Thursday, August 31, 2017

"MELAYANI" DAN "BERKHIDMAH" APA BEDANYA ?

"MELAYANI" DAN "BERKHIDMAH"
APA BEDANYA ?

Sedari dulu hingga beberapa saat lalu  |  kami memahami istilah ber-KHIDMAH itu yaa  MELAYANI  |  Dan hanya di situ  |  tidak ada penjelasan lagi yang lebih spesifik  ||

Kemarin  |  dengan tanpa sengaja  |  KH Kholil Dahlan memberikan uraian terkait makna dari kata KHIDMAH  |  Agak menarik juga  |  Dan menurut pengakuan beliau  |  makna tersebut justru beliau dapatkan dari penjelasan Romo Kyai Ahmad Asrori Al Ishaqi RA  |  tapi ketika dahulu kala  |  saat masih sama sama usia remaja  |  sama sama tinggal di Ponpes Tretek Pare Kediri  |  Jauh sebelum Jamaah yang bernama "Al Khidmah" itu lahir  ||

Belum apa apa beliau sudah memulai dengan pertanyaan :  Apa bedanya "Melayani" dengan "Berkhidmah" ?  |  Dalam pikiran kami waktu itu : Bukankah sama?  Memang apa bedanya?  ||  Dan berikut ini adalah penjelasan KH Kholil Dahlan  ||

"Melayani" ataupun "Berkhidmah"  |  itu sama sama  :  melakukan suatu perilaku kebaikan  |  secara ihlas  |  dalam bentuk memberikan nilai manfaat kepada orang/pihak lain  |  dengan mengikuti tata aturan yang berlaku  || Sudah  |  sampai di sini  |  keduanya sama  ||

Namun kalau ber-KHIDMAH itu ada tambahan  ||  Seseorang dikatakan ber-KHIDMAH apabila di dalam dia melakukan "perbuatan melayani"-nya itu  |  batinnya juga ikut merasakan  |  atau hatinya turut menghayati  ||

Jadi selama seseorang itu di dalam berkhidmah  |  maka batinnya akan terus hidup  |  mata hatinya bakal terus menerus dan tak henti henti merasakan dengan bertanya kepada dirinya : apakah yang saya lakukan ini telah mencocoki bagi yang saya khidmahi?  |  Apakah selama ini telah menyenangkan hati orang yang saya khidmahi?  |  Begitu seterusnya  |  Orang begini ini  |  dia  tak habis untuk mencari dan terus mencari cara cara yang bisa menyenangkan hati yang dikhidmahi"  ||

Kyai Kholil kemudian melanjut |  "Hal makna yang begini ini, saya juga baru keingat  |  dan baru menyadari, lho  ||  Jadi rupanya  |  inilah jawaban : kenapa Romo Kyai Asrori memberikan nama kepada anak-anak pengikutnya dengan julukan AL KHIDMAH itu  ||

Di dalam Thoriqoh, kan memang roso itu jadi hal kunci (?)  |  Nah, melalui berkhidmah, kita ini sekaligus memang diajari atau dilatih oleh Guru - Kyai Asrori - untuk bisa menjaga roso dalam batin kita  |  Roso ini harus terus hidup  |  Jangan sampai mandek atau mati"  ||

Kemudian beliau mengakhiri uraiannya dengan testimoni  :  "Memang, Kyai Asrori itu  |  ketajaman dalam kemursyidan  |  atau dalam menuntun mendidik anak muridnya  |   jauh melebihi jangkauan kita semua"  |  Kito kito niki mboten nutut, pun !!"  ||

AllaaHhummanfa'naa
BiHhimaa Wa BarokaatiHhimaa
Wa Bi 'UluumiHhimaa
Fid-Daaroiin. Aamiiin.
Al Faatihah ... !!

Repost Pak Imam Subakti

CINTA & BENCI YANG UNIVERSAL ALA HABIB ALI AL-JUFRI

CINTA & BENCI YANG UNIVERSAL ALA HABIB ALI AL-JUFRI

"Saya mencintai seorang Muslim, meskipun ia berselisih pendapat dengan saya dalam masalah agama, walaupun ia mengkafirkan saya, walaupun ia menghalalkan darahku, walaupun ia tampakkan kebencian di hadapan saya, saya tetap mencintainya. Saya benci akhlaknya, tapi saya mencintainya. Di dalam dirinya ada cahaya La Ilaha illallah. Dia dinisbatkan kepada Sayyidina Muhammad Saw. karena dia bagian dari ummatnya.

Begitupula, saya mencintai non-Muslim. Nasrani? Ya, saya mencintai orang Nasrani (Kristen). Bahkan lebih dari itu, saya mencintai (orang) Yahudi. Saya benci penjajah dengan jajahannya di sana, yakni Zionis. Yang menghalalkan tanah dan harga diri saya, dan saya siap memeranginya tapi hati saya menginginkan hidayah untuknya dan ingin ia kembali kepada kebenaran. Tapi tidak, saya tidak membenci Yahudi karena dia Yahudi (ke-Yahudiaannya). Dia membenciku, Allah mengajarkan saya (dalam al-Quran) bahwa ia (Yahudi) akan menjadi orang yang paling memusuhiku dan kenyataan menjadi saksinya. Tapi saya cinta kepada orang Nasrani, Yahudi, Budha, dan (bahkan) Atheis.

Saya benci kekafiran seorang kafir, tapi tidak benci kepada orangnya. Saya benci kemaksiatan pendosa, tapi saya tidak benci sosoknya. Saya siap mengekspos hal ini dan bertukar pikiran dengan para ulama dari golongan yang memandang ucapan saya tidak benar. Saya akan cium tangan mereka tapi saya berbeda pendapat dengan mereka dalam hal ini. Ini yang saya pelajari. Ini yang saya pelajari dari akhlak Rasulullah Saw. Ta’dzim terhadap karunia Allah Swt. atas seseorang (manusia, sebagaimana firmanNya):

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ
“Kami telah memuliakan anak-anak Adam.” (QS. al-Isra’ ayat 70).

(Pernah terjadi) jenazah seorang Yahudi sedang lewat di hadapan Rasulullah Saw. Lalu beliau Saw. berdiri. (Salah seorang sahbat berkata): “Ya Rasullah, itu adalah jenazah seorang yahudi.”

أَلَيْسَتْ نَفْسًا؟
Jawab Rasulullah Saw.: “Bukankah ia (juga) seorang manusia?” Sebagaimana dalam hadits shahih, beliau Saw. mengajarkan kepada kita adab  tinggi ini.

Apa makna dakwah jika kosong dari makna cinta?

MBAH MOEN : TENTANG SHIGHOT TAKBIR HARI RAYA

MBAH MOEN : TENTANG SHIGHOT TAKBIR HARI RAYA

Oleh : Mbah Wali Kanthongumur

Sarang, Selasa Legi, 30 Romadlon 1437 H/ 5 Juli Tammuz 2016 M.

Saat itu malam Kamis Legi, 24 September Ailul 2015/ 10 Dzul Hijjah 1436 H, setelah Isya di Musholla Al-Anwar ada takbiran. Para santri membaca takbir, dan ketika membaca:

* الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الله أكبر كبيرا، والحمد لله كثيرا، وسبحان الله بكرة وأصيلا، لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه، مخلصين له الدين، ولو كره الكافرون....

tepatnya pada kalimat:

ولو كره الكافرون…

sebagian dari mereka menambahi dengan:

ولو كره الكافرون، ولو كره المشركون، ولو كره المنافقون…

Syaikhuna yang waktu itu ada di ruang tamu mendengar hal itu, Beliau memanggil salah satu santri Ndalem kemudian beliau mengatakan:

“Cong, sing moco takbir kandani, lafale iku cukup (Nak, yang membaca takbir diberi tahu, lafadnya cukup):

ولو كره الكافرون.

Ojo muk tambahi (jangan ditambah):

ولو كره المنافقون.

Pada berbagai kesempatan, Kanthongumur bertanya tentang hal itu, dan Beliau menjawab:

Yen pengen nambahi yo cukup ditambah (kalau ingin menambahi, cukup dengan ditambah):

ولو كره المشركون

Kerono sing kewarid nang qur’an iku mung loro, yoiku (karena yang ada di dalam Al-Qur'an itu hanya dua, yaitu):

ولو كره الكافرون
karo (dan)

ولو كره المشركون.

Dene (adapun)

ولو كره المنافقون

ora ono nang qur’an (tidak ada di dalam Al-Qur'an).

"Wong munafiq iku senajan haqiqote wong kafir, namung mlebu barisane wong islam lan ngetokake islame, kerono iku ojo dimungsuhi senajan gething. Yen dimungsuhi, lak podo dene mungsuhan karo podo islame".

(Orang munafiq itu walaupun haqiqotnya orang kafir, namun masih termasuk barisan orang Islam dan mereka memperlihatkan islamnya, karena itu, jangan dimusuhi walaupun mereka memusuhi. Kalau dimusuhi, sama saja bermusuhan dengan sesama muslimnya).

Dalam berbagai kesempatan beliau mengatakan (saya ungkapkan dengan bahasa indonesia dan dengan tata bahasa saya):

Al-Qur'an memang memerintahkan untuk berjihad dan keras terhadap orang kafir dan munafiq. Tetapi Nabi pun mempunyai politik sehingga raja-raja kafir pada zaman itu mengirimkan hadiah berupa unta, kuda, bighol dan himar. Bahkan raja mesir Muqowqis mengirimkan hadiah berupa wanita cantik, Maria Al-Qibthiyyah yang kemudian menjadi istri Nabi. Pernikahan ini menurunkan seorang putra bernama Ibrohim.

Sedangkan orang munafiq, ketika mereka ikut dalam sebuah peperangan, seperti perang badar, peperangan itu dimenangkan oleh pihak muslimin. Sedangkan saat perang uhud, dan orang-orang munafiq mengundurkan diri tidak mengikuti perang, pihak muslimin mengalami kekalahan, walaupun awwalnya menang.

Hal itu pun disebabkan turunnya para pemanah dari bukit uhud, setelah melihat kemenangan dan mereka melihat ghonimah.

Di saat sebagian shohabat mengatakan: "apakah tidak kami perangi orang-orang munafiq itu?". Nabi bersabda:

لو قاتلتهم لقالوا إن محمدا قاتل أصحابه.

"Andaikan Saya memerangi mereka, niscya mereka berkata: sesungguhnya muhammad memerangi para shahabatnya".

Bahkan Abdulloh bin ubay bin salul, pemimpin orang munafiq, setelah meninggal digali kuburnya dan diluluri dengan air liur Nabi serta dikafani dengan kain dari nabi. Hal itu dijelaskan dalam kitab Syajarotul Maarif.

