Sunday, December 30, 2018

KENAPA LAHIR KARYA-KARYA BESAR? SEPERTI INILAH ULAMA MENGATUR WAKTUNYA

KENAPA LAHIR KARYA-KARYA BESAR? SEPERTI INILAH ULAMA MENGATUR WAKTUNYA

Al-Imam Abu Yusuf Al-Qadhi mengatakan, “Salah seorang anakku meninggal dunia, tapi aku tidak bisa menghadiri pengurusan dan pemakamannya. Aku serahkan semua itu kepada kerabat dan tetanggaku. Karena aku khawatir ketinggalan pelajaran bersama Al-Imam Abu Hanifah. Kalau sampai ketinggalan, kesedihanku tidak akan pernah berakhir.”

Ubaid bin Ya’isy mengatakan, “Selama 30 tahun aku tidak pernah makan malam sendiri dengan tanganku. Selalu saja saudara perempuanku yang menyuapiku, sedangkan aku tetap menulis hadits-hadits Rasulullah saw.”

Ibnu Sahnun mempunyai seorang pembantu hamba sahaya. Setelah menyiapkan makan malam, pembantu mempersilahkan beliau makan. Karena tuannya tak kunjung makan, pembantu pun menyuapinya. Ibnu Sahnun terus saja membaca dan menulis hingga datang waktu subuh. Dia pun berkata, “Ayo mana makan malamnya?” Pembantu menjawab, “Loh, bukannya sudah aku suapi tadi?” Ibnu Sahnun menjawab, “Benarkah? Aku tidak merasa.”

Al-Imam Ath-Tabari pernah berkata kepada para pencatat buku, “Maukah kalian aku diktekan buku tafsir?” Mereka balik bertanya, “Memang berapa besar tafsirnya?” Ath-Thabari menjawab, “30 ribu lembar.” Mereka pun menolak, “Oh tidak. Ini adalah pekerjaan yang tidak akan pernah selesai walaupun sampai kami meninggal dunia.” Maka Ath-Thabari pun meringkasnya hingga bertebal 3 ribu lembar. Tafsir itu lalu didiktekan selama 7 tahun.

Seluruh tulisan Al-Imam Ath-Thabari berjumlah 358 ribu lembar. Beliau meninggal dunia dalam umur 86 tahun. Jika saja beliau sudah mulai menulis sejak umur 14 tahun, maka setiap harinya beliau menulis 14 lembar.

Al-Hafizh Al-Muhaddits Ibnu Syahin telah menulis 330 judul buku. Di antara yang besar adalah buku tafsir yang ditulisnya dalam seribu juz, buku hadits dalam seribu juz, buku sejarah dalam 150 juz, dan buku zuhud dalam seratus juz. Ibnu Syahin telah menulis ilmu yang belum pernah dicapai oleh siapapun manusia di atas bumi.

Imamul Haramain Al-Huwaini mengatakan, “Aku tidak membiasakan kapan tidur dan makan. Aku tidur hanya ketika ketiduran. Aku makan hanya ketika sedang ingin makan.” Kesenangan beliau adalah membaca dan berguru kepada siapa saja. Bahkan pada umur 50 tahun beliau masih mau belajar ilmu nahwu, sebuah ilmu yang sangat dasar dalam kaidah bahasa Arab.

Ibnu Aqil Al-Hanbali adalah ulama yang sangat membaca dan menulis. Waktu sangat beliau jaga. Sampai-sampai makanan pun beliau pilih yang lembut-lembut agar cepat menelannya. Kalau hanya ada roti yang didapatinya, maka beliau akan siram roti itu dengan air agar lembut dan langsung ditelan. Hal itu demi menghemat waktu untuk mempelajari ilmu agama.

Perjuangan para ulama dan santri demikian besar. Tak heran jika umat Islam adalah umat yang paling kaya dengan khazanah keilmuannya. Bagaimana dengan ulama dan santri saat ini, apakah bisa mengulangi kejayaan keilmuan masa lalu? (sof1/mukjizat.co)

Mengenang Habib Mundzir al Musawa: Sang Pemilik Tanah Jawa dimata gusdur

Mengenang Habib Mundzir al Musawa: Sang Pemilik Tanah Jawa dimata gusdur

Kejadian nyata, saat Gus Dur dicium tangannya oleh Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa. Waktu itu Gus Dur bersama KH. Maman Imanul Haq sedang berada di bandara. Tiba-tiba Habib Mundzir al-Musawa yang hendak dakwah ke Papua menghampiri dan menciumi tangan Gus Dur seraya bersimpuh di hadapan Gus Dur.

Lalu Kyai Maman bertanya, “Ada apa Bib?”

“Kalau wali ya Gus Dur, Kang Maman.” Jawab Habib Mundzir al-Musawa.

Lalu Gus Dur bertanya kepada Kyai Maman, “Itu siapa?”

“Habib Mundzir, Pak,” jawab Kyai Maman.

“Kalau ingin tahu wali yang muda ya Habib Mundzir. Tapi usianya tidak panjang,” kata Gus Dur kemudian.

Dan ternyata betul apa yang dikatakan Gus Dur waktu itu, Pimpinan Majelis Rasulullah Saw. Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa itu kemudian meninggal dalam usia yang masih muda. Lahuma al-Fatihah...

Mengenang Habib Mundzir al Musawa: Sang Pemilik Tanah Jawa

mengenal sosok beliau dengan seksama, selain saya mendapati beliau adalah termasuk kalangan Habaib yang banyak dicintai oleh banyak pemuda-pemudi negeri ini. Itu bagi saya cukup menarik jika melihat fakta, bahwa betapa banyak Habaib yang lebih alim dari beliau, betapa banyak Habaib yang trah keluarganya lebih terkenal dari keluarga beliau, namun para pemuda-pemudi itu hati mereka lebih condong kepada diri beliau dibanding yang lainnya.

