Saturday, June 2, 2018

ISBAL atau Celana melebihi mata kaki.

ISBAL atau Celana melebihi mata kaki.

Intinya isbal itu haram ☞ Disebabkan beriringan dgn sifat *Khuyala', tanpa khuyala' itu tidak lah haram.
Apabila bersih dari hadast (khusus dalam pakaian penggunaan beribadah).

↓↓
Pada suatu ketika Ibnu Umar bertemu dengan seorang pemuda di masjid,  pemuda tersebut menyeret pakaiannya (isbal) sampai di lantai masjid. Lalu Ibnu Umar menggerutu, lihat apa yang dilakukan pemuda itu, andai saja aku kenal lebih dekat pasti aku akan menasehatinya.

Mendengar ini orang-orang berkata kepada Ibnu Umar: Ya, Abu Abdurrahman (panggilan Ibnu Umar) apakah engkau tidak mengenalnya, bukankah ia itu Muhammad bin Usamah bin Zaid bin Harits.

Perawi (Abdullah bin Dinar) mengatakan: Kemudian Ibnu Umar menggeleng-gelengkan kepalanya seraya memukul-mukul tangannya pada tanah. Lalu ia berkata; aduhai, andaikata Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam melihatnya pasti beliau mencintainya. [HR. Imam Bukhari]

Qultu: Imam Bukhari meletakkan atsar ini pada manakib Usamah bin Zaid. Disini perlu dibicarakan bahwa yang dimaksud poin pembahasan bukan permasalah isbal (yang dianggap mutlak haramnya oleh kaum Wahabiyah). Meskipun, dibenarkan jika maksud Imam Bukhari memberikan kelonggaran pada masalah isbal.

Selain itu Imam Bukhari juga sengaja meletakkan kata Ibnu Umar sebagai ukuran alim-alimnya ilmu fikih di zamannya. Ini penting karena disini Ibnu Umar mengisaratkan apa yang disaksikan jika disaksikan Rasulullah "andai kata Rasulullah melihatnya pasti mencintainya".

Jika kalimat akhir "la ahabbahu" hibb ar-rasulillah disini asalnya cinta, sebagaimana sebutan Zaid bin Harits dan putranya Usamah bin Zaid. Maka kenapa dengan Zaid bin Harits? Perlu anda ketahui bahwa Zaid bin Harits namanya diabadikan didalam QS: 33 (al-Ahzab): 37. Beliau adalah putra angkat Rasulullah Shalallahu'alaihi wasalam. Yaitu, ketika Zaid putra angkat Rasulullah telah mentalak istrinya (Zaenab bintu Jakhsyin) kemudian Rasulullah mendapatkan wahyu supaya mempersunting Umm al-Mukminin Zaenab bintu Jakhsyin.

Kita kembali pada Muhammad bin Usamah/cucu Zaed bin Harits dan Ibnu Umar diatas. Disini para Ulama mengomentari perlunya dzuqiyah (kedalaman hati) dalam menyampaikan ilmu. Karena tanpa dzuqiyah ilmu tidak akan berkesesuaian pada maksud ilmu itu sendiri, bukan yang penting disampaikan. Jika tidak demikian, tentunya Ibnu Umar sudah menasehati Muhammad bin Usamah bin Zaid bin Harits.

Perlu anda ketahui juga bahwa Usamah putra Zaid atas pernikahan dengan Ummu Ayman/ ibu susuan Rasulullah. Selain kedekatan secara emosional Usamah dan begitu juga Zaid bin Harits adalah panglima perang yang tersohor membela kaum muslimin dibarisan Rasulullah dalam memerangi kebatilan kaum musyrikin Quraisy, demi menegakkan kalimat-kalimat Allah.

By: MyBrother Ulinuha Asnawi

No comments:

Post a Comment