Tetapi Abdulloh bin Ubay tidak disholati oleh Nabi karena ada Larangan dari Al-Qur'an:

ولا تصل على أحد منهم مات أبدا ولا تقم على قبره (التوبة:84).

Syaikhuna Maimoen Zubair sangat hati-hati dalam hal ini, beliau mengatakan: Orang munafiq itu terkadang masih diampuni oleh ALLOH. Seperti dalam Al-Qur'an:

وأخرون مرجون لأمر الله إما يعذبهم وإما يتوب عليهم والله عليم حكيم

"Dan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan ALLOH, adakalanya ALLOH akan mengazab mereka dan adakalanya ALLOH akan menerima taubat mereka. Dan ALLOH Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".

*****
Takbir Id

* الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد.

* الله أكبر كبيرا، والحمد لله كثيرا، وسبحان الله بكرة وأصيلا، لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه، مخلصين له الدين، ولو كره الكافرون، لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد.
* الله أكبر كبيرا، والحمد لله كثيرا، وسبحان الله بكرة وأصيلا، لا إله إلا الله وحده، صدق وعده، ونصر عبده، وأعز جنده، وهزم الأحزاب وحده، لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد.

(Saat Idul Adlha Tahun 1436 H Syaikhuna Maimoen membaca takbir dengan shighot di atas, dan pada akhir takbir menambahkan sholawat, seperti ini):

* الله أكبر كبيرا، والحمد لله كثيرا، وسبحان الله بكرة وأصيلا، لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه، مخلصين له الدين، ولو كره الكافرون، لا إله إلا الله والله أكبر، وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم الله أكبر.
* الله أكبر كبيرا، والحمد لله كثيرا، وسبحان الله بكرة وأصيلا، لا إله إلا الله وحده، صدق وعده، ونصر عبده، وأعز جنده، وهزم الأحزاب وحده، لا إله إلا الله والله أكبر، وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم الله أكبر.

*****

Kumpulan status tentang keilmuan juga bisa dilihat Channel Telegram KANTHONGUMUR dengan alamat:

https://goo.gl/eofLTt

DALIL UMUM DAN DALIL KHUSUS

DALIL UMUM DAN DALIL KHUSUS

Apabila ada dalil umum yang menunjukkan hukum suatu amalan, maka seluruh bagian amalan tersebut masuk ke dalam keumuman dalil tersebut dan tidak boleh dikeluarkan sebagiannya kecuali dengan dalil khusus.

Misalnya, hadits: "Barangsiapa mengucapkan 'La ilaha illalah' ia pasti masuk surga." Ini adalah dalil umum yang menyatakan bahwa setiap orang yang mengucapkan kalimat syahadat, ia pasti masuk surga, meskipun harus melewati neraka dulu karena dosa atau maksiatnya yang tidak sampai level kekufuran, tapi pada akhirnya ia pasti masuk surga selamanya. Tidak boleh ada yang dikeluarkan dari keumuman dalil itu kecuali dengan dalil khusus.

Apabila dalil umum menunjukkan anjuran, maka tidak boleh dilarang kecuali dengan dalil khusus yang melarangnya. Begitu juga sebaliknya, apabila dalil umum menunjukkan larangan, maka tidak boleh dianjurkan kecuali ada dalil khusus yang menganjurkannya.

Sekarang mari kita terapkan ke masalah-masalah lain.

1. Shalat malam (qiyamullail)

Dalil-dalil umum menunjukkan bahwa qiyamullail hukumnya dianjurkan setiap malam. Maka shalat pada malam apapun (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu dan Ahad) tetap dianjurkan sampai ada dalil yang melarangnya. Tidak boleh melarang qiyamullail pada malam tertentu kecuali dengan dalil khusus. Contoh dalil yang melarang adalah hadits, "Jangan kalian khususkan malam Jumat saja untuk shalat." Artinya, dilarang qiyamullail pada malam Jumat saja jika tanpa disertai malam sebelumnya atau setelahnya.

Tapi bagaimana dengan qiyamullail malam Rabu saja atau malam Senin saja misalnya, apakah juga terlarang? Jawabnya tidak, karena tidak ada dalil yang melarangnya. Yang dilarang hanya mengkhususkan qiyamullail malam Jumat saja berdasarkan dalil. Ini tidak bisa dikiaskan ke selain malam Jumat. Juga tidak bisa dikiaskan ke selain qiyamullail misalnya dzikir, membaca Al Quran dan sebagainya, dengan alasan yang sama.

Oleh karena itu, qiyamullail pada malam apapun tetap dibolehkan kecuali mengkhususkan malam Jumat saja, itu dilarang karena ada dalil yang melarangnya.

2. Membaca Al Quran

Dalil-dalil umum menunjukkan bahwa membaca Al Quran dianjurkan. Anjuran ini bersifat umum, artinya mencakup seluruh Al Quran dari awal surat sampai akhir surat. Surat apapun atau ayat apapun, sedikit maupun banyak dan berapapun jumlah ayat yang dibaca, semuanya danjurkan.

Lalu bagaimana kalau ada orang yang hanya membaca surat Al Ikhlas saja? Jawabnya boleh, karena tidak ada dalil khusus yang melarang. Bagaimana membaca Yasin saja? Juga boleh, karena tidak ada dalil khusus yang melarang. Membaca ayat Kursi saja? Sama juga boleh, karena tidak ada dalil khusus yang melarang. Begitu seterusnya. Selama tidak ada dalil khusus yang mengeluarkan keumuman anjuran itu, maka tidak bisa dilarang.

Kalau ada orang yang melarang bacaan tertentu, ia harus mendatangkan dalil larangannya.

3. Berpuasa sunnah

Dalil-dalil umum menunjukkan bahwa berpuasa sunnah dianjurkan pada hari-hari apapun sepanjang tahun. Berpuasa sunnah tidak dilarang pada hari apapun kecuali jika ada dalil khusus yang melarangnya, misalnya hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Hari-hari itu telah dikhususkan oleh syariat berdasarkan dalil khusus yang melarang sehingga tidak boleh seseorang berpuasa di dalamnya. Begitu juga berpuasa pada hari Jumat saja tanpa diiringi puasa sehari sebelumnya atau sehari setelahnya, ini juga dilarang karena ada dalil khusus yang melarangnya. Selebihnya, kembali kepada hukum asal yaitu dianjurkan berpuasa.

Oleh karena itu, berpuasa pada hari-hari apapun dianjurkan bagi yang mampu.

HADITS DHOIF BERISI KEUTAMAAN AMAL

Setelah memahami kaidah di atas, sekarang kita beralih kepada masalah hadits dhoif berisi keutamaan amal.

Apabila suatu amalan telah ditetapkan hukumnya berdasarkan dalil yang shahih, kemudian ada hadits dhoif yang menunjukkan keutamaan amalan tersebut, apakah hadits dhoif ini mempengaruhi hukum amalan tersebut?

Jawabnya tidak. Karena pada dasarnya, ada atau tidaknya hadits dhoif ini tidak berpengaruh pada hukum amalan tersebut setelah ia ditetapkan berdasarkan dalil shahih.

Adanya hadits dhoif tersebut hanya menjadi semacam motivator atau penyemangat saja, baik semangat untuk melakukannya atau meninggalkannya, tergantung konteksnya.

Semoga penjelasan ini semakin memperjelas pemahaman kita tentang perbedaan antara menentukan status hadits dengan menentukan hukum fikih. Wallahu a'lam bis showab.

Noto ati sebelum sholat

"Mangkane (sak) durung(e) sembahyang niku ndiluk mawon disek, meneng, nggeh ta?. Ayok dikumpulno pikirane-atine dadi siji. Merem!, dikumpulno, dituntun dateng ngersanipun Allah. Carane nuntun yak nopo?. Ngroso ino, ngroso akeh salahe, ngroso akeh dosane, ngroso durung isok opo-opo. Nek sampeyan pun ngroso, ngroso, ngroso koyok ngeten, mboten kroso ngken lisane sak atine moro-moro nyebut “Astaghfirullah..”. Mboten istighfare direncanakno disek, mboten!. Nek coro thoriqot niku, nggeh ta?, dihayati, dirasakno disek. Engkok tobat istighfare (lak) metu dewe. Lha metu dewe niki lho (sing larang)!. Seje, kadang-kadang konco-konco niku wedi, (lajeng) nyiapno wiridane disek. “Ngkok (kate) moco iki, moco iku, olehe ijazahe kyai iki, kyai iku, tak siapno moco..”. Mocone apik, yo oleh ganjaran. Cumak bathine niki lho, sak derenge moco, nopo?, ayok atine ditoto!. Ditoto disek teng Gusti Allah. (Supados) Metune istighfar-tobat, (saget otomatis) kontak piyambak dateng ngersanipun Gusti Allah... Pun!...."

Doa umat nabi umat yang tak dikabulkan

Mahbib, NU Online | Jumat, 25 Agustus 2017 15:00

Suatu ketika Nabi Musa melihat seorang lelaki dari umatnya yang sedang merintih dan berdoa. Ia terlihat begitu khusyuk dan mengiba kepada Allah yang maha kuasa. Melihat lelaki tersebut, sang nabi merasa iba hingga berkata:

يا ربي لو كانت حاجته بيدي لقضيتها

“Wahai Tuhanku andai saja aku berkuasa memenuhi permintaanya. Tentu akan kukabulkan,” gumam Nabi Musa.

Tak selang berapa lama, kemudian Allah mewahyukan sebuah kabar yang mengejutkan. Wahyu tersebut berkata:

يا موسى إن له غنما و إن قلبه عند غنمه و أنا لا أستجيب دعاء عبد يدعوني و قلبه عند غيري

“Wahai Musa, sesungguhnya ia memiliki  seekor kambing. Dan Sungguh, (ketika berdoa) hatinya terpaku terhadap kambingnya. Dan Aku (Allah) tidak akan mengabulkan doa seorang hamba yang meminta kepadaku, sedang hatinya terpaku pada selain diri-Ku.”

Betapa Allah maha mengetahui segala sesuatu. Ya, lelaki yang dipandang Nabi Musa telah berdoa dengan setulus hati dan sepenuh jiwa. Ternyata di mata Allah ia tak ada apa-apanya. Karena memang dalam hatinya, terpaut akan perkara dunia berupa kambing yang ia miliki. Maka, atas dasar itulah doanya tak dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala.

Kemudian setelah menerima wahyu tersebut, Nabi Musa segera mengabarkannya kepada lelaki tersebut. Maka bergegaslah lelaki itu untuk kemudian melupakan seluruh perkara duniawi dan kemudian berdoa kepada Allah dengan sepenuh jiwa. Hingga akhirnya Allah pun mengabulkan doa hamba tersebut.

