Wednesday, May 31, 2017

Kontribusi NU untuk indonesia

ANDA DIBUBARKAN? UMAT YANG MINTA!

1. Siapa yang berjuang menumpas penjajah Jepang?

Jawabannya: NU, melalui barisan Hizbullah dan lainnya.

2. Siapa yang membumikan nama Indonesia dan mengusulkan Ir. Soekarno sebagai pemimpin?

Jawabannya: NU, melalui muktamar Banjarmasi sebelum kemerdekaan.

3. Siapa yang berijtihad bahwa Indonesia adalah negara Darussalam yang harus diperjuangkan?

Jawabannya: NU, melalui Bahtsul Masail dipenghujung tahun 1930-an.

4. Siapa yang mengeluarkan resolusi Jihad?

Jawabannya: NU, melalui fatwa Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari tanggal 22 Oktober. Memicu kejadian bersejarah tanggal 10 November.

5. Siapa yang menengahi perseteruan Nasionalis dan Islamis saat membuat dasar negara?

Jawabannya: NU, melalui sosok KH. Wahid Hasyim yang saat itu mengambil lima intisari Piagam Madinah.

6. Siapa yang meminta negara tetap mengayomi umat Islam pasca penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Pancasila?

Jawabannya: NU, tatkala KH. Wahid Hasyim meminta dibentuk Departemen Agama.

7. Siapa yang dulu menetralisir kebijakan berbau komunisnya Bung Karno?

Jawabannya: NU, saat Kyai Wahab secara gesit masuk dalam barisan Nasakom untuk menghadang PKI mempengaruhi Soekarno.

8. Siapa yang menjaga keutuhan negara dan ikut bertempur saat Komunis melajalela?

Jawabannya: NU, melalui santri pondok dan barisan Pagar Nusa. Sebab waktu itu sasarannya adalah Kyai pondok.

9. Siapa yang berijtihad saat asas tunggal diberlakukan negara?

Jawabannya: NU, dimasa Kyai Ahmad Siddiq secara gesit menerima asas tunggal Pancasila dengan dalil-dalil sharih.

10. Siapa yang meminta pemerintah mengayomi seluruh ormas Islam di Indonesia?

Jawabannya: NU, melalui sosok KH. Ibrahim Hosen (ayahnya Gus Nadirsyah Hosen yang dituduh syiah, liberal, anti-Islam, wa akhawatuha itu) melalui usulan dibentuknya MUI. Beliau juga yang meletakkan dasar-dasar ijtihad ijtima'i ala NU dalam tubuh MUI.

Sekelompok orang yang organisasinya dibubarkan berteriak lantang, "negara jangan semena-mena membubarkan kami, ingat, umat Islamlah yang memperjuangkan negara ini dari masa ke masa!!"

Jangan hanya like, kopi langsung kirim ke yang lain...Biar ngerti tentang perjuangan NU

#NUsaklawase

Nafsu, Allah dan puasa

Al-Arif bilLah mengatakan, ketika Allah MENCIPTAKAN akal. Kemudian ditanya, man ANA wa man anti: AKU ini siapa dan engkau ini siapa wahai akal? ANTA RABBii wa ana 'abduka: ENGKAU adalah Tuhanku dan aku adalah hambaMU.

Lalu Allah 'Azza wa Jall MENCIPTAKAN nafsu dan ditanya dengan pertanyaan yang sama. Nafsu dengan congkak menjawab ana ana wa anta anta: Aku adalah aku dan ENGKAU adalah ENGKAU. Ia tiada sesikitpun mengakui yang HAQ, Alllah RABBunaa AL-HAQ.
Kemudian Allah memerintahkan Malaikat, supaya nafsu dimasukkan ke neraka jahannam selama seratus tahun. Setelah dikeluarkan dari neraka, lalu ditanya dengan pertanyaan yang sama, dan nafsu-pun masih dengan kecongkaannya menjawab "ana ana wa ANTA ANTA"

kemudian dimasukkan lagi ke-neraka juu' (neraka lapar) selama seratus tahun. Setelah dikeluarkannya dari neraka lapar, ia ditanya dengan pertanyaan yang sama. Karena lapar dan lemas si nafsu mengatakan "ana 'abduka wa ANTA RABBii" Aku adalah hambaMU dan ENGKAU adalah TUHANku, dengan demikian Alllah RABBuna 'Izzah menetapkan ibadah puasa.

Intaha..  Demikian adalah tujuan puasa, tidak lain selain beribadah lILLAH juga sebagai pelatihan diri supaya mengakui kebesaran ALLAH RABBuna Al-'Izzah. Semoga puasa kita tidak sekedar mengganti jadwal makan, dari siang ke malam. WalLahu 'alam bish shawab.

KISAH MURID SYEH ABDUL QODIR AL JAELANI DAN RAJA JIN


.
Ulama Baghdad meriwayatkan :
.
Bahwa di Baghdad ada seorang ulama', seusai sholat Jum'at berangkatlah ia diiringi para santri-santrinya berziarah ke pemakaman untuk membacakan surat fatihah dan dihadiahkan kepada arwah muslimin. Ini beliau lakukan setiap jum'at
Di tengah perjalanan ia menemukan seekor ular hitam yang sedang melata. Dipukulnya ular itu dengan tongkat sampai mati. Setelah ular dibunuh langsung saja alam sekitar daerah itu diliputi kabut kelam dan menjadi gelap.
.
Para santrinya tambah terkejut karena gurunya mendadak hilang. Mereka berusaha mencari ditiap-tiap tempat namun tidak ditemukan. Tiba-tiba gurunya muncul kembali dengan pakaian serba baru. Mereka heran, dan segera menghampiri gurunya sambil menanyakan kejadian yang dialaminya.
Kemudian diceritakannya bahwa asal kejadian itu begini permulaannya:
.
"Tadi waktu cuaca gelap, aku dibawa oleh Jin menuju sebuah pulau. Lalu aku dibawa menyelam kedasar laut menuju suatu daerah kerajaan jin, dan aku dihadapkan kepada sang
raja jin. Pada waktu aku bertemu, ia sedang berdiri di atas singgasana mahligai kerajaannya.
.
Dihadapannya membujur sesosok mayat di atas panca persada yang sangat indah bentuknya. Kepala mayat itu pecah, darah mengalir dari tubuhnya.
Sejurus kemudian sang raja jin bertanya kepada pengawalnya yang membawa aku: "Siapa orang yang kau bawa itu?".
Para pengawalnya menjawab : "Inilah orang yang telah membunuh putera tuanku raja".
.
Lalu raja jin menatap tajam padaku dengan muka marah. Wajahnya merah padam, dengan geramnya raja jin menghardikku: "Mengapa kamu membunuh anakku yang tidak berdosa? Bukankah kamu lebih tahu tentang dosanya membunuh, padahal kamu katanya seorang ulama' yang mengetahui masalah-masalah hukum?!", Dia berkata
dengan suara lantang muka berang menakutkan.
Segera aku menjawab menolak tuduhan itu: "Perkara membunuh anakmu aku tolak, apalagi yang namanya membunuh, bertemu mukapun aku belum pernah."
.
Raja jin menjawab :"Kamu tidak bisa menolak, ini buktinya, para saksinya juga banyak!".
Lalu dengan tegas tuduhan itu kusanggah: "Tidak, tidak bisa, semuanya bohong, itu fitnah semata!".
Para saksi jin mengusulkan supaya raja memeriksa darah yang melekat diujung tongkatnya. Lalu sang raja bertanya: "Itu darah apa yang ada ditongkatmu?".
.
Aku menjawab: "Darah ini bekas cipratan darah ular yang kubunuh". Raja jin berkata dengan geramnya: "Kamu manusia yang paling bodoh. Kalau kamu tidak tahu ular itu anakku!".
Dikala itu, aku bingung tidak bisa menjawab lagi, sehingga aku pusing, bumi dan langit terasa sempit karena sulit mencari jalan pemecahannya.
.
Raja jin melirik kepada seorang hakim selaku aparatnya seraya berkata: "Manusia ini sudah mengakui kesalahannya, ia telah membunuh anakku, kamu harus segera memutuskan hukumannya yaitu ia harus dibunuh!".
.
Setelah jatuh keputusan, aku diserahkan kepada seorang algojo. Pada waktu kepalaku akan dipancung, algojo sedang mengayunkan pedangnya kearah leherku, tiba-tiba muncul seorang laki-laki tampan bercahaya sambil berseru: "Berhenti! Sekali-kali jangan kau bunuh orang ini, ia murid Syekh Abdul Qodir", sambil matanya menatap raja jin dengan sorotan tajam. Lalu ia berkata: "Coba apa jawabanmu kepada Syekh kalau beliau marah padamu karena membunuh muridnya?".
.
Raja jin melirik ke arahku sambil berkata: "Karena aku menghormati dan memuliakan Syekh, dosamu yang begitu besar kuampuni, dan kamu bebas dari hukuman. Tetapi sebelum kau pulang, kamu harus jadi imam sholat untuk menyembahyangkan mayat anakku almarhum dan bacakan istighfar mohon diampuni dosanya".
.
Setelah selesai menyembahyangkan, pada waktu pulang aku diberi hadiah pakaian bagus dan diantarkan ketempat semula tadi".
.
Sumber : Tafrijul khotir halaman 34
.
Wallohu a'lam
.
Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
.
Silahkan Tag & share ~
========================
Please Like and Follow :
.
Fanspage Facebook :
=> Video Dakwah Islami
=> Dakwah Para Habaib dan Ulama Was Sholihin
Instagram : @dakwah_ulamaku

Ke mekah berjalan kaki

Mochammad Khamim Setiawan (28) bukan siapa-siapa. Bukan orang kaya atau orang penting di negeri ini. Dia hanyalah pemuda biasa asal Pekalongan. Tapi keberanian dan semangatnya, sampai membuat orang luar negeri terbengong-bengong.
Ya, nama Mochammad Khamim Setiawan tiba-tiba nongol di media yang berbasis di Dubai, Khaleejtimes.
Luar biasa dan mengharukan.
Dia bertekad naik haji dengan jalan kaki, dari Pekalongan ke Arab Saudi! Khamim memulai perjalanannya dari Pekalongan pada 28 Agustus 2016 lalu.
Ia melewati berbagai negara dengan berjalan kaki. Jalan Kaki Indonesia-Mekkah, Kisah Pemuda Pekalongan ini Bikin Haru Warga Timur Tengah.
Tentu saja, terkecuali menyeberangi lautan atau selat, yang tak mungkin dilakukannya tanpa naik ferry atau kapal.
Istirahat di masjid, menumpang di rumah orang yang bermurah hati, sampai bermalam di hutan sudah biasa ia lakukan.
Tak disangka, usahanya yang terkesan mustahil itu, tak lama lagi membuahkan hasil. Pada 19 Mei 2017, ia telah tiba di Abu Dhabi, Uni Emirat arab. Kepada Khaleej Times, Khamim menceritakan perjalanannya. Khamim meyakini bahwa berjalan kaki adalah keutamaan dalam menunaikan ibadah haji.
Ini yang menjadikan alasan baginya untuk melakukan perjalanan dahsyat ini.