Saya kira hal itu terjadi karena setidaknya ada beberapa alasan pokok.

Pertama
karena hakekat kemaqbulan yang beliau miliki selama hidupnya adalah Tauriyyah dari keagungan Guru Fath beliau, Sayyidinal Habib Umar bin Hafidz.

Kemaqbulan dan kemasyhuran yang beliau miliki adalah keagungan Gurunya yang di letakkan “dengan sengaja“ oleh Sang Guru keatas pundaknya karena sesungguhnya keagungan semacam itu tidak pas /tidak tepat jika di letakkan di tanah Hadramaut yang mulia.

Tanah Hadramaut adalah tanah yang di ciptakan Tuhan untuk rumah-rumah kekhumulan, ketasatturan, dan tidak akan kuat menerima hal-hal yang berlawanan dengan itu semua. Sebagaimana pernah terjadi saat kemasyhuran Al Quthub Al Habib Ali Bin Muhammad Al Habsyi begitu memmpesona mata, para Auliya “berbisik“ bahwa keagungan semacam ini tidak akan pernah Hadramaut mampu kuat menahannya lama-lama.

Maka kemudian terjadi sebuah peristiwa-peristiwa di kota Seiwun yang membuat Al Habib Ali memutuskan untuk mengekspor Majlis-Majlis agungnya yang selalu di datangi puluhan ribu orang itu ke Tanah Jawa melalui salah satu murid beliau, Al Arifbillah Al Habib Alwi bin Muhammad al Habsyi. Kepada muridnya ini , beliau mengirim sebuah surat perintah untuk:

“Buatlah Majlis Maulid Tahunan di Jawa, dimana engkau kumpulkan banyak orang dari penjuru daerah untuk membaca untaian kisah Maulid ( Simthud Dhuror ) ku ini dan engkau jamu mereka semua …“.

Jadilah kemudian Majlis Maulid Al Habib Ali Al Habsyi tersebar kepenjuru negeri ini dengan pesatnya, karena kemasyhuran dan kemegahan-kemegahan semacam ini Tanah Jawa adalah tempatnya.

Senada dengan itu, keagungan Guru Mulia Al Habib Umar bin Hafidz serta kemasyhurannya Tanah Hadramaut tidak pas untuk mengayominya. Maka beliau “titipkan” keagungannya itu kepada para murid beliau di luar Hadramaut, dan salah satunya melalui Al Habib Mundzir al Musawa dengan Majlis Rasulullahnya.

Atau yang kedua, mungkin alasannya memang muncul dari pancaran rahasia spiritual Habib Mundzir sendiri. Dimana selama berdakwah, beliau selalu menyampaikannya dengan hati sanubari, bukan sekedar kemahiran mengumbar narasi di atas mimbar atau kelihaian dalam mengalahkan hujjah musuh-musih dakwahnya.

Sesungguhnya dakwah (kalimat-kalimat) yang meluncur dari ruang-ruang hati, akan menumbuhkan buah-buah kemaqbulannya.

Al Habib Mundzir tampaknya memang sudah terpilih untuk mengambil peran itu. Dirinya “ terpilih “bahkan dimulai saat sepertinya keadaan tidak memungkinkannya.

Saat Al Habib Umar berkeliling Indonesia di awal tahun 90-an, untuk mencari calon murid yang akan beliau bawa ke Hadromut dan akan dididik disana, saat itu Habib Mundzir yang masih belajar di Madrasah Al Khairat sangat kepincut untuk dapat turut terpilih. Sayang sekali kuota calon santri itu sudah terpenuhi. Tidak ada lagi jatah tambahan.

Namun saat Guru Mulia Al Habib Umar berkunjung ke Al Khairat, dan itu kunjungan beliau yang terahir di saat itu, Allah Ta’ala “memilih“ untuk turut menyertakan Habib Mundzir dalam rombongan calon-calon santri yang akan mendapat bea siswa ke Hadramaut sana.

A Habib Ali Zainal Abidin Al Jufry berkata :
“Kami mengunjungi ma’had Al Khairat yang dipimpin oleh Al Habib Muhammad Naqib bin Syech Abi Bakar, dan jumlah pelajar yang akan dibawa oleh Sayyidi Al Habib Umar ke Tarim sudah terpenuhi.

Disaat aku duduk bersama para pelajar ma’had, seketika pandanganku tertuju kepada seorang pemuda yang sangat menarik perhatianku, sebab pancaran wajah dan ketawadhuannya. Maka aku berkata di dalam hati:

“Akan aku sampaikan kepada Sayyidi Umar tentang pemuda ini“

Ketika kami berdiri, pemuda itu datang menghampiri untuk menyalamiku. Aku bertanya kepadanya:

“Siapa namamu?“

Ia menjawab dengan sangat sopan dan penuh ketawadhuan:
“ Khadim (pelayan)mu, Mundzir “
.
Kemudian Sayyidi Umar datang dan akupun mengabarinya tentang pemuda itu, lalu beliau bertanya:
“Mana pemuda yang engkau ceritakan itu ? “
Aku menjawab : “ Itu dia, pemuda yang memakai peci warna hijau … “

Maka Al Habib Umar berkata:

“Anak ini harus ada diantara mereka ( para calon santri ) dan dia tidak boleh di undur sampai angkatan kedua.“

Mendengar perintah itu , al Habib Umar bin Muhammad Maulakhela berinisiatif untuk menjadi penanggung biaya perjalanan Pemuda Mundzir itu ke kota Tarim , dan ini dihitung sebagai sebuah jasa besar habib Umar mulakhella yang selalu diceritakan dan di ingat Habib Mundzir di dalam majlis-majlisnya .

Al Habib Mundzir selama beberapa tahun memikul tanggung jawab besar amanah kemuliaan dakwah Gurunya. Sampai kemudian betul-betul secara fisik dan rukhani beliau sudah tidak kuat lagi menanggungnya, jika saj tidak ada perhatian ruhaniyyah dari para aslaf dan guru-gurunya.