Lewat kisah tersebut, betapa berharga pelajaran yang kita dapat. Kesungguhan berdoa baik dari segi lahir maupun batin sagat penting sebagai modal utama demi tercapainya doa. Karena sekali lagi ditegaskan, Allah tidak akan mengabulkan doa seorang hamba sedang hatinya terpaku kepada selainNya. Semoga kita selalu diberi kekuatan dalam meraih khusyuk saat berdoa. (Ulin Nuha Karim)

Kisah ini disarikan dari kitab Risalah Nawadirul Hikayah karya Syaikh Ahmad Syihabuddin bin Salamah Al Qulyubi halaman 21. 

Wednesday, August 30, 2017

Apakah benar kurban 1 kambing untuk 1 keluarga ?

Apakah benar kurban 1 kambing untuk 1 keluarga ?

Menjelang hari raya kurban ini beredar broadcast yang mengajak tidak perlu berkurban bagi masing-masing anggota keluarga, tapi cukup seekor kambing bagi sekeluarga katanya. Tidak perlu masing-masing orang kurban sendiri. Demikian kurang lebih ajakan broadcast itu. Apakah benar demikian?

Ajakan dan asumsi seperti itu kurang pas, sebab mengajak beribadah dengan standar minimal saja. Meski ada pendapat ulama yang membolehkan kurban satu kambing untuk sekeluarga, seperti pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad (al-Mughni, XI/98), tetapi bagi yang berkecukupan lebih baik berkurban sendiri-sendiri. Sebagaimana dikutip oleh ahli hadits sekaligus ahli fikih mazhab Maliki Abu al-Walid al-Baji (403-474 H/1012-1081 M) dalam karyanyaal-Muntaqa ‘ala Syarh Muwattha’(III/144), Imam Malik menegaskan:

أَسْتَحِبُّ قَوْلَ ابْنِ عُمَرَ أَنْ يُضَحِّيَ عَنْ كُلِّ إِنْسَانٍ بِشَاةٍ لِمَنْ اسْتَطَاعَ ذَلِكَ وَجْهُ ذَلِكَ أَنَّهُ أَكْثَرُ ثَوَابًا وَأَبْعَدُ مِنْ الِاشْتِرَاكِ الَّذِي هُنَا فِي الضَّحَايَا .

“Aku menyukai pendapat Ibn ‘Umar yang menyatakan, hendaknya bagi orang (kepala keluarga) yang mampu, untuk berkurban dengan satu kambing bagi masing-masing orang (anggota keluarga).

Karena lebih banyak pahalanya dan lebih terhindar dari bersama-sama orang lain dalam kurbannya.”

~ pandangan Dalam Madzhab Syafi’i

Karenanya wajar, bila dalam mazhab Syafi’i dinyatakan, bahwa seekor kambing tidak cukup untuk berkurban dalam arti sebenarnya yaitu memperoleh pahala khusus kurban sebagai tebusan diri, kecuali bagi satu orang saja. Sementara hadits-hadits yang mengesankan satu kambing cukup bagi sekeluarga diarahkan pada konteks pelaku kurban mengharap kepada Allah pahalanya secara umum juga didapatkan sekeluarga. Ibrahim al-Marwazi (Hasyiyyah al-‘Abbadi, IX/345) menjelaskan secara gamblang:

لَوْ نَوَى بِالشَّاةِ نَفْسَهُ وَأَهْلَ بَيْتِهِ لَمْ يَجُزْ إذْ لَا يَقَعُ إلَّا عَنْ وَاحِدٍ، وَالْحَدِيثُ مَحْمُولٌ عَلَى الِاشْتِرَاكِ فِي الثَّوَابِ لَا الْأُضْحِيَّةَ.

“Andaikan orang berniat dengan satu kambing untuk kurban dirinya dan keluarganya, maka tidak boleh, karena tidak akan berhasil (menjadi tebusan) kecuali dari satu orang saja. Sementara hadits yang mengesankan kurban satu kambing cukup untuk sekeluarga diarahkan pada konteks (harapan) sekeluarga sama-sama mendapatkan pahalanya, bukan dalam makna berkurban sebenarnya.”

Abu al-Qasim al-Furani (388-461 H/998-1069 M), pemuka Syafi’iyyah asal kota Mawra saat mengutip Imam al-Buwaithi (w. 231/846 H) murid langsung Imam as-Syafi’i (Hasyiyyah al-‘Abbadi, IX/345) menegaskan:

لَا الْأُضْحِيَّةَ لِاسْتِحَالَةِ وُقُوعِهَا عَنْ كُلِّهِمْ عَنْ كُلِّ جُزْءٍ مِنْ شَاةٍ وَلَا أَحْسَبُ فِيهِ خِلَافًا.

“Tidak mencukupi untuk berkurban sebenarnya, karena mustahil terjadinya kurban (menjadi tebusan) bagi masing-masing anggota keluarga dengan masing-masing bagian dari satu ekor kambing. Saya kira ini tidak diperselisihkan.”

Pada waktu berikutnya Ibn Hajar al-Haitami (al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra II/52) memfatwakan:

أَنَّ الْقَصْدَ مِنَ التَّضْحِيَةِ فِدَاءُ النَّفْسِ وَالشَّارِعُ في الشَّاةِ لَمْ يَجْعَلِ الْفِدَاءَ إلَّا كَامِلًا.

“Sungguh tujuan utama kurban adalah menebus diri dan syariat tidak menjadikan tebusan seseorang dalam satu ekor kambing kecuali satu ekor sempurna.”

Begitu pula Syaikh Sulaiman al-Jamal (Hasyiyyah al-Jamal ‘ala Syarh al-Manhaj, V/251) menyampaikan:

لَا أَنَّهُ يَحْصُلُ لَهُمُ الثَّوَابُ الْمُسْتَلْزِمُ لِكَوْنِهَا فِدَاءً عَنِ النَّفْسِ وَإِنَّمَا هُوَ لِلْمُضَحِّي خَاصَّةً.

“Tidak berarti bila sudah ada yang berkurban satu orang dalam sekeluarga, semua mendapatkan pahala sebagai tebusan diri. Pahala itu khusus bagi yang berkurban saja.”

~ Penjelasan Ulama Syafi’iyah Selaras dengan Nash Alquran

Berbagai penjelasan ulama Syafi’iyyah sangat selaras dengan nash al-Quran ketika mengisahkan Nabi Ibrahim As menebus Nabi Ismail As dengan seekor kambing utuh, sebagaimana Allah firmankan:

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ. (الصافات: 107)

“Dan kami tebus Ismail dengan menyembelih seekor kambing yang besar.”

Dalam hadits shahih pun Nabi Saw benar-benar memperingatkan:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا. (رَوَاهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَه وَ قَالَ الْحَاكِمُ: صَحِيحُ الْإِسْنَادِ)

“Orang yang punya kelonggaran rejeki namun tidak berkurban, maka sungguh jangan dekati tempat shalat kita.” (HR. Ahmad dan Ibn Majjah dan al-Hakim yang berkata: “Sanadnya shahih.”)

Karenanya, yuk berkurban secara maksimal. Bagi yang mampu, satu kambing yang gemuk untuk masing-masing orang dalam sekeluarga, sehingga benar-benar menjadi tebusan diri yang sempurna.

Oleh: Ahmad Muntaha AM

_____________

Sumber bacaan:

Abu al-Walid al-Baji al-Muntaqa ‘ala Syarh Muwattha’, III/144.Ibn al-Qasim al-‘Abbadi, Hasyiyyah al-‘Abbadidalam Hawasyi Tuhfah al-Muhtaj, (Mesir: Maktabah at-Tijariyyah al-Kubra, tth.), IX/345.Ibn Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra II/52.Sulaiman al-Jamal, Hasyiyyah al-Jamal ‘ala Syarh al-Manhaj, (Bairut: Dar Ihya at-Turats al-‘Arabi, tth.), V/251.Abu Muhammad Ibn Qudamah al-Maqdisi, al-Mughni fi Fiqh al-Imam Ahmad bin Hanbal as-Syaibani, (Bairut: Dar al-Fikr, 1405 H), XI/98.

6. Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf az-Zaila’i,Nasb ar Rayah li Ahadits al-Hidayah, (Bairut: ar-Rayyan, 1418 H/1997 M), IV/207

https://lm.facebook.com/l.php?u=https%3A%2F%2Faswajamuda.com%2Fkurban-1-kambing-sekeluarga%2F&h=

Kurban Satu kambing, Sekeluarga Sudah Dapat Kesunnahan Kurban

Kurban Satu kambing, Sekeluarga Sudah Dapat Kesunnahan Kurban

Ada sebuah Pemahaman bahwa Qurban kambing itu bukan hanya untuk 1 orang saja, melainkan satu kambing untuk 1 orang beserta keluarganya. Demikian juga 1 sapi bukan hanya untuk 7 orang saja tetapi untuk 7 keluarga. keterangan ini berdasarkan ibarat berikut:

وَالْبَعِيرُ وَالْبَقَرَةُ ) أَيْ كُلٌّ مِنْهُمَا يُجْزِئُ ( عَنْ سَبْعَةٍ وَالشَّاةُ ) تُجْزِئُ ( عَنْ وَاحِدٍ ) ، وَمَنْ كَانَ لَهُ أَهْلُ بَيْتٍ حَصَلَتْ السُّنَّةُ لِجَمِيعِهِمْ ، وَكَذَا يُقَالُ فِي كُلِّ وَاحِدٍ مِنْ السَّبْعَةِ فَالتَّضْحِيَةُ سُنَّةُ كِفَايَةٍ ، لِكُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ أَيْ وَسُنَّةُ عَيْنٍ لِمَنْ لَيْسَ لَهُ أَهْلُ بَيْتٍ

Onta dan sapi masing-masing untuk 7 orang. Sedangkan kambing cukup untuk satu orang dan yang memiliki keluarga maka kesemuanya mendapatkan kesunnahan. Demikian juga masing-masing dari 7 orang. Qurban itu sunnah kifayah bagi yang berkeluarga. Dan sunnah 'ain bagi yang tidak memiliki keluarga. Hasyiyah Qulyuby wa 'Amirah Juz 16 Hal 95 (kitab listrik).

