MENGUJI KEALIMAN ULAMA' TARIM
Oleh : Muhammad Rofiqul Firdaus (Mahasiswa tingkat dua, fakultas syariah wal qonun, Universitas al Ahgaff).
Tarim, salah satu kota kecil provinsi Hadhramaut yang semenjak dulu banyak dikenal di seluruh pelosok negri. Bukan karena kekayaan sumber daya alamnya, ataupun kemajuan ekonomi rakyatnya. Namun dikenal dengan intlektualitas dan kereligiusan penduduknya.
Tidak mengherankan jika dari kota kecil ini lahir para dai yang begitu berperan besar dalam mengislamkan dua pertiga penduduk dunia.
Kemasyhurannya itu membuat salah satu pembesar ulama Maroko penasaran dengan kulitas keilmuan ulama kota kecil ini. Karnanya beliau mengutus murid terbaiknya yang juga seorang ulama hebat untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan sulit kepada ulama di sana, guna menguji sejauh mana ketajaman intelektual mereka.
Setelah memberikannya seekor kuda dan bekal yang cukup, murid itupun berangkat dari Maroko menuju Tarim. Kota yang terkenal itu.
Setelah menempuh perjalanan yang amat jauh murid itu pun akhirnya sampai di kota Tarim. Sambil memelankan kudanya murid itu melihat sekeliling kota. Lalu terlintas di benaknya,
"Sebenarnya apa sih maksud guruku mengutusku ke kota ini, di sini hanyalah kota kecil yang miskin dan mayoritas penduduknya adalah petani".
Tiba-tiba murid itu dikagetkan dengan sapaan seorang petani yang tiba-tiba menghentikan langkah kudanya,
"Assalamu'alaikum, tunggu".
Sapa seorang pemuda yang sebelumnya tengah bekerja di ladangnya.
Setelah menjawab salamnya murid itu menghentikan langkah kudanya.
Tiba-tiba pemuda itu berjalan ke belakang kuda murid itu lalu mengambil debu bekas pijakan kudanya dan menciumnya. Lalu berkata,
"Kamu Fulan bin Fulan ya? "
"Iya", jawab murid itu sambil melongo karena heran.
Lalu pemuda itu mengambil debu lagi dan kembali menciumnya.
"Kamu dari negeri Maroko, daerah ini, desa ini ya?".
Lagi-lagi murid itu mengangguk dan semakin heran. Dari mana pemuda ini tahu namanya dan daerah tempat tinggalnya.
Tidak berhenti di situ, pemuda itu mengambil debu lagi untuk yang ketiga kalinya dan menciumya lagi.
"Kamu diutus oleh gurumu, iya kan? Untuk menguji keilmuan ulama Tarim?".
Lagi-lagi murid itu tak bisa mengelak dan hanya menjawab,
"iya betul".
Bertambah heranlah murid itu dan semakin terbengong takjub. Karena penasaran murid itu langsung bertanya,
"Apakah yang barusan itu kasyf'?".
(Kasyf adalah karomah seorang wali yang bisa mengetahui segala rahasia-rahasia yang Allah SWT buka)
"Oh tidak, ini bukan kasyf. Ini ilmu debu namanya".
"Apa kamu di sana tidak diajarkan oleh gurumu tentang ilmu ini?" pemuda itu balik bertanya.
"Tidak, baru pertama kali saya dengar", kata murid itu sambil menunduk karena begitu malu. Ia tak lagi berani memandang wajah pemuda yang masih di samping kudanya.
Setelah mendengar jawaban murid itu, giliran pemuda itu yang tercengang karna heran.
"Loh masa, bagaimana bisa di sana tidak diajarkan ilmu ini?".
"Saya kira ilmu ini sudah begitu lumrah. Kalau ilmu syari'at, Alhamdulillah di sini sudah menjadi makanan sehari-hari kami".
"Silahkan ajukan pertanyaan anda barangkali saya bisa menjawabnya, sehingga anda tidak perlu lagi repot-repot mengajukannya kepada ulama kami", kata pemuda.
Karena begitu malu dan tidak tahu harus berkata apa lagi murid itu hanya berkata,
"Maaf, saya hanya melaksanakan perintah guru saya".
Dan akhirnya pamit undur diri.
Setelah sampai di daerahnya murid itu kembali menghadap gurunya dan berkata,
"Maafkan saya guru, saya belum sempat mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada ulama di sana."
Lalu menceritakan kronologis pertemuannya dengan pemuda itu. Gurunya memaklumi, dan akhirnya beliau paham apa rahasia dibalik kesuksesan ulama-ulama kota itu itu dalam berdakwah ke seantero dunia.
Bahwa dalam berdakwah tidak cukup sekedar pintar bercakap hanya bermodalkan ilmu syari'at, tapi harus juga matang dalam berbagai bidang keilmuan dan memiliki wawasan yang luas.
Pemuda dalam cerita ini adalah Al Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih.
Sampai-sampai guru beliau Qutbhul Ghauts Al Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad, berujar: "Demi Allah, tidak ada ulama yang lebih alim dari Alhabib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih di masanya".
Karena begitu dalamnya keilmuan beliau.
Cerita ini di dengar langsung dari Ustadz Abdullah Hadi Bakhuraisy, ustadz di Rubath Tarim di saat mengaji Muqaddimah Hadhramiyah Ba'da Maghrib.
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
No comments:
Post a Comment