Saat genap usianya 40 tahun , di suatu pagi beliau berkata kepada istrinya:

“Alhamdulillah, aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW dan aku mengadukan keadaanku kepada beliau, betapa beratnya beban dakwah dan telah lemah kekuatanku sehingga aku tidak mampu memikul beban ini.

Maka beliau memberiku kabar gembira, Rasulullah SAW berkata:

“MUROKH KHOSUN, WAL AMRU INDA UMAR … Aku beri ijin kemurahan kepadamu, dan dalam hal ini terserah Umar (Habib Umar bin Hafidz ).“

Maksud baginda Nabi SAW dengan Umar adalah Habib Umar bin Hafidz guru beliau. Dan benar juga akhirnya, di sore hari itu juga, beliau wafat meninggalkan dunia yang penuh kepayahan ini, menuju belaian kasih aslaf-aslafnya, wabil khusus baginda nabi Muhammad SAW Al Musthofa.

Habib salim , putra Al Habib Umar bin Hafidz berkata:

“Dari perkataan Habib Mundzir yang pernah aku dengar, dia berkata:
“Wahai Salim, sungguh aku berharap ketika aku diletakkan kedalam kuburku, aku berharap Sayyidiy Umar mengangkat kedua tangannya dan berdoa kepada Allah ta’ala, YA ROBB …SUNGGUH AKU TELAH MERIDHOINYA ..

Ketika Habib Mundzir wafat, perkataanku itu aku sampaikan kepada ayahku, dan beliau mengangkat kedua tangannya seraya berkata:
“YA ROBB …ANNI ANHU RODHIN …wahai Tuhan kami, sungguh aku telah meridhoinya“.

Sungguh mulia keadaan seorang murid yang meninggalkan dunia, sementara Gurunya yang Paripurna itu telah jatuh hati untuk meridhoinya.

“Ya bahtak, Ya Mundzir“
Beruntung sekali dirimu, wahai Habib Mundhir. Maha Guru tuan pun memuji:
“Anta Mundzir , wa anta mubasyir …Enkau ini Mundzir, di dalam dirimu ada kabar gembira“.

Pesona dan cahaya dalam diri Habib Mundzir begitu memppesona anak-anak negeri ini, Sebagaiman persaksian ba’dhus Shalihin dari Kota Tarim:

“Wajhuka Nawwir ,,, anta Musy Mundzir, anta Muhammad Maula Jawa, war Royah Batakunu fi yadika …. Wajahmu bersinar bercahaya, ( laksana ) engkau ini bukan Mundzir, tetapi engkau adalah Seorang yang akan dipuji-puji ( Muhammad ) sang pemilik Tanah Jawa. Dan bendera dakwah aka nada ditanganmu …”

Sesudah Habib Mundzir tiada, anak-anak negeri ini hanya tinggal mendapatkan kemudahannya saja. Bendera dakwah Majlis rasulullah semakin hari berkibar dimana-mana. Semakin hari semakin banyak anak-anak negeri yang ikut bersama mengibarkannya.

Alhamdulillah, menjadi mudah karena bagihan tersulitnya, beban-beban itu sudah terlebih dahulu Habib Mundzir al Musawwa yang memikulnya.

Jazallah anna Habiban Mundzir khoira. Jazalloh anna Habibana Mundzir ma huwa ahluh.
Semoga Allah membalas jasa Habib Mundzir kepada kita dengan sebaik-baik balasan. Semoga Allah membalas sesuai dengan apa yang beliau berhak mendapatkannya. Amin.

#alfatihah

Saturday, December 22, 2018

JANGAN PUTUS ASA DARI RAHMAT ALLAH

JANGAN PUTUS ASA DARI RAHMAT ALLAH

Ada seorang sholeh yang telah naik haji sebanyak 11 kali. Lalu pada tahun berikutnya beliau mengajak murid beliau untuk berhaji bersama ke Makkah.

Pada saat berhaji, manakala sang guru mengucapkan "Labbaikallahumma Labbaik", sang murid selalu mendengar suara yg menjawab "La Labbaik" (tak ada panggilan untukmu).
Demikian jawaban La labbaik tsb berulang ulang ia dengar setiap sang guru mengucapkan Labbaikallaumma labbaik (aku penuh panggilan ya Allah). Ia mencoba mencari sumber suara, namun tak kunjung berhasil.

Sampai pada suatu hari sang murid tak bisa lagi menahan kesedihannya. Guru yg dia cintai, panutannya, malah mendapat penolakan sendiri dari Allah. Demikian pemahamannya. Maka sang murid pun demam, tak bisa muncul selama beberapa hari di hadapan gurunya.

Menyadari muridnya tak kelihatan selama beberapa hari, maka sang guru pun mencari keberadaan sang murid. Guru bertanya, "wahai muridku, ada apa denganmu? Mengapa aku tak melihat dirimu beberapa lama untuk ikut beribadah?"

Sang murid pun pecah tangisnya. Tak mampu lagi menahan kesedihan yg luar biasa. Maka ia menjawab :" duhai guruku, sesungguhnya hamba selalu mendengar jawaban yg mengatakan "La Labbaik" setiap kali hamba mendengar engkau mengucapkan Labbaikallah humma labbaik.. " Hamba tak kuasa mendengarnya duhai guru. Inilah yg menyebabkan hamba demam".

Apa yg terjadi?
Sang guru dengan lembut tersenyum pada sang murid..dengan penuh kasih sayang beliau menjawab : "oh ..jadi itu rupanya yg membuatmu demam..karena kesedihanmu yang mendengar jawaban untukku..
Ketahuilah nak, aku sudah 11 kali menunaikan ibadah haji, dan setiap tahun aku selalu mendengar jawaban (La labbaik) yang sama..