Mari kita kaji lebih lanjut

Pemahaman awal yang perlu kita pegangi adalah bahwa 1 kambing tidak cukup untuk 2 orang atau lebih dan 1 sapi (atau onta) tidak cukup untuk lebih dari 7 orang. Ibarat yang disampaikan diatas menunjukkan bahwa bagi yang tak punya keluarga, berkurban adalah sunnah aini sedang bagi yang punya keluarga, berkurban adalah sunnah kifayah, bila berkurban salah satu dari mereka maka gugur sunnah 'aininya (gugurnya tuntutan melakukan sunnah qurban), ingat hanya dalam hal tuntutan kesunahannya saja yang gugur.

Pemahaman ini diperkuat dengan ta'bir Hasyiyah Jamal 22/146 :

وَالسُّنَّةِ لِلْكُلِّ بِمَعْنَى أَنَّهُ يَسْقُطُ الطَّلَبُ عَنْهُمْ لَا أَنَّهُ يَحْصُلُ لَهُمْ الثَّوَابُ الْمُسْتَلْزِمُ لِكَوْنِهَا فِدَاءً عَنْ النَّفْسِ وَإِنَّمَا هُوَ لِلْمُضَحِّي خَاصَّةً

Sunnah bagi semuanya bermakna gugur tuntutan (sunnah berqurban)  dari mereka (sekeluarga), tidak berarti mereka mendapatkan pahala yang tetap sebagai penebus jiwa yang itu khusus hanya bagi yang berqurban saja.

Namun menurut Imam Ramliy semua keluarganya sama-sama dapat pahala. :

.(قوله فإذا أتى بها واحد من أهل بيت ) أى بحيث يكونون في نفقة واحدة و قوله كفى عن جميعهم أى في سقوط الطلب فقط و إلا فثوابها خاص بالفاعل و في كلام الرملى ما يقتضى حصول الثواب للجميع فراجعه. الباجوري ٢/٢٩٦

Dengan kata lain Satu orang yang kurban dalam sebuah keluarga berarti itu telah mencukupi untuk satu keluarga dalam arti telah menggugurkan kesunahan kurban dari keluarganya, di samping juga semua keluarga akan dapat pahala kurban (itu dinamakan sunah 'alal kifayah pada bab kurban) menurut pendapat Imam Ramli.
Diolah dari Piss-ktb

Sumber : ngaji.web.

Wong kaji kok kurang soko enem atus ewu, kuwi mesti ditambahi rijalul ghoib

Wong kaji kok kurang soko enem atus ewu, kuwi mesti ditambahi rijalul ghoib.

Dawuhe Mbah Moen (Allah, nafa'analLahu bi 'ulumih wa amiddana asrorih): Jika jama'ah ibadah haji kurang dari 600.000 maka ditambahi para Malaikat.

Sopo wonge kok nemoni kaji kurang soko jumlah iki mau, bejo²ne uwong. Kranane dongane dibarengi rijalul ghoib, akeh mandhine, akeh mabrur kajine.

Siapa yang mendapati jama'ah haji, kurang dari 600.000 itu sungguh beruntung, karena doa-nya di amini para Malaikat, dan hajinya mabrur.

Setelah mendengar dawuh dari KH. Maemon Zubair ini, aku membaca kitab Ihya dan disana terdapat maqolah yang serupa, dikatakan dalam Ihya Ulumuddin, sbb:
إِنَّ اللَّهَ عز وجل قد وعد هذا البيت أن يحجه كل سنة ستمائة ألف فإن نقصوا أكملهم الله عز وجل من الملائكة.
Sungguh, Allah 'Azza wa Jall menyiapkan (menentukan) ini Masjidil Haram ini, setiap tahunnya terdapat 600.000 Jama'ah. Jika kurang dari jumlah itu maka Allah Menyempurnakan dengan para Malaikat. [Lihat Ihya Ulumuddin bab 'Keutamaan Ka'bah]

‏لا تغرب الشمس من يوم إلا ويطوف بهذا البيت رجل من الأبدال ولا يطلع الفجر من ليلة إلا طاف به واحد من الأوتاد.
Masih di kitab Ihya Ulumuddin, disana juga dijelaskan bahwa: Setiap harinya, setidaknya ada satu Wali Abdal yang tawaf diwaktu malam sampai matahari terbit dan satu Wali Awtad diwaktu siang sampai matahari benar benar terbenam.

‏وإذا انقطع ذلك كان سبب رفعه من الأرض فيصبح الناس وقد رفعت الكعبة، ولا يرون لها أثراً وهذا إذا أتى عليها سبع سنين لم يحجها أحد ثم يرفع القرآن من المصاحف فيصبح الناس فإذا الورق أبيض يلوح ليس فيه حرف ثم ينسخ القرآن من القلوب فلا تذكر منه كلمة ثم يرجع الناس إلى الأشعار والأغاني وأخبار الجاهلية ثم يخرج الدجال وينزل عيسى بن مريم عليه السلام
Jika terputus (sehari saja, tanpa adanya kedua Wali tersebut) maka akan menjadi sabab musabab diangkatnya Ka'bah, dan manusia tidak mengetahui atsar bekasnya.

Kemudian selama 7 tahun tidak ada seorangpun yang haji. Lalu al-Qur'an diangkat dari mushafnya, dan tiada yang dijumpai orang-orang kecuali kertas-kertas yang putih kosong, tiada huruf sama sekali.

Kemudian al-Qur'an dihapus dari hati manusia, tiada satupun yang mengingat sepotong kalimat dari al-Qur'an, lalu manusia kembali congkak dan saling berlomba dalam kekayaan. Masyhur kembali seperti masa jahiliah. Lalu keluar Dajjal dan turunlah Nabi Isa 'alaihi salam 'ala nabiyyina muhammadin shallallahu 'alaihi wa aalihi wa salam. [Keterangan yang akhir ini Imam Ghazali merujuk pada kitab Quut al-Qulub]

Kembali pada keterangan yang awal. Maka semoga para jamaah Haji tahun ini, khususnya dari negara tercinta Indonesia, dianugerahkan kesehatan serta kelancaran dalam menyempurnakan rukun Islam. Dan semoga yang belum pernah Haji, dianugerahkan tidak lama segera berangkat menunaikan ibadah Haji.

WalLahua'lam.
Yogyakarta || Ulinuha Asnawi

Menjawab Gugatan: “Puasa Tarwiyah Dalilnya Hadis Palsu?”

Menjawab Gugatan: “Puasa Tarwiyah Dalilnya Hadis Palsu?”

Oleh: Ustadz Ma’ruf Khozin, anggota dewan pakar Aswaja NU Center Jatim

Sudah menjadi kebiasaan kalau banyak kalangan yang suka menyalahkan amaliah orang lain. Itulah Salafi-Wahabi, yang ilmunya selalu meresahkan bagi umat Islam. Wajar saja jika kajiannya ditolak di banyak tempat. Kali ini mereka menggugat masalah puasa Tarwiyah:

ﺣﺪﻳﺚ: “ﻣﻦ ﺻﺎﻡ اﻟﻌﺸﺮ ﻓﻠﻪ ﺑﻜﻞ ﻳﻮﻡ ﺻﻮﻡ ﺷﻬﺮ ﻭﻟﻪ ﺑﺻﻮﻡ ﻳﻮﻡ اﻟﺘﺮﻭﻳﺔ ﺳﻨﺔ ﻭﻟﻪ ﺑﺼﻮﻡ ﻳﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ ﺳﻨﺘﺎﻥ”.
“Barangsiapa puasa 10 Dzulhijjah maka setiap hari seperti puasa 1 bulan. Baginya seperti puasa setahun jika berpuasa Tarwiyah. Dan baginya seperti puasa 2 tahun jika puasa Arofah.”

Kedudukan riwayat ini disampaikan oleh:

1. Syaikh Nashiruddin Al-Albani (dlaif)
(ﺣﺪﻳﺚ: ” ﺻﻮﻡ ﻳﻮﻡ اﻟﺘﺮﻭﻳﺔ ﻛﻔﺎﺭﺓ ﺳﻨﺔ “. اﻟﺤﺪﻳﺚ. ﺭﻭاﻩ ﺃﺑﻮ اﻟﺸﻴﺦ ﻓﻰ اﻟﺜﻮاﺏ ﻭاﺑﻦ اﻟﻨﺠﺎﺭ ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻣﺮﻓﻮﻋﺎ (ﺻ 229) .
* ﺿﻌﻴﻒ.
Hadis: “Puasa hari Tarwiyah adalah tebusan selama setahun.” HR Abu Syaikh Ibnu Hibban dalam ats-Tsawab dan Ibnu Najjar daei Ibnu Abbas secara Marfu’. *hadis dlaif (Irwa’ al-Ghalil 4/112)

Namun di dalam kitab al-Jami’ ash-Shaghir beliau menilai kalau hadits tersebut maudlu’ (17/88)

2. Syekh Ali Asy-Syaukani (maudlu’):
ﺭﻭاﻩ اﺑﻦ ﻋﺪﻱ ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﻣﺮﻓﻮﻋﺎ ﻭﻻ ﻳﺼﺢ ﻭﻓﻲ ﺇﺳﻨﺎﺩﻩ: اﻟﻜﻠﺒﻲ ﻛﺬاﺏ ﻭﺃﺧﺮﺟﻪ ﺃﺑﻮ اﻟﺸﻴﺦ ﻓﻲ اﻟﺜﻮاﺏ ﻭﺭﻭاﻩ اﺑﻦ اﻟﻨﺠﺎﺭ ﻓﻲ ﺗﺎﺭﻳﺨﻪ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺟﺎﺑﺮ .
HR Ibnu Adi dari Aisyah secara marfu’, hadis tidak sahih. Di dalamnya ada al-Kalbi, ia pendusta. Juga diriwayatkan oleh Abu Syaikh dalam ats-Tsawab (juga melalui al-Kalbi). Dan Ibnu Najjar dalam Tarikhnya dari Jabir (Di dalamnya ada perawi Ibnu Abdil Malik al-Anshari al-Madani, ia pendusta dan pemalsu hadis)

Apakah kemudian tidak boleh puasa Tarwiyah?
Berikut jawaban beberapa ulama:

1. Syekh Syuaib al-Arnauth, yang menggunakan dalil secara umum baik dlaif maupun sahih:
ﻭﻣﺎ ﺭﻭﻱ ﻋﻨﺪ اﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ (1728) ، ﻭاﻟﺘﺮﻣﺬﻱ (758) ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﻗﺎﻝ: ” … ﻭﺇﻥ ﺻﻴﺎﻡ ﻳﻮﻡ ﻓﻴﻬﺎ ﻟﻳﻌﺪﻝ ﺻﻴﺎﻡ ﺳﻨﺔ … “، ﻓﻀﻌﻴﻒ ﻟﻀﻌﻒ ﻣﺴﻌﻮﺩ ﺑﻦ ﻭاﺻﻞ ﻭﺷﻴﺨﻪ اﻟﻨﻬﺎﺱ ﺑﻦ ﻗﻬﻢ.
Hadis riwayat Ibnu Majah dan Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa: “… Sesungguhnya puasa pada 10 hari Dzulhijjah adalah setara dengan puasa 1 tahun…” hadis ini dlaif karena Mas’ud bin Washil dan gurunya Nahas bin Qahm adalah dlaif.

