Sunday, February 25, 2018

Mbah maemoen dan partai politik

Yang paling dahsyat dari keunikan Mbah Moen Zubair itu terjunnya Beliau di kancah perpolitikan tidak menjatuhkan kewibawaan, kehormatan dan kharisma beliau sebagai seorang Kiai, bahkan lawan politiknyapun tetap menghormatinya.

Umumnya, seorang Kiai yang telah nyata nyata ikut terjun dalam Partai minimal akan mengurangi marwahnya sebagai Kiai, bahkan ada yang pesantrennya bubar begitu Kiai tersebut ikut ikutan masuk dalam partai politik. Adapun Kiai yang segera turun derajatnya setelah acara dukung mendukung dalam perebutan kekuasaan tidak terhitung jumlahnya.

Saya teliti semenjak saya kenal partai hingga sekarang, kenapa Simbah Yai Maimoen Zubair punya keistimewaan sedemikian hebatnya?

Saya menduga jawabannya adalah karena beliau tidak pernah memasang gambar partai dan apalagi calon calon yang didukungnya di depan Pesantrennya dan tidak pernah menggunakan pengajian umum sebagai tempat menitipkan partai dan calon yang beliau restui atau beliau dukung.

Satu hal lagi, bahwa beliau tidak pernah menunjukkan ketidaksenangannya kepada satu tokoh politik dengan cara sekedar menyindir nyindir di depan publik, yang saya tahu cuma sekali saja yaitu ketidaksukaan beliau kepada Gusdur, itupun beliau sampaikan dalam acara resmi kepartaian, bukan ketika pengajian umum.

Jadi, saya sangat berani menyimpulkan, Simbah Yai Maimoen adalah Kiai sekaligus politikus ulung yang sangat profesional dan wajib ditiru oleh semua kalangan, terutama para santrinya.

Satu kali saja pernah saya dengar dalam pengajian Umum beliau mengemukakan soal kepartaian, namun bukan fanatisme yang beliau tanamkan, namun justru malah menerina segala perbedaan, top dan sangat top tenan.

Andai ada sepuluh saja di Indonesia Kia yang sekaligus Tokoh partai yang mirip Mbah Moen, Indonesia akan bebas saling hujat.

Hanya pada era digital seperti ini ada orang yang tega menuliskan kata kata kotor kepada Beliau.

Salam Nggregel ToniBoster

Friday, February 23, 2018

Mahalul qiyam anteng karo ora

Seorang penderek, suatu ketika, pernah memberanikan diri matur untuk bertanya kepada Beliau RA (Hadlrotusy Syeikh Romo Yai Achmad Asrori Al Ishaqi R.A) . Lebih kurangnya seperti ini :

“Yai, saya perhatikan, di saat mahallul qiyaam, Yai itu berdiri dengan amat khusyuk. Dengan tangan yang terlipat di depan, Yai berdiam tanpa kaki atau tubuh bergerak atau bergoyang sedikitpun. Hampir seperti khusyuknya orang ketika di dalam sholat. Sementara, saya perhatikan para jamaah yang lain, termasuk para kyai maupun habaib, yaa khusyuk, tapi tidak sediam seperti Yai itu. Masih ada yang kadang tangannya bergerak santai. Ada pula yang tolah toleh lihat sana lihat sini. Bahkan, tidak sedikit yang kaki dan tubuhnya ikut bergoyang karena mengikuti irama tabuhan terbang dan lagu bacaan sholawatnya itu.”

Sembari tersenyum, Beliau menyahut :

“Lalu kenapa? Kan gak apa apa juga, mereka baca sholawat sambil bergerak gerak?. Bisa jadi, itu menunjukkan bahwa hatinya senang, gembira menyambut kedatangan Rasulullah SAW. Orang kalau hatinya senang kan lalu suka bergerak dan melantunkan lagu. Tidak ada masalah, sebenarnya. Terkembali ke hati dan kebiasaan masing masing pribadi. Jadi tidak bisa disalahkan.”

Lantas Beliau RA meneruskan Dawuhnya :

“Tapi, kalau yang kamu tanyakan itu tentang saya, kenapa Yai koq diam atau tidak bergerak, tidak bergoyang, nahh … itu lain lagi, jawaban saya.”
“Begini yaa …. Coba kamu bayangkan sendiri lah. Bagaimana sih sikapmu ketika kamu berdiri persis di depan Gurumu? Apa kamu masih sempat tolah toleh? Apa kamu berani bergoyang atau menari mengikuti irama yang kamu dengar? Enggak, kan? Kamu diam dan dingkluk (kepala menunduk), kan? Yaa seperti itu.”

“Itu, kamu masih di depan Gurumu. Lha bagaimana kalau di depanmu itu Para Guru yang lain, lalu juga hadir Kanjeng Syeikh RA? Bahkan lalu kemudian hadir Rasulullah SAW? Apa masih sempat kamu melihat sana sini? Apa masih sempat kamu bergoyang? Yaa sudah …. Sudah gak bisa ngomong gak bisa apa apa kalau sudah begitu … ! Iyaa kan?”

“Kenapa bisa begitu? Karena kita ini sudah kadung dididik sebagai orang thoriqoh. Orang thoriqoh itu lebih focus kepada sentuhan sentuhan hubungan ruhaniyah. Hubungan bathiniyyah. Diamnya saja, kalau sudah berhadap hadapan secara bathin, berhadapan secara ruhani seperti itu, sudah sangat banyak roso yang mengalir. Itu orang thoriqoh. Iyaa kan?”.

“Tapi, sekali lagi, kita tidak bisa menyalahkan orang lain yang tidak seperti itu. Malah salah kalau kita menyalahkan. Sebab ini urusan didikan roso, bukan soal hukum. Kalau soal hukum, mau baca sholawat sambil menaiki bojo pun, hehehe …, gak ada masalah. Kan begitu?”

Bisakah kita mempertahankan didikan Beliau RA itu? Barangkali, kunci jawabannya terkembali kepada pertanyaan : Sejauh mana kita yakin dan merasa, bahwa di saat majlis berlangsung itu, sedang ada Romo YAI RA di depan kita (?).

Robbi Fanfa’naa Bi BarkatiHhii
WaHhdinaal-Husnaa Bi HurmatiHhii
Wa Amitnaa Fii ThoriiqotiHhii
Wa Mu’aafaatin Minal-Fitani
Aamiiin. Al Faatihah … !!

_____________________________

Tulisan Pak Imam Subakti

Wednesday, February 21, 2018

Hukum Mengganggu Orang Lain dengan Pengeras Suara Masjid (Polusi Suara)

Hafiz, NU Online | Rabu, 21 Februari 2018 17:45

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi bahtsul masail NU Online, rumah saya tidak jauh dari masjid. Pada Ramadhan lalu pengurus masjid memutar kaset pengajian dengan durasi hampir sepanjang malam. Karena merasa terganggu, saya mengajukan keberatan dengan pengurus masjid, tetapi mereka menanggapi keberatan saya dengan marah. Saya sendiri tidak mengerti dalil agama. Tetapi saya yakin agama Islam tidak akan sejauh itu meminta umatnya untuk membuat kebisingan yang mengganggu. Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Hamdani/Tangsel)

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah selalu menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Pemutaran kaset pengajian melalui pengeras suara masjid atau mushalla memang dilakukan untuk sejumlah tujuan dan waktu yang berbeda.

Ada masjid yang memutar kaset pengajian pada Jumat pagi dengan durasi setengah sampai satu jam untuk mengingatkan masyarakat. Ada juga yang memutar kaset shalawat setengah jam sebelum subuh untuk membangunkan masyarakat. Tetapi ada juga pengurus masjid yang memutar kaset pengajian dengan durasi lebih lama dari satu jam itu. Ada juga anggota masyarakat yang bertadarus menggunakan mikrofon.

Sebenarnya tadarus atau pemutaran kaset pengajian dengan pengeras suara masjid atau mushalla untuk sejumlah keperluan tersebut boleh saja. Tetapi pemutaran kaset itu atau tadarus Al-Quran dengan durasi panjang misalnya lebih dari satu jam juga tidak baik karena dapat mengganggu orang yang memerlukan kondisi tenang. Pemutaran kaset terlalu lama hanya membuat bising atau polusi suara hingga menggangu aktivitas sebagian masyarakat.

Kebisingan atau polusi udara ini yang dilarang dalam agama. Jangankan pakai pengeras suara. Tadarus tanpa pengeras suara lalu mengacaukan konsenstrasi orang sembahyang jelas dilarang agama sebagai keterangan Sayyid Abdurrahman Ba’alawi dalam Bughyatul Mustarsyidin berikut ini:

فائدة: جماعة يقرأون القرآن في المسجد جهراً، وينتفع بقراءتهم أناس، ويتشوّش آخرون، فإن كانت المصلحة أكثر من المفسدة فالقراءة أفضل، وإن كانت بالعكس كرهت اهـ فتاوى النووي

Artinya, “(Pemberitahuan) sekelompok orang membaca Al-Quran dengan lantang di masjid. Sebagian orang mengambil manfaat dari pengajian mereka. Tetapi sebagian orang lainnya terganggu. Jika maslahatnya lebih banyak dari mafsadatnya, maka baca Al-Quran itu lebih utama (afdhal). Tetapi jika sebaliknya yang terjadi, maka baca Al-Quran itu menjadi makruh. Selesai. Fatwa An-Nawawi,” (Lihat Sayyid Abdurrahman Ba’alawi, Bughyatul Mustarsyidin, [Beirut: Darul Fikr, 1994 M/1414 H], halaman 108).

Sayyid Abdurrahman Ba’alawi menjelaskan lebih lanjut bahwa tadarus Al-Quran, zikir, atau semacamnya hingga membuat polusi suara bukan saja dilarang karena dapat mengganggu orang yang sedang bersembahyang. Semua itu dilarang dan karenanya harus dihentikan atau dikurangi volume suaranya karena dapat mengganggu sebagian orang lain bahkan mengganggu orang istirahat.