Menguji kekuatan fisik dan spiritual merupakan alasan utamanya untuk berjalan kaki.
Yang luar biasa lagi, selama perjalanan, Khamim menjalankan ibadah puasa setiap hari. Kebiasaan berpuasa setiap hari, kecuali di hari besar agama Islam, telah ia lakukan selama lima tahun terakhir.
Kondisinya yang berpuasa, membuatnya hanya berjalan di malam hari. Dalam kondisi fisik yang baik, ia dapat menempuh perjalanan sepanjang 50 kilometer dalam semalam. Bila ia lelah, ia 'hanya' bisa menempuh 15 kilometer. Tuhan seakan melindungi Khamim.
Selama perjalanan ini, ia hanya dua kali mengalami sakit yaitu ketika ia di Malaysia dan India. Khamim tak membawa banyak uang. Tapi nyatanya, ia kerap mendapat bantuan tak terduga di jalanan. Yang mengharukan, ia juga kerap mendapat bantuan dari orang yang berbeda agama.
"Saya tak pernah meminta-minta, namun saya selalu bertemu orang yang memberi makanan dan bekal lain," jelasnya.
"Saya disambut di kuil Budha di Thailand, diberi makanan oleh warga desa di Myanmar, bertemu dan belajar dengan ilmuwan muslim berbagai negara di sebuah masjid di India, dan berteman dengan pasangan Kristen asal Irlandia yang bersepeda di Yangon," kisahnya, sebagaimana dikutip dari Good News From Indonesia.
Khamim meyakini, berhaji bukan melulu beribadah dengan Tuhan. Tapi berinteraksi dengan manusia dari berbagai keyakinan berbeda. Menumbuhkan rasa toleransi, menurutnya juga merupakan bentuk kepatuhan kepada Tuhan.
Doping Khamim sederhana saja, campuran air dan madu untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Dua potong kaos dan celana, dua pasang sepatu, sejumlah kaos kaki, sejumlah pakaian dalam, sebuah kantung tidur dan tenda, sebuah lampu, telepon pintar dan GPS, adalah seluruh barang yang ia bawa. Hanya itu.
Seluruh perlengkapan dimasukkan dalam sebuah tas punggung yang di luarnya terpasang sebuah bendera Indonesia berukuran kecil. Ia pun membuat tulisan : "I'm on my way to Mecca by foot" atau "Aku dalam perjalanan ke Mekkah berjalan kaki".
Bila sesuai rencana, perjalanan panjang Khamim ini akan berakhir di Mekkah pada 30 Agustus 2017, atau sehari sebelum Idul Adha, tepat setahun perjalanannya. Menurut media yang berbasis di Uni Emirat Arab, Khaleej Times, Konjen Indonesia yang berada di Dubai, Murdi Primbani telah menyambut kedatangan Khamim. Murdi mengatakan, Khamim adalah teladan bagi orang muslim Indonesia, yang mengajarkan kesederhanaan, spritualitas, dan bertekad kuat.
Kisah Khamim memang membuat banyak orang tak percaya. Jalan Kaki Indonesia-Mekkah, Kisah Pemuda Pekalongan ini Bikin Haru Warga Timur Tengah.

Tuesday, May 30, 2017

Kajian Puasa Ramadlan Dalam Perspektif Historis

[Kajian Puasa Ramadlan Dalam Perspektif Historis]

AlhamdulilLah Berkah ramadlan, semoga menjadikan ramadlan yang berkah. Dalam riwayat Abu Dawud dengan isnadnya dari Sahabat Muadz bin Jabal dan Abu Layla ~radlialLahu ‘anhumaa wa ardlah~ , bahwa ia mengatakan;

كان رسول الله صل الله عليه وسلم، يصوم ثلاثة أيام من كل شهر ، ويصوم يوم عاشورآء
Bahwa, rasulullah shallalLahu ‘alaihi wa sallam itu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, dan beliau juga berpuasa ‘asyuraa’ (hari ke-10).

Ulama hadits memahami, bahwa 3 hari ini adalah tanggal 11,12 dan 13. Adapun ‘asyura seperti yang dijelaskan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Syarh Bukhari-nya, dengan menyitir perkataan az-Zaid bin Munir ~rahimahumalLah~ bahwa yawm ‘aasyura adalah malam tanggal 10 bulan muharam. Seperti riiwayat imam al-Hadits Bukhari (baca shahih bukhari) dari perkataan Umm al-mu’mini Aisyah ~radlialLahu ‘anhuma~ bahwa demikian adalah puasa umat islam sebelum turun ayat puasa ramadlan.

... عن عائشة رضي اللله عنها، قالت : كانوا يصومون عاشورآء قبل أن يفرض رمضان، وكان يوما تستر فيه الكعبة، فلما فرض الله تعالى رمضان، قال رسول الله صل الله عليه وسلم:  من شآء أن يصومه فليصمه، ومن شآء أن يتركه فليتركه.
Dari perkataan Umm al-Mukminin Aisyah ~radlialLahu ‘anha~ “Umat Islam dulunya berpuasa Asyuraa’ sebelum diwajibkan puasa ramadlan, yaitu dihari ditutupnya ka’bah. Kemudian setelah Allah ‘Azza wa Jall mewajibkan puasa ramadlan, bersabda rasulullah: siapa yang menginginkan berpuasa maka berpuasalah dan yang menginginkan tidak berpuasa maka tidak-lah berpuasa”

Perhatikan sabda nabi diatas “siapa yang menginginkan berpuasa maka berpuasalah.. dstnya” Hal ini menunjukkan puasa ramadlan belum diwajibkan secara mutlak. Lebih spesifik dijelaskan dalam riwayat Abu Dawud dalam sunan-nya dan juga dinukil an-Nawawi dalam Majmuk-nya, bahwa setelah hadits ini dilanjutkan dengan sabda nabi:

... فمن شاء أن يصوم صام، ومن شآء أن يفطر  ويطعم كل يوم مسكينا أجزأه ذالك.
Siapa yang menginginkan berpuasa maka berpuasalah, dan barangsiapa yang ifthar (baca: berbuka/tidak berpuasa) maka (bersedekah dengan) memberikan makan setiap hari (puasa ramadlan yang ditinggalkan) kepada orang miskin diperbolehkan.

Dalam riwayat lain disebutkan rukshah (kebolehan) memilih antara berpuasa dan bersedekah ini selama satu haul (tahun). al-Imam Nawawi dalam Majmuknya mengatakan, bahwa hadits diatas adalah penjelasan dari QS: al-Baqarah, ayat: 183-184. Beliau juga mengatakan riwayat hadits Abu Dawud adalah mursal, karena terdapat isnad hadits Mu’adz bin Jabal dan Ibnu Abu al-Layla, bahwa keduanya tidak pernah bertemu langsung.

Kejelasan kejadian ini juga diceritakan oleh al-Bukhari dalam kitab shahihnya, dengan menukil ucapan Abu Layl, ia mengatakan “telah menceritakan kepadaku ashhab nabi shalallallahu ‘alaihi wa sallam, ayat ramadlan telah turun,umat islam diperkenankan memilih antara berpuasa dan bersedekah dengan hitungan setiap hari-nya. Dengan menceritakan QS al-Baqarah 183, kemudian ayat ini di naskh (dihapus secara ketetapan hukum) dengan ayat setelahnya, “wa an tashumu khairuln lakum” (jika kalian berpuasa, maka lebih baik bagi kalian). Demikian, adalah perintah al-Qur’an untuk berpuasa.

al-Imam Nawawi dalam Majmuknya, berikut diikuti Ulama Syafi’iyah dan selainnya. Dari ayat al-Qur’an diatas berikut asbab an-Nuzul ayat, dan hadits nabi; baik riwayat yang shahih dari al-Bukhari ataupun hadits mursal Abu Dawud diatas. Mereka istidlal (mengambil dalil) wa al-Muhtajjin (berhujjah) bahwa Nabi berpuasa dan mendapati ramadlan selama sembilan tahun. Dengan alasan bahwa kewajiban puasa ramadlan pada bulan Sya’ban tahun ke-dua setelah hijrah ke-Madinat ar-Rasul (Yatsrib). Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam wafat pada bulan Rabi’ul Awal tahun ke-11 setelah hijrah beliau.

Sebelumnya, umat islam yang telah memenuhi sarat kewajiban puasa ramadlan, diwajibkan imsak (mencukupkan diri) dari makan, minum dan jimak, mulai dari tidur malamnya atau dalam waktu isya akhirah. Kemudian, ketentuan hukum ini di nasakh dengan diperbolehkannya semua (baca; makan, minum dan jimak) setelah fajar (waktu subuh) baik orang tersebut tidur malam ataupun tidak. seperti sekarang ini.

Demikian kajian puasa dalam historisnya, semoga bermanfaat dan menambah wawasan baru. Sedangkan bagi yang menginginkan merujuk keterangan Majmuk Lin Nawawi. Bisa dikaji Ulang dalam Juz ke-6. Hal: 251. Cet, Maktabah al-Irsyad. al-‘Arabiyah as-Su’udiyah. Dengan Pentahqiq Muhammad Najib.

Ulinuha Asnawi
WalLahu a’lam bish-Shawab

AKHLAQ YG HAMPIR PUNAH

KH. Utsman Hasanutsman

AKHLAQ YG HAMPIR PUNAH

Sayyiduna Muawiyah pernah suatu saat membuat Sayyiduna Ahnaf bin Qays naik darah (beliau salah seorang petinggi di kubu Sayyiduna Imam Ali) yg sehingga dari lisannya keluar bahasa dg nada ancaman.

Bukan Sayyiduna Muawiyah namanya kalau tidak bisa mengatasi masalah seperti ini, Politikus kelas kakap itu dg cepat merayu Sayyiduna Ahnaf supaya memaafkan ucapan-ucapannya yg membuat dia marah, Sayyiduna Ahnaf pun dalam waktu yg bersamaan langsung memaafkan sang Amirul Mukminin Sayyiduna Muawiyah, dia berkata:

"Tidak pernah saya melihat seseorang yg maafnya sangat dekat dg marahnya kecuali dari dirimu".

Sayyiduna Ahanf bin Qays menimpali:

"من استغضب فلم يغضب فهو حمار، ومن استرضى فلم يرض فهو شيطان، وأنا أعوذ بالله من أن أكون حمارا أوشيطانا"

"Barang siapa yg ketika di buat marah tidak marah maka dia keledai, dan siapa saja yg minta direlekan tidak merelakan maka dia syetan, dan saya berlindung pada Allah dari menjadi himar atau syetan". 

Disarikan dari kitab : Maqoomatul Ulama karya Imam Ghozali.

Sunday, May 28, 2017

Bisa Jadi Janda Sekaligus Duda

Bisa Jadi Janda Sekaligus Duda
Senin, 29 May 2017

Oleh DAHLAN ISKAN

BANYAK pertanyaan yang diajukan ke saya. Khususnya dari golongan Tionghoa. Tetap amankah kami di Indonesia? Apakah benar Indonesia akan jadi Syria? Dan seterusnya.

Kalau kita ikuti media sosial, memang gawat. Seolah-olah. Serba-serem. Seolah-olah. Misalnya, sampai soal kuburan ayahanda Ahok di Belitung. Kuburan itu dirusak warga. Seolah-olah. Seperti pasti dan nyata. Disertai foto kaca pecah di bingkai foto ayah Ahok di batu nisannya. Lalu, saudara kandung Ahok digambarkan merasa terkucil. Pindah ke NTT. Yang mayoritas Kristen.

"Sudah Anda cek kebenarannya?" tanya saya. "Tolong jangan percaya dulu. Mungkin memang betul. Tapi mungkin saja tidak betul," jawab saya.

"Saya akan kirim wartawan ke kuburan tersebut segera. Sabar ya," pinta saya.

Golongan Tionghoa dan saya memang seperti sudah tidak berjarak. Apa saja biasa dicurhatkan kepada saya. Termasuk soal-soal yang sensitif seperti itu. Yang ngeri-ngeri. Kuburan orang tua termasuk bagian yang bisa membakar emosi.

Celoteh kebencian di media sosial (medsos) pun juga di-forward ke saya. Misalnya, soal kafir itu harus dibunuh. Soal meme gambar monyet. Dan banyak lagi.

Mereka tahu saya pribumi. Jawa. Islam. Dari pesantren. Bahkan pimpinan Pesantren Sabilil Muttaqin. Yang mengelola 120 madrasah. Yang pada tahun 1948 sangat menderita. Seluruh kiai pesantren kami dibunuh PKI. Korban PKI itu adalah pakde-pakde saya. Dimasukkan sumur. Hidup-hidup. Mereka juga tahu istri saya pribumi. Suku Banjar. Dari Kalimantan. Berjilbab.

Tapi, mereka juga tahu bahwa saya adalah ketua umum Barongsai Indonesia. Sudah aktif di barongsai sejak Orde Baru. Sejak barongsai masih dilarang. Saat itu saya juga belum tahu politik. Salah satu doa saya masih angudzubillahiminapolitikkotor.

Saya juga ikut di Yayasan Chengho. Istri saya anggota paduan suaranya. Saya sering tersenyum melihat istri manggung bersama para wanita Tionghoa. Kadang istri saya berbaju cheongsam. Menyanyikan lagu wo ai ni. Kadang yang Tionghoa berkerudung. Melantunkan salawat badar.

Diketahui juga bahwa saya sering ikut misa saat perayaan Natal. Ikut Imlek-nya Matakin. Ikut Waisak-nya Buddha. Buddha aliran apa saja. Termasuk ikut Buddha Tzu Chi.