"Namun aku mencintai Allah Tuhanku..aku tak mau berputus asa dari rahmatNYA...Tugasku hanyalah beribadah, meninggikanNYA, memujiNYA. Maka aku hanya akan melakukan apa yang diperintahkanNYA untukku. Aku tak mau mengatur keputusan Rabb-ku tentang diriku. Bahkan jika aku ditempatkan oleh Nya di neraka, maka aku akan redha dengan keputusan Tuhanku untukku."

MasyaAllah
Siapa yang redha kepada Allah..maka Allah pun redha kepadanya

Dipahami dari Alhabib Muhammad Bagir bin Yahya

Wallahualam
Allahumma sholli'ala sayyidina Muhammad nabiyil umiyi wa aalihi washohbihi wasalim

Thursday, December 20, 2018

Hukum Sewa Rahim dalam Pandangan Islam

Penulis

 Annisa Nurul Hasanah

20 Desember 2018

BincangSyariah.Com – Memiliki keturunan adalah impian setiap sepasang suami istri. Namun, keinginan tersebut tidak sepenuhnya didapat oleh semua pasangan. Adakalanya hal itu disebabkan karena rahim sang istri yang sedang mengindap penyakit sehingga tidak dapat menampung sperma untuk berkembang atau bahkan rahimnya telah diangkat. Lalu bagaimana hukumnya jika wanita tersebut menyewa rahim perempuan lain?

Syekh Ali Jum’ah, salah satu ulama yang menjadi mufti di Al-Azhar Mesir telah memberikan jawabannya di dalam Fatawa Asriyahnya bahwa menyewa rahim hukumnya haram dan dilarang agama.

Lembaga Riset dan Fatwa Al-Azhar dalam sidangnya pada 29 Maret 2011 telah mengeluarkan keputusan yang mengharamkan praktik penyewaan rahim. Keputusan ini juga disepakati oleh kalangan fuqaha’ (ahli fiqih/hukum Islam) kontemporer saat membahas masalah serupa di salah satu konferensi Islam di bidang ilmu kedokteran.

Alasannya, adanya pihak ketiga (pemilik rahim yang disewa) selain suami pemilik sperma dan istri pemilik sel telur, sehingga ibu sebenarnya bagi si bayi mustahil diketahui. Dengan kata lain, mustahil ditentukan siapa yang lebih berhak menjadi ibu si bayi, apakah istri pemilik sel telur yang darinya tercipta janin dan terbawa seluruh sifat genetiknya, ataukah perempuan yang di dalam rahimnya berlangsung seluruh proses perkembangan janin hingga menjadi sosok bayi yang sempurna?

Seorang anak yang berasal dari dua ibu tentu takkan bisa mengetahui secara pasti siapa ibunya. Akibatnya, dia hidup dengan jiwa terbelah; berafiliasi pada ibu sang pemilik sel telur ataukah pada ibu yang mengandungnya. Inilah salah satu alasan yang membuat kalangan fuqaha’ memutuskan keharaman penyewaan rahim.

Demikianlah hukum sewa rahim yang berhukum haram menurut pandangan Islam sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Syekh Ali Jum’ah tersebut. Wa Allahu A’lam bis Shawab.

Baca Juga :  Kiai Chudori Tegalrejo: Pendekatan Dakwah Islam Nusantara

(diolah dari buku Baiti Jannati: Jawaban Menuju Rumah Tangga Sakinah, terjemahan dari kitab Fatawa Ashriyah Dr. Ali Jum’ah, Mufti Al-Azhar, halaman 150

Thursday, December 13, 2018

Antara mengingat dan melupakan dosa

Imam Junaid, salah seorang ulama Sufi kenamaan, pernah bercerita:

Pada suatau hari, aku menemui Sari As-Saqiti yang sedang tertunduk sedih. Aku bertanya, “Apa yang terjadi padamu?

Ada seorang pemuda mendatangiku dan bertanya perihal taubat. Kemudian aku menjawab bahwa taubat itu tidak melupakan dosa yang pernah diperbuat. Tetapi pemuda tersebut tidak setuju. Ia berkata bahwa taubat itu adalah melupakan dosa yang pernah diperbuat.” jawab Sari As-Saqiti.

Kalau aku lebih setuju dengan perkataan pemuda itu.” kataku.

Bagaimana bisa demikian?” tanya Sari As-Saqiti mulai penasaran.

Sesungguhnya ketika aku dalam keadaan yang tidak menyenangkan kemudian Allah merubahku pada keadaan yang menyenangkan, maka mengingat-ingat hal yang tidak menyenangkan di dalam kondisi yang menyenangkan tersebut merupakan perbuatan yang tidak menyenangkan.” jelasku.

Akhirnya, Sari As-Saqiti terdiam seribu bahasa setelah mendengar penjelasanku tersebut.

_______________________

Disarikan dari kitab Kunuzis Sa’adatil ‘Abadiyyah Fil Anfasil ‘Aliyyatil Habasyiyyah karya Abu Bakar Al-‘Atthos bin AbdullahAl-Habsyi, hal. 194

Wednesday, December 12, 2018

AMALAN AGAR DUNIA MENGEJARMU TANPA KAU MENGEJARNYA

AMALAN AGAR DUNIA MENGEJARMU TANPA KAU MENGEJARNYA

عن ابن عمر أن رجلا قال : "يا رسول الله إن الدنيا أدبرت عني وتولت". قال له : "فأين أنت من صلاة الملائكة وتسبيح الخلائق وبه يرزقون، قل عند طلوع الفجر : سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم، أستغفر الله مائة مرة تأتيك الدنيا صاغرة". فولى الرجل فمكث، ثم عاد فقال : "يا رسول الله، لقد أقبلت علي الدنيا فما أدري أين أضعها". (رواه الخطيب من رواية مالك.)

diriwayatkan bahwa seorang Shohabat mengeluh kepada Rasulullah SAW dan berkata :

“Yaa Rasulullah kenapa DUNIA seolah-olah tidak menginginkanku, (semua usahaku bangkrut, peternakan dan pertanianku pun selalu gagal panen?)"