لا يكره في المسجد الجهر بالذكر بأنواعه ، ومنه قراءة القرآن إلا إن شوّش على مصلّ أو أذى نائماً ، بل إن كثر التأذي حرم فيمنع منه حينئذ ، كما لو جلس بعد الأذان يذكر الله تعالى ، وكل من أتى للصلاة جلس معه وشوّش على المصلين ، فإن لم يكن ثم تشويش أبيح بل ندب لنحو تعليم إن لم يخف رياء

Artinya, “Zikir dan sejenisnya antara lain membaca Al-Quran dengan lantang di masjid tidak makruh kecuali jika menggangu konsentrasi orang yang sedang sembahyang atau mengusik orang yang sedang tidur. Tetapi jika bacaan Al-Quran dengan lantang itu lebih banyak mengganggu (menyakiti orang lain), maka saat itu bacaan Al-Quran dengan lantang mesti dihentikan. Sama halnya adengan orang yang duduk setelah azan dan berzikir. Demikian halnya dengan setiap orang yang datang untuk shalat ke masjid, lalu duduk bersamanya, kemudian mengganggu konsentrasi orang yang sedang sembahyang. Kalau di sana tidak memunculkan suara yang mengganggu, maka zikir atau tadarus Al-Quran itu itu hukumnya mubah bahkan dianjurkan untuk kepentingan seperti taklim jika tidak dikhawatirkan riya,” (Lihat Sayyid Abdurrahman Ba’alawi, Bughyatul Mustarsyidin, [Beirut: Darul Fikr, 1994 M/1414 H], halaman 108).

Pandangan Sayyid Abdurrahman Ba’alawi ini bukan tanpa dasar. Sebuah riwayat menceritakan bagaimana Rasulullah yang sedang beritikaf menegur orang yang membaca Al-Quran dengan suara lantang sehingga ibadah itikafnya terganggu sebagaimana kami kutip berikut ini:

عن أبي سعيد قال اعتكف رسول الله صلى الله عليه وسلم في المسجد فسمعهم يجهرون بالقراءة فكشف الستر وقال ألا إن كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضا ولا يرفع بعضكم على بعض في القراءة أو قال في الصلاة

Artinya, “Dari Abu Said, ia bercerita bahwa Rasulullah SAW melakukan itikaf di masjid. Di tengah itikaf ia mendengar mereka (jamaah) membaca Al-Quran dengan lantang. Rasulullah kemudian menyingkap tirai dan berkata, ‘Ketahuilah, setiap kamu bermunajat kepada Tuhan. Jangan sebagian kamu menyakiti sebagian yang lain. Jangan juga sebagian kamu meninggikan atas sebagian lainnya dalam membaca.’ Atau ia berkata, ‘dalam shalat,’” (HR Abu Dawud).

Hadits riwayat Abu Dawud ini secara jelas mengangkat persoalan polusi suara. Keterangan ini bisa didapat dari Syarah Abu Dawud sebagai berikut:

عن أبي سعيد) وهو الخدري (ولا يرفع بعضكم على بعض) أي صوته (أو قال في الصلاة) شك من الراوي. قال المنذري: وأخرجه النسائ

Artinya, “(Dari Abu Said) ia adalah Al-Khudri. (Jangan juga sebagian kamu meninggikan) suaranya (atas sebagian lainnya). (Atau ia berkata, ‘dalam shalat.’) keraguan datang dari perawi. Al-Mundziri berkata, ‘Hadits ini juga diriwayatkan oleh An-Nasai,’” (Lihat Abu Abdirrahman Abadi, Aunul Ma‘bud ala Sunan Abi Dawud, [Yordan: Baitul Afkar Ad-Dauliyyah, tanpa catatan tahun], halaman 626).

Oleh karena itu, pengurus masjid yang akan memutar kaset pengajian atau jamaah yang hendak tadarus Al-Quran dengan pengeras suara masjid atau mushalla perlu mengukur durasi dan memiliki tujuan jelas, yaitu mengingatkan masyarakat akan masuknya waktu shalat atau syiar.

Tetapi pertimbangan durasi ini menjadi penting agar tidak menimbulkan polusi suara atau kebisingan yang tidak perlu. Artinya, pengurus masjid perlu mempertimbangkan sebagian masyarakat yang sedang sakit, orang perlu istirahat, lansia yang membutuhkan ketenangan, pelajar yang membutuhkan konsentrasi untuk belajar, atau pekerja yang memerlukan suasana kondusif tanpa polusi suara. Tentu saja ini tidak hanya berlaku untuk pengeras suara masjid, tetapi juga anggota masyarakat, instansi negara maupun swasta yang ingin menggunakan pengeras untuk pelbagai kepentingan. Pada prinsipnya, boleh saja asal tidak mengganggu orang lain.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

(Alhafiz Kurniawan

Tuesday, February 20, 2018

20 Wasiat Penting Habib Salim Asy-Syathiri Tarim Yaman

Pustakamuhibbin.club ~ Berikut adalah 20 wasiat penting dari ulama besar Yaman yang meninggal hari ini, Sabtu 17 Februari 2018, Habib Salim bin Abdullah bin Umar asy-Syathiri dari beberapa ceramahnya di Indonesia:

Durhaka pada orangtua itu bernasab, turun-temurun, pasti akan dibalas melalui keturunannya kelak.Seorang yang menghormati ulama besar tapi ia meninggalkan orangtuanya artinya ia mementingkan sunnah dan melalaikan yang wajib. Sama seperti orang memakai imamah tapi auratnya justru terbuka, sungguh tidak pantas.Berkata Imam Ahmad bin Hanbal: “Orangtua ada 3; yang melahirkan, yang memberi ilmu (guru), dan yang menikahkanmu dengan anaknya (mertua).”Pada saat kita kecil, orangtua mencintai kita, bersabar dengan keadaan dan tangisan kita, menghadapi berbagai tingkah pola kita, berdoa supaya kita panjang umur dan sehat sampai dewasa. Maka wajib bagi kita bersabar terhadapnya ketika mereka sudah tua dan memiliki banyak kekurangan.Syafaat Rasulullah Saw. pun tak dapat menolong orang yang durhaka kepada orangtuanya dari siksa neraka kecuali orangtuanya sendiri yang memberi kesempatan padanya untuk diberi rahmat oleh Allah.Memutus silaturrahim akan mendapat laknat dari Allah, tertolak seluruh amalnya, tidak akan diterima doanya walaupun ia seorang yang alim. Maka sambunglah silaturrahim sebelum kita mati dalam keadaan terlaknat dan sebelum kita masuk barzakh dengan amarah Allah selagi ada kesempatan.Majelis ilmu lebih baik seribu kali daripada majelis maulid atau shalawat.Orang yang hadir majelis ilmu akan mendapat rahmat Allah meski tidak paham atau tidak hafal apa yang telah disampaikan.Banyak orang yang baru bisa merasakan manfaatnya hadir majelis ilmu ketika menjelang sakaratul maut.Orang berakal bukanlah orang yang hanya bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jelek. Tetapi orang berakal adalah orang yang mengerti mana yang baik untuk dilakukan dan mengerti mana yang jelek untuk dijauhi. Dan itu semua ada dalam majelis ilmu.Janganlah mengobrol sendiri dalam majelis ilmu. Syaikh Abubakar Bin Salim berkata: “Orang-orang yang sering mengobrol di majelis ilmu dikhawatirkan akhir hayatnya menjadi bisu.”Ketika kamu tidak bisa menjadi seorang pengajar, maka setidak-tidaknya jadilah seorang pencari ilmu, atau orang yang semangat dalam menghadiri majelis ilmu, atau orang yang cinta kepada majelis ilmu.Jauhilah orang-orang yang benci majelis ilmu.Apabila zakat dikelola dengan baik dan benar niscaya tidak akan ada fakir miskin di dalam sebuah negara muslim. Seperti era Khalifah Umar bin Abdul Aziz.Barangsiapa memuliakan/menjamu tamu yang tidak dikenal, maka bagaikan memuliakan Allah Swt. Barangsiapa memuliakan/menjamu tamu yang dikenal, maka bagaikan memuliakan Rasulullah Saw.Siwak mempunyai 120 manfaat. Sedangkan rokok mempunyai 120 bahaya.Di Belanda terdapat sebuah penelitian bahwa ada kuman gigi yang tidak bisa mati kecuali dengan zat yang terkandung dalam kayu arok/siwak.Dalam najis anjing dan babi ada beberapa kuman yang tidak bisa dihancurkan dengan berbagai macam zat kimia, tapi justru bisa dibasmi dengan debu. Oleh sebab itu, syariat mewajibkan membasuh najis anjing dan babi dengan tujuh kali basuhan yang salah satunya harus dicampur dengan debu.Dalam salah satu sayap lalat ada empat penyakit dan dalam sayap lainnya ada empat obat penyakit tersebut. Jadi, jika terdapat lalat mati di dalam minuman maka tenggelamkan terlebih dahulu sebelum membuang lalat tersebut agar aman diminum. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sebuah hadits.Agar futuh dalam ilmu, Habib Abdullah al-Haddad berkata: “Saya mendapatkan futuh dalam ilmu dengan sebab 3 perkara; dengan menangis dan merendahkan hati serta beristighfar di waktu Sahur, dengan berzuhud terhadap dunia, dan tidak aku mendengar ada seorang lelaki yang saleh atau perempuan yang salehah kecuali aku mengunjunginya dan meminta doa darinya.”

(Abdkadir Alhamid/ Toha Mahsun

Saturday, February 17, 2018

Ngaji sareng.... *KH. Marzuki Mustamar*

Ngaji sareng....

*KH. Marzuki Mustamar*
*Dalam Kegiatan PKL GP Ansor di Sidoarjo, Pon Pes Bumi Sholawat (Gus Ali) Tulangan*

Ber NU itu Ber Islam dhohiron wa bathinan, harus dengan serius berjuang untuk kepentingan umat Islam, bukan untuk kepentingan diri sendiri.

Jangan sekali - kali kita dekat dengan Wahabi dan segala sesuatu yang terkait dengan Wahabi, termasuk partai Politik yang didukung golongan orang - orang yang suka menghina Ulama dan NU.