Suatu saat saya diminta memberi sambutan atas nama umat Buddha. Di depan Presiden SBY. Yang belum jadi atasan saya. "Sampeyan ini memang Buddh-Is," celetuk menteri agama saat itu, Maftuh Basyuni. "Singkatan Buddha Islam," tambahnya, lantas tersenyum.

Merasa tidak ada jarak, curhat personal seperti berikut ini pun bisa terjadi. Yang awalnya membuat perasaan saya risi. Lalu saya sadari. Oh... iya. Agama kami tidak sama. Kultur kami berbeda. Ya sudah. Saya dengarkan saja. Dengan perasaan biasa. Inilah kisahnya:

"Untung lho Pak, ibu saya itu suka judi," katanya penuh semangat. Wajahnya penuh rasa bahagia. Aneh, pikir saya. Ibunya suka judi kok untung. Ibunya itu sudah tua. Sudah 76 tahun. Janda. Sendirian.

"Kenapa beruntung?" tanya saya.

"Saya tidak perlu menemani ibu terus. Saya bisa kerja. Tiap hari saya tinggal memberi uang sekian juta. Ibu saya bisa sibuk sehari penuh. Bersenang-senang. Berjudi dengan teman-teman seusianya," katanya. Dia gembira. Sudah merasa bisa berbakti kepada ibunya. Membahagiakannya.

Lain lagi dengan isi curhat di saat politik panas seperti belakangan ini. Semua berkaitan dengan politik. Termasuk kuburan tadi. Dan hubungan antar-ras. Mereka memang mengidolakan Ahok. Ada yang sampai nangis-nangis saat Ahok kalah. Hanya Ahok-lah orang hebat itu. Seolah-olah.

Saya juga suka Ahok. Mata Najwa pernah menggelari kami bertiga sebagai cowboy-nya Indonesia: Ahok, Bu Susi, dan saya.

Media sosial memang luar biasa membakar emosi. Sampai tidak lagi peduli mana info yang benar. Atau yang ngawur. Atau yang sengaja dingawur-ngawurkan. Mereka cenderung percaya begitu saja. Kebetulan lagi cocok dengan emosinya. Tidak perlu pikir panjang.

Dikira gampang untuk tiba-tiba menjadi Syria. Atau membunuh orang kafir. Ini sangat menakutkan. Mengerikan. Saya sangat memahami. Saya bisa merasakan ketakutan mereka itu. Apalagi memang benar-benar terjadi sampai ada iringan anak-anak yang nyanyiannya, "Bunuh, bunuh, bunuh si Ahok... Bunuh si Ahok sekarang juga" (lihat tulisan di JP edisi Minggu kemarin).

Padahal, menjadi Syria itu tidak gampang. Banyak sekali syaratnya. Dan untuk membunuh kafir, lebih banyak lagi rambunya. Syarat dan rambu itu sulit sekali dipenuhi di Indonesia. Tapi, medsos menggambarkannya berbeda. Seolah Indonesia akan jadi Syria besok pagi. Dan orang kafir dihabisi nanti malam.

Wartawan kami di Bangka Belitung bisa melihat kebalikannya. Kuburan itu baik-baik saja. Tidak ada gangguan sedikit pun. Sorenya saya suruh balik lagi ke kuburan itu. Lihat yang benar mengapa kaca itu retak.

Retakan itu ternyata sudah sangat lama. Menurut penjaga makam karena terik matahari. Kaca foto di makam lain juga ada yang seperti itu.

Adik Ahok sendiri, Basuri, akhirnya menjelaskan kepada wartawan kami. "Saya ini ke NTT urusan pekerjaan," katanya kemarin sore. "Dan berita kuburan itu hoax," tambahnya.

Pilkada Jakarta memang meninggalkan luka yang dalam. Yang minoritas merasa terluka. Tapi, yang mayoritas juga merasa terluka. Pemilu di AS juga meninggalkan luka yang dalam. Untuk kalangan minoritasnya.

Hanya, di AS, hukum bisa tegak. Minoritas bisa berlindung di balik hukum. Itulah yang masih sulit di Indonesia. Yang mayoritas pun tidak bisa mengandalkan hukum. Minoritas di AS masih lebih beruntung. Punya backing hukum yang kuat.

Di sini demokrasi masih pincang. Hukum belum bisa diandalkan. Dalam kepincangan seperti ini, alangkah indahnya yang mayoritas menjadi lebih pemaaf. Yang mi­noritas juga menjadi lebih mampu membaca situasi.

Kalah-menang sebenarnya biasa dalam demokrasi. Sepanjang hukum bisa tegak. Sayang, hukum masih jadi alat politik. Padahal, demokrasi tanpa tegaknya hukum ibarat suami istri tanpa rumah tangga bahagia.

Demokrasi bisa menjadi duda. Atau janda. Kalau penegakan hukum berselingkuh setiap harinya. (*)

Ar-Risalah syafi'i

Ngaji Bareng Kang Said

ar-Risalah syafi'i

Suatu hari, saya diajak seorang teman untuk menghadiri pengajian. Kebetulan yang menjadi pembicaranya adalah Prof. Dr. Said Aqil Siradj. Beliau adalah Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Panggilan ‘Kang Said’ lebih terasa akrab di telinga, karena kebetulan beliau asli dari Cirebon, putra dari KH. Aqil Siradj Kempek.

Dalam ceramahnya, Kang Said menguraikan banyak hal. Menurutnya, kemajuan ilmu pengetahuan, seharusnya membawa kemajuan akhlak. Tetapi kenyataannya tidak selalu seperti itu. Ketinggian ilmu  kadang tidak berbanding lurus dengan ketinggian akhlak. Aktifitas seorang Muslim hendaknya jangan dihabiskan di luar rumah, tetapi harus ada aktifitas di dalam rumah. Salah satunya adalah dengan cara mendalami dan memperluas pemahaman ajaran-ajaran agama islam.

Menurut Kang Said, tugas ulama ada dua yaitu Liya-tafaqqohu fiddiin = mendalami ilmu agama Islam. wa-liyundiru qaumahum = dakwah dan mendidik masyarakat agar lebih baik (akhlak dan agamanya). Kedua tugas ini seringkali kita temui dalam pendidikan pesantren. Akhlaq, moral dan karakter diajarkan di pesantren bukan di sekolah umum.

Lalu, Kang Said pun bercerita tentang kisah unik penulisan sebuah kitab yang sekarang banyak dipakai dalam dunia pesantren. Abdurrahman al Mahdi, seorang gubernur Asia Tengah pernah berkirim surat kepada Imam Syafii (150 -204 H). Dalam surat tersebut, sang Gubernur menulis, “Syaikh, saya ingin paham agama Islam dengan benar! Bagaimana caranya?”

Mendapat surat dari Gubernur seperti itu, Imam Syafi’i kemudian memanggil Rabi’ bin Sulaiman al Murobi, salah satu asistennya. Imam Syafi’i berkata, “Kita harus menjawab surat dari Gubernur. Saya yang ngomong, kamu yang tulis!”

Karena kedalaman ilmunya, Imam Syafi’i membalas surat dari Gubernur sampai 300 halaman yang berisi tentang ilmu ‘Ushul Fiqih. Akhirnya surat balasan untuk Gubernur tersebut menjadi sebuah kitab terkenal karya Imam Syafi’i dan diberi judul “Ar Risalah”. Kitab ini seringkali dijadikan rujukan oleh para ulama salaf di pesantren-pesantren di Indonesia.

Salah satu kutipan dalam surat balasan tersebut di antaranya, “Tuan Gubernur, jika anda ingin paham tentang agama Islam, maka anda harus paham hal-hal berikut ini…”

Harus paham Bayan Ilahi, yaitu Al Qur’an.
Harus paham Bayan Nabawi, yaitu Hadist Nabi.
Harus paham Bayan ‘Aqli, yaitu akal para ulama. Terbagi menjadi dua yaitu Ijma (kesepakatan ulama) dan Qiyas (analogi). Ijma bersifat rasional dan global, sedangkan Qiyas bersifat individual.
Sebagai contoh, penjelasan tentang shalat. Dalam Al Qur’an, penjelasan tentang shalat hanya bersifat umum, tidak dijelaskan secara rinci. Nama-nama dan waktu shalat baru dijelaskan dalam hadist Nabi. Itu juga masih belum rinci. Barulah dalam Ijma dan Qiyas dijelaskan secara rinci syarat, rukun dan tatacara shalat dengan baik dan benar seperti yang dicontohkan Nabi.

Contoh lain, Kang Said menguraikan tentang sejarah singkat Al Qur’an. Di Zaman Nabi, Al Qur’an tidak mempunyai tanda titik dan harakat seperti yang dipakai kita sekarang ini.  Para ulama lah yang mempunyai gagasan bagaimana caranya agar Al Qur’an bisa dibaca dengan baik, bukan hanya oleh orang Arab saja tetapi untuk seluruh kaum muslim sedunia. Itu pun bertahap. Abul Aswad ad-Du’ali adalah pembuat tanda titik pada huruf ba, ta, tsa, jim dan huruf hijaiyah lainnya. Imam Kholil bin Ahmad al Farohidi, membuat tanda harakat fathah, kasroh, dommah dan sukun. Abu Ubaid Qasim bin Salam menciptakan ilmu tentang bagaimana tatacara membaca Al Qur’an dengan baik yang kemudian dikenal dengan ilmu Tajwid.

Hadist Nabi pun baru dibukukan di zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau pernah menyuruh Syaikh Syihabuddin Romahul Muzi untuk membuat ilmu Mustholahul Hadist untuk menyeleksi hadist-hadist Nabi yang asli karena pada saat itu banyak beredar hadist-hadist palsu (maudu’). Ilmu nahwu disusun oleh Imam Shibaweh. Ilmu kalam disusun oleh Wasil bin ‘Atho, yang kemudian disempurnakan Imam Abu Hasan al Asy’ari dan Abu Mansyur al Maturidi. Ilmu balagoh disusun oleh  Amr bin Ubaid. Ilmu tafsir  Al Qur’an secara lengkap disusun oleh Abu Jafar bin Jarir at-Thobari.

Subhanallah...