Metode Syekh Syuaib ini sama dengan yang disampaikan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar menggunakan dalil hadis sahih berikut:
ﻟﻜﻦ ﺟﺎء ﻓﻲ ﻓﻀﻞ ﻋﺸﺮ ﺫﻱ اﻟﺤﺠﺔ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﻏﻴﺮ ﻭاﺣﺪ ﻣﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻣﺮﻓﻮﻋﺎ: “ﻣﺎ ﻣﻦ ﺃﻳﺎﻡ اﻟﻌﻤﻞ اﻟﺼﺎﻟﺢ ﻓﻴﻬﺎ ﺃﺣﺐ ﺇﻟﻰ اﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ اﻷﻳﺎﻡ”، اﻧﻈﺮ ﺣﺪﻳﺚ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ اﻟﺴﺎﻟﻒ ﺑﺮﻗﻢ (1968) ، ﻭﺣﺪﻳﺚ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ اﻟﺴﺎﻟﻒ ﺑﺮﻗﻢ (5446) . ﻭاﻟﻌﻤﻞ اﻟﺼﺎﻟﺢ ﻳﺸﻤﻞ اﻟﺼﻴﺎﻡ ﻭاﻟﺼﻼﺓ ﻭﺫﻛﺮ اﻟﻠﻪ ﻭﻗﺮاءﺓ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ ﻣﻦ ﺃﻋﻤﺎﻝ اﻟﺒﺮ ﻭاﻟﻄﺎﻋﺎﺕ
“Namun dalil keutamaan 10 Dzulhijjah diriwayatkan lebih dari satu sahabat secara marfu’: “Tidak ada amal saleh di dalam 10 Dzulhijjah yang laling dicintai Allah melebihi hari-hari tersebut…” [HR Ahmad dan al-Bukhari].
Amal saleh ini mencakup puasa, dzikir kepada Allah, membaca al-Quran dan amal baik lainnya.” (Ta’liq Musnad Ahmad)

2. Syekh Muhammad bin Soleh al-Utsaimin, ulama Wahabi:
Ketika beliau ditanyakan puasa Tarwiyah, maka tidak menyalahkan dan menjawab sebagai berikut:
ﻭﻳﻮﻡ اﻟﺘﺮﻭﻳﺔ ﻫﻮ اﻟﻴﻮﻡ اﻟﺜﺎﻣﻦ ﻭﻫﻮ ﻛﺒﺎﻗﻲ ﺃﻳﺎﻡ اﻟﻌﺸﺮ ﻟﻴﺲ ﻟﻪ ﻣﺰﻳﺔ ﺧﺎﺻﺔ ﻭﺇﻧﻤﺎ اﻟﻤﺰﻳﺔ ﻟﻴﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ ﻟﻐﻴﺮ اﻟﺤﺎﺝ
“Hari Tarwiyah adalah hari kedelapan, sama seperti 10 hari bulan Dzulhijjah lainnya. Tidak ada keistimewaan khusus di hari itu. Keistimewaan hanya ada di hari Arofah bagi selain orang haji.” (Fatawa Nur ala Darb 6534-74)

3. Ulama Madzhab Syafiiyah
ﻭﻳﺴﻦ ﺻﻮﻡ اﻟﺜﻤﺎﻧﻴﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻗﺒﻞ ﻳﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ ﻛﻤﺎ ﺻﺮﺡ ﺑﻪ ﻓﻲ اﻟﺮﻭﺿﺔ ﺳﻮاء ﻓﻲ ﺫﻟﻚ اﻟﺤﺎﺝ ﻭﻏﻴﺮﻩ
“Disunahkan puasa 8 hari sebelum hari Arofah seperti penjelasan an-Nawawi dalam ar-Raudlah, baik bagi orang haji atau lainnya (Imam ar-Ramli, Nihayat al-Muhtaj 3/207)

Jika masih menggugat bahwa penjelasan di atas adalah 8 hari Dzulhijjah, mengapa hanya puasa di hari Tarwiyah saja? Jawablah: “Mana hadis yang melarang puasa di hari ke 8 Dzulhijjah?!”

I S T I Q O M A H

I S T I Q O M A H

"Kulo kaleh panjenengan niku nopo? “ummatu Rasulillah SAW”, umate kanjeng Nabi seng paleng lemah, nggeh ta?. Awak.e gak patek kuat, nggeh nopo mboten?. Umure endeg, nggeh ta?. Rizkine molak-malik; sak niki enten, mbenjing mboten enten; emben setengah enten, enggeh?. Ngken kapan maleh rodok enten, di samping enten yo sek nduwe utang; umure endeg!. Mboten mampu, umat Muhammad Rasulillah SAW niku. Kranten kewontenan kulo kaleh panjenengan kados mekaten kolo wau, dipun dawuhaken dening Rasulullah SAW, nopo niku?. Dipun aturi istiqomah; “inna ahabbal a’maal ‘indalllaah adwamuhaa wa in qallat”. Sing paling dicintai Gusti Allah niku lelakonmu seng istiqomah senajan titik.

Saben isuk sampeyan moco nopo?. Mboten moco nopo-nopo!. Gak tuman khatam qur’an?. “Mboten saget, mboten sempat”. Moco nopo?. “Cumak “qul hu”. Istiqomah?. Istiqomahno!. Lho niku seng didelek.i niku. Kadang-kadang kulo kaleh panjenengan mboten..., kadung metenteng, nggeh ta?. Nopo maleh katek (tepak) posoan, masya Allah!... Sampek jam siji-loro (sek) darusan.. gak peduli, bah tonggone grebegen, babahno!. Nggeh ta?. Bah tonggone loro ati, babahno!. Pokok.e darusan!. Kadung ngotot!. Entek riyoyoe, entek Ramadlane, nopo maleh entek; wes tanggal selikuran, (akhire ngajine) prei setahun!. Lho niki lho, kulo kaleh panjenengan niku nopo?. Ayok istiqomah!.

Dipun dawuhi dening Gusti Allah; “tatanazzalu ‘alayhimul malaaikat”. Barokahe istiqomah, (bakal) dibarengi malaikat. Nopo tandane kulo kaleh sampeyan niku dibarengi malaikat?. Ibadah, dzikire, perjuangane “an laa takhaafuu wa laa tahzanuu”. Ngadepi nopo mawon mboten tuman goncang atine; mboten tuman bingung. Nek sampek goncang, bengung, susah mergo gawane manungsane, pantes (nek ngantos) kaget..!. Tapi gak suwe-suwe!. Niki lho!. Niku tandane istiqomah. Yak nopo kiro-kiro?. Pun istiqomah nopo dereng?. Mugi-mugi saget istiqomah... Mboten akeh-akehan, mboten!. Titik-titik.an, pokok.e ajheg!. Istiqomah seng diwoco, istiqomah panggonane, nopo maleh atek istiqomah waktune!. Pun nggeh!."

~Hadlratusy Syaikh KH. Achmad Asrori Alishaqy RA

Repost Buletin Al Fithrah

Hakim yang kekurangan kasus

Pernah di Syibam, ada seorang shalih memegang jabatan hakim. Selama bertahun-tahun tidak ada seorang pun yang mengadukan masalahnya.

Suatu hari ia mengeluh kepada penduduk kota: “Mengapa di antara kalian tak ada yang berkelahi? Mengapa tak ada yang bersengketa?”.

Penduduk Syibam menjawab: “Penghuni kota ini antara yang satu dan yang lain telah didamaikan Al-Quran. Wahyu ALLOH berikut : Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) ALLOH, Sesungguhnya dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (Q.S. Asy-Syura, 42:40)

Mereka tidak butuh engkau. Apa yang hendak engkau hakimi jika mereka telah bersatu ?”

Akhirnya, sang hakim setiap hari masuk kantor, namun hanya jadi penganggur. Tidak ada seorang pun yang mengunjunginya untuk meminta keputusan sengketa. Setelah 14 tahun, datang dua orang menemuinya.

“Ada apa?” tanya hakim.

“Kami ada masalah”, jawab salah seorang tamunya.

“Alhamdulillah, selamat datang, selamat datang. Selama bertahun-tahun aku merindukan kejadian seperti ini. Kemari dan duduklah. Aku akan bertindak adil kepada kalian”.

Sang hakim pun bersiap-siap dengan penuh semangat untuk menggunakan ilmunya memutuskan dengan adil. Ini kasus pertama dalam 14 tahun.

“Nah, ceritakanlah persoalanmu “

“Aku membeli sebidang tanah dari dia ini. Dalam tanah itu ternyata ada harta karun emas. Pada harta itu terdapat tanda-tanda sebagai peninggalan jaman dahulu (masa sebelum Islam). Berarti harta itu adalah rikaz”.

“Benar” sang hakim mengomentari.

“Bila itu rikaz, maka sudah seharusnya menjadi hak pemilik tanah pertama. Aku mendatanginya dengan membawa harta itu. Namun, ia tidak mau menerimanya. Katanya ia telah menjual tanah itu padaku” lanjut orang itu.

“Aneh??! Inikah pengaduanmu? Sekarang, jawablah”, kata sang hakim pada laki-laki yang seorang lagi.

“Pak hakim yang mulia, tanah itu berikut isinya telah saya jual. Saya tidak berhak lagi atas harta itu. Waktu menjual saya tidak berkata, “Saya jual tanah ini tanpa harta karunnya”. Harta itu ada di tanah yang telah saya jual, maka sudah seharusnya harta itu menjadi milik si pembeli”, jawab laki-laki yang kedua.

“Sungguh aneh. Inikah jawabanmu ?”

“Ya”

“Bagaimana pendapat kalian ?” tanya sang hakim selanjutnya.

“Pak hakim yang mulia, anda memahami syari’at ALLOH, ambillah harta ini dan gunakanlah”, kata keduanya.

“Kalian berdua ingin menyelamatkan diri dan membinasakan hakimmu ya?! Tidak bisa begitu !” tukas sang hakim.

“Bila begitu adililah kami” pinta keduanya.

“Sabarlah. Kalian punya anak ?”

“Ya, aku punya anak perempuan”

“Kamu ?”

“Aku punya anak laki-laki”

“Baiklah. Keluarkan 1/5 harta itu untuk zakat, karena itu rikaz. Sisanya yang 4/5 gunakanlah untuk pernikahan putra dan putri kalian. Sekarang pergilah kalian dari tempatku”, putus sang hakim.