Salah satu yang mendasari lahirnya NU adalah polah tingkah pergerakan Wahabi saat itu yang menghancurkan situs-situs Islam. Bahkan, bagi Wahabi makam Nabi dianggap berhala, thogut. Sehingga bagi mereka membongkar makam nabi itu wajib.

Hal tersebut menjadi salah satu dasar terbentuknya komite hijaz dan melakukan pergerakan untuk menyelamatkan makam Rosululloh.

Dengan alasan kemusrikan, orang wahabi menghancurkan situs sejarah dan bukti sejarah Islam untuk melemahkan iman anak cucu kita. Dan di balik mereka adalah desain besar dari yahudi dan amerika. Jadi di belakang Wahabi itu yahudi dan amerika.

NU berdiri dalam rangka mencegah penyebaran wahabi. Para kyai dengan mendirikan NU tidak ingin Islam dicampuri orang selain Islam.

Ansor sebagai generasi muda NU harus komitmen untuk memperjuangkan apa yang diperjuangkan para Kyai dan tidak boleh mendukung golongan lain dalam bentuk apa pun.

*Ijazasah KH. Marzuki Mustamar*

*Dari Mbah Hasan Besari Jetis Ponorogo*
Habia Isya' kemudian duduk bersila menghadap kiblat dan memejamkan mata. Selanjutnya membayangkan lafadhz Allah Akbar merata di sekujur Tubuh..

Lalu disedot seluruh lafadz Allahu Akbar itu dalam hati, semuanya ngumpul di hati... sesudah ngumpul.. tahan beberapa detik lalu keluarkan sebagaimana mengeluarkan nafas pelan - pelan.

*Dari Qurotul Uyun*
Untuk istri yang gak patek manut, atau anak dan murid yang nggak manut.

Dengan membacakan asma' ya Roqibu 3X dan ditiupkan jitoke (yang dimaksud)...
Selain ditiupkan, juga diwiridkan setelah sholat sholat istiqomah, dengan hitungan terserah.

*Sabtu, 17 Februari 2018*

Thursday, February 15, 2018

KESEDERHANAAN MBAH ZAINAL

KESEDERHANAAN MBAH ZAINAL

Antara isi ceramah KH. Munawwir Abdul Fattah dalam Peringatan 1000 Hari Allahuyarham KH. Zainal Abidin Munawwir tadi malam (Sabtu 12/11/2016):

(1) Cara makan Mbah Zainal meniru Rasulullah shallallahu ‘alayh wasallam. Beliau makan dengan porsi sedikit, kira-kira seukur satu cawan (mangkuk). Tidak pernah berlebihan. Makannya cukup dengan krupuk. Kalau ada, tambah telur, dan tidak kerso dahar daging.

Beliau makan berdasar rasa lapar, tidak berdasar waktu makan: pagi, siang dan malam. Hal ini dilakukan barangkali karena meneladani Kanjeng Nabi dan keluarganya yang tidak pernah makan dengan kenyang, sebagaimana riwayat Sayyidah Aisyah radliyallahu ‘anha:

ما شبِع آل محمد صلى الله عليه وسلم منذ قدِم المدينة

"Keluarga Nabi Muhammad shallallahu alayh wasallam tidak pernah makan kenyang sejak datang ke kota Madinah."

Beliau juga berprinsip:

نحن قوم لا نأكل حتى نجوع. وإذا أكلنا لا نشبع

"Kami adalah orang-orang yang tidak akan makan sebelum lapar. Dan jika makan, kami tidak kekenyangan."

Bila saat paceklik, Kanjeng Nabi diriwayatkan meletakkan batu di perut untuk menahan lapar, maka hal yang hampir sama dilakukan oleh Mbah Zainal agar TIDAK MUDAH LAPAR. Tidak pakai batu, tetapi dengan cara mengencangkan sabuk/ikat pinggang! Bila ditanyakan mengenai hal itu, beliau justru akan balik bertanya: “Kita itu mau milih apa: lapar di dunia, dan kenyang di akhirat; atau sebaliknya?!”

*****

(2) Gaya bicara Mbah Zainal juga seperti Kanjeng Nabi: sedikit kata-kata, tapi bermakna. Berbicara seperlunya saja. Beda dg kebanyakan kita, yang senengnya ngomong, ngobrol ngalor-ngidul, tapi hampir tidak ada maknanya, tidak ada hikmah dan pelajarannya. Beliau berlaku demikian, tentu karena mengamalkan hadits:

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت

"Barangsiapa yg beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah berkata yang baik, atau (bila tidak bisa berkata yang baik) sepatutnya ia diam."

Beliau itu kalau disowani, respon pertama selalu bilang: “Alhamdulillah…”, terus ganti bertanya: “Baik-baik, Wir?” Gak pernah terlihat marah. Hal ini terutama sekitar 3 tahun sebelum wafat. Beliau bahkan sering mohon didoakan bisa husnul-khotimah…

Sepekan sebelum wafat, saat bertemu, beliau sudah dalam keadaan sesak nafas. Beliau banyak diam, dan sama sekali tidak sambat (mengeluh). Beliau bahkan semakin sering mengucapkan “alhamdulillah”…

Hal seperti ini sulit sekali dipraktekkan. Kalau kita umumnya mengucapkan itu saat senang saja, saat punya uang saja, atau saat sehat saja… Tidak demikian dengan Mbah Zainal. Beliau senantiasa mengucapkan “alhamdulillah”, baik saat punya uang, atau tidak; saat sehat, atau sakit… Ini maknanya, beliau mudah bersyukur; sekaligus beliau tidak suka merepotkan orang lain. Barangkali yang begini ini beliau tiru dari sahabat Tsawban radliyallahu ‘anh, yang saat Rasul bertanya kepada para sahabat:

من تكفل لي أن لا يسأل الناس شيئا، وأتكفل له بالجنة

"Siapakah yg mau memberi jaminan kepadaku bahwa dia tidak akan meminta apapun kepada siapapun, yg karena itu, aku akan menjaminnya masuk ke surga?"

فقلت: أنا. فكان لا يسأل أحدا شيئا - رواه أبو داود

"Tsawban menjawab: Saya (wahai Rasul)
Dan sejak itu, Tsawban tidak pernah meminta apapun, alias tidak lagi merepotkan siapapun."
_________
*Ditulis oleh KH. Hilmy Muhammad

Monday, February 12, 2018

Mbah Nyai Rodliyyah Djazuli

Mbah Nyai Rodliyyah Djazuli
(Semoga Allah merahmatinya)

"Nyapo libur?", Tanya beliau pada seorang ustad Ploso.
"Mboten kepenak awak ipun.", Jawab ustad tersebut.
"Tak gawekno jamu, ben waras.", Dawuh Mbah Nyai Rodliyyah sambil berlalu untuk mengolah ramuan jawa.
Setelah minum jamu buatan Mbah Nyai, sang ustad-pun merasa sungkan dan malu. Hingga beranjak menunaikan tugas mengajar di madrasah pondok Al-Falah.
________________________
Banyak orang berkata, di balik kesuksesan seorang laki-laki, pasti di belakangnya ada sosok perempuan tangguh.
Tangguh itu bisa ditafsiri dengan sifat telaten, sabar, tegas, menaati perintah suami, mendoakan keluarga, sebagai contoh bagi anak-anaknya, dan lain-lain.
Tafsir ketangguhan istri seperti itu, semuanya dimiliki oleh Al-Mghfur Laha Mbah Nyai Rodliyyah Djazuli.

Ummi ma'hadil falah.

Harus diakui bahwa kesuksesan Mbah Djazuli dalam membangun Al-Falah salah satunya karena jasa besar istri tercintanya, yang telaten, tegas, dan penuh keikhlasan.

Ketika Yai Djazuli menjadi imam sholat subuh misalnya, Mbah Nyai dengan telatennya keluar rumah untuk mengontrol para santri yang punya gelagat tidak mau berjam'ah atau bahkan mbangkong-. Dan itu dilakukan oleh Mbah Nyai  setiap hari.

Jika wanita dalam pikiran kita hanya bisa masak, mapan, dan macak. Itu salah besar.

Peran wanita sangat diperlukan, baik di garis belakang atau pun garis depan. Seperti Mbah Nyai Rodliyyah yang sigap di urusan rumah tangga (masak, mengurus anak dan suami) dan sigap mengurusi pondok. Mulai dari oprak-oprak santri, memenejemen keuangan pondok, hingga meriyadlohi (nirakati) santri hingga bisa menjadi insan yang mulia di sisi Allah.
Bahkan Mbah Nyai Rodliyyah dengan suara halus matur kepada Mbah Djazuli,
"Mpun, njenengan ngahos mawon, kulo engkang ngurusi sangu."
(Sudah, Bapak mengaji saja, saya yang mengurusi kebutuhan keluarga.)

Itulah Mbah Nyai kita, yang akan selalu kami kenang jasanya, sebagai penyemangat kami dalam berjuang meneruskan tongkat estafet Yai Djazuli.

Ya Allah ... Berikanlah kami tetesan berkah dari kemulyaan Mbah Nyai Rodliyyah. Rahmatilah beliau.

Sunday, February 11, 2018

Gara2 kursi gubernur

Diskusi Terbatas bersama Gus Qoyyum Lasem (1)

Kemaren siang diskusi terbatas dengan Kanda Gus Qoyyum Lasem dengan topik membedah Kitab Mandhumatul Akhlaq karya simbah Mahfudh Salam (Abahnya Mbah Sahal dan juga simbahnya Gus Qoyyum)

Di antara pangendikan Gus Qoyyum (ada rekamannya di hp sy):
Di kitab AlMizan AlKubro karya Imam Asy-Sya'roni disebutkan suatu hikayat bahwa seorang alim bernama Muhammad  bin Zein (suara rekaman agak kurang jelas menyebut nama dan belum sempat merujuk referensi) selalu bisa berkomunikasi langsung dengan Rasululllah (yg sdh wafat). Suatu ketika Muhammad Bin Zein dimintai tolong seseorang untuk mengurus perkara kedhaliman Gubernur. Maka Muhammad bin Zein pergi ke Istana Gubernur. Di sana beliau duduk di sebuah kursi kegubernuran yang mewah. Kontan saja ia langsung tidak bisa kontak lagi dengan Rasululllah baik secara langsung maupun mimpi. Maka Zein bersedih hati, hingga kemudian ia mengarang sejumlah bait syair untuk memuji Baginda Rasululllah. Berikutnya ia berhasil mimpi bertemu Baginda Rasul tapi dari kejauhan seraya Nabi menyatakan tidak lagi kerso menemui Muhammad bin Zein yg SUDAH MENIKMATI EMPUKNYA KURSI SANG GUBERNUR..."

