HUKUM RAMBUT DALAM SHALAT
Bagaimana hukum rambut dalam shalat?
Imam Qofal (Fatawa Imam Qafal, hal: 59), rambut tumbuh di area aurat, hukumnya sebagaimana hukum aurat. Sehingga tidak boleh tampak (rambut kemaluan; umpamanya jika rambut kemaluan terlalu panjang) di dalam shalat.
Jika al-Hanah (rambut kemaluan) dicukur, maka alangkah baik-nya hanah tersebut di pendam dalam tanah (supaya tidak tampak/dibuang ditempat yang tidak banyak dilihat oranglain) dan tidak diperlihatkan kepada orang lain.
Jika demikian maka rambut (kepala) hurrah (perempuan yang merdeka) yang ter-urai, bagi laki-laki lain (bukan muhrim) tidak boleh melihatnya, berbeda dengan rambut kepala amat (budak perempuan).
Jumhur (mayoritas) Ulama, (Tahqiq Fatawa Imam Qafal, hal: 59) membedakan batasan aurat hurrah dan amat. Imam Syafi'i, Abu Hanifah dan Jumhurul Ulama. Mereka mengatakan: batasan aurat amat sebagaimana batasan aurat laki-laki, yaitu maa baina surrah wa ar-rukbah (antara pusar dan lutut). Sedangkan Imam Malik mengatakan: batasan aurat amat sebagaimana batasan aurat hurrah. Sedangkan rambut kepala perempuan termasuk aurat, sebagaimana pendapat Ahlul 'Ilm.
Imam Qofal (Fatawa Imam Qofal, hal: 60) juga mengatakan: Aku pernah mendengar wajah pendapat yang lain dari kalangan Ashab Kami (Ulama Syafi'iyah) ada beberapa yang mengatakan: Sya'r al-Hanah (rambut kemaluan) jika dicukur (atau dipotong) tidak termasuk aurat, karena keharaman melihatnya telah terputus sebab sudah terpisah dari tubuh.
Dari dua wajah pendapat ini, maka timbul pertanyaan: Apakah dzakar (kemaluan laki-laki) yang terpotong, boleh bagi perempuan (orang lain) melihatnya?
Dalam permasalahan ini juga terdapat dua wajah pendapat (seperti permasalahan sebelumnya). Artinya, ada dua pendapat yang mengatakan boleh melihatnya dan tidak boleh melihatnya. Dua wajah pendapat ini juga berlaku bagi laki-laki jika menyentuh potongan tangan perempuan dalam hukum wajib-nya wudlu. Wallahu A'lam.
Ulinuha Asnawi
Yogyakarta, Jum'ah Berkah
22 September 2017
No comments:
Post a Comment