MBAH MOEN PUNYA CARA UNTUK MENYAYANGI, SANTRI PUNYA CARA UNTUK MENCINTAI
"Cung, kolahku diiseni banyu asin ae. Banyu sing soko sumur Gondan ben kanggo santri," dawuh Mbah Moen.
"Gih," jawab pengurus bidang pengairan.
Ini adalah salah satu cara Mbah Moen mencintai para santri.
Untuk membantah dawuh beliau jelas tidak mungkin. Tapi untuk begitu saja melaksanakan juga ada perasaan tidak rela. Masak Mbah Moen harus siram dengan air asin sedangkan santri mandi dengan air tawar. Itulah yang ada di benak pengurus pengairan yang menerima dawuh.
Akhirnya pompa dipasang. Paralon pun dipasang kedalam sumur ndalem yang airnya asin. Sudah? Tidak. Diam-diam penerima dawuh menyambung dasar paralon dan dihubungkan dengan paralon saluran air tawar. Kalau dilihat dari atas jelas paralon masuk kedalam sumur asin. Padahal ujung paralon yang ada didalam air dihubungkan paralon air tawar. Saat pompa dinyalakan seolah menyedot air asin padahal yang tersedot adalah air tawar. Itu semua dipasang tanpa sepengetahuan Mbah Moen.
Beres? Belum juga. Mbah Moen merasakan kejanggalan. Karena air yang beliau pakai tidak asin.
"Cung. Lha banyune kok gak asin," tanya beliau.
Bingung juga mau jawab apa. Saat "akal bulus" mau terbongkar akalnya cepat menemukan solusi.
"Ngapunten, Yai. Kadose sumur niku rembesane pun katah. Dados boten asin," jawab santri.
Untung Mbah Moen tidak tanya lebih detail.
Owalah kang. Nek koyo kui yo dudu rembes maneh. Kwi mono jenenge mili 😀😀😀.
Dari sini kita belajar, masing-masing mempunyai cara untuk mencintai dan menyayangi. Untuk berkhidmah dengan baik tidak hanya dibutuhkan kemahiran tapi harus memilikii kecerdasan. Mampu menjalankannya dengan pertimbangan kemanusiaan, kemaslahatan dan kepatutan. Tanpa melanggar hukum dan kepantasan.
Interaksi antara kyai dan santri memang unik. Posisi kyai dalam pesantren ibarat raja dalam sebuah kerajaan. Namun sikap kyai lebih sebagai orang tua bahkan pelayan bagi santri dan umat. Saya sendiri kenal seorang kyai tengah malam naik turun sungai sendiri hanya untuk mendapatkan air, biar saat besuk santri bangun sudah bisa mandi dan wudhu.
Sikap santri yang sangat menghormati dan mencintai kyai lahir dari proses panjang. Bagi orang luar pesantren yang tidak memahami dunia pesantren sering menyalahpahami sikap ini sebagai "kultus individu", padahal sebetulnya bukan itu. Sikap itu lebih pada ungkapan rasa terima kasih seorang santri kepada guru.
لم يشكر الله من يشكر الناس
Sikap inilah yang membawa santri dalam keberkahan. Bagi yang tidak paham pesantren frasa terakhir ini akan semakin membuat bingung.
Lalu bagaimana sikap kita kepada guru kita?
Laporan selesai
#Santri_Gayeng
No comments:
Post a Comment