Komentar Gus Qoyyum: padahal Muhammad bin Zein datang ke istana dengan tujuan menolong orang, bukan karena kepentingannya sendiri atau kepentingan kelompoknya, padahal Muhammad bin Zein HANYA DUDUK DI KURSI EMPUK UNTUK SESAAT SAJA, namun Baginda Nabi tidak lagi berkenan menemuinya lagi. Apalagi kalau dapet jatah umroh...😅😅😅

Anekdot Mbah Kholil Bangkalan; Untuk Apa Belajar Fiqih di Indonesia?

Pustakamuhibin.club ~ Saat di Pondok Pesantren Kedung Madura Sidoarjo asuhan Kiai Nidlomuddin, murid Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami pengarang kitab Safinatun Najah, KH. M. Shalih Tsani dengan KH. M. Kholil Bangkalan terjalin hubungan persahabatan yang sangat akrab. Keduanya dikenal sebagai  santri yang cerdas, tekun dan alim, meskipun memiliki fokus belajar yang berbeda. KH. Shalih Tsani lebih menekuni ilmu fiqih sedangkan KH. Kholil Bangkalan lebih banyak menekuni ilmu alat (nahwu-sharaf).

Terkait dengan fokus belajar kedua calon kiai besar tersebut ada sebuah anekdot yang mereka ciptakan. Disebutkan bahwa Kiai Kholil pernah bercanda kepada Kiai Shalih saat sedang muthalaah kitab fiqih. Kata Mbah Kholil, “Buat apa Sampeyan mempelajari kitab-kitab fiqih, toh di Indonesia tidak akan pernah ada orang zakat onta?”

Maka kelakar bernada sindiran itu pun dijawab oleh Kiai Shalih, “Buat apa Sampeyan mempelajari ilmu nahwu-sharaf sampai bertahun-tahun, toh kelak kitab-kitab kuning akan banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa kita?”

Jika kita saksikan perkembangan dewasa ini tampaknya apa yang diucapkan KH. Shalih Tsani satu abad yang lalu, kini telah menjadi kenyataan. Sekarang sudah banyak dijumpai kitab-kitab kuning yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa (pemutihan kitab kuning).

Meskipun demikian, bukan berarti ilmu nahwu-sharaf sudah tidak diperlukan lagi, karena ilmu tersebut merupakan salah satu alat utama untuk menghantarkan kita dapat memahami kitab kuning dan menerjemahkanya ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa Jawa.

Pernyatan kedua calon kiai tersebut rupanya berhikmah. Anekdot menunjukkkan keintiman persahabatan mereka dan sekaligus menunjukkan betapa jeli penglihatan mereka terhadap kehidupan mendatang. Selain itu mungkin juga keduanya berharap agar kedua ilmu tersebut terus dipelihara dan bahkan dijadikan ciri khas mata pelajaran di pondok pesantren

Tuesday, February 6, 2018

Amalan untuk rizki dan hajat

"Jika kamu punya beban berat, dan tanggunganmu yang banyak. Dan jika kamu ingin punya rizkiy yang nggak pernah habis, maka amalkanlah Sholawat SYAJAROTUN NUQUD".
Bacaannya :

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Dibaca 400 kali setelah isya'.
Kamu akan seperti punya "Pohon Uang" didepan rumah"

Ucapkan Qobiltu ( قبلت ) dan sebarluaskan dengan harapan membawa manfaat dan keberkahan bagi kaum muslimin yang mengamalkan.

AMALAN AGAR DIKABULKAN HAJAT DAN DISEMPURNAKAN URUSANNYA.

"Jika seseorang memiliki hajat atau urusan penting, maka setelah shalat Isya' disaat sendirian, hendaknya ia membaca :

الذين قال لهم الناس إن الناس قدجمعوا لكم فخشوهم فزادهم إيماناوقالوا "حسبناالله ونعم الوكيل"، فانقلبوا بنعمةمن الله وفضل لم يمسسهم سوء واتبعوا رضوان الله،  والله ذوفضل عظيم.

Alladziina qoola lahumun-naasu innan-naasa qod jama'uulakum fakh-syawhum fazaadahum iimaanan, wa qooluu hasbunallah wa ni'mal wakil, fan-qolabuu bi ni'matim-minallaahi wa fadh-lil-lam yam-sas-hum suu-uw wataba'uu ridh-waanallaahi wallaahu dzuu fadh-lin 'adzhiim. (QS. Ali-Imran [3] :173-174)

Kemudian membaca :

"Hasbunallahu wa ni'mal wakil" sebanyak 450 kali, maka Insya Allah hajatnya akan dipenuhi dan urusannya akan sempurna."

مـاشــاءاللـــــه لاقـــــوةالابااللــــــــه
صَدَقَ اللَّهُ الْعَظِيْمُ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلىَ ذَالكَ مِنَ الشّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرِيْنَ

Manaqib Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, Mu'allif Simtuddurror.

Untuk mencapai segala hajat

Membaca tiap pagi & sore hari :
يَارَبِّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَافْتَحْ مِنَ الْخَيْرِ كُلَّ مُغْلَقٍ      ١٠ x
Lalu membaca
الفاتحة بنية القبول وتمام كل سول ومأمول والى حضرة الرسول ثم الى روح الحبيب علي بن محمد الحبشي

بسم الله الرحمن الرحيم   ١٩x   الحمد لله رب العالمين الرحمن الرحيم مالك يوم الدين اياك نعبد واياك نستعين اهدنا الصراط المستقيم صراط الذين انعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين ..

Monday, February 5, 2018

Kiai Mas Alwi Pencetus Nama “Nahdlatul Ulama”

Pustakamuhibbin.club ~ Kiai Mas Alwi bin Abdul Aziz adalah salah satu pendiri Nahdlatul Ulama yang jarang diketahui. Kiai Mas Alwi bersama Kiai Abdul Wahhab Hasbullah dan Kiai Ridlwan Abdullah, ketiganya bergerak secara aktif sejak NU belum didirikan. Menurut keluarga Kiai Ridlwan Abdullah, yang pertamakali mengusulkan nama “Nahdlatul Ulama” adalah Kiai Mas Alwi. Namun Kiai Mas Alwi hampir tak disebut dalam beberapa sejarah NU, mungkin karena beliau tidak dikarunia keturunan dan dikeluarkan dari silsilah keluarga, sebagaimana yang akan disampaikan nanti.

Tidak ada data yang pasti mengenai kelahiran Kiai Mas Alwi. Hanya ditemukan petunjuk dari kisah Kiai Mujib Ridlwan bahwa ketiga kiai sahabat tersebut di atas adalah orang-orang yang tidak terlalu jauh jaraknya dalam hal usia. Disebutkan bahwa di awal-awal berdirinya NU yakni tahun 1926, usia Kiai Ridlwan 40 tahun, Kiai Wahab 37 tahun dan Kiai Mas Alwi 35 tahun. Dengan demikian, Kiai Mas Alwi diperkirakan lahir pada sekitar tahun 1890-an. Kiai Mas Alwi merupakan putra kiai besar kala itu, yaitu KH. Abdul Aziz, keturunan dari Sunan Ampel Surabaya.

Ketiga kiai di atas bukan sosok yang baru bersahabat ketika mendirikan sekolah Nahdlatul Wathan, namun jauh sebelum itu, ketiganya telah bersahabat sejak berada di Pesantren Mbah Kholil Bangkalan Madura. Kiai Ridlwan mengisahkan kepada putranya, Kiai Mujib, bahwa Kiai Wahab dan Kiai Mas Alwi adalah dua kiai yang sudah terlihat hebat sejak berada di pesantren, baik kecerdasan  dan kepandaiannya. Dua kiai tersebut kemudian melanjutkan ke Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo, kemudian ke Makkah termasuk juga Kiai Ridlwan Abdullah.

Kiai Mas Alwi bersama Kiai Ridlwan Abdullah, Kiai Wahab Hasbullah dan saudara sepupunya, Kiai Mas Mansur, turut membidani berdirinya sekolah Nahdlatul Wathan. Kiai Mas Mansur yang kemudian menjadi kepala sekolah sebelum terpengaruh pemikiran pembaharuan Islam di Mesir yang akhirnya menjadi pengikut Muhammadiyah.

Namun, setelah tersiar kabar bahwa Kiai Mas Alwi ikut kerja dalam pelayaran, maka beliau dipecat dari sekolah tersebut. Akan tetapi sepulang dari Eropa beliau diterima kembali mengajar di Nahdlatul Wathan, dan justru Kiai Mas Mansur yang akhirnya dipecat oleh para kiai karena telah terpengaruh pemikiran Muhammad Abduh.

Saat merebaknya isu “Pembaharuan Islam” (Renaissance), Kiai Mas Mansur, adik sepupu Kiai Mas Alwi mempelajarinya ke Mesir, kepada Muhammad Abduh. Maklum, Mas Mansur adalah keluarga yang mampu secara finansial sehingga dapat mencari ilmu ke Mesir. Sementara Kiai Mas Alwi bukan dari keluarga yang kaya. Oleh karenanya Kiai Mas Alwi berkata,“Apa sih yang sebenarnya dicari oleh Adik Mansur ke Mesir? Renaissance atau pembaharuan itu tempatnya di Eropa.”

