URAIAN SHALAWAT NARIYAH DAN LAIN-LAIN
Jawaban Terhadap Kaum Wahabi
Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata:
إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَحْسِنُوا الصَّلاةَ عَلَيْهِ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْرُوْنَ لَعَلَّ ذَلِكَ يُعْرَضُ عَلَيْهِ، فَقَالُوْا لَهُ: فَعَلِّمْنَا، قَالَ: قُوْلُوْا: اللَّهُمَّ اجْعَلْ صَلَوَاتِكَ وَرَحْمَتَكَ وَبَرَكَاتِكَ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَإِمَامِ الْمُتَّقِيْنَ وَخَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ إِمَامِ الْخَيْرِ وَقَائِدِ الْخَيْرِ وَرَسُوْلِ الرَّحْمَةِ، اللَّهُمَّ ابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا يَغْبِطُهُ بِهِ اْلأَوَّلُوْنَ وَاْلآخِرُوْنَ. حديث صحيح رواه ابن ماجه (906)، وعبد الرزاق في المصنف (3109) وأبو يعلى في مسنده (5267)، والطبراني في المعجم الكبير (9/115)، وإسماعيل القاضي في فضل الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم (ص/59)، وذكره الشيخ ابن القيم في جلاء الأفهام (ص/36).
“Apabila kalian bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka buatlah redaksi shalawat yang bagus kepada beliau, siapa tahu barangkali shalawat kalian itu diberitahukan kepada beliau.” Mereka bertanya: “Ajari kami cara shalawat yang bagus kepada beliau.” Beliau menjawab: “Katakan, ya Allah jadikanlah segala shalawat, rahmat dan berkah-Mu kepada sayyid para rasul, pemimpin orang-orang yang bertakwa, pamungkas para nabi, yaitu Muhammad hamba dan rasul-Mu, pemimpin dan pengarah kebaikan dan rasul yang membawa rahmat. Ya Allah anugerahilah beliau maqam terpuji yang menjadi harapan orang-orang terdahulu dan orang-orang terkemudian.”
Hadits shahih diriwayatkan oleh Ibnu Majah (906), Abdurrazzaq (3109), Abu Ya’la (5267), al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir (9/115) dan Ismail al-Qadhi dalam Fadhl al-Shalat (hal. 59). Hadits di atas juga disebutkan dan dishahihkan oleh Ibnu al-Qayyim –ideolog kedua faham Wahhabi– dalam kitabnya Jala’ al-Afham (hal. 36 dan hal. 72).
Hadits mauquf di atas memberikan beberapa pesan kepada kita berkaitan dengan baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bacaan shalawat kepada baginda.
Pertama, anjuran membaca shalawat kepada baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan redaksi yang baik yang tidak diajarkan oleh baginda.
Kedua, hadits tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup di alam barzakh dan mengetahui shalawat yang kita baca kepada baginda.
Ketiga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan merasa senang apabila susunan shalawat yang kita baca menggunakan redaksi yang baik.
Keempat, susunan shalawat itu dianggap baik apabila disisipkan kalimat-kalimat pujian kepada baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menyebutkan sifat-sifat baginda yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadits.
Kelima, di antara sifat-sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah, baginda merupakan pemimpin orang-orang yang bertakwa, pamungkas para nabi, hamba dan rasul-Nya, pemimpin dan pengarah kebaikan dan rasul yang membawa rahmat.
Keenam, memuji dan mengagungkan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bacaan shalawat, bukan termasuk perbuatan bid’ah. Justru merupakan perbuatan yang terpuji, karena meneladani al-Qur’an al-Karim yang banyak memberikan pujian kepada baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangkaian ayat-ayat-Nya.
Ketujuh, mengagungkan dan memuliakan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah perintah Allah subhanahu wa ta’ala dalam al-Qur’an dengan firman-Nya:
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (8) لِتُؤْمِنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (9)
Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)-nya, membesarkan-nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang. (QS al-Fath : 8-9).