Saturday, May 27, 2017

Gus baha' rembang

Pernah pada sebuah kesempatan, Prof. Quraisy Syihab berkata "Sulit ditemukan orang yang sangat memahami dan hafal detail-detail Al-Qur'an hingga detail-detail fiqh yang tersirat dalam ayat-ayat Al-Qur'an seperti Pak Baha'."KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang lebih akrab dipanggil Gus Baha' adalah putra seorang ulama' ahli Qur'an KH. Nursalim Al-Hafizh dari Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah, sebuah desa di pesisir utara pulau jawa. KH. Nursalim adalah murid dari KH. Arwani Al-Hafizh Kudus dan KH. Abdullah SalamAl-Hafizh Pati. Dari silsilah keluarga ayahbeliau inilah terhitung dari buyut beliau hingga generasi ke-empat kini merupakan ulama'-ulama' ahli Qur'an yang handal. Silsilah keluarga dari garis ibu beliau merupakan silsilah keluarga besar ulama' Lasem, Bani Mbah Abdurrahman Basyaiban atau Mbah Sambu yang pesareannya ada di area Masjid Jami' Lasem, sekitar setengah jam perjalanan dari pusat Kota Rembang.PENDIDIKANGus Baha' kecil memulai menempuh gemblengan keilmuan dan hafalan Al-Qur'an di bawah asuhan ayahnya sendiri. Hingga pada usia yang masih sangat belia, beliau telah mengkhatamkan Al-Qur'an beserta Qiro'ahnya dengan lisensi yang ketat dariayah beliau. Memang, karakteristik bacaan dari murid-murid Mbah Arwani menerapkan keketatan dalam tajwid dan makhorijul huruf (GB, Feb '13).Menginjak usia remaja, Kiai Nursalim menitipkan Gus Baha' untuk mondok dan berkhidmat kepada Syaikhina KH. Maimoen Zubair di Pondok Pesantren Al Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang, sekitar 10 km arah timur Narukan. Di Al Anwar inilah beliau terlihat sangat menonjol dalam fan-fan ilmu Syari'at seperti Fiqih, Hadits dan Tafsir. Hal ini terbukti dari beberapa amanat prestisius keilmiahan yang diemban oleh beliau selama mondok di Al Anwar, seperti Rois Fathul Mu'in dan Ketua Ma'arif di jajaran kepengurusan PP. Al Anwar. Saat mondok di Al Anwar ini pula beliau mengkhatamkan hafalan Shohih Muslim lengkap dengan matan, rowi dan sanadnya. Selain Shohih Muslim beliau juga mengkhatamkan hafalan kitab Fathul Mu'in dan kitab-kitab gramatika arab seperti 'Imrithi dan Alfiah Ibnu Malik. Menurut sebuah riwayat, dari sekian banyak hafalan beliau tersebut menjadikan beliau sebagai santri pertama Al Anwar yang memegang rekor hafalan terbanyak di era beliau. Bahkan tiap-tiap musyawarah yang akan beliau ikuti akan serta merta ditolak oleh kawan-kawannya, sebab beliau dianggap tidak berada pada level santri pada umumnya karena kedalaman ilmu, keluasan wawasan dan banyaknya hafalan beliau. Selain menonjol dengan keilmuannya, beliau juga sosok santri yang dekat dengan kiainya. Dalam berbagai kesempatan, beliau sering mendampingi guru beliau Syaikhina Maimoen Zubair untuk berbagai keperluan. Mulai dari sekedar berbincang santai, hingga urusan mencari ta'bir dan menerima tamu-tamu ulama'-ulama' besar yang berkunjung ke Al Anwar. Hingga beliau dijuluki sebagai santri kesayangan Syaikhina Maimoen Zubair. Pernah pada suatu ketika beliau dipanggil untuk mencarikan ta'bir tentang suatu persoalan oleh Syaikhina. Karena saking cepatnya ta'bir itu ditemukan tanpa membuka dahulu referensi kitab yang dimaksud, hingga Syaikhina pun terharu dan ngendikan "Iyo ha'... Koe pancen cerdas tenan" (Iya ha'... Kamu memang benar-benar cerdas). Selain itu Gus Baha'juga kerap dijadikan contoh teladan oleh Syaikhina saat memberikan mawa'izh di berbagai kesempatan tentang profil santri ideal. "Santri tenan iku yo koyo baha' iku...." (Santri yang sebenarnya itu ya seperti baha' itu....) begitu kurang lebihngendikan Syaikhina yang riwayatnya sampai ke penulis.Dalam riwayat pendidikan beliau, semenjak kecil hingga beliau mengasuh pesantren warisan ayahnya sekarang, beliau hanya mengenyam pendidikan dari 2 pesantren, yakni pesantren ayahnya sendiri di desa Narukan dan PP. Al Anwar Karangmangu. Pernah suatu ketika ayahnya menawarkan kepada beliau untuk mondok di Rushoifah atau Yaman. Namun beliau lebih memilih untuk tetap di Indonesia, berkhidmat kepada almamaternya Madrasah Ghozaliyah Syafi'iyyah PP. Al Anwar dan pesantrennya sendiri LP3IA.KEPRIBADIANSetelah menyelesaikan pengembaraan ilmiahnya di Sarang, beliau menikah dengan seorang Neng pilihan pamannya dari keluarga Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur. Ada cerita menarik sehubungan dengan pernikahan beliau. Diriwayatkan, setelah acara lamaran selesai, beliau menemui calon mertuanya dan mengutarakan sesuatu yang menjadi kenangan beliau hingga kini. Beliau mengutarakan bahwa kehidupan beliau bukanlah model kehidupan yang glamor, bahkan sangat sederhana. Beliau berusaha meyakinkan calon mertuanya untuk berfikir ulang atas rencana pernikahan tersebut. Tentu maksud beliau agar mertuanya tidak kecewa di kemudian hari. Mertuanya hanya tersenyum dan menyatakan "klop" aliassami mawon kalih kulo.Kesederhanaan beliau ini dibuktikan saatbeliau berangkat ke Sidogiri untuk melangsungkan upacara akad nikah yang telah ditentukan waktunya. Beliau berangkat sendiri ke Pasuruan dengan menumpang bus regular alias bus biasa kelas ekonomi. Berangkat dari Pandangan menuju Surabaya, selanjutnya disambung bus kedua menuju Pasuruan. Kesederhanaan beliaubukanlah sebuah kebetulan, namun merupakan hasil didikan ayahnya semenjak kecil. Beliau hidup sederhana bukan karena keluarga beliau miskin. Dari silslah keluarga beliau dari pihak ibu,atau lebih tepatnya lingkungan keluarga di mana beliau diasuh semenjak kecil, tiada satu keluargapun yang miskin. Bahkan kakek beliau dari jalur ibu merupakan juragan tanah di desanya. Saat dikonfirmasi oleh penulis perihal kesederhanaan beliau, beliau menyatakan bahwa hal tersebut merupakan karakter keluarga Qur'an yang dipegang erat sejak zaman leluhurnya. Bahkan salah satu wasiat dari ayahnya adalah agar beliau menghindari keinginan untuk menjadi 'manusia mulia' dari pandangan keumuman makhluk atau lingkungannya.Hal inilah yang hingga kini mewarnai kepribadian dan kehidupan beliau sehari-hari.Setelah menikah beliau mencoba hidup mandiri dengan keluarga barunya. Beliau menetap di Yogyakarta sejak 2003. Selama di Yogya, beliau menyewa rumahuntuk ditempati keluarga kecil beliau, berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Semenjak beliau hijrah ke Yogyakarta, banyak santri-santri beliau di Karangmangu yang merasa kehilangan induknya. Hingga pada akhirnya mereka menyusul beliau ke Yogya danurunanatau patungan untuk menyewa rumah di dekat rumah beliau. Tiada tujuan lain selain untuk tetap bisa mengaji kepada beliau. Ada sekitar 5 atau 7 santri mutakhorijin Al Anwar maupun MGS yang ikut beliau ke Yogya saat itu. Saat diYogya inilah kemudian banyak masyarakat sekitar beliau yang akhirnya minta ikut ngaji kepada beliau.Pada tahun 2005 ayah beliau KH. Nursalim jatuh sakit. Beliau pulang sementara waktu untuk ikut merawat ayah beliau bersama keempat saudaranya. Namun siapa sangka, beberapa bulan kemudian Kiai Nursalim wafat. Gus Baha' tidak dapat lagi meneruskan perjuangannya di Yogya sebab beliau diamanahi oleh ayah beliau untuk melanjutkan tongkat estafet kepengasuhan di LP3IA Narukan. Banyakyang merasa kehilangan atas kepulangan beliau ke Narukan. Akhirnya para santri beliaupunsowandan meminta beliaukersokembali ke Yogya. Hingga pada gilirannya beliau bersedia namun hanya satu bulan sekali, dan itu berjalan hingga kini. Selain mengasuh pengajian, beliau juga mengabdikan dirinya di Lembaga Tafsir Al-Qur'an Universitas Islam Indonesa (UII) Yogyakarta.REPUTASI KEILMUANSelain Yogyakarta beliau juga diminta untuk mengasuh Pengajian Tafsir Al-Qur'an di Bojonegoro, Jawa Timur. Di Yogya minggu terakhir, sedangkan di Bojonegoro minggu kedua setiap bulannya. Hal ini beliau jalani secara rutin sejak 2006 hingga kini.Di UII beliau adalah Ketua Tim Lajnah Mushaf UII. Timnya terdiri dari para Profesor, Doktor dan ahli-ahli Al-Qur'an dari seantero Indonesia seperti Prof. Dr. Quraisy Syihab, Prof. Zaini Dahlan, Prof. Shohib dan para anggota Dewan Tafsir Nasional yang lain. Suatu kali beliau ditawari gelar Doctor Honoris Causa dari UII, namun beliau tidak berkenan. Dalam jagat Tafsir Al-Qur'an di Indonesia beliau termasuk pendatang baru dan satu-satunya dari jajaran Dewan Tafsir Nasional yang berlatarbelakang pendidikan non formal dan non gelar. Meski demikian, kealiman dan penguasaan keilmuan beliau sangat diakui oleh para ahli tafsir nasional. Hingga pada suatu kesempatan pernah diungkapkan oleh Prof. Quraisy bahwa kedudukan beliau di Dewan Tafsir Nasional selain sebagai Mufassir, juga sebagai Mufassir Faqih karena penguasaan beliau pada ayat-ayat ahkam yang terkandung dalam Al-Qur'an.Setiap kali lajnah 'menggarap' tafsir dan Mushaf Al-Qur'an, posisi beliau selalu di 2 keahlian, yakni sebagai Mufassir seperti anggota lajnah yang lain, juga sebagai Faqihul Qur'an yang mempunyai tugas khusus mengurai kandungan fiqh dalam ayat-ayat ahkam Al-Qur'an.

DZIKIR ANTARA TARAWIH WARISAN SALAF


Al-Imam ‘Alauddin Abu Bakar bin Mas’ud al-Kasani al-Hanafi, radhiyallaahu ‘anhu, berkata dalam kitabnya, Bada’i’ al-Shana’i’ fi Tartib al-Syara’i’:

وَمِنْهَا أَنَّ الإِمَامَ كُلَّمَا صَلَّى تَرْوِيحَةً قَعَدَ بَيْنَ التَّرْوِيحَتَيْنِ قَدْرَ تَرْوِيحَةٍ يُسَبِّحُ، وَيُهَلِّلُ وَيُكَبِّرُ، وَيُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَيَدْعُو وَيَنْتَظِرُ أَيْضًا بَعْدَ الْخَامِسَةِ قَدْرَ تَرْوِيحَةٍ؛ لأَنَّهُ مُتَوَارَثٌ مِنْ السَّلَفِ (الإمام علاء الدين الكاساني، بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع، ج 1 ص 290).

“Di antara kesunnahan tarawih adalah, sesungguhnya setiap Imam dapat satu salam tarawih, maka ia duduk di antara dua tawarih kira-kira satu tarawih seraya membaca tasbih, tahlil, takbir dan shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia juga berdoa dan menunggu setelah salam tarawih yang kelima kira-kira satu tarawih. Karena demikian itu telah diwariskan dari kaum salaf.” (Al-Imam Abu Bakar bin Mas’ud al-Kasani al-Hanafi (wafat th 587 H), Bada’i’ al-Shana’i’ fi Tartib al-Syara’i’ juz 1 hlm 290).

Thursday, May 25, 2017

Menghidupkan malam

Naasyi-at al-Layl, seperti yang disebutkan dalam QS al-Muzammil, kesepakatan Ahli Tafsir adalah menghidupkan malam. Mereka mengatakan "Menghidupkan malam lebih kuat dalam menenangkan hati" adapun batasan malam, sebagian Ahli Tafsir tentang ayat ini dimulai dari setelah waktu Isya'. Adajuga yang menambahi keterangan kulliyatul Layl (keseluruhan malam) sampai fajar. Seperti yang diungkapkan Ath-Thabari dalam Tafsirnya.

Adapun kalimat setelahnya " Hiya asyaddu wath-a", ath-Thabari menukil maqalah adl-Dlahak, ia mengatakan "Tilawat al-Qur'an diwaktu malam lebih utama". [al-Muzammil: ayat 6]

Kalaw boleh menambahkan, dalam ayat lain disebutkan bahwah Tilawat al-Qur'an utama dilakukan ketika fajar. Inna qur'an al-fajr kaana masyhuda. [al-Isra': 78] akan tetapi disini sebelumnya disebutkan perintah mendirikan shalat. Dengan demikian ayat ini berlaku untuk semua dzikir termasuk shalat, munajat ataupun dzikir² lain seperti shalawat dst-nya.

Adapun tentang shalat sunah, beberapa riwayat dari Imam Ahmad dalam kitab sunan-nya, bahkan beliau menuturkan dua riwayat dengan konteks yang sama dan dengan jalur perawi yang berbeda. Bahwa termasuk kewajiban yang haram ditinggalkan Nabi Muhammas Shallallahu 'alaihi wasallam adalah Shalat Witir. Bahkan dari hadits ini beberapa Ulama Madzhab mengatakan wajib bagi umat islam minimal sekali dalam seumur hidup melakukan Shalat Witir.

WalLahu a'lam. Semoga bermanfaat. Tujuan saya sendiri menuliskan ini untuk mengingatkan diri sendir, selebihnya pembaca sekalian yang budiman bahwa dzikir itu sangat dianjurkan dalam beragama, baik berupa shalawat shalawat Tilawat al-Qur'an atau selainnya. Apalagi diwaktu malam.