Mutiara Hikmah :

Jadikanlah harta pelayan kita dan jangan sekali-kali harta kita jadikan majikan, sebab jika kita jadikan majikan maka harta akan memperbudak kita.

(Petikan dari Kitab Fawa’id & Akhlak Para Wali, Kisah-kisah Yang Menggetarkan Jiwa Sepanjang Masa).

Kambing, anjing dan barokah

Barokah

Syaikh Ibrahim bin Adham ra., suatu ketika pernah terlibat dialog dengan salah seorang kafir zindiq yang tidak percaya akan eksistensi barokah. Zindiq itu berkelekar, "Yang namanya barokah itu jelas tidak ada (hanya mitos)".
Mendengar itu, Syaikh Ibrahim lantas menanggapi pernyataannya:

Bin Adham : Pernahkah kamu melihat anjing dan kambing?
Zindiq : Ia, tentu...
Bin Adham : Mana dari keduanya yang lebih banyak berreproduksi dalam melahirkan anak-anaknya?
Zindiq : Pastinya anjing, anjing bisa melahirkan sampai 7 anak anjing sekaligus. Sedangkan kambing hanya mampu melahirkan setidaknya hanya 3 anak kambing saja.
Bin Adham : Coba perhatikan lagi di sekelilingmu, manakah yang lebih banyak populasinya antara anjing dan kambing?
Zindiq : Aku lihat kambing lebih mendominasi, jumlahnya lebih banyak dibandingkan anjing.

Bin Adham : Bukankah kambing itu sering disembelih? Entah itu untuk keperluan hidangan jamuan tamu, prosesi kurban Idul Adha, acara aqiqah, atau momen istimewa dan hajat lainnya? Tapi ajaibnya spesies kambing tidak kunjung punah dan bahkan jumlahnya justru nampak melebihi anjing.
Zindiq : Iya, iya, betul sekali
Bin Adham : Begitulah gambaran berkah
Zindiq : Jika tamsilnya begitu, lalu kenapa justru kambing yang mendapat berkah, bukan anjing?
Syaikh Ibrahim Bin Adham kemudian menutup dialog itu dengan jawabannya yang cukup menyentil:

لأن الأغنام تنوم أول الليل و تصحى قبل الفجر فتدرك وقت الرحمة فتنزل عليها البركة. وأما الكلاب تنبح طول الليل فإذا دَنا وقت الفجر هجست ونامت ويفوت عليها وقت الرحمة فتنزع منها البركة

Karena kambing lebih memilih tidur di awal petang tapi, ia selalu bangun sebelum fajar, di saat itulah ia mendapati waktu yang penuh dengan rahmat, hingga akhirnya turunlah berkah kepadanya. Beda halnya dengan anjing, ia doyan
menggonggong sepanjang malam, tetapi di saat menjelang fajar ia malah pergi tidur sampai melewatkan saat-saat turunnya kucuran rahmat dan ia pun tidak kebagian berkah.

Wallohu a'lam

Tuesday, August 29, 2017

Fiqih Qurban lampiran

Fiqih Qurban lampiran 01
1. Tentang Niat Qurban
Tujuan:
(a) Mengingatkan pequrban untuk melakukan niat, yang merupakan inti ibadah.
(b) Agar dapat dibedakan antara Qurban sunnah dan qurban wajib, karena keduanya memiliki kedudukan dan konsekuensi hukum berbeda.
Disebutkan dalam Kitab I’anah at-Thalibin, jilid 2 halaman 376,

أي يشترط فيها النية عند الذبح أو قبله عند التعيين لما يضحي به. ومعلوم أنها بالقلب، وتسن باللسان، فيقول: نويت الأضحية المسنونة، أو أداء سنة التضحية. فإن اقتصر على نحو الأضحية صارت واجبة يحرم الأكل منها. (إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين, 2/ 376)
“Disyaratkan niat ketika menyembelih, atau sebelumnya yakni ketika menentukan hewan yang akan dijadikan qurban. Sudah maklum bahwa tempatnya niat adalah hati, dan disunnahkan juga dilafadzkan dalam lisan. Orang yang berqurban berniat, “Nawaitul udhiyatal masnunah (Saya niat berqurban sunnah)”, atau “Nawaitu adaa-a sunnatit tadhiyah (Saya niat menunaikan kesunnahan qurban).” Jika ia tidak menyebutkan kata “sunnah”, misalkan hanya mengatakan, “Saya niat berqurban”, maka qurbannya menjadi wajib, sehingga diharamkan atasnya untuk memakan bagian dari hewan qurban itu (baik daging, kulit, dan lainnya, penj).”
(c) Agar panitia memilah qurban yang wajib dan sunnah, sehingga qurban wajib atau nadzar tidak diberikan kembali kepada pequrbannya, orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya, dan juga panitia sendiri
Disebutkan dalam al-Bajuri, jilid 2, halaman 300,

ولا يأكل المضحى شيأ من الأضحية المنذورة (قوله ولا يأكل) اى لايجوزله الأكل فان أكل شيأ غرمه (قوله المضحى) وكذا من تلزمه نفقته ( ألباجورى جز 2 ص : 300 )
“Pihak yang berqurban tidak boleh memakan sedikitpun dari qurban yang dinadzarkan. Yakni ia tidak boleh memakannya, lalu jika memakannya sedikit saja maka wajib mengganti. Seperti pihak pequrban (mudhahhi) adalah orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.”

ولا يأكل المضحى شيأ من الأضحية المنذورة ويأكل من المتطوع بها (كفاية الأخيار جز 2 ص : 241 )
“Pihak yang berqurban tidak boleh memakan sedikitpun dari qurban yang dinadzarkan dan boleh memakannya jika merupakan qurban sunnah.”
(ويحرم الاكل الخ ) الى ان قال فيجب عليه التصدق بجميعها حتى قرنها وظلفها اهـ اعانة الطالبين ج : 2 ص : 333
“(Haram memakan dst) sampai ungkapan: maka wajib atas pequrban mensedekahkan seluruh qurbannya hingga tanduk dan kakinya.”
Apabila pemilahan antara qurban sunnah dan nadzar/wajib menemui kesulitan, maka dianggap cukup dengan cara memisahkan daging seukuran qurban nadzar/wajib dari daging yang ada, kemudian mensedekahkan sisanya kepada selain yang bernadzar/berqurban wajib dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.

افتى النووى كابن الصلاح فيمن غصب نحو نقد او بر وخلطه بماله ولم يتميز بان له افراز قدر المغصوب ويحل له التصرف فى الباقى (فتح المعين هامش الاعانة ج : 1 ص : 127)
“Imam Nawawi berfatwa sebagaimana Imam Ibnu Shalah tentang seseorang yang ghashab semisal uang (dinar/dirham) atau biji gandum dan mencampurkannya dengan harta miliknya dan tidak dapat membedakannya bahwa baginya boleh memisahkan seukuran barang dighashabnya dan halal baginya mentasarufkan sisanya.”
(d) Penyerahan Berupa Uang Seharga Hewan Ternak
Penyerahan sejumlah uang oleh pequrban kepada panitia agar dibelikan ternak layak qurban sekaligus sampai pada penyembelian serta pembagian dagingnya, menurut pandangan ulama adalah boleh sebagaimana dijelaskan dalam kitab I’anah al-Thalibin,

في فتاوي العلامة الشيخ محمد بن سليمان الكردي محشي شرح ابن حجر على المختصر ما نصه سئل رحمه الله تعالى جرت عادة أهل بلد جاوى على توكيل من يشتري لهم النعم في مكة للعقيقة أو الأضحية ويذبحه في مكة والحال أن من يعق أو يضحي عنه في بلد جاوى فهل يصح ذلك أولا أفتونا الجواب نعم يصح ذلك ويجوز التوكيل في شراء الأضحية والعقيقة وفي ذبحها ولوبغير بلد المضحي والعاق (إعانة الطالبين ج: 2 ص: 335)
“Dalam kitab Fatawa Syekh Sulaiman al-Kurdi Muhasyyi Syarah Ibni Hajar ‘ala al-Mukhtashar terdapat suatu pertanyaan : Ditanyakan kepada beliau “Telah berlaku kebiasaan penduduk Jawa mewakilkan kepada seseorang agar membelikan ternak untuk mereka di Makkah sebagai aqiqah atau qurban dan agar menyembelihnya di Makkah, sementara orang yang di aqiqahi atau qurbani berada di Jawa. Apakah hal demikian itu sah atau tidak ? Mohon diberikan fatwa jawabannya ! “. Ya, demikian itu sah. Diperbolehkan mewakilkan dalam pembelian hewan qurban dan aqiqah dan juga penyembelihnya sekalipun tidak dilaksankan di negara orang yang berqurban atau beraqiqah.”
Ada hal penting yang perlu diperhatikan ketika penyerahan pequrban kepada panitia itu berupa uang, yaitu panitia wajib menentukan/meniatkan ternak yang telah dibelinya dengan mengatasnamakan orang yang telah memberi kuasa kepadanya. (Lihat : Al-Bajuri, juz 2, halaman 296)
Sementara bila seseorang hanya berqurban dengan nilai uang, bukan dengan hewan, maka hukumnya tidak boleh. Dijelaskan dalam Riyadhul Badi’ah, halaman 8,

لا تصح التضحية إلا بالأنعام وهي الإبل والبقر الأهلية والغنم لأنها عبادة تتعلق بالحيوان فاختصت بالنعم كالزكاة فلا يجزئ بغيرها, وكذا في الموهبة ج 4 ص 682 (الرياض البديعة ص 8)

“Qurban tidak sah kecuali dengan binatang ternak, yaitu unta, sapi, atau kerbau dan kambing. Hal ini karena qurban itu terkait dengan binatang, maka dikhususkan dengan ternak sama seperti zakat, sehingga tidak sah selain dengan binatang ternak.”
2. Tentang Perwakilan (wakalah) dan pemberian izin pada panitia
(a) Perwakilan (wakalah)
Panitia Qurban adalah sekelompok orang-orang tertentu yang pada umumnya dipersiapkan oleh suatu organisasi (ta’mir masjid, mushalla, instansi dan lain-lain) guna menerima kepercayaan (amanat) dari pihak pequrban (mudlahhi) agar melaksanakan penyembelihan hewan qurban dan membagikan dagingnya.
Memperhatikan pengertian panitia tersebut maka dalam pandangan fiqih panitia adalah wakil dari pihak mudlahhi.

