Sunday, May 7, 2017

Jagongan alumni yanbu'

copy paste dari timeline Kak Ubi:
-
Dalam jagong rakyat quran tadi malam kami sempat ngrasani beberapa saudara seperjuangan mondok. Bukan karena kami hobi makan daging manusia (baca: ghibah), tapi dalam rangka menyaring ibrah yang mungkin tak bisa dicari di toko kitab atau perpustakaan.
Kebetulan narasumber utamanya, pak yai Ansor Said, salah satu alumni Yanbu'ul Quran zaman sugengipun simbah Arwani dan sekarang menjadi aktifis MWC NU Tenggilis Surabaya, juga ahli dalam urusan njagong, sebagaimana umumnya kiai nahdliyin. Kami saling bercerita dan bertanya tentang: kang Khotim, Hilmi, Nawir, Zaki, Mbah Mansur, Mbah Dullah, Mbah Qosim, Mbah Husain, Mbah Asrori, Mbah Maimun.
-
Mbah Mansur Maskan dikenal sebagai Anas bin Malik-nya mbah Arwani. Hal paling detail dan privat yang mungkin tak diketahui kedua putra beliau (Gus Ulin & Gus Albab muda), mbah Mansur tahu karena beliaulah yang paling sering dherekake simbah Arwani sampai wafat.
-
Mbah Dullah (KH. Abdullah Salam) adalah santri sekaligus besan simbah Arwani. Kiai besar dari Kajen tersebut selama 3 tahun terakhirnya memang mengurangi porsi bicara dengan orang lain, bahkan dengan istri beliau sendiri. Hanya dua orang cucu yang sanggup 'membuka lisan' beliau, Gus Ainun Naim (yang kemudian menjadi cucu mantu mbah Arwani) dan Gus Munawir, putra Kiai Makmun Bugel. Sama-sama cerdas dan disayang, tapi Gus Nawir lebih sering terlihat 'jadzab'nya.
-
Gus Nawir Bugel memang sejak kecil terlihat berbeda. Dengan kekuatan sirr batin yang dimiliki itulah yang mungkin membuat beliau terlihat sudah sangat dengan para kiai senior walaupun baru sekali bertemu, termasuk di antaranya: Mbah Maimun Sarang, Mbah Husain Mojokerto, Mbah Qosim Ampel Surabaya, Mbah Asrori Al-Khidmah Surabaya dan banyak lagi lainnya. Contoh kecil saja sirr-nya, beliau tahu istrinya tengah hamil persis sehari sebelum meninggal, padahal sang istri saja belum menyadari, karena setelah diperiksakan memang kandungannya baru masuk minggu2 awal.
-
Mendengar beberapa keistimewaan gus Nawir itu, Gus Zaki yang sekarang menjadi Imam Masjid Al Akbar Surabaya makin penasaran ingin mengetes. Sama-sama hafalan qurannya lancar dan punya kekhasan, bedanya Gus Zaki memang juara MHQ Nasional sementara Gus Nawir tidak selera pada popularitas. saat keduanya bersua di masjidil Haram, Gus Zaki baru takzim dan taslim. Gus Nawir yang sedang duduk manis di sudut masjid mengalunkan hafalan qurannya mulai dikerubungi banyak orang sekitar untuk mendengarkan terpana kemerduan dan kefasihan beliau. Selama periode Gus Nawir mondok di Yanbu, hanya beberapa orang yang punya suara merdu saat mengaji. Salah satunya kang Khotim.
-
Kang Khotim berangkat mondok berguru ke simbah Arwani dengan keterbatasan. Penglihatan beliau sangat minim hingga terlihat sangat sipit walaupun sudah berkacamata. Pria berbadan kecil asal Bojonegoro ini telaten ndarus qurannya dan berbakat dalam hal mauidhoh. Sayangnya, sama dengan Gus Nawir tadi, di usianya yg baru matang-matangnya terburu dirindukan Tuhan. Kemahirannya dalam menghafal hanya dikalahkan oleh kawan karibnya seangkatan berangkat dari Bojonegoro pula, yakni kang Hilmi.
-
Kang Hilmi sekarang selain aktif di MWC NU Kec. Balen,juga mengampu yayasan pendidikan dan menjabat ketua KUA di area barat Bojonegoro. Dulu mondok berguru ke simbah Arwani saat sudah sangat 'dewasa', yakni setelah mondok di Langitan, sidoresmo, lulus S1 IAIN Sunan Ampel dan juga sudah beristri. Dengan tanggung jawab nafkah keluarga sekaligus meneruskan perjuangan abahnya meneruskan kepemimpinan pondok dan madrasah, Kiai Hilmi muda diberi hak khusus oleh romo yai untuk setor kapanpun siap. Dan walaupun sering pulang, nyatanya beliau sudah mengkhatamkan setor dalam waktu dua tahun saja, lantas pamit boyong. Banyak rekan yang tak tahu kalau beliau juga alumni Kudus lantaran masa belajarnya yang singkat padat tersebut, selain karena beliau memang jarang mengakui atau bahkan mempublikasikannya.
-
Wallahu a'lam.
-
Surabaya, 11 Sya'ban 1438

No comments:

Post a Comment