Kitab Shohih Bukhori, adalah kitab hadist yang paling kredibel, dalam hadist. Bisa dibilang rujukan utama dalam hadits-hadits yang dianggap shohih, menurut jumhur ulama. Maka dalam setiap pengambilan keputusan hukum Islam, kitab ini acapkali muncul sebagai rujukan.
Imam Bukhori, penyusun kitab Shohih Bukhori adalah seorang alim nan spesial. Imam Muhammad Bin Ismail al Bukhori lahir di Bukhara, Khurasan, bahkan sebagian ulama mengatakan, bahwa seakan Imam Bukhori memang dilahirkan untuk mendalami hadist, saking tingginya derajat beliau dalam hadist. Dan juga saking tingginya derajat hadist yang beliau riwayatkan.
Imam Bukhori dimakamkan di Samarkand, Uzbekistan. Merupakan seseorang ulama istimewa dari bangsa Persia. Bernama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah al Bukhari. Bardizbah, kakek buyutnya masih beragama Zoroaster, sementara anaknya Al Mughirah sudah beragama Islam. Ayahanda imam Al Bukhari dikenal sebagai seorang yang wara', menghindari barang syubhat apalagi haram.
Pada waktu kecil, imam al Bukhari mengalami kebutaan tak lama setelah dilahirkan. Namun doa ibundanya, menjadi sebab kesembuhan matanya. Sejak usia 10 tahun sudah tertarik dengan ilmu hadist yang terkenal sulit dan rumit. Pada usia belia, sudah menghafal sekian kitab hadist. Kali pertama berguru pada Syekh ad Dakhiliy di Bukhara. Pada usia 16 tahun itu, beliau bersama keluarganya pergi ke Mekkah dan Madinah. Di dua kota suci itu, Imam al Bukhori belajar hadist pada ahli-ahli hadist disana. Sehingga pada usia 18 tahun, beliau berhasil menyusun kitab pertamanya, Qudhaya as Shahabah wa at Tabiin. Guru beliau diantaranya Ibnu Rahwahih, Muhammad bin Yusuf al Bahkandi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Faryabi dan banyak ulama hadist terkenal lainnya.
Kehati-hatiannya dalam meneliti hadistlah, yang menjadikan kedudukannya begitu tinggi. Untuk ilmu hadist, haliyah atau keseharian seorang muhaddist adalah juga pertimbangan utama. Muhaddist atau ulama hadist dilarang berbohong, berdusta, mengatakan sesuatu yang tak jelas kebenarannya, dan termasuk pelupa. Walaupun lupa adalah kodrat manusia, namun seorang pelupa akan ditolak riwayat hadistnya, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi keabsahan, kesahihan hadist yang diriwayatkannya. Nah, dalam hal ini Bukhari selalu menetapkan syarat yang sangat ketat. Maka, ada beberapa hadist yang misalnya disebutkan shahih inda syarthil bukhari, adalah hadist yang tidak diriwayatkan oleh bukhari, namun periwayatnya disebutkan oleh Bukhari, begitu kira-kira pendapat Ibnu Daqiqil 'Id, An Nawawi dan Ada Dzahabi.
Cerita bagaimana Bukhari sangat ketat dalam menerapkan syarat kesahihan hadist dan demi menghindari bualan dan kebohongan adalah seperti beberapa cerita. Bukhari yang ingin berguru dan mengambil serta belajar hadist dari seorang guru tiba-tiba melihat gurunya sedang berusaha memasukkan kudanya ke kandang. Kuda itu tidak menurut seperti biasanya, agak sulit dan tidak jinak. Maka sang guru hadist, menenteng tempat makanan kuda dan seakan siap memberinya makan. Melihat hal itu, kuda itu kembali jinak dan mau dimasukkan ke dalam kandang. Imam Bukhari kemudian melongok kedalam tempat makanan kuda sang calon guru. Dan ternyata didalamnya tidak terdapat makanan kuda. Sang guru, ternyata cuma bersiasat agar kudanya mau dimasukkan ke dalam kandang. Maka Imam Bukhari mengurungkan niatnya berguru pada sang calon guru. Ketika ditanya tentang keputusannya, Imam Bukhari mengatakan, "Kepada kuda pun ia berbohong, maka tidak layak aku berguru padanya." Ini adalah bentuk kehati-hatiannya dalam mendapatkan guru dan hadist.
No comments:
Post a Comment