Maka Kiai Mas Alwi pun berusaha untuk mengetahui apa sebanarnya renaissance ke Eropa. Saat itu beliau pergi ke Belanda dan Prancis dengan mengikuti pelayaran. Di masa itu, orang yang bekerja sebagai pelayaran mendapat stigma yang sangat buruk dan memalukan bagi keluarga. Sebab pada umumnya pekerja pelayaran selalu melakukan perjudian, zina, mabuk dan perbuatan buruk lainnya. Sejak saat itulah keluarga Kiai Mas Alwi mengeluarkannya dari silsilah keluarga dan ‘diusir’ dari rumah.

Setiba di tanah air, Kiai Mas Alwi dikucilkan oleh para sahabat dan tetangganya. Akhirnya Kiai Mas Alwi membuka warung kecil di daerah Jl. Sasak, dekat wilayah Ampel untuk berjualan memenuhi hajat hidupnya. Mengetahui beliau datang, Kiai Ridlwan mendatanginya, lalu Kiai Mas Alwi berkata, “Kenapa Kang, sampean datang ke sini, nanti sampean akan dicuci pakai debu sama kiai-kiai lainnya, sebab warung saya ini sudah dianggap mughaladzah.”

Kiai Ridlwan menjawab, “Dik Mas Alwi, sebenarnya apa yang sampean lakukan sampai pergi pelayaran ke Eropa?”

Kiai Mas Alwi menjawab, “Begini Kang Ridlwan. Saya ini ingin mencari renaissance, apa sih sebenarnya renaissance itu. Lah, Adik Mansur mendatangi Mesir untuk mempelajari renaissance itu salah, sebab tempatnya renaissance itu ada di Eropa. Coba sampean lihat nanti kalau Dik Mansur datang, dia pasti akan berkata begini, begini dan begini…” (maksudnya adalah kembali ke al-Quran dan hadits, tidak bermadzhab, tuduhan bid’ah dan sebagainya).

Beliau melanjutkan, “Renaissance yang ada di Mesir itu sudah tidak murni lagi Kang Ridlwan, sudah dibawa makelar. Lha orang-orang itu mau melakukan pembaharuan dalam Islam, apanya yang mau diperbaharui, Islam itu sudah sempurna, sudah tidak ada lagi yang diperbaharui. Al-Quran sudah jelas menyatakan: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. al-Maidah ayat 3).

Dari perjalanan beliau ke Eropa menemukan hakikat renaissance yang ada dalam dunia Islam, adalah upaya pecah belah yang dihembuskan oleh dunia Barat, khususnya Belanda dan Prancis. Lalu Kyai Ridlwan bertanya, “Dari mana sampean tahu?”

Kiai Mas Alwi menjawab, “Karena saya berhasil masuk ke tempat-tempat perpustakaan di Belanda.”

Kiai Ridlwan bertanya lebih jauh, “Bagaimana caranya sampean bisa masuk?”

Kiai Mas Alwi menjawab, “Dengan menikahi wanita Belanda yang sudah saya Islamkan. Dialah yang mengantar saya ke banyak perpustakaan. Untungnya saya tidak punya anak dengannya.”

Setelah Kiai Mas Alwi menceritakan perjalanan panjangnya ke Eropa, maka Kiai Ridlwan berkata, “Begini Dik Alwi, saya ingin menjadi pembeli terakhir di warung ini.”

Kiai Mas Alwi menjawab, “Ya jelas terakhir, Kang Ridlwan, karena ini sudah malam.”

Kyai Ridlwan berkata, “Bukan begitu. Sampean harus kembali lagi ke sekolah Nahdlatul Wathan. Sebab saya sekarang sudah tidak ada yang membantu. Kiai Wahab sekarang lebih aktif di Tashwirul Afkar. Sampean harus membantu saya.”

Di pagi harinya, sebelum Kiai Ridlwan sampai di sekolah, ternyata Kiai Alwi sudah ada di sekolah Nahdlatul Wathan. “Kok sudah ada di sini?” tanya Kiai Ridlwan.

Kiai Mas Alwi menjawab, “Ya, Kang Ridlwan, tadi malam saya tawarkan warung saya ternyata laku dibeli orang. Makanya uangnya ini kita gunakan untuk sekolah ini.”

Kedua kiai tersebut kemudian kembali membesarkan sekolah Nahdlatul Wathan.

Nama “Nahdlatul Ulama”

Sebagaimana disebutkan dalam kisah berdirinya NU oleh KH.R. As’ad Syamsul Arifin, sebelum 1926 Kiai Hasyim Asy’ari telah berencana membuat organisasi “Jam’iyyah Ulama”, atau perkumpulan ulama. Saat didirikan dan mau diberi nama, para kiai berpendapat dan mengusulkan nama-nama yang berbeda. Namun Kiai Mas Alwi mengusulkan nama “Nahdlatul Ulama”.

Mulanya, Kiai Hasyim Asy’ari yang memimpin rapat para ulama waktu itu menyerahkan kepada peserta yang hadir apa nama jam’iyyah ulama yang akan didirikan? Yang pertama mengusulkan nama adalah KH. Abdul Hamid Maskumambang Gresik dengan memberi nama Nuhudlul Ulama.

Dengan sangat apik, usulan ini diapresiasi dan dipertegas oleh Kiai Mas Alwi bahwa kebangkitan para ulama sudah terjadi jauh hari sebelum Komite Hijaz digelorakan. Hanya saja sifatnya belum terorganisir, belum masif dan belum serentak, juga masih banyak ulama yang sekadar berkecimpung dalam pondok pesantrennya saja atau mengurusi permasalahan lokal saja. Belum berfikir secara menyeluruh bersatu padu dalam satu gerakan.

Karena itu, jam’iyyah ulama yang akan dibentuk sebaiknya dinamai “Nahdlatul Ulama”.

Kiai Hasyim bertanya, “Kenapa ada Nahdlah, kok tidak Jam’iyah Ulama saja?”

Kiai Mas Alwi menjawab, “Karena tidak semua kiai memiliki jiwa Nahdlah (bangkit). Ada kiai yang sekadar mengurusi pondoknya saja, tidak mau peduli terhadap jam’iyyah.”

Dengan demikian Nahdlatul Ulama mengandung makna tersirat sebagai sebuah gerakan serentak ulama yang terkoordinasi dan gerakan bersama-sama yang terorganisasi dengan rapi dan teratur. Dan mewadahi semua ulama dan mengajak bangkit, mengajak bersatu kepada ulama yang belum bergabung dengan gerakan ini.

Semua kiai yang hadir pada masa itu langsung secara aklamasi menyetujui cetusan ini. Maka dengan demikian, dengan direstui oleh Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari berdirilah jam’iyyah Muslimin dengan nama Nahdlatul Ulama.

Kiprah Kiai Mas Alwi tidak kalah besar dengan para pendiri NU yang lain. Beliaulah yang menemukan akar masalah utama mengapa Nahdlatul Ulama harus didirikan. Yaitu karena adanya isu pembaharuan yang sebenarnya dihembuskan dari dunia Barat. Pengorbanan beliau dalam masalah ini tidak main-main, harus menanggung resiko besar dikeluarkan dari daftar keluarga sekaligus hak warisnya. Namun beliau tetap melanjutkan tekadnya tersebut.

Belum ada data yang pasti kapan Kiai Mas Alwi wafat. Namun beliau dimakamkan di pemakaman umum di Rangkah, yang sudah lama tak terawat bahkan pernah berada dalam dapur pemukiman liar yang ada di tanah kuburan umum. Saat itu KH. Asep Saefuddin, Ketua PCNU Kota Surabaya 1995-2000, mengerahkan Banser untuk menertibkan rumah-rumah yang merambah ke makam Kiai Mas Alwi. Maka sejak saat itu makam beliau mulai dibangun dan diberi pagar.(Dimoderasi dari tulisan KH. Ma’ruf Khozin oleh Syaroni As-Samfuriy

Pengakuan seorang Kader PKS

Pengakuan seorang Kader PKS

Testimoni ini ditulis oleh seorang mantan kader PKS dari UI bernama Arbania Fitriani, sebagai "note" pribadi di facebook

Pertama-tama, saya menuliskan pengalaman saya ini tidak untuk menjatuhkan atau menjelek-jelekkan salah satu partai besar di Indonesia. Saya hanya ingin berbagi pengalaman untuk menjadi bahan renungan para pembaca agar dapat lebih mengenal PKS dari dalam.

Tulisan ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengenal PKS secara objektif, agar rakyat Indonesia mengetahui apakah PKS benar-benar mengusung kepentingan rakyat Indonesia atau justru sedang mengkhianati masyarakat dan para kadernya sendiri dengan sentimen keagamaan serta jargon sebagai partai bersih. Sayangnya, banyak masyarakat dan orang-orang di dalam tubuh PKS ini pun tidak menyadarinya.

Bagian tersebut akan saya jelaskan secara singkat di akhir cerita saya, dan sekarang saya ingin berbagi dulu kepada para pembaca mengenai sistem pengkaderan PKS yang sangat canggih dan sistematis sehingga dalam waktu singkat membuatnya menjadi partai besar.

Saya waktu mahasiswa adalah kader PKS mulai dari 'amsirriyah sampai ke 'am jahriyah. Mulai dari saya masih sembunyi-sembunyi dalam berdakwah, sampai ke fase dakwah secara terang-terangan, sejak PKS masih bernama PK sampai kemudian menjadi PKS.

Dalam struktur pengkaderan PKS di kampus, ada beberapa lingkaran, yakni lingkaran inti yang disebut majelis syuro'ah (MS), lingkaran ke dua yakni majelis besar (MB), dan lingkaran tiga yang menjadi corong dakwah seperti senat (BEM), BPM (MPM), dan lembaga kerohanian islam.

Jenjangnya adalah mulai dari lembaga dakwah tingkat jurusan, fakultas, sampai ke universitas. Jika di universitas tersebut terdapat asrama dan punya kegiatan kemahasiswaan, maka di sana pun pasti ada struktur seperti yang telah saya terangkan.