Kisah persahabatan kiai Bisri dan kiai Wahab

Kisah persahabatan kiai Bisri dan kiai Wahab, mengajari kita, persahabatan bukanlah sekadar saling membantu, berjuang pada satu tujuan. Namun persahabatan juga saling mengingatkan, menghormati perbedaan, mengelolanya dengan baik dan benar.

Mereka berdua bertemu sebagai santri di pesantren Kademangan, Madura, yang diasuh Kiai Kholil. Keduanya memiliki latar belakang sosial ekonomi berbeda. Wahab anak orang kaya keturunan kiai Jawa pedalaman, Jombang. Sementara Bisri anak orang papa meski keturunan kiai pantai utara, Pati.

Justru karena berbeda itu menjadikan mereka akrab. Bisri miskin, jujur, rajin, tidak suka menonjolkan diri, sementara Wahab kaya, suka menjelajah, lebih merdeka dalam bicara dan bertindak, terlihat paling menonjol. Persahabatan itu berlanjut ketika mereka sama-sama melanjutkan mesantren di Tebuireng.

Bisri harus bisa berkelit dari kemiskinan agar eksis menjadi santri. Wahab tahu kondisi kawannya. Untuk itu mereka saling bantu. Bisri membantu membersihkan pakaian dan memasak nasi untuk kawannya. Sementara Wahab membantu biaya makan dan mesantrennya Bisri.

Selama nyantri di Jombang kawanya Bisri adalah kawanya Wahab. Kawan mereka adalah; Abdul Manaf dari Kediri, As’ad Situbondo, Ahmad Baidhawi Banyumas, Abdul Karim Sedayu/Gresik, Nahrawi Malang, Abbas Jember, Ma’shum Ali Maskumambang di Sedayu. Hobi Bisri adalah hobinya Wahab. Mereka sama-sama suka mendalami fiqh dan membentuk komunitas pecinta fiqh di pesantren Teburieng.

Selama nyantri enam tahun di Tebuireng, Bisri-lah yang mendapat ijazah/perkenan dari kiai Hasyim Asy’ari untuk mengajarkan kitab-kitab fiqh dan hadits. Bukan Wahab yang masih familinya kiai Hasyim Asy’ari, karena ijazah diberikan untuk yang cerdas dan saleh.

Lantas Wahab mengajak Bisri untuk mencari ilmu lagi di Mekkah sekalian beribadah. Di Mekkah, keduanya belajar pada ulama-ulama, seperti; Syaikh Muhamad Baqir, Syaikh Muhammad Sa’id Yamani, Syaikh Ibrahim Madani, Syaikh Jamal Maliki, kiai Ahmad Khatib Padang, Syuaib Daghistani dan kiai Mahfuz Termas.

Selama di Mekkah, Bisri lebih membenamkan diri pada ibadah dan ngaji, sementara Wahab lebih suka mencari pengalaman dan suasana baru. Wahab ikut membentuk organisasi SI cabang Mekkah. Bisri diajak untuk ikut tapi Bisri merasa niatnya ke Mekkah belajar dan beribadah. Berorganisasi itu perkara baru, belum dapat perkenan dari kiai Hasyim Asy’ari.

Wahab semakin menyayangi sahabatnya, justru karena perbedaan dan keteguhanya. Wahab lantas menjodohkan sahabatnya dengan adiknya perempuan, sewaktu ibu dan adiknya menunaikan ibadah haji di Mekkah. Tak lama, Bisri yang telah menjadi iparnya melihat ada tanda-tanda perang dunia I, memutuskan balik duluan ke Indonesia.

Perjalanan hidup terus berlanjut. Bisri membenamkan diri dalam kegiatan pesantren barunya. Sementara Wahab yang sudah balik ke Indonesia tidak betah hidup lama di pedesaan, mulai berkelana di kota Surabaya. Mereka sebenarnya sama-sama membuat inovasi dibidangnya. Wahab suka silaturahmi dan berorganisasi, ketemu Sukarno, Cokroaminoto, Mas Mansur, mendirikan Taswirul Afkar, Nahdaltul Wathan, Syubanul Wathan, Nahdlatut Tujjar. Sementara Bisri mendirikan pesantren Denanyar, menerima santri perempuan pertama kali saat itu.

Kiai Hasyim Asy’ari mengamati aktivitas mereka dan memberi nasihat agar berhati-hati dalam melakukan sesuatu yang baru di tengah masyarakat. Mereka berdua tetap kukuh dalam aktifitasnya masing-masing. Namun Wahab melangkah lebih jauh dengan mengajak Bisri dan kiai Hasyim ikut dalam berbagai organisasi yang didirikanya. Bisri dan kiai Hasyim akhirnya ikut membantu atas berbagai kegiatan Wahab untuk kebangsaan dan kerakyatan.

Kisah persahabatan mereka semakin erat ketika mereka menghadapi tekanan dari kelompok-kelompok keagamaan yang mengkafirkan-memusrikan kegiatan tahlilan, yasinan, takziah. Sementara di Mekkah kaum Wahabi berkuasa dan melakukan pengrusakan terhadap makam para sahabat nabi. Kemudian mereka berdua membentuk Komite Hijaz yang menjadi penanda lahirnya NU. Wahab berperan mendatangkan beberapa kiai di Jawa maupun luar Jawa. Sementara Bisri berperan membujuk dan menjemput kiai Hasyim. Wahab boleh saja bisa mendatangkan banyak kiai tapi meyakinkan kiai Hasyim, Bisri ternyata yang lebih mampu.

Di masa-masa inilah manisnya persahabatan mereka, dengan NU, bersama para kiai, pesantren dan santrinya, berjuang untuk bangsanya Indonesia melawan penjajah. Mereka berjuang membesarkan NU, menyebarkan warta, menghubungkan satu pesantren ke pesantren lain, melakukan amal sosial, memupuk rasa nasionalisme, angkat senjata sampai Indonesia merdeka.

Sampailah masa berpolitik, dengan kepemimpinan Soekarno-Hatta. Mulailah mereka masuk dalam kekuasaan, masuk Masyumi. Mereka berjuang mengisi kemerdekaan, bekerja sama, berlomba dengan kelompok lain untuk kebaikan, tak jarang terjadi pergesakan antara mereka.

Ketika kiai Hasyim Asy’ari dan Wahid Hasyim meninggal dunia, mau tak mau, mereka berdua diangkat sebagai pemimpin NU pada pentas politik masa Sukarno. Mulailah terjadi perbedaan-perbedaan di antara mereka.

Perbedaan terjadi ketika Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu 1955 dan membentuk DPR GR (Gotong Royong). Bisri menentang keras keputusan itu karena DPR sudah dipilih rakyat, tidak bisa dibubarkan kemudian digantikan oleh orang-orang yang ditunjuk begitu saja. Bisri menyatakan DPR GR ilegal. Sementara Wahab menilai DPR GR legal. Wahab menilai lebih bermanfaat NU menerima dan masuk dalam DPR GR, amar ma’ruf-nya lebih nyata di dalam ketimbang di luar hanya bisa teriak-teriak.

Wahab kemudian mendekati untuk meluluhkan sikap sahabatnya. Wahab menjamu Bisri dengan makanan yang dimasaknya sendiri. Bisri mau datang dan makan, tapi sebelum makan bilang, soal makan setuju, tapi soal GPR GR tetap ilegal.

Meski begitu Bisri tidak melawan dan memberontak kepemimpinan Soekarno untuk bangsa Indonesia. Meski begitu Bisri tidak melawan dan memberontak kepemimpinan Wahab di NU. Bisri hanya mengemukakan pendapatnya pribadi yang menurutnya benar.

Perbedaan mereka berdua tidak hanya di politik. Saat itu keduanya bersama beberapa kiai sedang mengadakan diskusi, bathsul masail, tentang hukumnya drum band. Bisri tidak membolehkan drum band sementara Wahab membolehkan. Mereka berdebat keras sampai memukul-mukul meja. Untung, bunyi beduk bersahutan tanda masuk sholat, Bisri segera lari ke sumur, menimbakan air wudhu bagi sahabat dan iparnya itu. Setelah itu ada jamuan makan, Wahab dan Bisri saling berebut melayani.

Lain waktu, Wahab sempat mendengar sahabatnya tidak pernah makan di warung. Untuk meyakinkannya, Wahab bertanya cucunya Bisri, Gus Dur, apakah benar mbahnya begitu dan apa alasanya? Gus Dur menjawab, mbah Bisri memang tidak pernah makan di warung, karena tidak menemukan hadits yang menyatakan Nabi Muhamad pernah makan di warung. Wahab mengelengkan kepala sambil berkata tentu saja karena waktu itu belum ada warung.

Wahab ingin membuktikan sendiri, diajaklah sahabatnya itu dalam sebuah perjalanan lumayan jauh sampai waktunya makan, diparkirlah mobilnya di sebuah warung. Bisri diajak makan, namun tidak mau, akhirnya Wahab makan sendirian di warung. Tapi, selesai makan lalu balik ke mobil, dilihatnya sahabatnya sedang lahap makan. Ketika ditanya katanya tak mau makan, sahabatnya menjawab lebih baik makan di mobil ketimbang makan di warung. Sahabatnya diam-diam menyuruh santrinya untuk membeli nasi lengkap dengan lauk dan minumanya dibungkus.

Begitulah. Terkadang perbedaan penerapan fiqh mereka hanya soal bahasa komunikasi. Pernah, mereka dihadapkan permasalahan seorang warga desa yang ingin berkurban sapi diniatkan untuk delapan orang, bukan tujuh. Bahasa yang dipakai mbah Bisri tegas, tidak bisa, harus ditambah satu kambing. Bahasa Mbah Wahab mengatakan, bisa tapi harus ditambah kambing satu untuk anaknya yang paling kecil buat tangga naik ke sapi. Ternyata bahasa mbah Wahab lebih dimengerti warga desa itu, padahal inti yang dikatakan kedua sahabat itu sama.

Meski sering berbeda, Bisri tetap menghormati sahabatnya. Ini dibuktikanya ketika muktamar NU ke-25 di Surabaya, 1971, Bisri terpilih sebagai Rais Aam. Tapi, sebelum palu diketuk, kiai Bisri berdiri di hadapan sidang dan menyatakan bahwa selama masih ada Kiai Wahab, dirinya hanya bersedia menduduki jabatan di bawahnya, dan ini tak boleh ditawar.

Kisah persahabatan mereka berdua sungguh inspiratif. Kita seringkali kesulitan mengingatkan kawan akrab kita yang korupsi waktu jadi pejabat, takut nanti memutuskan tali silaturahmi. Begitu pula ketika kita diingatkan kawan kita, kita seringnya sulit bersikap bijaksana, langsung diputuskan kawan itu merecoki kesuksesan kita. Kisah persahabatan mereka memberikan teladan. Semoga kita bisa menirunya.

Sumber: Ust Ahmed Seif Al Din

Siang ini wawancara TV One dgn Prof. Dr. Mahfud MD.

*BREAKING NEWS.*
Siang ini wawancara TV One dgn Prof. Dr. Mahfud MD.

Bahwa orang HTI sendiri tidak bisa jawab. Jika Khilafah mau didirikan di Indonesia.
*Mau pake Khilafah yang mana?*
Khulafaur Rasyidin?
(Abubakar dipilih, Umar ditunjuk, Usman dgn Dewan Formatur, dan Ali yang dipaksa lalu dilawan?).
Mau spt Dinasti Muawiyah yang banyak membunuh?
Mau Kerajaan spt Wahabi Arab Saudi?
Mau Emir spt Uni Emirat Arab?
Mau Kesultanan seperti Brunei?
Mau Jumhuriyah (Republik)
seperti Republik Islam Iran?

Para pengikut Hizbut Tahrir pun tidak bisa jawab?
Pokoknya Sistem Kepemimpinan Islam?

Prof Mahfud bilang.
Jangan macam-macam dengan NKRI.

*Negara Pancasila* adalah negara yang memberi tempat kepada seluruh warga negara dan semua pemeluk agama.

Maka sadarilah bahwa PLURALITAS, KEBHINEKAAN, itu adalah Sunnatulloh, saling menghargai, saling menghormati.
Jangan memaksakan kehendak kelompok sendiri.
Uruslah kelompokmu dan hargai/hormati kelompok lain.
Jangan saling memaksakan atau saling menegasikan.