Sambil tersenyum Nabi Muhammad SAW mengajarkan tentang tasbiihnya para Malaikat serta tasbiihnya penghuni 'alam semesta yaitu kalimat :

* ﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺑﺤﻤﺪﻩ ﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ﺍﺳﺘﻐﻔﺮ ﺍﻟﻠﻪ *
SUBHAANALLOOHI WA BIHAMDIHII SUBHAANALLOOHIL ‘ADZHIIM ASTAGHFIRULLOOH

Lalu Nabi SAW bersabda :
“Bacalah 100 kali ketika terbit Fajar."

Maka DUNIA akan memohon kepada Allah agar engkau miliki (mengejarmu tanpa kau mengejarnya)”

Selang beberapa bulan kemudian, shohabat tadi kembali lagi dan bercerita :

“Yaa Rasulullah sekarang aku bingung dengan hartaku kemana harus aku letakkan (hasil usaha dan peternakanku karena Saking banyaknya.”).

📚 : "Abwabul Faroj" hlm. 50

Tuesday, December 11, 2018

MADZHAB TERKERAS

MADZHAB TERKERAS

Kalau mau gontok-gontokan dalam berpendapat, pada akhirnya yang akan menang adalah Madzhab Zhohiri. Mengapa? Sebab, Madzhab Zhohiri adalah madzhab terkeras. Mereka selalu berpegang teguh dengan teks-teks secara zhohir, kaku dan menolak analogi-analogi Qiyas yang dianggap menyelewengkan teks. Sehingga berdebat dengan Madzhab Zhohiri akan selalu berujung pada pertanyaan, "Mana ayat atau hadisnya?" Kalau ada maka diterima, kalau tidak ada maka ditolak. Masalahnya, seringkali bukan karena tidak ada teks. Tapi cara memahami teks yang berbeda antara mayoritas ulama dengan minoritas Zhohiri tersebut.

Mungkin mereka merasa kokoh dengan prinsip yang mereka pegang. Tapi sebenarnya itu adalah kekokohan yang dibangun di atas kejumudan pemahaman. Oleh sebab itu, mayoritas ulama menolak madzhab itu. Bahkan Imam Nawawi menolak memasukkan Daud (pencetus Madzhab Zhohiri) ke dalam komunitas Ijma' dan Khilaf. Artinya, penyelisihan Daud tidak dianggap sebagai perusak Ijma' dan persetujuannya tidak dianggap sebagai penguat Ijma'.

Imam Nawawi mengatakan:

وَالْمُخْتَارُ عِنْدَ الْأُصُولِيِّينَ أَنَّ دَاوُد لَايُعْتَدُّ بِهِ فِي الْإِجْمَاعِ وَالْخِلَافِ

"Menurut pendapat yang terpilih oleh para ahli Ushul, Daud tidak diperhitungkan dalam Ijma' dan Khilaf." (Al Majmu', 2/357)

Begitulah, pada akhirnya kekerasan dan kekakuan dalam berpendapat hanya akan menjadikan manusia berpaling satu-persatu meninggalkannya hingga akhirnya punah atau minimal menjadi langka seperti nasib Madzhab Zhohiri pada zaman ini.

Wallahu a'lam.

Monday, December 10, 2018

Selametan

Ahad pagi, 9 Desember 2018 pondok As-Salam Kwagean "nduwe gawe"(punya hajat) ngunggahke kap atau molo atau atap kamar mandi baru. Sebelum para santri gotong royong ngunggahke kap, pengasuh Pondok As-Salam mengajak para santri untuk keduren bersama, berdo'a bersama untuk slametan.

Sebelum kenduren dimulai, beliau memberikan wejangan mengenai tradisi ala jawa yang salah satunya sedang di lakukan pagi tadi, ngunggahke kap. Menurut beliau, tradisi ini ialah tradisi jawa yang perlu untuk di lestarikan. Tradisi yang belakangan hampir punah di kota-kota besar. Beliau juga menambahkan bahwa tradisi ini sebagai aplikasi rasa gotong royong membantu tetangga yang membutuhkan (sambatan/ nduwe gawe). Karna bersifat gotong royong, maka yang punya hajat kemudian biasanya memberikan ; jajan, makanan, dan minuman. "Neg kulo di ijazahi Bapak moco ayat kursi 7x, ingkang sakderenge maos hahdrah-hadhrah fatihah kangge kanjeng nabi, keluarga, poro sahabat, kangge poro nabi-nabi, poro malaikat, poro wali-wali, poro simbah-simbah, syekh Abdul Qodir al-Jilany, lan ingkang babat deso" (kalau saya di ijazahi Bapak -red.KH. Abdul Hannan Ma'shum- untuk membaca ayat kursi sebanyak 7x. Sebelum membaca ayat kursi, hadiah fatihah kepada Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga dan sahabat-nya, kepada para nabi, para malaikat, para wali Alloh, kepada kakek nenek kita, kepada Syekh Abdul Qodir aljilany, dan kepada yang membuka lahan desa). Imbuh beliau pengasuh As-Salam.

Acara kenduren di tutup dengan do'a oleh beliau pengasuh, kemudian para santri menyantap bersama jenang abang (merah). Acara ngunggahke kap atau molo pun dimulai, para santri As-Salam saling gotong royong membantu ngunggahke kap.

Maka benar realitanya, pondok ialah miniatur masyarakat. Jika di Pondok sudah terbiasa interaksi, sosialisasi, ikut rewang kegiatan pondok, ikut ro'an, maka kelak di masyarakat para santri akan mudah berbaur dengan masyarakatnya.