وفي الشرع تفويض شخص شيأ له فعله مما يقبل النيابة الى غيره ليفعله حال حياته (هامش حاشية الباجورى جز 1 ص : 386 )
“Wakalah menurut syara’ adalah penyerahan oleh seseorang tentang sesuatu yang boleh ia kerjakan sendiri dari urusan-urusan yang bisa digantikan (pihak lain), kepada pihak lain agar dikerjakannya diwaktu pihak pertama masih hidup.”
(والوكيل امين ) لانه نائب عن الموكل في اليد والتصرف فكانت يده كيده (حاشية الجمل جز 3 ص : 416)

“Wakil adalah pengemban amanah, karena ia sebagai pengganti muwakkil (yang mewakilkan) dalam kekuasaan dan tasharruf, jadi kekuasannya seperti kekuasaan pihak muwakkil.”
Penyerahan hewan qurban kepada panitia (wakil) haruslah melalui pernyataan yang jelas dalam hal status qubannya (sunat / wajib) maupun urusan yang diserahkannya (menyembelih saja atau dan juga membagikan dagingnya) pada pihak ketiga. Oleh karenanya harus ada pernyataan mewakilkan (menyerahkan) oleh pihak pequrban (mudlahhi) dan penerimaan oleh pihak panitia, lalu serah-terima hewan qurbannya.

أركانها اربعة موكل ووكيل وموكل فيه وصيغة ويكفى فيها اللفظ من احدهما وعدم الرد من الأخر كقول الموكل وكلتك بكذا او فوضته اليك ولو بمكاتبة او مراسلة (الباجورى جز 1 ص : 296 )

“Rukun wakalah ada empat : (1) Muwakkil (2) Wakil (3) Muwakkal fih dan (4) shighat. Pernyataan dari salah pihak dan tidak ada penolakan dari pihak yang lain sudah mencukupi dalam shighat ini. Misalnya muwakkil mengatakan, ‘Aku wakilkan padamu hal demikian-demikian, atau aku menyerahkan urusan ini padamu.’ (Hal itu sah), meski dengan cara penulisan atau surat.”
Qurban sebagai ibadah memerlukan niat baik oleh pihak pequrban sendiri atau diserahkannya kepada wakilnya, kecuali qurban nadzar maka tidak ada syarat niat.

ولا يشترط فى المعينة ابتداء بالنذر النية بخلاف المتطوع بها والواجبة بالجعل او بالتعيين عما فى الذمة فيشترط له نية عند الذبح او عند التعيين لما يضحى به كالنية فى الزكاة وله تفويضها لمسلم مميز وان لم يوكله فى الذبح (الباجرى جز 2 ص : 296 )
“Tidak disyaratkan niat dalam qurban yang telah ditentukan sejak permulaan dengan jalan nadzar. Beda halnya dengan qurban sunat dan qurban wajib dengan jalan ja’li (menjadikan) atau ta’yin (menentukan) dari apa yang dalam tanggungannya, maka disyaratkan niat ketika menyembelih atau menentukan hewan qurbannya sebagaimana niat dalam ibadah zakat. Boleh juga niat diserahkan kepada seorang muslim yang sudah tamyiz sekalipun ia tidak dijadikan wakil dalam menyembelih.”

Fiqih Qurban lampiran 02
(b) Tugas Panitia Qurban
Tugas pokok panitia adalah menyembelih  dan membagikan dagingnya kepada pihak yang berhak sesuai dengan pernyataan pihak pequrban saat penyerahan hewan qurban dan pihak wakil/panitia sedikipun tidak diperkenankan melanggar amanah ini sebagaimana keterangan di atas.

ولايملك الوكيل من التصرف الا ما يقتضيه اذن الموكل من جهة النطق او من جهة العرف (المهذب جز 1 ص : 350 )
“Tidak berkuasa seorang wakil dari urusan tasharuf melainkan sebatas izin yang didapat dari muwakkil melalui jalan ucapan atau adat yang berlaku.”
(c) Panitia Mengambil / Memakan dari Bagian Qurban
Sesuai dengan amanat yang diterimanya dari pihak pequrban, yaitu menyembelih dan membagikan dagingnya, maka panitia tidak diperbolehkan mengambil atau memakan sedikitpun daripadanya. Kemudian agar panitia bisa mengambil sebagian daging qurban (sunnah), maka harus ada izin dari pihak mudlahhi agar ia diperbolehkan mengambilnya dalam batas ukuran tertentu.
ولا يجوز له أخذ شيئ الأ ان عين له الموكل قدرا منها ( الباجورى جز 1 ص : 387)
“Tidak boleh bagi wakil (panitia) mengambil sedikitpun, kecuali pihak yang mewakilkan (muwakkil) sudah menentukan sekadar dari padanya untuk pihak wakil.”
3. Tentang Biaya perawatan dan penyembelihan
(a) Agar tidak terjadi praktik penjualan kulit qurban, baik oleh panitia, orang yang berqurban, atau atau penerima (mustahiq) kaya, misalnya dengan alasan biaya operasional, atau biaya perawatan dan penyembelihan qurban.
Di dalam kitab Bidayatul Mujtahid disebutkan, para ulama seluruhnya sepakat untuk mengharamkan menjual daging dan kulit hewan qurban. Dalilnya adalah sabda nabi SAW:
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَتِهِ فَلاَ أُضْحِيَةَ لَهُ
“Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka dia tidak memperoleh qurban apapun.” (HR Hakim). Al-Hakim menshahihkan hadits ini dalam kitab al-Mauhibah jilid 4 halaman 697.
Haramnya menjual kulit hewan qurban ini telah ditetapkan oleh Keputusan Muktamar ke-27 Nahdhatul-Ulama di Situbondo pada tanggal 8-21 Desember 1984. Bunyinya: “Menjual kulit hewan qurban tidak boleh kecuali oleh mustahiqnya (yang berhak atas kulit-kulit itu) yang fakir/miskin. Sedangkan mustahiq yang kaya, menurut pendapat yang mu’tamad tidak boleh.” (lihat: Ahkamul Fuqaha, halaman 401).
Sebagian ulama mazhab As-Syafi’i membolehkan menjual daging hewan qurban sebatas orang miskin yang telah menerimanya. Sedangkan pihak yang memiliki hewan, atau orang yang menerima lewat sedekah, diharamkan menjualnya. Maka untuk keabsahan qurban dan sebagai solusi, kulit qurban diberikan kepada penerima yang fakir/miskin, tidak oleh pequrban, atau panitia yang menjual kulit secara sepihak, atau sebagai wakil dari pequrban, atau oleh penerima yang kaya.
(b) Agar tidak terjadi praktik pengupahan tukang potong hewan (jagal) yang diambilkan dari bagian qurban, baik daging maupun kulitnya.
Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu,

أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ، وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا، وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا» ، قَالَ: نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا.
“Aku (Ali bin Abi Thalib) pernah diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengurusi penyembelihan ontanya, dan agar membagikan seluruh bagian dari sembelihan onta tersebut, baik yang berupa daging, kulit tubuh maupun pelana. Dan aku tidak boleh memberikannya kepada jagal barang sedikitpun.” (HR. Bukhari dan Muslim) Dalam redaksi lainnya, Imam Ali berkata, “Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR. Muslim).
Hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama.
Imam Nawawi dalam Raudhatuth Thalibin, Jilid 2, halaman 222 mengatakan,

وَلَا أَنْ يُعْطِيَ الْجَزَّارَ شَيْئًا مِنْهُمَا أُجْرَةً لَهُ، بَلْ مُؤْنَةُ الذَّبْحِ عَلَى الْمُضَحِّي وَالْمَهْدِيِّ كَمُؤْنَةِ الْحَصَادِ. وَيَجُوزُ أَنْ يُعْطِيَهُ مِنْهُمَا شَيْئًا لِفَقْرِهِ، أَوْ يُطْعِمَهُ إِنْ كَانَ غَنِيًّا. (روضة الطالبين وعمدة المفتين 3/ 222(

“Ia (orang yang berqurban, penj) tidak boleh memberikan kepada tukang sembelih dari daging qurban dan hadyu (hewan yang disembelih di tanah suci, penj), sebagai ongkos penyembelihan. Namun, biaya penyembelihan dibebankan kepada orang yang berqurban, seperti ongkos panen. Boleh bagi orang yang berqurban untuk memberi tukang sembelih itu dari qurban dan hadyu, karena kefakiran tukang sembelih itu, atau memberi tukang sembelih itu makan, jika tukang sembelih itu orang yang kaya.”
Wallahu a’lam bish-shawab.
*) Formulir Qurban disusun oleh Ustadz Faris Khoirul Anam, Lc., M.H.I., berdasarkan penjelasan seputar qurban oleh Ketua PW LBM NU Jawa Timur, KH Ahmad Asyhar Shofwan, Hasil-Hasil Keputusan Bahtsul Masail, dan rujukan lainnya. Formulir Qurban ala Fikih ini juga telah ditashih oleh Ketua PW LBM NU Jawa Timur KH Asyhar, Ketua PC LBM NU Kota Malang Ust H Athoillah Wijayanto, dan aktifis LBM lainnya. Semoga bermanfaat.

Fiqih Qurban, Kitab al-Majmu’ Karya Imam Nawawi

*Fiqih Qurban, Kitab al-Majmu’ Karya Imam Nawawi (w. 676 H)*

*Hukum Qurban*

المجموع شرح المهذب (8/ 383)
أما الأحكام فقال الشافعي والأصحاب التضحية سنة مؤكدة وشعار ظاهر ينبغي للقادر عليها المحافظة عليها ولا تجب بأصل الشرع.

*Apakah qurban dianjurkan juga bagi musafir?*

المجموع شرح المهذب (8/ 383)
قال الشافعي رحمه الله في كتاب الضحايا من البويطي الأضحية سنة على كل من وجد السبيل من المسلمين من أهل المدائن والقرى وأهل السفر والحضر والحاج بمنى وغيرهم من كان معه هدي ومن لم يكن معه هدي.

*Hukum Qurban Untuk Sekeluarga?*
المجموع شرح المهذب (8/ 384)
قال أصحابنا التضحية سنة على الكفاية في حق أهل البيت الواحد فإذا ضحى أحدهم حصل سنة التضحية في حقهم.

*Kapan mulai boleh Berqurban*

المجموع شرح المهذب (8/ 389)
مذهبنا أنه يدخل وقتها إذا طلعت الشمس يوم النحر ثم مضى قدر صلاة العيد وخطبتين كما سبق فإذا ذبح بعد هذا الوقت أجزأه سواء صلى الإمام أم لا وسواء صلى المضحي أم لا وسواء كان من أهل الأمصار أو من أهل القرى أو البوادي أو المسافرين وسواء ذبح الإمام ضحيته أم لا.