Universitas biasanya akan berhubungan dengan PKS terkait perkembangan politik kampus maupun perkembangan politik nasional. Dari sanalah basis PKS dalam melakukan pergerakan-pergerakan politik dalam negeri atas nama mahasiswa baik itu yang berwujud demonstrasi ataupun pergerakan lainnya. Sistem pergerakan, pengkaderan, dan struktur lingkaran yang terjadi di dunia kampus sama persis dengan yang terjadi di tingkat nasional.

Kembali ke dalam struktur lingkaran PKS di kampus, orang-orang yang duduk di MS jumlahnya biasanya tidak banyak dan orang-orangnya adalah orang-orang yang terpilih. Kebanyakan yang menjadi anggota MS adalah mahasiswa yang memang sudah di kader sejak SMU. Tapi tidak banyak juga yang berhasil masuk ke dalam MS dari orang-orang yang telah dikader pada saat kuliah. Saya termasuk orang yang masuk ke dalam lingkaran MS yang baru di kader pada saat kuliah dan menduduki posisi sebagai mas’ulah di asrama UI sehingga saya punya akses langsung untuk berdiskusi dengan mas’ulah tingkat universitas. Dari sini juga saya akhirnya banyak tahu sistem dalam PKS meskipun saya pada tingkat fakultas hanya masuk sampai tingkat MB.

Dalam MS dan MB memiliki mas’ul (pemimpin untuk anggota ikhwan) dan mas’ulah (pemimpin untuk anggota akhwat). Masing-masing mas’ul(ah) ini membawahi MS secara keseluruhan dan ada juga mas’ul(ah) yang membawahi sayap-sayap dakwah yakni sayap tarbiyah (mengurusi pengkaderan khusus untuk ikhwah seperti pemetaan liqoat, materi liqoat, dll), sayap syiar (mengurusi syiar islam khususnya dalam lembaga kerohanian formal dan menjaring kaderbaru), dan sayap sosial & politik (mengurusi dakwah dalam bidang lembaga formal kampus yakni BEM dan MPM).

Di lingkaran ke dua adalah majelis besar, anggotanya adalah ikhwah yang sudah di kader juga dan tinggal menerima keputusan dari MS untuk dilaksanakan. Jadi, MS ini adalah think-tank dari seluruh kegiatan yang terjadi di kampus. Apabila kader PKS duduk sebagai ketua BEM/Senat atau MPM/BPM, maka semua kegiatannya harus mendapat ijin dari MS dan memang biasanya berbagai agenda di BEM/Senat dan MPM/BPM ini dibuat oleh MS.

Bagaimana sistem pengkaderan PKS itu sendiri? Bagaimana PKS mengubah seorang menjadi kader yang militant? Jalan pertama adalah menguasai Senat, BEM, BPM, dan MPM. Apabila lembaga formal ini sudah dikuasai maka akan mudah untuk membuat kebijakan terutama pada masa penerimaan mahasiswa baru.

Saat orientasi Mahasiswa baru biasanya mereka akan dibentuk kelompok kecil (halaqah)dan ikhwah PKS akan berperan sebagai mentor. Kegiatan ini akan berlanjut rutin selama masa perkuliahan di mana halaqah ini akan berkumpul 1 minggu sekali. Dari sinilah biasanya akan terjaring orang-orang yang kemudian akan menjadi ikhwan  militan, bahkan orang yang sebelumnya tidak pakai jilbab dan sangat gaul bisa menjadi seorang akhwat yang sangat pemalu namun juga sangat militan.

Agenda utama kami adalah membentuk Manhaj Islamiyah di Indonesia menuju Daulah Islamiyah (mirip dengan sistem Khilafah Islamiyah dari HTI). Doktrin utama dalam sistem jamaah PKS yang juga menamakan dirinya sebagai jamaah Ikhwanul Muslimin ini adalah “nahnu du’at qobla kulli sya’I” dan “sami’na wa ata’na”. Dua doktrin inilah yang membuat kami semua menjadi orang yang sangat loyal dan militan. Setiap instruksi yang diberikan dari mas’ul(ah) ataupun murabbi(ah) kami, akan kami pasti patuhi meskipun kami tidak benar-benar paham tujuannya. Seperti menyumbang, mengikuti demonstrasi, meskipun harus bolos kuliah, dll.

Selama saya aktif di pergerakan ini, saya melihat banyak sekali teman-teman saya yang berhenti menjadi Aktivis Dakwah Kampus (ADK). Dulu saya merasa kasihan dengan mereka, karena yang saya tahu – diberitahu oleh murabbi kami dan juga seringkali dibahas dalam taujih atau tausiyah (semacam kultum) – bahwa dalam jalan dakwah ini selalu akan ada orang-orang yang terjatuh di jalan dakwah, mereka adalah orang-orang futur (berbalik ke belakang).

Orang-orang ini biasanya kami label sebagai anggota “basah” (barisan sakit hati). Saya mempercayai semuanya sampai akhirnya saya pun merasa tidak cocok lagi untuk berada di sana dan memutuskan untuk keluar dari ADK padahal saya dulu sudah diproyeksikan sebagai ADK abadi (orang yang akan menjadi aktivis dakwah kampus selamanya dengan cara menjadi dosen atau karyawan tetap di kampus).

Ada beberapa alasan yang membuat saya mengambil keputusan untuk keluar, antara lain: Adanya ekslusivisme antara kami para ADK dengan orang-orang diluar ADK. Kami para ADK adalah orang-orang khos (orang khusus) dan mereka adalah adalah orang ’amah (orang umum). Orang khos adalah orang yang sudah mengikuti tarbiyah dan mengikuti liqo’at (semacam halaqah tapi lebih khusus lagi) dan orang ’amah adalah orang yang belum mengenal tarbiyah. Para ikhwah, terutama para ADK, tidak akan mau menikah dengan ’amah karena mereka dapat membuat orang khos seperti kami menjadi futur, bahkan bisa membuat kami terlempar dari jalan dakwah. Istilah khos dan a’amah ini membuat saya merasa tidak natural dan tidak manusiawi dalam menghadapi teman saya yang ’amah. Saya diajarkan bahwa mereka adalah mad’u (objek dakwah) saya. Jika saya bisa menarik mereka ke dalam sistem kami apalagi bisa menjadi ADK, maka kami akan mendapat pahala yang sangat besar. Saya merasa menjadi berdagang dengan teman saya yang dulunya sebelum menjadi ADK adalah sahabat saya. Saya merasa tidak memanusiakan teman saya dan lebih memandang mereka sebagai objek dakwah.

Dalam liqo’at ataupun dauroh saya juga ada beberapa hal yang membuat saya tidak sreg, seperti bahwa saya harus lebih mengutamakan liqo’at daripada kepentingan orang tua dan keluarga saya. Bahkan saya pernah diberitahu bahwa bila sudah ada panggilan liqo’at, meski orang tua saya sakit dan harus menjaganya, maka saya harus tetap datang liqo (entah mengapa selama beberapa tahun saya bisa menerima konsep yang kurang manusiawi ini). Hal lain adalah saya tidak boleh mengikuti kajian di luar liqo saya, padahal setahu saya bahwa kebenaran itu tidak hanya milik liqo saya, masih banyak sekali kebenaran di luar sana.

Bahkan buku bacaan pun diatur dimana ada banyak buku yang saya sangat berguna untuk menambah wawasan keislaman saya seperti buku yang mengajarkan tentang hakikat islam namun oleh murabbi saya dilarang. Untuk hal ini saya membangkang karena seandainya islam itu memang benar rahmatan lil alamin maka ilmunya pun pasti sangat luas dan tidak hanya monopoli orang-orang di PKS semata. Dan hal yang paling mengusik saya adalah selama saya mengaji di liqo ataupun mengikuti taujih dan taushiyah dalam syuro ataupun dauroh-dauroh (training) saya merasa lebih banyak diajarkan tentang kebencian terhadap agama atau aliran lain seperti bagaimana kejamnya kaum nashoro (nasrani) yang membantai saudara kami di Poso, Yahudi yang membantai saudara kami di Palestina, JIL yang memusuhi kami, NII yang sesat, teman-teman Salafi yang mengganggu kami, dst.

Sampai-sampai, akibat begitu terinternalisasinya hal tersebut, ketika saya mengikuti tarbiyah universitas dan sedang makan siang, saya dan teman-teman menganggap yang sedang kami makan dan telan itu adalah orang-orang Yahudi dan Nashoro. Doa-doa kami pun selalu secara khusus ketika qunut adalah untuk mujahid-mujahid di Palestina dan Afganistan (kadang saya berpikir kapan kita berdoa untuk pahlawan perjuangan di Indonesia yang telah menghadiahkan kemerdekaan terhadap kita). Sejujurnya saya lebih tersentuh dan bisa menangis tersedu-sedu ketika dibacakan ayat-ayat seperti dalam surat Ar-Rahman yang menceritakan Cinta-Ilahi ketimbang surah seperti Al-Qiyamah yang menceritakan azabNya.

Kebencian sangat bertentangan dengan hati nurani saya karena saya sangat percaya dengan ayat yang mengatakan bahwa rahmat AllahSWT lebih cepat dari murkaNya, yang artinya cinta Allah SWT seharusnya dapat menghapus kemarahanNya terhadap umat manusia. Inilah sebabnya mengapa di sini hati saya merasa sangat kering saat mengikuti tausiyah dan taujih yang senantiasa bercerita tentang peperangan dan kebencian.
Semua ganjalan-ganjalan yang saya rasakan akhirnya meledak ketika saya kemudian tahu dari sumber yang terpercaya dalam pemerintahan, juga dari petinggi PKS sendiri, tentang agenda yang tidak pernah saya ketahui sebelumnya dan pastinya juga tidak diketahui oleh orang-orang se-level saya atau bahkan pun pengurus inti PKS.

AGENDA UTAMA PKS

Agenda utama PKS adalah menghancurkan budaya Indonesia melalui invasi budaya Arab Saudi.

Banyak sekali indikasi yang saya rasakan langsung pada saat menjadi ADK seperti upaya kami untuk menghalang-halangi acara seni, budaya, musik, dll. Hingga berbagai upaya kami agar bisa memboikot mata kuliah ilmu budaya dasar (IBD).

