untuk ukuran kiai sekelas beliau, ini sangat sederhana sekali.

Dan ternyata tak hanya dalam keseharian, ketika menghadiri undangan pun beliau juga berpakaian sederhana.Karena baju yang sederhana ini pula, beliau pernah ditolak untuk masuk ke sebuah acara, dimana beliau adalah bintang tamu yang sangat ditunggu-tunggu kehadirannya oleh sang panitia acara.

Saya masih ingat, ketika membuat undangan apapun, yai Sahal(allahuyarham) tidak pernah kerso(mau) bila ditulis dengan KH. Beliau hanya kerso ditulis: H.Sahal mahfudz.

Ini menunjukkan betapa para kiai yang sesungguhnya, malah seringkali merasa tidak pantas menyertakan gelar kiai, karena sekali lagi kiai atau ustad adalah wujud penghormatan orang lain kekita, bukan wujud kita membanggakan diri.

Dan ketika dirumah pun, saya belajar hal yang hampir sama pada bapak.Dalam menghadiri undangan pun, bapak saya juga sering berpakaian seadanya. Biasanya baju apa saja yang paling atas, sarung apa saja yang ada ditumpukan atas, dan kopiah(kadang hitam kadang putih).Dibeberapa kesempatan ditambah surban kecil putih(tapi waktu itu, ini sangat jarang).

Pernah suatu kali, bapak menghadiri undangan nikahan. Bapak rawuh dan diterima oleh salah satu panitia yang tahu siapa bapak(kebetulan sang manten adalah alumni kwagean), maka bapak langsung didudukkan dibarisan paling depan tengah.

Tak berselang lama ada panitia lain yang tidak tahu, langsung saja menghampiri bapak dan ngomong:"ngapuntene, niki ten ngajeng panggenane poro menteri lan kiai-kiai ageng. Panjenengan ten wingkeng mawon(maaf, dibarisan sini tempatnya para menteri dan kiai-kiai besar. Silahkan anda pindah kebelakang saja).

Bapak mengiyakan, dan langsung pindah kebelakang.

Hingga beberapa saat muncul lagi panitia yang awal, dan kaget kok bapak malah pindah ke barisan belakang. Dimintalah bapak kebarisan depan lagi. Bapak pindah, manut sesuai arahan.

Masalah belum usai, ternyata panitia lain mengerutu. Kok ini tamu gak penting pindah kedepan lagi. Akhirnya disuruh pindah kebelakang lagi.

Bapak manut saja, wong tamu.

Hingga akhirnya bapak disuruh pindah lagi oleh panitia yang tahu tadi, namun bapak menolak. "Pun kulo ten mriki mawon mboten nopo-nopo(sudah, saya disini saja tidak apa-apa)".

Tetap dibelakang, sebelah pinggir, bapak duduk hingga akhir acara.

Namun sebelum selesai, ternyata resepsi ditutup dengan doa.Dipanggillah nama bapak disertai penjelasan kalau bapak adalah kiai dari sang pengantin untuk menimpin doa.

Hahaha entah, bagaimana perasaan panitia yang mengusir beberapa kali tadi.

Fenomena Ini sesuai dengan dawuh yang diceritakan bapak beberapa hari yang lalu:

يكرم المرء بلباسه قبل الجلوس وبعلمه بعد الجلوس
"Seseorang, dimulyakan karena bajunya sebelum dia duduk. Dan dimulyakan karena ilmunya setelah duduk. "

Banyak orang yang menilai kemulyaan seseorang dengan melihat baju apa yang dipakai, seberapa besar surbannya, atau seberapa wah jubahnya. Namun ketika sudah duduk, maka standar mulai berubah, dengan keilmuanlah seseorang dimulyakan.

Yang terjadi akhir-akhir ini banyak yang mengejar kemasan kiai, ulama, atau ustad. Namun lupa mengisinya dengan ilmu yang membuat dia pantas disebut kiai, ataupun sebutan lain.

Karena kiai, ulama, ataupun ustad bukanlah gelar yang bisa kita cari, apalagi beli. Tapi adalah sesuatu anugerah yang diberi oleh tuhan, dan dilegitimasi oleh masyarakat.

"Ketika kita sudah berlaku layak, maka gelar yang layak juga akan datang dengan sendirinya."

Seorang gusdur pun pernah guyon:
"Saya lebih senang dipanggil GUS, karena sebutan KIAI terlalu berat buat saya".

"Jadi Kiai itu kan harus kuat tirakat: makan sedikit, tidur sedikit, ngomongnya juga sedikit. Nggak kuat saya. Enakan jadi Gus aja: dikit-dikit makan, dikit-dikit tidur, dikit-dikit ngomong"

Hahaha

#salamKWAGEAN

No comments:

Post a Comment