*Bolehkah Berqurban Pada Malam Hari?*

المجموع شرح المهذب (8/ 391)
مذهبنا جواز الذبح ليلا ونهارا في هذه الأيام جائز لكن يكره ليلا وبه قال أبو حنيفة وإسحاق وأبو ثور والجمهور وهو الأصح عن أحمد وقال مالك لا يجزئه الذبح ليلا.

*Bolehkah Berqurban Dengan Selain Bahimatul An’am?*

المجموع شرح المهذب (8/ 393)
أما الأحكام فشرط المجزئ في الأضحية أن يكون من الأنعام وهي الإبل والبقر والغنم سواء في ذلك جميع أنواع الإبل من البخاتي والعراب وجميع أنواع البقر من الجواميس والعراب والدربانية وجميع أنواع الغنم من الضأن والمعز وأنواعهما ولا يجزئ غير الأنعام من بقر الوحش وحميره والضبا وغيرها بلا خلاف.

*Kriteria Hewan Yang Boleh Untuk Dijadikan Qurban*

المجموع شرح المهذب (8/ 393)
ولا يجزئ من الضأن إلا الجذع والجذعة فصاعدا ولا من الإبل والبقر والمعز إلا الثني أو الثنية فصاعدا هكذا نص عليه الشافعي وقطع به الأصحاب.

*Mana Yang Afdhal Berqurban Dengan Hewan Jantan Atau Betina?*

المجموع شرح المهذب (8/ 397)
يصح التضحية بالذكر وبالأنثى بالإجماع وفي الأفضل منهما خلاف (الصحيح) الذي نص عليه الشافعي في البويطي وبه قطع كثيرون أن الذكر أفضل من الأنثى.

*Jenis Hewan Yang Utama Untuk Qurban*

المجموع شرح المهذب (8/ 396)
البدنة أفضل من البقرة والبقرة أفضل من الشاة والضأن افضل من المعز فجذعة الضأن أفضل من ثنية المعز لما ذكره المصنف وهذا كله متفق عليه عندنا.

*Batasan Cacat Yg Menghalangi Sahnya Hewan Qurban*

المجموع شرح المهذب (8/ 404)
أجمعوا على أن العمياء لا تجزئ وكذا العوراء البين عورها والعرجاء البين عرجها والمريض البين مرضها والعجفاء واختلفوا في ذاهبة القرن ومكسورته فمذهبنا أنها تجزئ.

*Satu Kambing Hanya Untuk Satu Orang*

المجموع شرح المهذب (8/ 397)
تجزئ الشاة عن واحد ولا تجزئ عن أكثر من واحد لكن إذا ضحى بها واحد من أهل البيت تأدى الشعار في حق جميعهم وتكون التضحية في حقهم سنة كفاية. وتجزئ البدنة عن سبعة وكذا البقرة سواء كانوا أهل بيت أو بيوت وسواء كانوا متقربين بقربة متفقة أو مختلفة واجبة أو مستحبة أم كان بعضهم يريد اللحم ويجوز أن يقصد بعضهم التضحية وبعضهم الهدي.

*Dua Orang Berserikat Membeli dua Kambing*

المجموع شرح المهذب (8/ 398)
ولو اشترك رجلان في شاتين للتضحية لم يجزئهما في أصح الوجهين ولا يجزئ بعض شاة بلا خلاف بكل حال والله أعلم.

*Mewakilkan Penyembelihan Qurban*

المجموع شرح المهذب (8/ 405)
قال الشافعي والأصحاب يستحب أن يذبح هديه وأضحيته بنفسه قال الماوردي إلا المرأة فيستحب لها أن توكل في ذبح هديها وأضحيتها رجلا قال الشافعي والأصحاب ويجوز للرجل والمرأة أن يوكلا في ذبحهما من تحل ذكاته والأفضل أن يوكل مسلما فقيها بباب الصيد والذبائح والضحايا وما يتعلق بذلك لأنه أعرف بشروطه وسننه ولا يجوز أن يوكل وثنيا ولا مجوسيا ولا مرتدا ويجوز أن يوكل كتابيا وامرأة وصبيا لكن قال أصحابنا يكره توكيل الصبي.

*Batas Akhir Waktu Penyembelihan Qurban*

المجموع شرح المهذب (8/ 387)
(وأما) آخر وقتها فاتفقت نصوص الشافعي والأصحاب على أنه يخرج وقتها بغروب شمس اليوم الثالث من أيام التشريق.

*Memberi Upah Tukang Jagal Dengan Sebagian Dari Heawan Qurban*

المجموع شرح المهذب (8/ 420)
ولا يجوز جعل الجلد وغيره أجرة للجزار بل يتصدق به المضحي والمهدي أو يتخذ منه ما ينتفع بعينه كسقاء أو دلو أو خف وغير ذلك.
المجموع شرح المهذب (8/ 421)
قال الشيخ أبو حامد والبندنيجي والأصحاب إذا أعطى المضحي الجازر شيئا من لحم الأضحية أو جلدها فإن أعطاه لجزارته لم يجز وإن أعطاه أجرته ثم أعطاه اللحم لكونه فقيرا جاز كما يدفع إلى غيره من الفقراء والله أعلم.

*Mana Yang Afdhal Antara Qurban Dan Shadaqah Tathawwu*

المجموع شرح المهذب (8/ 425)
مذهبنا أن الأضحية أفضل من صدقة التطوع للأحاديث الصحيحة المشهورة في فضل الأضحية.

*Niat Qurban*

المجموع شرح المهذب (8/ 405)
قال أصحابنا والنية شرط لصحة التضحية وهل يجوز تقديمها على حالة الذبح أم يشترط قرنها به فيه وجهان (أصحهما) جواز التقديم كما في الصوم والزكاة على الأصح.

*Berqurban Atas Nama Mayit*

المجموع شرح المهذب (8/ 406)
(وأما) التضحية عن الميت فقد أطلق أبو الحسن العبادي جوازها لأنها ضرب من الصدقة والصدقة تصح عن الميت وتنفعه وتصل إليه بالإجماع. وقال صاحب العدة والبغوي لا تصح التضحية عن الميت إلا أن يوصي بها وبه قطع الرافعي في المجرد والله أعلم.

*Membaca Basmalah Ketika Menyembelih*

المجموع شرح المهذب (8/ 408)
التسمية مستحبة عند الذبح والرمي إلى الصيد وإرسال الكلب ونحوه فلو تركها عمدا أو سهوا حلت الذبيحة لكن تركها عمدا مكروه على المذهب الصحيح كراهة تنزيه لا تحريم.

*Suna Menyembelih Dengan Menghadap Kiblat.*

المجموع شرح المهذب (8/ 408)
استقبال الذابح القبلة وتوجيه الذبيحة إليها وهذا مستحب في كل ذبيحة لكنه في الهدي والأضحية أشد استحبابا.

*Cara Penyembelihan Qurban*

المجموع شرح المهذب (8/ 408)
ويستحب أن يضجع البقر والشاة على جنبها الأيسر هكذا صرح به البغوي والأصحاب قالوا ويترك رجلها اليمنى ويشد قوائمها الثلاث.

*Hukum Memotong Rambut dan Kuku Bagi Orang Yang Hendak Berqurban*

المجموع شرح المهذب (8/ 392)
مذهبنا أن إزالة الشعر والظفر في العشر لمن أراد التضحية مكروه كراهة تنزيه حتى يضحي.

*Membaca Shalawat Ketika Menyembelih*

المجموع شرح المهذب (8/ 410)
يستحب مع التسمية على الذبيحة أن يصلي على رسول الله صلى الله عليه وسلم عند الذبح نص عليه الشافعي في الأم وبه قطع المصنف في التنبيه وجماهير الأصحاب.

*Doa Ketika Menyembelih*

المجموع شرح المهذب (8/ 410)
يستحب أن يقول عند التضحية مع التسمية اللهم منك وإليك تقبل مني. وحكى الماوردي وجها أنه لا يستحب وهذا شاذ ضعيف والمذهب ما سبق. ولو قال تقبل مني كما تقبلت من إبراهيم خليلك ومحمد عبدك ورسولك صلى الله عليهما وسلم لم يكره ولم يستحب كذا نقله الروياني في البحر عن الأصحاب. واتفق أصحابنا على استحباب التكبير مع التسمية فيقول بسم الله والله أكبر.

*Hukum Menjual Kulit/ Daging Qurban*
المجموع شرح المهذب (8/ 419)
واتفقت نصوص الشافعي والأصحاب على أنه لا يجوز بيع شئ من الهدي والأضحية نذرا كان أو تطوعا سواء في ذلك اللحم والشحم والجلد والقرن والصوف وغيره.

*Waktu Menyembelih Bagi Yg Berqurban Lebih Dari 1 Ekor.*

المجموع شرح المهذب (8/ 424)
من ضحى بعدد من الماشية استحب أن يفرقه على أيام الذبح فإن كان شاتين ذبح شاة في اليوم الأول وأخرى في آخر الأيام وهذا الذي قاله وإن كان أرفق بالمساكين فهو ضعيف مخالف للسنة الصحيحة فقد ثبتت الأحاديث الصحيحة أن النبي صلى الله عليه وسلم (نحر مائة بدنة أهداها في يوم واحد وهو يوم النحر فنحر بيده بضعا وستين وأمر عليا رضى الله عنه ينحر تمام المائة) فالسنة التعجيل والمسارعة إلى الخيرات والمبادرة بالصالحات إلا ما ثبت خلافه.

*Makan Daging Qurban*

المجموع شرح المهذب (8/ 414)
فللأضحية والهدي حالان (أحدهما) أن يكون تطوعا فيستحب الأكل منهما ولا يجب بل يجوز التصدق بالجميع هذا هو المذهب وبه قطع جماهير الأصحاب وهو مذهب عامة العلماء. وفي القدر الذي يستحب أن لا ينقص التصدق عنه قولان (القديم) يأكل النصف ويتصدق بالنصف (والأصح) الجديد قال الرافعي واختلفوا في التعبير عن الجديد فنقل جماعة عنه أنه يأكل الثلث ويتصدق بالثلثين ونقل المصنف وآخرون عنه أنه يأكل الثلث ويتصدق بالثلث على المساكين ويهدي الثلث إلى الأغنياء أو غيرهم وممن حكى هذا الشيخ أبو حامد ثم قال أبو حامد ولو تصدق بالثلثين كان أفضل. (الحال الثاني) أن يكون الهدي أو الأضحية منذورا قال الأصحاب كل هدي وجب ابتداء من غير التزام كدم التمتع والقران وجبرانات الحج لا يجوز الأكل منه بلا خلاف.