Saya ingat dulu, karena saya begitu termakan doktrin bahwa mata kuliah IBD tidak berguna dan bisa melemahkan iman, saya seringkali membolos kalau ada latihan menari sampai saya sempat dibenci teman-teman saya.

Kembali kepada agenda PKS ini sebagai perpanjangan tangan dari Kerajaan Saudi, tujuan utamanya adalah agar kekuasaan Arab bisa mencapai Indonesia mengingat satu-satunya sumber devisa Arab adalah minyak yang diperkirakan akan habis pada tahun 2050 dan melalui jamaah haji.

Indonesia adalah negara yang sangat kaya sumber daya alam dan merupakan umat muslim terbesar di dunia. Bahkan jika seluruh umat muslim di timur tengah disatukan, umat muslim Indonesia masih jauh lebih banyak. Untuk itu, agar dapat bertahan secara ekonomi, maka Arab Saudi harus bisa merebut Indonesia dan cara yang paling jitu adalah melalui invasi kebudayaan.

Islam dibuat menjadi satu dengan kebudayaan Arab, sehingga budaya Arab akan dianggap Islam oleh masyarakat Indonesia yang relatif masih kurang terdidik dan secara emosional masih sangat fanatik terhadap agama.

Ketika kebudayaan lokal sudah bisa dihilangkan dan kebudayaan Arab yang disamarkan sebagai Islam dapat berkuasa, maka orang-orang akan menjadi begitu fanatik buta bahkan fundamentalis dan tidak bisa lagi mengapresiasi agama lain dan budaya lokal. Lalu, bila kebudayaan Nusantara sudah sampai dianggap musyrik atau bid’ah, maka saat itulah NKRI akan bubar.

Orang-orang yang pulaunya dihuni oleh mayoritas non muslim atau yang masih memegang budaya lokal di Indonesia akan meminta merdeka. Pulau-pulau di Indonesia akan terpecah belah dan pada saat itulah orang-orang ini akan bagi-bagi “kue”.

Peta rencananya adalah bagian pulau di Indonesia yang mayoritas Islam akan dikuasai oleh Arab. Sedangkan daerah yang penduduknya mayoritas kristen akan dikuasai oleh Amerika. Lalu, daerah-daerah yang mayoritas penduduknya beragama Hindu, Buddha, Animisme, dll., akan dikuasai oleh Cina.

Tidak banyak orang PKS yang tahu soal ini, hanya segelintir saja yang memahaminya. Mereka menduduki posisi-posisi strategis dalam pemerintahan agar dapat lebih memudahkan agendanya. Sentimen keagamaan terus dipakai untuk meraih simpati masyarakat. Sehingga berbagai produk kebijakan seperti Perda Syariat, UU APP, dll. yang rata-rata hanya sekedar mengurus masalah cara berpakaian semata akan dengan bangganya diterima oleh masyarakat muslim yang naif sebagai keberhasilan Islam.

Masyarakatkita lupa bahwa sampai saat ini PKS belum menghasilkan produk yang dapat memajukan ekonomi, menyelesaikan permasalahan kesehatan, pendidikan, pencegahan bencana alam, korupsi, trafficking, tayangan TV yang semakin memperbodoh masyarakat, dan permasalahan lain yang lebih riil dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita ketimbang sekedar mengatur cara orang dewasa berpakaian dan berperilaku.

Jangan terburu-buru apriori dan menganggap tulisan mengenai pengalaman saya ini adalah black campaign. Renungkan dengan hati nurani yang dalam. Tidak ada kepentingan saya selain hanya menyampaikan kebenaran.

Saya tahu resiko apa yang ada di hadapan saya dan siapa yang saya hadapi. Tapi saya lebih takut menjadi bagian dari orang yang zalim, karena tahu kebenaran, namun tidak bersuara. Rasa cinta saya bagi negeri yang sudah memberi saya kehidupan ini menutupi rasa takut saya. Saya yakin siapa yang berjalan dalam kebenaran maka kebenaran akan melindunginya.

Buat rekan saya, murabbi saya, sahabat-sahabat saya dulu sesama ikhwah, saya mencintai kalian semua dan akan terus mencintai kalian. Saya berharap, persaudaraan kita tetap terjalin karena bukanlah partai atau agama yang mempersaudarakan kita, tapi karena kita satu umat manusia, anak cucu Adam. Kalau bahasa teman saya, kita menjadi saudara karena kita menghirup udara yang sama, makanya kita disebut “sa-udara”. Semoga pengalaman saya ini dapat menjadi bahan renungan para jamaah “fesbukiyah” dalam menentukan pilihan pemimpin yang akan membawa kapal Indonesia menuju masyarakat yang bahagia, makmur dan sentosa, yang memiliki jati diri dan menghargai kebudayaan nusantara.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10156002695745690&id=533735689

Sunday, February 4, 2018

DOA BAHASA JAWA

*Azizihasbulloh*

DOA BAHASA JAWA
Dari para ulama kita

Berikut ini adalah contoh doa berbahasa Jawa yg diijazahkan oleh para Kyai dari berbagai daerah di Jawa.

1. KH. Ahmad Abdul Haq meriwayatkan bahwa KH. Dalhar Watucongol Magelang mempunyai doa agar tekun bekerja dan diberi kelapangan rizki.

“Allahumma ubat-ubet, biso nyandang biso ngliwet. Allahumma ubat-ubet, mugo-mugo pinaringan slamet. Allahumma kitra-kitri, sugih bebek sugih meri. Allahumma kitra-kitri, sugih sapi sugih pari.”

(Allahumma ubat-ubet, punya baju punya nasi. Allahumma ubat-ubet, semoga diberi selamat. Allahumma kitra-kitri, kaya bebek dan anaknya. Allahumma kitra-kitri, kaya sapi kaya padi)

2. KH. Achmad Chalwani Nawawi mempunyai doa yg terkait dgn keamanan.

“Bismillahirrahmānirrahim. Kun Fayakun, rinekso dhening Allah, jinogo dhening moloekat papat, pinayungan dhening poro nabi, Laa ilaha illallah Muhammadur Rasulullah.”

(Bismillahirrahmanirrahim. Kun Fayakun, dikehendaki oleh Allah, dijaga oleh 4 malaikat, dipayungi oleh para Nabi, Laa ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah)

3. KH. Ma’ruf Kedunglo mempunyai doa suwuk untuk bekal pasukan Hizbullah dan ditiupkan ke air.

“Allahumma sallimnaa minal bom wal bedil wal bunduq wal martil wa uddada hayatina”

(Ya Allah selamatkan kami dari bom dan senapan dan meriam dan jagalah hidup kami)

4. KH. Bisri Musthofa meriwayatkan doa dari KH. Kholil Kasingan Rembang sebuah doa agar berhasil menyapih bayi.

“Bismillahirrahmanirrahim. Cerma ratu, si bayi laliyo duduh susu, ilingo sego lan banyu, adem asrep, saking Allah Ta’ala, Laa ilaaha illallah, Muhammadur Rasulullah”

(Bismillahirrahmaanirrahiim, Cerma ratu, si bayi lupakan air susu, ingatlah nasi dan air, adem asrep, dengan kehendak Allah Ta’ala, Laa ilaaha illallah, Muhammadur Rasulullah)

5. KH. Bisri Musthofa juga meriwayatkan doa dari KH. Ma’ruf Kedunglo, doa agar orator dan orang berpidato diberi kelancaran.

“Bismillahirrahmanirrahim, sang manik cemar uripmu wus kacekel. Diluk dingkul katungkul dingkul (diwoco ping 3 tanpo ambekan)

Laa ilaaha illallah, Muhammadur Rasulullah”
(Bismillahirrahmaanirrahim, sang manik cemar hidupmu sudah kupegang.
Diluk dingkul katungkul dingkul (dibaca 3 kali tanpa bernafas) Laa ilaaha illallaah, Muhammadur Rasulullah”.

Dari sini, kita tidak perlu takut atau ragu berdoa. Gunakan bahasa apapun yg kita bisa, yakin kepada Allah SWT akan menerimanya.

Semoga bermanfaat.
Penulis : Tim Sarkub

Saturday, February 3, 2018

Mengapa Saya Perlu Fanatik NU?*

Copas

*Mengapa Saya Perlu Fanatik NU?*

*HARLAH NU KE 92*

Orang boleh bilang, NU hanya organisasi, kenapa harus Fanatik NU?

Boleh saja orang bilang begitu, jika dia tidak sadar sejarah, tidak sadar  khazanah keilmuan Islam di Nusantara, jika tidak tahu kearifan muslim Nusantara, jika tidak memahami "partarungan" yg nyaris merobohkan Indonesia...

*Pertama Sejarah:*

*A*

Pada tahun 1924-1925 keluarga Saud menaklukkan Hijaz. Mereka melarang selain mazhab Hambali berlaku di Makah dan Madinah. Ini terjadi intoleransi  yg akut.
Komite Hijaz (cikal bakal NU) meminta raja Saud agar mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi'i dibolehkan di Haromain.

Dalam rangka "pemurnian Islam" wahabi membongkar situs-situs Islam, seperti makam para Sohabat, para wali. Bahkan kubah makam Rasululloh SAW pun hendak mereka bongkar, namun tidak jadi karena perjuangan NU.

*B*

Sejarah kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari mobilitas masa yg menjadi milisi dan pejuang kemerdekaan, oleh kiyai kiyai Pesantren NU.
Sudah jadi rahasia umum: *Siapa penggerak resolusi jihad yg menimbulkan perang akbar melawan sekutu di Surabaya 10 November?* Bung Tomo itu santri NU.

*C*

Pada tahun 1960 Bung Karno mengakomodasi PKI dalam politik NASAKOM  (Nasionalisme, Agama, Komunis). Nasionalis diwakili PNI, Komunis diwakili PKI dan agama diwakili NU.
Semua organisasi agama saat itu tidak mau gabung Nasakom. Alasannya: Politik sesat dan membahayakan.
NU tahu itu. Tapi kalau dibiarkan komunis menempel bung Karno, siapa yg akan menghalangi dan meminimalisir??

Maka NU walau pun waktu itu KH Syaekhu *difitnah penjilat pantat Soekarno.* Terus menempel Soekarno. Alasannya sangat ushuli:

ارتكاب أخف الضررين
"Memilih kemadaratan yg minim dari dua madarat."

Ternyata cukup berhasil.

*D*

Di era ORBA, NU awalnya bernafas lega bisa join dg regim Soeharto, setelah bersama ABRI menghabisi PKI. Tapi ternyata pahit. Soeharto banyak menghabisi NU. Mencurigai NU yg jadi lumbung partai PPP, dan anti GOLKAR partai pemerintah. Banyak muballig NU yg ditangkap karena kritis pada pemerintah.
Baru pada tahu 90-an Soeharto mendekati NU karena ditinggalkan Amerika, paska bubarnya Uni Sovyet.
Dan di awal tahun 80-an saat deparpolisasi, NU lah yg pertama menerima asas tunggal PANCASILA.

*E*

Ketika reformasi bergulir, Indonesia oleh Barat nyaris dikatakan *bubar.* Kepemimpinan BJ Habibi membuat desintegrasi; lepasnya Timor Leste.

Gus Dur jadi presiden dg jurus jurus "dewa mabuk" sulit dipahami rakyat. Tapi ia menyelamatkan Indonesia tetap menjadi Indonesia. Sekarang terasa ketika Gus Dur tiada: Syi'ah sulit dikendalikan, radikalisme merangkak membengkak, kristenisasi semakin marak. Gus Dur menghentikan syi'ah dengan kata-kata: "Syi'ah itu NU plus imamah, NU itu syi'ah minus imamah". (hingga orang syi'ah tertipu dg tdk mau dakwah syi'ah). Kristenisasi dibendung dg tipuan Gus Dur: semua agama benar (para misionaris kendur dlm misi kristenisasinya). Itulah Gus Dur...

*Era Jokowi*

Radikalisme mengancam NKRI semakin terasa dan memfakta. Pemerintah berlindung kepada NU. Dan NU kembali dirasakan kehadirannya.

*Hari Ini*

Hari ini berbondong bondong dari berbagai negara datang: ingin belajar berislam alaa NU. Karena Islam di Timur Tengah rentan dengan konflik. Gampang *dibikin jadi pemberontak terhadap pemerintahnya yg sah* contoh: Suriah, Irah, Libya, Yaman, dan yg "hanet hanet jahe" di Saudi, Mesir dll...
Pulang: mereka mendirikan NU. Sudah lebih 46 cabang NU di luar negeri. Bahkan Singapura pun datang bertanya menelisik ttg Islam alaa NU.

*Khazanah Keilmuan NU*

Di manakah pusat NU?
Di semua Pesantren NU!!!
Di sana diajarkan kitab-kitab keislaman berstandar Sunni Internasional:
Jurumiyah, Kailani, Alfiyah, Jauhar Maknun, Mugni Labib, Sulam Munauroq. Waroqot, Jam'ul Jawami. Ihya Ulumidin, Hikam, Jalalain dll sudah jadi khas kitab kitab Pesantren NU.
*Dan kitab-kitab tersebut jadi pegangan pula di Universitas al Azhar Mesir.*
Oleh karena itu, maka ketika mutamar NU, datanglah mbah mbah ulama Timur Tengah: Syeikh Wahbah Zuhaili imam Nawawinya jaman now pun datang, dan juga syeikh syiekh lainnya.
Apa Anda meragukan keilmuan orang NU dalam keilmuan Islam??? Cari ormas selain NU di Indonesia yg mengajarkan dan cakap baca kitab *Jam'ul Jawami imam Subki?*

Kiyai-kiyai kita pada cakap ilmu ilmu nahwu, sorof, balaghoh, ushul fiqih, mantiq, fiqih dan tafsir: ilmu syari'at. Lalu mereka mengamalkan dengan ilmu hakikat, thoriqoh, ilmu tasawwuf... Mereka orang NU. Dan saya sadar jika harus mempertahankan dan membela NU...

NU adalah perahu besar. Kata santri Jombang: KH Hasyim Asy'ari sebelum mendirikan NU, solat istikhoroh 3 tahun!!!

*Selamat HARLAH NAHDLOTUL ULAMA ke 92

Ulama adalah pewaris para Nabi, kami mengikutimu, mendoakanmu dan di belakangmu!!

Thursday, February 1, 2018

Cerita di balik logo dan panji NU

Cerita di balik logo dan panji NU

Setelah Nahdlatoel Oelama (NU) dideklarasikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 dengan berbagai aral melintang yang ada namun berhasil dilalui, Kyai Wahab Hasbullah pun memanggil Kyai Ridlwan Bubutan Surabaya.

“Yai, jenengan kulo tugasi ndamel gambar lambang lan panji nipun NU geh. Jenengan damel sing sahe, enak didelok, mboten mboseni lan mpun ngantos niru saking lintune. Saget geh, Yai?”
“Geh yai, insya Allah .. sendiko dawuh”

Di tengah tugas berat dari Kyai Wahab Hasbullah itu, Kyai Ridlwan pun mencoba keras untuk memikirkan gambar logo yang pas untuk jadi lambang NU. Maklum, kriteria yang disampaikan Kyai Wahab Hasbullah memang cukup berat; bagus, enak dipandang, tidak membosankan dan tidak boleh meniru dari gambar dan logo simbol manapun.

Maka di tengah kebingungan, beristikhorohlah Kyai Ridwan untuk menjalankan perintah Kyai Wahab Hasbullah itu. Hingga setelah istikhoroh sebanyak 3 kali, Allah pun memberikan petunjuk kepada Kyai Ridwan “ru’ya shodiqoh” dengan ditampakkan gambar dan panji yang sekarang menjadi lambang dan logo NU itu di langit ketika beliau tidur setelah menjelankan sholat istikhoroh.

Begitu bangun, Kyai Ridwan pun menggambar apa yang beliau lihat di langit dalam mimpi beliau itu dalam sketsa kertas lengkap dengan warna hijau yang Allah berikan petunjuknya melalui mimpi beliau itu. Lalu disodorkanlah gambar sketsa panji NU itu kepada Kyai Wahab Hasbullah.

“Kok sahe yai, niru saking pundi jenengan?”
“Boten niru yai. Kan jenengan sampun dawuh boten pareng niru saking gambar pundi kemawon?”
“Ah, mboten mungkin yai. Jenengan niki mesti niru”
“Saestu yai, boten niru”
“Geh mustahil yai, wong sahene ngaten kok mboten niru”

Kyai Ridlwan pun akhirnya bercerita kepada kyai Wahab Hasbullah bahwa gambar itu adalah hasil istikhoroh beliau selama 3 hari berturut-turut hingga Allah menampakkan gambar itu di langit saat beliau mimpi dan beliau pun mencontoh persis sama di kertas yang disodorkan kepada Kyai Wahab Hasbullah.

“Lha, berarti jenengan niku lak niru tho, Yai?. Niru saking gusti Allah?”
“Hehe .. Njeh yai, pangapunten”
“Sahe pun Yai. Sakniki monggo gambar niku dipun salin ten kain, ben tambah sahe”

Sreeeeet ____________

Menurut cerita, untuk mencari kain yang hijaunya sama persis seperti yang digambarkan dalam mimpi istikhoroh itu, Kyai Ridwan pun keliling Surabaya hingga pelosok-pelosok, namun tak kunjung bisa menemukan. Hingga beliau pun baru menemukan setelah keliling di toko-toko kain di depan pasar besar Malang (pertokoan kain cina Tolaram).

Hingga setelah simbol logo NU itu disalin di kain dan dijadikan panji resmi NU, Kyai Ridlwan sebenarnya belum mengerti apa maksud dan arti dari simbol NU itu karena beliau hanya ditugasi Kyai Wahab untuk mencipta dan membuat gambar saja. Justru yang bisa mengartikan dan menjelaskan arti dari simbol dan logo NU itu secara ‘jlentreh’ adalah Kyai Wahab Hasbullah ketika beliau diundang ke istana oleh Presiden Soekarno dan diminta untuk bisa menjelaskan makna dan arti dari simbol NU itu.

“Bumi itu melambangkan kemakmuran. Hijau itu melambangkan kedamaian sebagaimana Rasulullah Saw contohkan melalui simbol serban hijau beliau. Tali tampar itu adalah simbol ikatan persaudaraan umat Islam yang kukuh. Bintang besar di atas adalah simbol dari Rasulullah Saw dan ajarannya, karena NU adalah jam’iyah ahlus sunnah wal jamaah. Sedangkan empat bintang di sampingnya adalah simbol para Khulafaur Rosyidin. Manakala empat bintang di bawah adalah simbol dari empat Imam madhab yang dianut oleh NU. Dan jika dijumlah, bintang itu semuanya ada 9, yang menyimbolkan bahwa NU adalah jam’iyah yang menjaga dan melestarikan ajaran wali songo sampai kapanpun” papar Kyai Wahab Hasbullah menjelaskan logo NU hingga membuat presiden Soekarno terpukau mendengarnya.

Maka jangan aneh jika menurut riwayat, pada tahun 1946 ketika Muktamar NU yang ke 16 diselenggarakan di Purwokerto dimana Hadlrotus Syaikh Hasyim Asyari tetap terpilih menjadi Rais Akbar Nahdlotoel Ulama, presiden Soekarno yang hadir pun menyampaikan pidatonya:

“Andai harus merangkak, saya akan tetap menghadiri acara muktamar ini, demi menunjukkan kecintaan saya pada NU”

Sreeeeet ______________

Inilah sekelumit cerita Kyai Mujib Ridlwan putera dari Kyai Ridlwan Bubutan Surabaya yang dikenal sebagai pencipta simbol dan panji NU yang menceritakan asbabul wurud simbol dan logo NU yang indah dan memiliki makna yang dalam itu.

Lahul fatihah...