Beliau romo KH.Abdul Hannan Ma'shum juga pernah di tegur oleh guru beliau, Simbah KH. Zamroji tentang noto awak(memperbaiki diri sendiri) saat masih nyantri., "Neg nom iseh kluyuran nang dalan, sok tuwek yo panggah (kalau masih muda sering jalan-jalan, maka masa  tua pun tak ada bedanya dengan masa muda.)" Teguran guru beliau.

Jika kita analogikan teguran tersebut, maka selayaknya sebagai santri mulai sekarang untuk belajar ilmu kemasyarakatan sebelum kelak hidup di masyarakat. Karna masa muda tak akan pernah kembali lagi, sebagaimana gubahan syair para pujangga arab :
ألا ليت الشباب يعود يوما # فأخبره بما فعل المشيب
andai masa muda bisa kembali lagi, pasti aku beritahu mereka apa yg aku alami di masa tuaku.

Mohon doa restunya, agar pembangunan kamar mandi segera selesai.

#AssalamKwagean
#Kwagean
#TradisiJawa
#AdatJawa
#Slametan

Saturday, December 8, 2018

Sombong

Sombong

Suatu hari Nabi Sulaiman alaihis salaam naik ke udara dengan bala tentaranya hingga bisa mendengar bacaan tasbihnya para malaikat, kemudian turun hingga telapak kakinya menyentuh lautan. Kemudian Nabi Sulaiman mendengar suara yg berkata :
" Jikalau di dalam hati anak buahmu terdapat sebiji sawi kesombongan maka dengan kesombongan itu ditenggelamkan."

Pada hari yg lain, Nabi Sulaiman alaihis salaam mengendarai singgasana kerajaannya bersama bala tentaranya di udara, kemudian beliau merasa takjub thd dirinya sendiri, maka singgsananya itu hendak membalikkannya. Nabi Sulaiman berkata :
" Tenanglah ! "
Singgasana itu berkata : "aku tdk akan tenang hingga anda juga tenang."
Singgasana itu terbuat dari emas dan sutera yg ditenun oleh para jin, lebarnya 1 farsakh X 1 farsakh, didalamnya terdapat 300.000 kursi dari emas dan perak, para Nabi duduk bersama Nabi Sulaiman di atas kursi emas dan para ulama' duduk di atas kursi perak.

Sahabat Anas -rodliyallohu anhu- berkata :
" Ketika Nabi Nuh alaihis salaam menaiki bahtera, Iblis bergelantungan pada bahtera itu, lalu Nabi Nuh berkata :
" kamu siapa?"
" saya Iblis." jawabnya.
" apa yg engkau kehendaki ?" tanya Nabi Nuh.
Iblis menjawab : " mintakan pertaubatan untukku kepada Tuhanmu."
Kemudian Allah memberi wahyu kpd Nabi Nuh bahwa taubatnya Iblis adalah dengan mendatangi kuburannya Nabi Adam alaihi salaam lalu sujud kepadanya.
Nabi Nuh memberitahukan itu kepada Iblis, Iblis berkata :
" Sewaktu masih hidup saja aku tdk mau sujud kepadanya, bagaimana mungkin aku sujud kepadanya setelah meninggal ?"

Imam An Nasafi -rohimahulloh- menuturkan bahwa Iblis -la'anahulloh- menempati neraka Jahannam selama 100.000 tahun kemudian Allah mengeluarkannya dari Jahannam, dan Allah mengeluarkan Nabi Adam dari syurga.
Kemudian Allah berkata : " wahai Iblis, inilah Adam, Aku memasukkanmu keneraka sebab dia. sekarang sujudlah kepadanya. "
Iblis berkata : " pada awwalnya aku mendurhakainya, maka pada akhirnya pun aku tdk akan menta'atinya."
Ibnu 'Uyainah berkata :
" Jika kemaksiyatan seorang hamba berasal dari syahwat maka bisa diharapkan taubat darinya, seperti Nabi Adam. dan jika kemaksiyatan berasal dari kesombongan maka tdk bisa diharapkan taubat darinya, seperti Iblis."

Nabi Yusuf alaihis salaam melihat ke cermin kemudian ia merasa takjub dengan dirinya sendiri dan berkata :
" Jikalau aku ini menjadi seorang budak, tentunya aku sebanding dengan harta yg banyak."
Maka terjadilah hal itu, saudara2nya yg ada 11 orang menjual Nabi Yusuf
seharga 22 dirham, masing2 mendapat 2 dirham kecuali Yahudza, karena dia tdk mengambil bagian sama sekali.

Ketika Allah menciptakan 'Arsy dengan 360 tiang, setiap tiang seukuran dunia, jarak antara tiang adalah 500 tahun perjalanan, Arsy mempunyai 1.600.000 kepala, setiap kepalanya mempunyai wajah, setiap wajahnya mempunyai bibir dan setiap bibirnya mempunyai lisan.
setiap lisannya digantungkan 100.000 pelita dan setiap pelita bisa memuat dunia. maka 'Arsy berkata :
" Allah tdk menciptakan makhluk yg lebih besar dariku."
Arsy merasa tinggi dan besar, kemudian Allah menundukkannya dengan seekor ular yg kepalanya terbuat dari mutiara putih, kedua matanya dari yakut merah, gigi2nya dari zamrud hijau, badannya dari emas merah, panjangnya sejauh 700.000 tahun perjalanan.
Ular itu mempunyai 70.000 sayap, setiap sayapnya terdapat 70.000 ribu bulu, setiap bulunya terdapat 70.000 wajah , setiap wajahnya terdapat 70.000 lisan yg keluar dari bibirnya bermacam bacaan tasbih dengan jumlah sebanyak tetesan air hujan, daun pepohonan dan sebanyak jumlah hari2 dunia.
Ketika Arsy melihat ular itu, ia berkata :
" Wahai Tuhanku, mengapa Engkau menciptakan ular ini ?"
" Aku menciptakannya agar engkau lupa terhadap keagunganmu dan melihat kepada keagungan-Ku. " Jawab Allah.

