Bagaimana hukum Uzlah & Khalwat, berikut kedudukannya?
al-HamdulilLāh. Pertanyaan ini sangat bagus dan sebenarnya ‘di dalam hati’ pertanyaan ini muncul disetiap ghirah (semangat) dzikir memuncak, terutama bagi yang belum menemukan guru petunjuk (mursyid). Dari ini, banyak yang menuntut ilmu tahunan tapi gamang mendekte dirinya dalam dzikir.
Perlu diketahui bahwa Uzlah lebih umum dari pada Khalwat. Tujuan Uzlah sendiri tidak lain kecuali ‘selamat’ dari fitnah dunia ketika banyak terjadi kefasidan, dan keburukan tak terhindarkan (tidak sedang membicarakan buruknya zaman ini). Akan tetapi Uzlah sendiri memilki syarat yang tidak terhindarkan, yaitu cukupnya ilmu keimanan (tauhid) dan keislaman (syareat). Syarat ini jelas sangat mendasar. Jika Anda berdiam diri dalam kebodohan maka tunggulah saat kebinasaan. Oleh karenanya dalam Minhaj-nya al-Ghazali menuturkan dua dasar ilmu ini adalah fardlu ‘ain (wajib bagi setiap Umat Islam) baru-lah mengetahui ajaib al-Qalb (hal ihwal tentang hati). Lalu apakah ada kemanfaatan jika Uzlah (menutup diri) dalam kebodohan?.
Syarat Uzlah selanjutnya adalah tidak membawa suu’ ad-dzann (buruk sangka) terhadap oranglain dalam Uzlah-nya. Kenapa demikian? Karena dalam Uzlah menekankan ‘keselamatan’ sedangkan berburuk sangka adalah membinasakan diri dalam keburukan oranglain. Bagaimana mungkin mencari keselamatan dalam kebinasaan?
Kemudian, Syarat setelahnya adalah bersifat ubudiyah. Jika memungkinkan ‘tidak meninggalkan shalat berjama’ah’ dan tidak merasa cukup (berlepas diri) atas ibadah fardiyah.
Beberapa Ulama menambahkan tidak meninggalkan berkumpul (ikhtilath) dengan orang-orang saleh. Barangkali ini menyalahi makna dari Uzlah itu sendiri akan tetapi pada kenyataannya berkumpul dengan orang-orang saleh adalah sebagai mir’ah (kaca benggala) kebaikan untuk mu’tazil (orang-orang yang sedang Uzlah).
Khalwat: lebih khusus dari pada Uzlah. Bedakan dengan tujuan Uzlah. Khalwat tujuan utamanya adalah membersihkan jiwa (tahdzib an-Nafs), membersihkan hati sekaligus mencemerlangkannya supaya terbuka dinding (hijab) penghalang antara mukhtalith (orang yang khalwat) dengan Tuhannya, sekaligus memutus keterkaitan dengan makhluk, sehingga pada puncaknya adalah tidak ada sedikitpun terlintas kecuali Allah. Rabbuna.
Syarat Uzlah juga termasuk Syarat Khalwat, dengan menambahkan: Tidak adanya kesempurnaan kecuali dengan bimbingan guru petunjuk (mursyid). Akan tetapi jika tidak ditemukan guru petunjuk (mursyid) yang memiliki jadzbah ilahiyah (kesenangan tulus di dalam hati semata² karena Allah) dalam hatinya, maka diperbolehkan khalwat dengan ketentuan memiliki bashirah (mata hati) yang bersih, himmah aliyah (mulia-nya tujuan), serta kuatnya hati. Karena, fatal akibatnya jika kesalahan yang terjadi disini.
Yang lazim dalam kesempurnaan khalwat, dibutuhkan setidaknya empat puluh hari. Akan tetapi beberapa Ahlul Haqiqah menyatakan cukup dengan tiga, tujuh atau sepuluh hari. Bahkan ada yang menganjurkan sampai seratus dua puluh hari. Khusus pembahasan ini untuk keterangan yang lebih, bisa dilihat dalam al-‘Awarif karya filsuf Suhrawardi. qaddasal-Lahu sirrah wa nawwara dlarihah.
Beberapa Ahlul Haqiqah diantaranya Abdullah bin Abdul Karim al-Alaidarus menyebutkan dengan ringkas tatacara khalwat. Yaitu; Murid memasuki khalwatnya di malam Jum’ah, dengan mendawamkan lapar, berpuasa, menghidupkan malam dengan talazum berdzikir, kemudian tawajuh (menghadap Allah) dan terus bertawajuh. Jika dibenarkan, khalwat Anda akan menemukan dirisendiri dihadapan Allah Yang Maha Menyaksikan, paling rendah dengan segala rasa butuh dan kekurangan (al-Iftiqar wa adz-Dzill) di hadapan-NYA.
Wal-Lahu ‘ala kull sya’i SYAHID.
Ulinuha Asnawi: Tulisan ini mengiringi bebepa penanya yang sering masuk dalam kontak inbok. Semoga tidak salah dalam menempatkan ilmu. Dan perlu menjadi perhatian bahwa selain keterangan guru, tulisan ini juga disertai banyak refrensi kitab-kitab klasik seperti karya Suhrawardi, Syaikh Abdul Qadir al-Jilany, al-Ghazali, Ibnu Athailah, Ibnu Arabi, dan al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad.
Jika dibenarkan tulisan ini, maka semata-mata Ulama-ulama itulah yang perlu mendapatkan sanjungan. Jika terdapat kesalahan, sungguh nafsu memang mengiringi meski dalam anggapan kebaikan. Pikirku kuwalitas tulisan, hanya yang mengingatkan akhirat dan sejengkal melupakan duniawi.
Wal-Lahu Waliyyuna ila sawa as-Sabiil. Semoga selalu mendapatkan petunjuk dan hidayah-Nya dalam setiap nafas yang dihembuskan.
No comments:
Post a Comment