Monday, July 10, 2017

Kiai Adlan

Suatu ketika Kiai Adlan menaiki mobil Corola merah bersama Ma’mun putra Pak Tohir. Selesai acara Kiai Adlan Aly pulang pukul satu malam. Sesampainya di Mantingan, bensinya habis. Di daerah tersebut jam sembilan malam pom sudah tutup begitu pula para pengecer sudah menutup warungya. Sang supir pun lapor, “Mbah Yai, bensinya habis. Lalu beli di mana? Kalau sudah jam sekian, tidak ada penjual bensin yang buka, Yai...” mendengar itu, Kiai Adlan Aly pun keluar mobil dan berjalan kaki. Di pinggir jalan, beliau menjumpai seorang penjual degan, kelapa muda. Lalu beliau membeli dua. Yang satu diberikan kepada supir dan menyuruhnya meminum degan tersebut. Dan satu buah disuruh diletakkan di dekat mesin mobil. Setelah itu Kiai Adlan berkata “Ya sudah, ayo naik..” Tak disangka tiba-tiba bensinya jadi full. Subhanallah

Kiai, panggilan prestisius yang disematkan pada seseorang yang memiliki kemampuan dalam bidang agama, pengobatan atau memiliki karomah melebihi orang lain pada umumnya. Sehingga tak jarang kiai menjadi “konsultan sosial” dari berbagai masalah yang menerpa masyarakat di sekitarnya. Menjadi pemecah kebuntuan kehidupan sosial  dalam berbagai aspek dan sendi-sendi kemasyarakatan.

Anang Firdaus, dalam buku Karomah Sang Wali. Sebuah biografi tentang jejak langkah seorang ulama kharismatik ini mengisahkan kehidupan KH Muhammad Adlan Aly yang penuh dengan karomah dan keteladanan. Melalui buku ini ia menyatakan bahwa dalam kehidupan seseorang harus memiliki akhlakul karimah dalam pergaulan sehari-hari. Setiap tindak tanduk anak adam akan memiliki arti. Arti yang akan memberikan pengaruh pada kehidupan generasi selanjutnya.

Berawal dari sebuah pesantren di daerah Maskumambang, Gresik. Adlan kecil mulai menempa pendidikan agama. Pesantren Maskumambang merupakan tanah kelahirannya dan disini pula Adlan memperoleh ilmu agama dibawah asuhan pamannya KH Faqih Abdul Jabbar yang merupakan putra dari KH Abdul Djabbar (Pendiri Pesantren Maskumambang).

Kesungguhanya dalam belajar agama membawa Adlan kecil melanjutkan rihlah Ilmiahnya  kepada KH Munawwar, Kauman, Gresik untuk menghafal Al-Qur’an saat berumur 14 tahun. Merasa haus dengan samudra ilmu ia melanjutkan tabarukkan kepada KH Muhammad Said bin Ismail di tanah Madura dan memperoleh sanad Al-Qur’an yang muttasil dengan baginda Rosul. Hingga akhirnya berguru langsung kepada Hadratus Syaikh Hasyim Asyari di pesantren Tebuireng.

Saat menjadi santri di Tebuireng, Yai Delan (panggilan KH M Adlan Aly) menjadi kepercayaan dan santri kesayangan Yai Hasyim Asyari. Pasalnya beliau adalah Hafidz Al-Qu’ran dan alim. Tak jarang Yai Hasyim sering meminta pendapat kepada beliau bilamana ada permasalahan seputar fiqh. Beliau sering diminta menjadi imam mengantikan Yai Hasyim saat berhalangan hadir. Khususnya saat Ramadhan, menjadi imam shalat tarawih di masjid Tebuireng.

Sejak saat itu, KH Adlan Aly kerap menjadi qori’ dan guru dalam kegiatan belajar mengajar di Tebuireng. Hampir setiap hari kesibukannya diisi untuk mengajar kitab dan menerima setoran hafalan Qur’an para santri. Membantu pesantren gurunya yang sangat beliau kagumi. Hingga puncaknya beliau mendirikan pondok putri Walisongo di Cukir dan masih eksis sampai sekarang.

Kiai Adlan merupakan seorang wali yang memiliki banyak karomah. Diantaranya selalu turun hujan saat Yai Delan mengaji kitab Fathul Qarib bab Istisqa’. Ketika beliau membaca bab tersebut lalu mempraktekan shalat istisqa’ dan mengalungkan sorban ke pundaknya dalam seketika itu hujan turun.

No comments:

Post a Comment