Ketika Allah menciptakan syurga, syurga berkata :
" akulah yg terbaik." kemudian Adam di masukkan kedalam syurga dan Adam menyelisihi perintah-Nya karena lupa, maka tahulah syurga tentang kelemahannya.
Lalu Allah menciptakan Adam, Adam melihat dirinya sendiri ketika para malaikat sujud kepadanya, maka Allah mengujinya dengan memakan buah pohon terlarang.
Ketika Allah menciptakan bumi, bumi merasa sombong lalu Allah menundukkannya dengan gunung2 yg kokoh. yg paling besar adalah gunung Qof.

Gunung merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan besi dengan cara memotong2 batunya.
Besi merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan api.
Api merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan air.
Air merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan awan dengan cara menyebarkannya kesana kemari.
Awan merasa sombong , maka Allah menundukkannya dengan angin dengan cara membawanya pergi ke timur dan ke barat.
Angin merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan manusia yg membangun rumah yg bisa mencegah angin.
Manusia merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan tidur.
Tidur merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan penyakit.
Penyakit merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan kematian.
Dan Kematian merasa sombong, maka Allah menundukkannya dengan disembelih kelak di hari kiamat diantara syurga dan neraka, yg menyembelihnya adalah Nabi Yahya alaihis salaam, waqila yg menyembelih adalah Jibril.

Wallohu a'lam.

~Nuzhatul majaalis~

Apa Itu Penyakit Ain?

Apa Itu Penyakit Ain?

Penulis

 Moh Juriyanto

23 November 2018

BincangSyariah.Com – Selama ini kita sering mendengar penyakit ain dibahas oleh sebagian ustadz, baik di televisi maupun di media sosial. Namun demikian, banyak di antara kita yang belum paham apa sebenarnya yang dimaksud dengan penyakit ain itu. Apa itu penyakit ain?

Penyakit ain adalah penyakit yang ditimbulkan akibat pandangan mata yang disertai rasa iri atau rasa takjub terhadap sesuatu yang dipandang. Orang yang memandang disebut nadzir dan perkara yang disebut mandzur. Penyakit ain ini bisa bersumber dari pandangan orang yang dengki dan jahat karena iri atau hasud, juga bisa timbul dari pandangan orang yang cinta dan orang baik karena takjub.

Dalam kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar Alasqalani menjelaskan penyakit ain sebagai berikut;

وَاْلعَيْنُ نَظْرٌ بِاسْتِحْسَانٍ مَشُوْبٍ بِحَسَدٍ مِنْ خَبِيْثِ الطَّبْعِ يَحْصُلُ لِلْمَنْظُوْرِ مِنْهُ ضَرَرٌ

“Penyakit ain adalah pandangan suka disertai dengki yang berasal dari kejelekan tabiat, yang dapat menyebabkan orang yang dipandang tersebut tertimpa suatu bahaya.”

Selanjutnya, Ibnu Hajar menjelaskan bahwa penyakita bukan hanya timbul dari pandangan orang yang dengki, namun juga dari orang yang cinta dan orang saleh karena takjub dan tanpa disengaja. Beliau berkata;

وَأَنَّ الْعَيْنَ تَكُونُ مَعَ الْإِعْجَابِ وَلَوْ بِغَيْرِ حَسَدٍ وَلَوْ مِنَ الرَّجُلِ الْمُحِبِّ وَمِنَ الرَّجُلِ الصَّالِحِ

“Sesungguhnya ain dapat terjadi bersama rasa takjub meski tanpa disertai rasa iri, meskipun dari orang yang mencintai dan dari orang yang saleh.”

Salah satu dalil yang dijadikan dasar oleh Ibnu Hajar bahwa penyakit ain juga timbul dari rasa takjub adalah hadis riwayat Imam Bukhari dari Sahl bin Hunaif, dia berkata bahwa Nabi Saw. bersabda;

اِذَا رَأَى اَحُدُكُمْ مَا يُعْجِبُهُ فِيْ نَفْسِهِ اَوْ مَالِهِ فَلْيُبَرِّكْ لَهُ فَأِنَّ اْلعَيْنَ حَقٌّ

Baca Juga :  Mengkaji Hukum Suap: Kritik atas Pandangan Ustadz Abdul Somad

“Jika salah satu di antara kalian melihat perkara yang menakjubkan, baik dalam diri sendiri atau dalam harta, maka berdoalah agar perkara tersebut diberkahi, karena sesungguhnya penyakit ain adalah nyata.”

Melalui hadis ini dan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa penyakit ain diakibatkan pandangan dengki atau takjub pada seseorang, harta atau benda lainnya. Karena itu, jika seseorang melihat perkara yang menakjubkan, maka hendaknya dia mendoakan agar perkara tersebut diberkahi oleh Allah

Wednesday, December 5, 2018

Sholat dalam kereta api

Kereta api termasuk salah satu alat transportasi yang sering digunakan oleh masyarakat. Seringkali saat dalam perjalanan dengan menggunakan kereta, para penumpang merasa bingung bahkan tidak tahu tentang cara melaksanakan salat yang benar. Sering kita lihat dalam kereta terdapat orang yang salat dengan cara duduk dan menggerak-gerakkan tubuhnya sebagai pertanda perpindahan rukun salat yang dilakukan. Ada pula penumpang yang salat sambil berdiri dengan menutup jalan para penumpang karena dalam kereta tidak meyediakan fasilitas untuk salat, bahkan ada juga yang memilih untuk tidak melaksanakan salat di kereta dengan niatan mengqadha salat di rumah karena salat di kereta dianggap terlalu ribet.