Bersyukurlah dengan Ideologi Pancasila yang menghormati perbedaan dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika.

Bravo Prof Mahfud !!

🇮🇩✊🇮🇩✊🇮🇩✊🇮🇩

PENGARUH MAKNA KETIKA LAFADH رمضان DALAM NIAT PUASA DIBACA "NA & NI"

PENGARUH MAKNA KETIKA LAFADH رمضان DALAM NIAT PUASA DIBACA "NA & NI"
.
1. Ketika lafadh َرمضان nunnya difathah dan lafadh َالسنة ta'nya juga dibaca fathah :

نويتُ صومَ غدٍ عن أداءِ فرضِ شهرِ *رمضانَ هذه السنةَ* لله تعالى

maka terjemahnya menjadi begini :

*Pada tahun ini saya niat puasa esok hari untuk melaksanakan kewajiban bulan Ramadlan karena Allah Yang Maha Luhur*

- Lafadh Niat Puasa yang pertama ini menunjukkan bahwa kalimat *pada tahun ini* menjadi keterangan waktu bagi kalimat *Saya niat*. Padahal realitanya kita niat hanya membutuhkan waktu yang sedikit dan sangat singkat.
Oleh karena itu makna di atas menjadi sia-sia bahkan dinilai cacat berdasarkan kenyataannya.

2. Ketika lafadh ِرمضان nunnya dibaca kasrah dan lafadh ِالسنة ta'nya juga dibaca kasrah :

نويتُ صومَ غدٍ عن أداءِ فرضِ شهرِ *رمضانِ هذه السنةِ*لله تعالى

maka terjemahnya seperti ini :

*Saya niat puasa esok hari untuk melaksanakan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Yang Maha Luhur*

- Lafadh niat fersi kedua inilah yang dipilih oleh para ulama' dalam semua kitab-kitab fiqh, karena secara qaidah bahasa Arab dan juga maknanya sudah benar dan sesuai dengan realitanya.

- Lafadh رمضان dimudlofkan / digabung pada lafadh ِهذه السنة, sehingga puasa yang kita kerjakan ini menjadi tertentu puasa Ramadlan tahun sekarang ini.
=============================

Kesimpulannya :
~ Lafadh Niat puasa fersi pertama : رمضانَ هذهِ السنةَ adalah benar secara qaidah bahasa Arab, tetapi cacat secara maknanya, karena tidak sesuai dengan realitanya.

~ Lafadh Niat Puasa fersi kedua: رمضانِ هذه السنةِ secara mutlak benar, baik secara kaidah Bahasa Arab atau maknanya

Dengan demikian, mari kita mengikuti petunjuk dari para ulama fiqh yaitu memakai lafadh niat puasa yang fersi kedua :

*نويتُ صومَ غدٍ عن أداءِ فرضِ شهرِ رمضانِ هذه السنةِ لله تعالى*

Refleksi niat secara terjemah puasa romadlon:

نويت صوم غد
saya niat puasa esok hari
عن اداء
untuk melaksanakan
فرض شهر رمصان
kewajiban puasa romadlon

هذه السنة
pada tahun ini

لله تعالى
karena Allah Ta'ala

Maka agar lebih aman dari salah, dan selamat dlm niat, hendaknya memakai niat dg versi membaca "ramadhani hadzihis sanati"
.
Wallaahu A'lamu Bish showaab...
SEMOGA BERMANFA’AT...

Ben gampang apal

1. Siang ini (Rabu 24 Mei 2017)

2. Saya bersama kawan kawan santri (Kudus) sowan Sang Maha Guru Mbah Kyai Moenawwir, Kita Makmum Romo Yai Husein (Ponorogo)

3. Sebelum tawassul di mulai Beliau bertanya :

"Ono Qur'an ?

4. Tanpa menunggu lama, saya langsung bergegas mengambil mushaf yang ada di Rak dekat Maqbaroh :

"Niki Pak Yai.

5. "Bukak'o surat Al A'rof sing awal pojok'ane Wa idznataqnal jabala ila akhiri ayat. Sak ayat wae.

"Di woco ba'da sholat rutin 9X, iku aku oleh seko Mbah Yai Dalhar. Insya Allah diparingi gampang olehe ngapalke Qur'an lan ngapalake opo wae, alfiyah lan sak piturute.

"Neng yo karo di usahani barang, ojo meng di woco thok, ndak meng podo karo ndongo "Ya Allah, kulo nyuwun anak sing sholeh" neng moh Rabi. Hehe..Tutup Beliau.

6. "Nggeh Yai, Qobiltu. Lalu saya cucup asto Beliau.

7. "Oh yo, iku keno kanggo sopo wae (sik gelem ngamalke)

8. "Nggeh, Yai.

9. Tidak lama kemudian Beliau memulai tawassul, dzikir, tahlil, dan saya bersama kawan kawan yang lain makmum Beliau hingga selesai.

"Alhamdulillah....

===BERKAHQUR'AN===

Wednesday, May 24, 2017

Survey sakaratul maut

Survei ini disampaikan dalam sebuah ceramah yg diisi bukan penceramah kondang dan mahal… tapi oleh ustadz Komarudin pensiunan pegawai RS Islam Jakarta bagian kerohanian.

  ;
Salah satu kegiatan yang menjadi tanggung jawab beliau adalah membimbing seseorang untuk mengucapkan kalimat ,,,LA ILAHA ILLALLAH,,, di saat sedang sakaratul maut.

Beliau melakukan survey / riset kecil-kecilan yang hasilnya sbb :
Dari 1000 orang yang sedang mengalami sakaratul maut Hanya 7 % saja yang mampu mengucapkan Kalimat ,,,LA ILAHA ILLALLAH, selebihnya tidak mampu atau hanya 70 orang dari 1000 orang yang mampu mengucapkan LA ILAHA ILLALLAH.
Kemudian Ustadz Komarudin ini bertanya kepada pihak keluarga yang 70 orang meninggal itu.
Apa saja kegiatan sehari-hari almarhum/almarhumah ini. Ternyata jawaban dari pihak keluarga semua rata-rata sama yaitu:
1. Almarhum/almarhumah ini selalu menjaga sholatnya.
2. Selalu membaca Al Quran.
3. Istiqomah dalam bersedekah, meskipun hanya Rp 5000 perhari.
4. Tidak memakan harta dengan cara yang batil.
5. Tidak memutus tali silahturahmi dengan siapapun.
Kesimpulan Survey :
Ternyata Perkara mengucapkan kalimat LA ILAHA ILLALLAH di saat Sakaratul maut bukanlah perkara yang mudah, sangat sedikit orang yang mampu melakukannya.
Semoga survey ini bermanfaat & kita termasuk ke dalam orang-orang yang mendapatkan husnul khotimah…
Aamiin yaa rabbal’alamiin…

Tuesday, May 23, 2017

Syaikh badruddin dan tempat prostisusi

salah satu ulama terbaik yg pernah lahir di bumi syam,Al Muhaddits Al akbar Syaikh Badruddin Al Hasani..

ceritanya.. suatu hari beliau mendengar bahwa di pojokan kota Damaskus telah berdiri tempat pelacuran,beliau lantas memanggil salah satu murid terbaiknya,Syaikh Yahya yg sudah berumur 6O thn .. :

"datangi tempat itu,temui ketuanya dan bawa uang ini,sampaikan salamku pada mereka dan katakan bahwa aku meminta mereka mendoakan diriku."

ucap beliau seraya memberi uang Dinar emas yg jumlahnya banyak sekali ..

sam'an wa thoatan,Syaikh Yahya menuju tempat itu,dgn jenggot putih tebal,jubah,dan surban di kepala..

sampai di tempat ia memanggil wanita yg menjadi germo di tempat itu,memberinya sekantong uang emas lalu berkata :

"Syaikh Badruddin mengirim salam untuk kalian dan meminta kalian mendoakan beliau,dan jgn lupa bagikan uang2 ini pada teman-temanmu. "

para pelacur itu tentu kaget luarbiasa mendapat hadiah dan salam dari pemuka ulama Syam waktu itu,Syaikh Yahya berkata :

"ketika aku keluar dari tempat itu,aku mendengar para pelacur itu berteriak dan menangis,tentunya kebanyakan dri mereka telah bertaubat kpd Allah Swt .."

# Dikutip dari kitab : "Muhadditsu Assyam As sayyid Badruddin Al Hasani" ...

APA YANG SALAH DENGAN DOA ALLAHUMMA LAKA SHUMTU ?

Sebarkan !!!

APA YANG SALAH DENGAN DOA ALLAHUMMA LAKA SHUMTU ?

Menjelang datangnya bukan Romadhon, mulai banyak beredar BC (Broadcast) terkait dengan lafadz doa berbuka puasa.

Ada kalangan menganggap doa tersebut riwayatnya dhoif, bahkan mereka pun berani berkata bahwa lafadz doa berbuka tersebut tidak ada asalnya.

Apakh benar demikian ?Berikut adalah penjelasan tentang hadits tersebut :

Ada hadits yang meriwayatkan bahwa Rasulullah juga berdo’a dengan do’a yang sebagian lafadznya seperti di atas:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، عَنْ حُصَيْنٍ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ، أَنَّهُ بَلَغَهُ ” أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: «اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ»
Sesungguhnya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
ketika berbuka membaca doa: *Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu* (HR. Abu Dawud, diriwayatkan juga oleh Al Baihaqi, Ath Thabarany, Ibnu Abi Syaibah)

Namun dalam catatan kaki Kitab Jâmi’ul Ushul, karya Ibnul Atsir (w. 606 H), dengan tahqiq Abdul Qadir Arna’uth dan disempurnakan Basyir ‘Uyûn, Maktabah Dârul Bayân, juz 6 hal.378 dinyatakan:

رقم (2358) في الصوم، باب القول عند الإفطار، مرسلاً، ولكن للحديث شواهد يقوى بها.
Nomor (2358) dalam (kitab) Puasa, bab perkataan saat berbuka, mursal, akan tetapi hadits ini memiliki syawâhid yang memperkuatnya.

Berikut beberapa redaksi do’a terkait:

1) Ath Thabarany dalam Mu’jam as Shaghir (2/133):

بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ , وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

2) Ath Thabarany dalam Ad Du’â, hal 286

بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ، تَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

3) Dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (2/344), Ar Rabi’ bin Khutsaim ketika mau berbuka berdo’a:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَعَانَنِي فَصُمْتُ وَرَزَقَنِي فَأَفْطَرْتُ

Kaum Muslimin di seluruh dunia termasuk di Indonesia apabila berbuka puasa biasa membaca do’a berikut:

اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَبِك آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ ، ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ .

Artinya: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman dan dengan rizki-Mu aku berbuka. Telah hilang rasa penatku dan basahlah tenggorokanku dan tetaplah pahala dicurahkan atasku, Insya Allah”.

Pembacaan do’a seperti ini – dengan variasi tambahan dan pengurangan – merupakan warisan turun-temurun dari para Ulama Waratsatul Anbiya.

Mereka yang menganjurkan membaca do’a ini adalah para Ahli Hadis dan Fuqaha dari berbagai Madzhab.

Dari Ulama Madzhab Hanafi misalnya kita menemukan penjelasan dari Al Imam Fakhruddin Utsman bin Ali az Zaila’i:

وَمِنْ السُّنَّةِ أَنْ يَقُولَ عِنْدَ الْإِفْطَارِ اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَبِك آمَنْت وَعَلَيْك تَوَكَّلْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت .
Artinya: Di antara Sunnat adalah ketika berbuka puasa dianjurkan mengucapkan: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku bertawakkal dan dengan rizki-Mu aku berbuka. (Lihat kitab Tabyinul Haqa’iq Syarah Kanzud Daqa’iq karya Al Imam Az Zaila’i juz 4 halaman 178).

- Dari Ulama Madzhab Maliki antara lain disebutkan dalam Kitab Al Fawakih Ad Dawani Ala Risalah Ibni Abi Zaid Al Qirwani karya Syekh Ahmad bin Ghunaim bin Salim bin Mihna An Nafrawi :

وَيَقُولُ نَدْبًا عِنْدَ الْفِطْرِ : اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْت وَمَا أَخَّرْت ، أَوْ يَقُولُ : اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت ، ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ .

Artinya: Dan Sunnat ketika berbuka puasa mengucapkan: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka. Maka ampunilah dosaku yang lalu dan yang akan datang”. Atau mengucapkan: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka. Telah hilang rasa penatku dan basahlah tenggorokanku dan tetaplah pahala dicurahkan atasku, Insya Allah”. (Lihat pada Juz 3 halaman 386).

- Dari Madzhab Syafi’i antara lain dikemukakan Al Hafizh Al Imam An Nawawi dalam Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab:
والمستحب أن يقول عند إفطاره اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت لما روى أبو هريرة قال " كان رسول الله صلي الله عليه وسلم إذا صام ثم أفطر قال اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت .
Artinya: Dan yang disunnahkan ketika berbuka puasa itu adalah mengucapkan: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka”. Berdasarkan Hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW itu apabila berpuasa kemudian berbuka membaca “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka”. (Lihat Al Majmu’ Juz 6 halaman 363).

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa membaca do’a “Allahumma laka Shumtu….” Sebagaimana yang biasa dilakukan Ummat Islam adalah Sunnah. Adapun adanya keterangan sebagian orang yang menilai Hadisnya lemah dapat dijelaskan sebagai berikut:

⭐ *Pertama*, lemahnya sebuah Hadis tidak serta merta terlarang mengamalkannya sebab kelemahan itu hanyalah pada penisbatannya kepada Rasulullah SAW, tidak ada kaitannya dengan boleh-tidaknya dibaca.

☀ *Kedua*, Hadis “Allahumma Laka Shumtu…” sungguhpun dha’if namun ia melengkapi Hadis “Dzahabazh Zhama’u…”. yang yang Hasan itu.

Bentuk kedua ini belum merupakan do’a sebab hanya bentuk berita atau ucapan biasa yang disampaikan Rasulullah SAW saat minum air. Bacaan ini baru menjadi do’a manakala disambungkan dengan kalimat “Allahumma…” yang berarti “Ya Allah”.

💧 *Ketiga*, bacaan do’a tersebut telah diamalkan dan dianjurkan oleh semua Ulama Madzhab Empat Itu artinya membaca “Allahumma laka Shumtu” merupakan kesepakatan Ummat Islam.

Apabila ada orang awam yang melarang membaca “Allahumma Laka Shumtu…” maka orang tersebut dapat dikatakan menyalahi kesepakatan Ummat Islam – tidak ada dalil yang menjadi dasarnya.

Bahkan, sabda Rasulullah SAW di atas menganjurkan kita memilih do’a sesuka kita. Lalu dengan alasan apa orang tersebut melarang membaca do’a “Allahumma Laka Shumtu..” ? Bukankah dengan larangannya itu berarti ia telah membuat Syari’at baru?

Kalau saja membaca do’a yang terdapat dalam Hadis Shahih itu diharamkan, tanyakan kepada orang itu : “Pernahkan anda berdo’a dengan Bahasa Indonesia agar anak anda sukses sekolahnya ? Jika pernah, lalu apakah ada dalilnya bentuk do’a yang anda baca itu?. Lalu bagaimana anda melarang orang membaca do’a yang disepakati Ummat Islam dari dulu hingga sekarang hanya gara-gara “katanya” Hadisnya dha’if ?

Dan afdholnya dalam berdoa adalah dengan dimulai ucapan *Allahumma* atau *Robbana*, tidak ujug-ujug langsung ke *Dzahabadh dhomaa'u.. dst* sebagaimana yang kita pahami dari BC tersebut.

Kita berdoa dengan bahasa yang kita susun sendiri saja boleh kok, apalagi bila mengutip dari hadits dhoif, ya tentu lebih baik.

Monggo manteb saja berbuka puasa dengan doa :

*اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَبِك آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ ، ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ*

SELAMAT MENYAMBUT BULAN MULIA ROMADHON

*) Disarikan dari Dokumen PISS-KTB

NU merapat ke PNI

"Kalau bukan wali, tidak akan memutuskan begitu...", cerita Gus Yahya pada suatu acara kepada sekelompok anggota komunitas nahdliyin culun yang kebanyakan bekerja sebagai karyawan.
"Kalau bukan wali, tidak akan memutuskan Nahdlatul Ulama bergabung ke Nasakom bersama PNI yang mewakili kelompok nasionalis dan PKI yang mewakili kelompok komunis", kata kyai yang ngaku gus ini meneruskan.
"Waktu itu, mbah Wahab memutuskan Nahdlatul Ulama bergabung ke Nasakom, bukan karena dilandasi dendam setelah Nahdlatul Ulama sering ditipu, diperdaya, atau istilahnya sekarang itu, dikibuli kelompok Masyumi", lanjutnya.
Dalam sejarah, kita bisa membuka banyak buku yang menceritakan betapa Nahdlatul Ulama sering dipecundangi dan ditipu oleh kelompok Masyumi. Silakan bila akan mengeksplor lebih lanjut.
"Mengapa Nahdlatul Ulama bergabung ke kelompok Nasakom? Jawabnya adalah untuk jangka panjang mengantisipasi dan menjaga persatuan kesatuan dalam rangka kemajuan Indonesia sebagai basis syarat negeri damai untuk beribadah.
Mengapa demikian?

  ;
PKI adalah organisasi yang memiliki pengalaman melakukan pemberontakan Indonesia, maka Nahdlatul Ulama tidak boleh membiarkan kelompok Nasionalis dikooptasi, dikuasai, dikendalikan sisi ideologisnya oleh kelompok Komunis, sehingga kelompok Nasionalis harus diberikan penyeimbang agamis dengan kehadiran Nahdlatul Ulama.
Keberadaan Nahdlatul Ulama di Nasakom juga mengantisipasi bila PKI dibubarkan, jangan sampai kelompok Nasionalis berhadap-hadapan dengan kelompok Islamis, yaitu bila Nahdlatul Ulama bergabung dengan Masyumi yang telah mengambil blok oposisi dengan pemerintah", lanjut Gus Yahya sambil menyeruput kopi hitamnya menjeda cerita panjangnya.
"Nha, kita ini sekarang menikmati, kenyamanan beribadah dan berwarganegara Indonesia gara-gara berkah wali-wali NU yang memilih bersama Nasakom, kalau tidak, pada waktu PKI dibubarkan, maka yang terjadi adalah kelompok Nasionalis bertarung dengan kelompok Islamis didukung Nahdlatul Ulama, sehingga tidak beda dengan negara-negara Jazirah Arab sebelum menemui kehancurannya saat ini, yaitu tidak ada kelompok ketiga yang menjadi penyeimbang", pungkas beliau.
Kelompok ketiga yang menjadi penyeimbang dalam bahasa guyonan Gus Mus kepada Gus Dur adalah satpam demi keamanan Indonesia.
Dalam buku Mozaik Dunia Arab, disebutkan: hanya negara yang memiliki kelompok yang tidak tercerabut dari kultur budayanya sajalah yang bisa bertahan dari pertarungan peradaban saat ini.
Wallahu'alam bishowwab.

Silahkan Copas dan Share agar Tembus 7 Juta Status.

Gembira dengan kelahiran kanjeng Nabi

Abu Lahab, yang dinas dalam QS. al-Lahab bahwa ia dineraka selama-lama, mendapatkan keringanan setiap hari senin  diringankan siksaanya, lalu bagaimana jika yang bebungah dengan hari kelahiran rasulullah ﷺ adalah umat islam, disetiap nafas hidupnya?

Suwaibah radliyalLahu 'anha adalah amat (budak perempuan) terbaik serta termahal yang waktu itu dimerdekakan oleh Abu Lahab, karena paman nabi ini sangat senang akan kelahiran Nabi Muhammad ﷺ. Perlu diketahui bahwa Suwaibah ini juga ibu radla’ (ibu susuan/yang pernah menyusui) Nabi Muhammad ﷺ seperti yang masyhur dalan al-Barjanjy.

Keterangan bahwa Abu Lahab ini diringankan siksanya dihari senin jelas dalam Shahih Bukhari, supaya mudah dihafal keterangan ini dinadzamkan oleh al-Imam Syamsudien ad-Dimasqy rahimahulLah, sbb:

إِذَا كَانَ هٰذَا كَافِرًا جَاءَ ذِمُّهٗ * بِتَبَّتْ يَدَاهُ فِي الْجَحِيْمِ مُخَلَّدَا
Jika Abu Lahab ini jelas kekafirannya, yang telah datang kehinaannya
Dalam QS al-Lahab, bahwa ia dineraka selama-lamanya
أَتٰى أَنَّهٗ يَوْمَ اْلإِثْنَيْنِ دَائِمًا * يُخَفَّفُ عَنْهُ لِلسُّرُوْرِ بِأَحْمَدَا
Telah datang khabar bahwa ia setiap hari senin siksanya diringankan
Karena bebungah dengan lahirnya Nabi Muhammad
فَمَا الظَّنُّ بِالْعَبْدِ الَّذِيْ كَانَ عُمْرُهٗ  * بِأَحْمَدَ مَسْرُوْرًا وَمَاتَ مُوَحِّدَا
Maka bagaimana jika seorang hamba (umat islam) yang disetiap umur-nya
Bebungah dengan kelahiran Nabi Muhammad, dan meninggaldunia dalam ketauhidan?

Jogjakarta, Senin 23 May 2016
Sayapun menuliskan ini untuk lebih mudah saya hafal
(Setahun yang lalu aku menuliskan ini difacebook)

MENGAPA RIZKI KITA SEMPIT

MENGAPA RIZKI KITA SEMPIT
.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhah menjelaskan
"MENGAPA RIZKI KITA SEMPIT"
.
ﺟﺎﺀ ﺭﺟﻞ ﺇﻟﻰ ﺃﻣﻴﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻋﻠﻲ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﻳﺸﻜﻮ ﻟﻪ ﺍﻟﻔﻘﺮ ﻭﻗﻠﺔ ﺍﻟﺮﺯﻕ
Datang seseorang kepada Sayyidina Ali Karamallahu wajhah
mengeluhkan kemiskinan dan kekurangan rezeki
ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻪ :
ﻟﻌﻠﻚ ﺗﺘﻜﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺨﻼﺀ؟
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺮﺟﻞ :
ﻻﻳﻜﻮﻥ ﺫﻟﻚ ﻳﺎ ﺃﻣﻴﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ
Maka beliau Karamallahu wajhah berkata kepada orang tersebut :
.
"Mungkin kamu suka berbicara saat di kamar mandi?"
Dia mengatakan :
.
"Tidak wahai Amirol mu'minin"
ﻗﺎﻝ :
ﻟﻌﻠﻚ ﺗﻘﻠﻢ ﺍﻇﻔﺎﺭﻙ ﺑﺎﺳﻨﺎﻧﻚ؟
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺮﺟﻞ :
ﻻﻳﻜﻮﻥ ﺫﻟﻚ
"Mungkin kamu suka menggigit kukumu?"
"Tidak ".
ﻗﺎﻝ :
ﻟﻌﻠﻚ ﺗﺴﻤﻲ ﺃﺑﻮﻳﻚ ﺑﺎﺳﻤﻴﻬﻤﺎ ؟
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺮﺟﻞ :
ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﺫﻟﻚ
"Mungkin kamu memanggil atau menyebut kedua orang-tuamu
dengan nama mereka?"
"Tidak ".
ﻗﺎﻝ :
ﻟﻌﻠﻚ ﺗﺘﺮﻙ ﺍﻟﻘﻤﺎﻣﺔ ﻟﻴﻼ ﻓﻰ ﺩﺍﺭﻙ ؟
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺮﺟﻞ :
ﻻﻳﻜﻮﻥ ﺫﻟﻚ
"Mungkin kamu membiarkan sampah bermalam dalam rumah?
"Tidak "
ﻗﺎﻝ :
ﻟﻌﻠﻚ ﺗﻨﺎﻡ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻭﺿﻮﺀ؟
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺮﺟﻞ :
ﻻﻳﻜﻮﻥ ﺫﻟﻚ
"Mungkin kamu sering tidur tanpa wudhu ?
"Tidak "
ﻗﺎﻝ :
ﻟﻌﻠﻚ ﺗﺘﻘﺪﻡ ﺃﺑﻮﻳﻚ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﺸﻲ ؟
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺮﺟﻞ :
ﻻﻳﻜﻮﻥ ﺫﻟﻚ
"Mungkin kamu suka berjalan mendahului jalannya orang-tuamu ke depan ?
"Tidak "
ﻗﺎﻝ :
ﻟﻌﻠﻚ ﺗﻜﻨﺲ ﺩﺍﺭﻙ ﻟﻴﻼ ؟
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺮﺟﻞ :
ﻻﻳﻜﻮﻥ ﺫﻟﻚ
"Mungkin kamu sering menyapu rumah di malam hari?"
"Tidak "
ﻗﺎﻝ :
ﻟﻌﻠﻚ ﺗﻘﻠﻢ ﺍﻇﻔﺎﺭﻙ ﻳﻮﻡ ﺍﻻﺣﺪ؟
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺮﺟﻞ :
ﻻﻳﻜﻮﻥ ﺫﻟﻚ
"Mungkin kamu memotong kuku di hari minggu?"
"Tidak ".
ﻗﺎﻝ :
ﻟﻌﻠﻚ ﺗﺪﻳﻢ ﺍﻟﻠﻌﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﺑﻨﺎﺋﻚ؟
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺮﺟﻞ :
ﻻﻳﻜﻮﻥ ﺫﻟﻚ ﻳﺎ ﺃﻣﻴﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ
"Apakah kamu sering mengutuk anak²mu?"
"Tidak ".
ﻗﺎﻝ :
ﻟﻌﻠﻚ ﺗﻠﻘﻲ ﺑﺎﻟﺒﺼﺎﻕ ﻓﻰ ﺑﻴﺖ ﺍﻟﺨﻼﺀ ؟ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺮﺟﻞ :
ﻻﻳﻜﻮﻥ ﺫﻟﻚ
"Mungkin kamu sering membuang ludah ke kamar mandi?"
"Tidak "
ﻗﺎﻝ :
ﻟﻌﻠﻚ ﺗﺘﺮﻙ ﺍﺳﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ؟ ﻭﺍﻟﺤﻤﺪ ﻓﻰ ﺁﺧﺮﻩ ؟
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺮﺟﻞ :
ﻻﻳﻜﻮﻥ ﺫﻟﻚ
"Mungkin kamu tidak baca bismillah sebelum makan
ataupun Alhamdulillah setelahnya?"
"Tidak ".
ﻓﻘﺎﻝ :
ﻟﻌﻠﻚ ﻻﺗﺪﻋﻮ ﻻﺑﻮﻳﻚ ﻓﻰ ﺍﻟﺼﻼﺓ ؟
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺮﺟﻞ :
ﻧﻌﻢ ﻳﺎ ﺃﻣﻴﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻫﻮ ﺫﻟﻚ .
"Mungkin kamu tidak mendoakan kedua orang-tuamu saat shalat ?"
"Iya benar wahai Amirol Mu'miniin. itulah kekurangan saya ".
ﺭﺑﻲ ﺍﻏﻔﺮ ﻟﻲ ﻭﻟﻮﺍﻟﺪﻱّ ﻭﻟﻠﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻳﻮﻡ ﻳﻘﻮﻡ ﺍﻟﺤﺴﺎﺏ ﺁﻣﻴﻦ .
Copas: Dari kitab Salinan Al-Habib Salim As-Syatiriy nafa'anallohu bi 'uluumihi fid daroyn
.
Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
.
Silahkan tag & share ~

Monday, May 22, 2017

KAROMAH K.H HAMID PASURUAN

KAROMAH K.H HAMID PASURUAN
.
Malaikat Jibril datang menyampaikan salam dari Allah,
untuk KH. Hamid Pasuruan Di dunia ini tidak sedikit orang yang
beranggapan alam gaib itu tidaklah ada. Meski demikian, ada
pula orang yang percaya, akan tetapi kepercayaan mereka cuma sekedar tahu saja, tidak ada pemantapan hingga
seratus persen. Lain halnya dengan orang Islam yang memang benar-benar yakin dengan rukun iman yang nomor enam, yakni percaya kepada qodo’ dan qodar atau ketetapan-ketetapan Allah, baik yang buruk maupun yang baik. Memang sangat sulit sekali meyakini barang yang tidak ada wujudnya, tetapi kita sebagai umat Islam wajib hukumnya percaya seratus persen dengan adanya alam ghaib itu ada.
.
Dalam al-Qur’an dijelaskan :
“ ﻻ ﻳﻌﻠﻢ ﺍﻟﻐﺎﺋﺐ ﺍﻻ ﻟﻞ ”"
Yang artinya: “Tidak ada yang mengetahui barang gaib
kecuali Allah SWT”
.
Meskipun demikian, anda jangan terburu-buru dalam mengambil kesimpulan. Memang dalam ayat tersebut al-
qur’an menjelaskan sedemikian rupa, akan tetapi para
ulama ahli tafsir sepakat bahwa, ada orang-orang tertentu
(kekasih Allah) di dunia ini yang memang di izini atau diberi
tahu oleh Allah SWT dalam masalah kegaiban tersebut.
Contohnya adalah cerita kiai Hamid.
.
Alkisah, dahulu ada santri yang bernama Ihsan, Ia adalah
salah satu khadam (pembantu kiai) yang paling dekat
dengan kiai Hamid. Bahkan setiap malam, Ihsan di suruh
tidur di ruang tamu kiai Hamid.
.
Selain terkenal akan tawadhu’ dan kewaliannya. Kiai
kelahiran kota Lasem tersebut juga terkenal akan
keistiqomahan dalam ibadahnya. Setiap malam beliau tidak
pernah meninggalkan qiyamu al-lail (shalat Tahajjud). Pada
suatu malam tepatnya pukul 00.00 Istiwa’, setelah
melakukan shalat Tahajjud kiai Hamid membangunkan
Ihsan.
.
“Ihsan…Ihsan… tangio nak!” ( Ihsan…Ihsan… bangunlah
nak! ) begitulah cara halus kiai Hamid ketika membangunkan santrinya. Ihsan pun bangun, sambil mengucek-ucek matanya Ia berkata “Wonten nopo kiai?” (Ada apa kiai?) tanya Ihsan. “Awak mu sa’iki sembayango teros lek mari moco al-Fatihah ping 100, maringono lek wes mari awakmu metuo nang ngarepe gang pondok, delo’en onok opo nang kono.”
(Sekarang kamu shalat, lalu sesudahnya kamu baca surat al-Fatihah sampai 100 kali, kalau sudah selesai kamu keluarlah ke gang pondok, lihatlah ada apa di sana.) Perintah kiai Hamid.
“inggeh kiai” jawab singkat sang santri. Ia pun langsung
pergi ke kamar mandi untuk berwudlu’.
.
Singkat cerita setelah Ihsan membaca surat al-Fatihah, ia
lalu keluar dari gang pondok tepatnya di jalan Jawa, atau
yang sekarang namanya berubah menjadi Jl. KH. Abdul
Hamid. Pada waktu Ihsan keluar dari pondok, jarum jam
kala itu menunjukkan tepat pukul 01.00 dini hari.
.
Nyanyian jangkrik senantiasa mengiri langkah kaki Ihsan.
terangnya sinar rembulan menjadi penerang jalannya.
Sesampainya di Jalan Jawa, Ihsan melihat ada mobil dari
arah barat. Lalu mobil tersebut berhenti tepat di depannya.
Kaca mobil tersebut terbuka, “Ihsan lapo bengi-bengi nang
kene?” (Ihsan mau apa malam-malam kok di sini) begitulah
suara yang keluar dari dalam mobil tersebut. Karena lampu
dalam mobil tidak dihidupkan, Ihsan pun tidak bisa melihat
dengan jelas siapa yang berbicara dengannya. Ihsan pun
masih tercengang dan kebingungan suara siapakah itu.
Akhirnya pintu mobil itu pun terbuka dan yang keluar adalah
Ibu Nyai Hj. Nafisah Ahmad, istri hiai Hamid. Ternyata yang
ada di dalam mobil tersebut adalah rombongan Ibu Nyai Hj.
Nafisah yang datang dari Jakarta. Ihsan masih belum
menjawab pertanyaan yang tadi.
.
“Yo wes ketepaan lek ngono tolong gowokno barang-
barange sing nang njero montor, mesisan ambek barange
bojone Man Aqib.” (Ya sudah kebetulan, kalau begitu tolong
bawakan barang-barang yang ada di dalam mobil, sekalian
dengan barangnya istrinya Paman Aqib) perintah Ibu Nyai
Nafisah. Tanpa pikir panjang Ihsan pun langsung
menurunkan semua barang yang ada di dalam mobil.
.
Setelah semua barang sudah di bawa ke pondok, Ihsan lalu
masuk ke dalam ndalem kiai Hamid. Tak lama kemudian
kiai Hamid datang kepada Ihsan. “yok opo San? pas yo! Iku
mau pas aku sembayang, malaikat Jibril teko nang aku
nyampekno salam teko Allah. Ambek ngandani lek bojoku
teko jam siji bengi. San, bener nang al-Qur’an dijelasno, lek
gak ono sopo wae sing weroh ambek barang ghoib, yo
contone koyok kejadian iku mau iku termasuk ghoib. Cuman
Allah SWT iku ngidzini utowo ngewenehi weroh barang sing
goib marang uwong sing dicintai ambek gusti Allah.
.
” (Bagaimana San? Pas kan! Itu tadi waktu aku shalat,
malaikat Jibril datang menyampaikan salam dari Allah, dan
memberi tahu kalau istriku akan datang jam satu malam.
San, benar di dalam al-Qur’an dijelaskan, bahwasannya
tidak ada siapa pun yang mengetahui tentang masalah
gaib. Ya, contohnya kejadian tadi itu termasuk gaib. Cuma
Allah SWT itu memberi idzin atau memberi tahu barang gaib
kepada hamba yang dicintainya) jelas kiai Hamid. Setelah
menjelaskan kejadian tersebut, kiai Hamid langsung masuk
ke dalam. Sedangkan Ihsan masih tercengang dan merasa
kagum kepada kiai Hamid.
.
Tidaklah ada kalimat yang pantas ketika kita melihat atau
mendengar kejadian yang menakjubkan dari Allah SWT,
malainkan kata “Subhanalloh…!”.
.
Sumber: KH. Ihsan Ponco Kusumo-Malang
.
Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
.
Silahkan Tag & Share ~

KH. Idham Chalid dan huya hamka ketika ngimami sholat shubuh

dulu KH. Idham Chalid (Pimpinan PBNU) pernah satu kapal dengan Buya Hamka (tokoh Muhammadiyah) dengan tujuan yang sama menuju tanah suci Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Tidak ada kisah istimewa dari kedua tokoh berbeda paham tersebut hingga waktu shalat Shubuh menjelang.
Di saat hendak melakukan shalat Shubuh berjamaah, KH. Idham Chalid dipersilakan maju untuk mengimami. Secara tiba-tiba, pada rakaat kedua, KH. Idham Chalid meninggalkan praktek Qunut Shubuh, padahal Qunut Shubuh bagi kalangan NU seperti suatu kewajiban. Semua makmum mengikutinya dengan patuh. Tak ada nada protes yang keluar walau ada yang mengganjal di hati.
Sehingga seusai salat Buya Hamka bertanya: “Mengapa Pak Kyai Idham Chalid tidak membaca Qunut.”
Jawab KH. Idham Chalid: “Saya tidak membaca doa Qunut karena yang menjadi makmum adalah Pak Hamka. Saya tak mau memaksa orang yang tak berqunut agar ikut berqunut.”
Keesokan harinya, pada hari kedua, Buya Hamka yang giliran mengimami shalat Shubuh berjamaah. Ketika rakaat kedua, mendadak Buya Hamka mengangkat kedua tangannya, beliau membaca doa Qunut Shubuh yang panjang dan fasih. Padahal bagi kalangan Muhammadiyah Qunut Shubuh hampir tidak pernah diamalkan.
Seusai shalat, KH. Idham Chalid pun bertanya: “Mengapa Pak Hamka tadi membaca doa Qunut Shubuh saat mengimami salat?”
“Karena saya mengimami Pak Kyai Idham Chalid, tokoh NU yang biasa berqunut saat shalat Shubuh. Saya tak mau memaksa orang yang berqunut untuk tidak berqunut,” jawab Buya Hamka merendah.