Ketika menafsirkan ayat tersebut, al-Imam al-Baghawi berkata dalam tafsirnya:
(إنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا لِتُؤْمِنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ) أَيْ تُعِينُوهُ وَتَنْصُرُوهُ، (وَتُوَقِّرُوهُ) تُعَظِّمُوهُ وَتُفَخِّمُوهُ هَذِهِ الْكِنَايَاتُ رَاجِعَةٌ إلى النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، (وَتُسَبِّحُوهُ) أَيْ تُسَبِّحُوا اللهَ يُرِيدُ تُصَلُّوا لَهُ، (بُكْرَةً وَأَصِيلاً)
(Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan) membantu dan menolong Rasul, (dan membesarkannya), mengagungkan dan membesarkan Rasul. Beberapa kinayah ini kembali kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Dan bertasbih kepada-Nya) yakni bertasbih kepada Allah, maksudnya menunaikan shalat kepada-Nya (di waktu pagi dan petang). (Al-Baghawi, Ma’alim al-Tanzil, juz 7 hlm 299).
Berdasarkan penafsiran di atas, ayat tersebut memberikan beberapa pesan:
1) Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar supaya orang-orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
2) Agar orang-orang yang beriman menolong dan menguatkan, mengagungkan dan membesarkan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3) Agar orang-orang yang beriman bertasbih kepada Allah, yaitu menunaikan shalat di waktu pagi dan petang.
Perintah mengagungkan dan membesarkan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam ayat di atas, oleh para ulama dilakukan, antara lain melalui sisipan pujian-pujian kepada baginda dalam bacaan shalawat-shalawat yang mereka susun.
Kedelapan, kalimat-kalimat pujian kepada baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dicontohkan oleh para ulama sejak generasi sahabat, seperti dalam shalawat yang disusun oleh Abdullah bin Mas’ud, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas radhiyallaahu ‘anhum dan para ulama generasi berikutnya.
Kesembilan, kalimat-kalimat pujian dalam bacaan shalawat tersebut, memiliki dasar yang kuat dalam al-Qur’an dan hadits, baik secara tersurat maupun tersirat, atau secara tekstual maupun kontekstual.
Kesepuluh, kalimat-kalimat pujian kepada baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bacaan shalawat yang disusun oleh para ulama, seperti shalawat Nariyah, shalawat Thibbil Qulub, shalawat al-Fatih dan lain-lain, juga memiliki dalil-dalil yang kuat dalam al-Qur’an dan hadits.
Kesebelas, umat Islam yang mengamalkan berbagai macam shalawat yang disusun oleh para sahabat dan para ulama, menjadi bukti bahwa mereka benar-benar Ahlussunnah Wal-Jamaah, karena mengikuti jejak para sahabat dan kaum salaf yang memang diperinahkan oleh baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kedua belas, manhaj pemikiran para sahabat seperti Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas dan lain-lain yang menganjurkan membaca shalawat yang disertai dengan pujian kepada baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu lebih menentramkan dan menenangkan hati kami daripada manhaj para tokoh Wahabi yang melarang shalawat tersebut, seperti Ibnu Baz, al-Albani, al-‘Utsaimin, al-Fauzan dan lain-lain.
Ketiga belas, berkaitan dengan khasiat-khasiat bacaan shalawat tersebut, kami juga meyakini memang benar-benar ada dan terbukti. Demikian ini juga sesuai dengan apa yang dikatakan oleh para ulama, termasuk oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya Jala’ al-Afham dan Zad al-Ma’ad. Sedangkan orang-orang yang tidak percaya dengan khasiat bacaan-bacaan shalawat, kami anggap sebagai orang-orang yang kurang banyak belajar ilmu agama.
Keempat belas, membaca shalawat dengan shalawat susunan para ulama, sudah pasti mendapatkan pahala yang melimpah. Karena selain pahala shalawat, juga terdapat pahala memuji, mengagungkan dan membesarkan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diperintahkan dalam al-Qur’an dan dicontohkan oleh para sahabat radhiyallaahu ‘anhum.
Kelima belas, kita dianjurkan untuk menyenangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan memuji, mengagungkan dan membesarkan baginda melalui bacaan shalawat, karena bacaan shalawat tersebut akan sampai kepada baginda, sebagaimana diterangkan dalam hadits-hadits shahih. Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment