Hari raya yang akan datang diperkirakan bertepatan dengan hari Jum’at. Apabila hari Jum’at bertepatan dengan hari raya, maka hukum shalat Jum’at diperselisihkan oleh para ulama menjadi empat mazhab:
Pertama, menurut mazhab Imam Syafi’i yang kita ikuti, bagi penduduk kota atau yang rumahnya sekitar Masjid tempat berlangsungnya shalat Jum’at, hukumnya wajib shalat Jum’at. Sedangkan bagi penduduk desa atau pedalaman, apabila mereka menghadiri shalat hari raya dan kembali dari kota menuju pedalaman sebelum tergelincirnya Matahari, maka tidak wajib shalat Jum’at.
Kedua, mazhab Imam Ahmad bin Hanbal, penduduk kota maupun penduduk desa tidak wajib shalat Jum’at, tetapi diganti dengan shalat dhuhur.
Ketiga, mazhab Imam Atha’, tidak wajib shalat Jum’at dan tidak wajib shalat dhuhur. Langsung shalat ashar saja. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Sayidina Ali dan sahabat Abdullah bin al-Zubair radhiyallaahu ‘anhum.
Keempat, mazhab Imam Abu Hanifah, semua wajib shalat Jum’at secara mutlak, baik penduduk kota maupun penduduk desa.
Referensi:
Sayyid Abdurrahman al-Masyhur, Bughyah al-Mustarsyidin juz 1 hlm 612
Al-Sya’rani, al-Mizan al-Kubra juz 2 hlm 166-167
Ibnu Qudamah, al-Syarh al-Kabir juz 5 hlm 260
Ibnu Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar, juz 5 hlm 98
Pendapat Sayidina Ali diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf [5731]
Pendapat sahabat Ibnu al-Zubair diriwayatkan oleh al-Nasa’i juz 3 hlm 194 dan al-Hakim juz 1 hlm296.
No comments:
Post a Comment