Sebenarnya bagaimana cara salat yang benar ketika dalam keadaan di kereta? Sebelum menjawab pertanyaan, patut dipahami bahwa kewajiban salat tidak gugur bagi seseorang selama akalnya masih normal, sehingga ketika ia dihadapkan pada keadaan yang tidak dapat menyempurnakan rukun, maka ia tetap wajib melaksanakan salat semampunya dalam rangka li hurmatil waqti.
Salah satu ketentuan dalam pelaksanaan shalat li hurmatil waqti yaitu wajib bagi seseorang untuk melaksanakan rukun dan syarat-syarat salat yang mampu ia lakukan, sedangkan untuk syarat atau rukun yang tidak mampu ia lakukan, syara’ menolelir hal ini karena sudah bukan termasuk hal yang dapat ia jangkau dan shalatnya wajib untuk diulang kembali (i’adah) dalam keadaan sempurna ketika telah sampai di rumah.

Dalam praktik salat li hurmatil waqti di kereta api, ketika seseorang masih mungkin untuk melaksanakan salat dengan wudhu, berdiri dan menutup aurat namun ia tidak dapat menghadap kiblat maka wajib baginya untuk melaksanakan syarat dan rukun tersebut, sedangkan syarat berupa menghadap kiblat menjadi hal yang ditolelir, sehingga tidak perlu ia laksanakan.

Realita yang sering terjadi di kereta, syarat yang paling sulit untuk dilakukan adalah menghadap kiblat, sebab lintasan kereta seringkali berkelok-kelok hingga menyebabkan orang yang awalnya sholat dengan menghadap kiblat, saat perjalanan arahnya menjadi berubah hingga ia tidak lagi menghadap arah kiblat.

Untuk rukun-rukun lain yang masih dapat dilakukan, wajib bagi para penumpang yang shalat untuk melaksanakannya, seperti berdiri, ruku’, sujud dan rukun lainnya.

Berdasarkan ketentuan di atas, tidak layak bagi kita untuk mencela orang yang melaksanakan salat di kereta dengan cara berdiri, justru cara seperti itulah yang benar, meski berdiri di tempat yang berpeluang dilewati oleh orang lain adalah hal yang makruh. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam kitab al-Fiqh ala Mazahib al-Arba’ah:

يكره للمصّلي أن يصلي في مكان يكون فيه عرضة لمرور أحد بين يديه، سواء مر أحد بين يديه أو لم يمر
“Makruh melaksanakan salat di tempat yang berpeluang dilewati orang lain di depannya, baik kenyataannya ada orang yang lewat atau tidak.” (Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah, juz. 1, hal. 246).

Kemakruhan ini, bisa berubah menjadi haram ketika ada larangan langsung dari pihak KAI atau dugaan kuat pihak KAI akan melarang orang yang melakukan salat di tempat berjalannya para penumpang, sebab KAI memiliki kekuasaan dalam hal mengatur ruang gerak yang dilakukan oleh penumoang agar tidak bersinggungan dengan penumpang yang lain.

Dengan begitu, orang yang salat di kereta dengan duduk dan menggerak-gerakkan tubuhnya adalah hal yang tidak benar, sebab sejatinya ia masih bisa melaksanakan salat dengan berdiri. Kecuali ketika salat fardhu dengan cara duduk ini, ketika ruku’ dan sujud dilaksanakan dengan sempurna, maka cara demikian dianggap benar menurut mazhab hanafi, namun praktek demikian jarang sekali kita temukan.

Lalu bagaimana dengan orang yang memilih untuk tidak melaksanakan salat di kereta dan memilih untuk mangqadha’ salatnya di rumah karena dipandang sulit?
Langkah demikian tetap dibenarkan menurut salah satu pendapat dalam madzhab syafi’i. Seperti yang ditegaskan dalam Hasyiyah Ibnu Qasim ‘ala al-Ghurar al-Bahiyah:

وَنَقَلَ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَالْغَزَالِيُّ أَنَّ لِلشَّافِعِيِّ قَوْلًا أَنَّ كُلَّ صَلَاةٍ تَفْتَقِرُ إلَى الْقَضَاءِ لَا يَجِبُ فِعْلُهَا فِي الْوَقْتِ وَبِهِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ
“Imam Haramain dan Imam Ghazali menukil bahwa dalam madzhab syafi’i terdapat pendapat bahwa sesungguhnya setiap salat yang butuh (bisa) untuk diqadha’ tidak wajib melaksanakannya pada waktunya, pendapat ini juģa merupakan pendapat yang diutarakan Imam Abu Hanifah.” (Ibnu Qasim, Hasyiyah Ibnu Qasim ‘ala al-Ghurar al-Bahiyah Juz 1, Hal. 207).

Hal yang bijak bagi para penumpang, jika memang masih mungkin untuk menjamak salatnya baik berupa jamak taqdim dengan cara salat terlebih dahulu sebelum berangkat, atau jamak ta’khir yaitu ketika sampai di kota tujuan masih memungkinkan melaksanakan salat. Maka hal yang baik dilaksanakan adalah menjamak salatnya.

Sedangkan ketika shalat yang dilaksanakan tidak dapat dijamak, maka lebih baik bagi para penumpang untuk mengikuti pendapat yang dinukil dari imam Haramain dan al-Ghazali yaitu tidak melaksanakan salat li hurmatil waqti di kereta dan memilih mengqadha salatnya ketika sampai di tempat tujuan. Pemilihan langkah ini dikarenakan melaksanakan shalat di kereta sesuai dengan ketentuan salat li hurmatil waqti selain dipandang sulit, juga dianggap mengganggu aktifitas penumpang lain seperti terhambatnya jalan ketika ada orang lain hendak lewat dan berbagai hambatan-hambatan yang lainnya, sehingga sangat tidak elok untuk dilakukan. Wallahu a’lam. (Santrimengaji17/PP Lirboyo/alanu